Anda di halaman 1dari 10

PENURUNAN KEKERUHAN AIR BAKU PDAM GUNUNG POTENG SINGKAWANG

DENGAN MENGGUNAKAN KOAGULAN TAWAS DAN PAC


Bewa Mulyatama, Laili Fitria, Ulli Kadaria
Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontianak
Email : bewa39@gmail.com

ABSTRAK
Pengolahan air baku di PDAM Gunung Poteng Singkawang menggunakan proses pengolahan
konvensional lengkap. Koagulan yang digunakan adalah tawas. Hasil pengolahan air baku masih
belum konsisten. Pengolahan air baku pada tahun 2015 menghasilkan kekeruhan antara 0,2 NTU
sampai 9,2 NTU. Upaya perbaikan untuk masalah di PDAM Gunung Poteng Singkawang adalah
dengan mencampurkan koagulan tawas dan PAC yang diharapkan dapat mengurangi kekeruhan
dari hasil pengolahan air baku. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menganalisis efektifitas penurunan kadar kekeruhan dengan pencampuran koagulan tawas dan
PAC untuk memperbaiki tingkat kekeruhan air baku di PDAM Gunung Poteng Singkawang sesuai
baku mutu dan menganalisis perbandingan dosis pencampuran koagulan tawas dan PAC yang
optimum terhadap tingkat kekeruhan di PDAM Gunung Poteng Singkawang. Pengujian yaitu
dengan mengadakan eksperimen pengolahan air baku menggunakan koagulan Tawas dan PAC
yang dilakukan dengan menggunakan metode Jar Test. Percobaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan kualitas air yang meliputi kekeruhan dan pH yang akan dilakukan sebelum dan
setelah jar test. Variasi larutan Tawas dan PAC dengan perbandingan 1:0, 1:1, 1:2, 2:1, 1:3, 3:1 dan
0:1. Hasil dari penelitian didapat bahwa dosis 1:0 dan 0:1 menghasilkan kekeruhan yang buruk
daripada perbandingan dosis lainya. Pengkondisian kekeruhan dari data sekunder kualitas air
baku PDAM Gunung Poteng Singkawang tahun 2015 didapat kekeruhan 116 NTU untuk kekeruhan
tertinggi dan 9,6 NTU untuk kekeruhan terendah. Pengujian penegasan dilakukan dengan kondisi
kekeruhan sebenarnya di lapangan didapat kekeruhan 22,42 NTU. Perbandingan yang efektif
untuk kondisi kekeruhan 116 NTU adalah 1:2 dengan efektivitas penurunan kekeruhan mencapai
98,9 % dan kondisi kekeruhan 9,6 NTU adalah 1:3 dengan efektivitas penurunan kekeruhan 93,5
%. Hasil uji penegasan menghasilkan perbandingan efektif dengan kondisi kekeruhan 22,42 NTU
(kekeruhan air baku bulan September tahun 2016) adalah 1:2 dengan efektivitas penurunan
kekeruhan 96,3 %. Penggunaan perbandingan dosis pencampuran koagulan dapat menunjukkan
bahwa pada kondisi kekeruhan kurang dari 10 NTU sampai 20 NTU dapat menggunakan
perbandingan dosis 1:3. Kekeruhan pada nilai 21 NTU sampai 116 NTU dapat menggunakan dosis
pencampuran 1:2.
Kata Kunci : Kekeruhan, air baku, koagulan, tawas, PAC.

ABSTRACK
Raw water treatment in PDAM Gunung Poteng Singkawang is done by using complete
conventional treatment process. Coagulants that has been being used is tawas. The results of raw
water treatment was inconsistent. Raw water treatment in 2105 resulted in a turbidity of 0.2 NTU
to 9.2 NTU. Improvement efforts on the problem in PDAM Gunung Poteng Singkawang is by
mixing two types of coagulant, alum and PAC, which are expected to improve the turbidity quality
from the result of raw water treatment. The purpose of this study are as follows: to analyze the
effectiveness of decreasing the level of turbidity by mixing coagulants alum and PAC to improve
turbidity level of raw water in PDAM Gunung Poteng Singkawang to comply with applicable
standard and to analyze the optimum dosage ratio to mix coagulants alum and PAC to overcome
turbidity levels of raw water in PDAM Gunung Poteng Singkawang. The experiment was done by
conducting Jar Test that used coagulants Alum and PAC during treatment for raw water. The
experiment continued by examining the water quality which cover turbidity and pH, before and
after the jar test. The variation of Alum and PAC solution is done with the ratio of 1:0 , 1:1 , 1:2 ,
2:1 , 1:3 , 3:1 and 0:1. Result of this experiment found that a dosage of 1:0 and 0:1 produce worst
turbidity level than any other dosage ratio. Conditioning turbidity of raw water of secondary data
PDAM Gunung Poteng Singkawang 2015 acquired 116 NTU turbidity to 9,6 NTU turbidity and the
highest to lowest turbidity. Confirmation test conducted under actual turbidity of 22,42 NTU

1
turbidity obtained in the field. The most effective ratio for 116 NTU turbidity conditions is 1:2 with
the effectiveness of turbidity decrease reached 98,9 % and for 9,6 NTU turbidity conditions is 1:3
with the effectiveness of turbidity decrease is 93,5 %. The result of affirmative test for 22,42 NTU
(turbidity of raw water in September 2016) turbidity condition is 1:2 with the effectiveness of
turbidity decrease reached 96,3 %. Matrix the use of coagulants mixing dosage ratio shows that
within the turbidity range condition of < 10 NTU to 20 NTU, mixing dosage ratio of 1: 3 is the most
suitable. Meanwhile within the turbidity range condition from 21 NTU to 116 NTU, mixing dosage
ratio of 1:2 is the most suitable.
Keywords: turbidity, raw water, coagulant , alum , PAC .

1. Pendahuluan
Permasalahan kualitas air distribusi yang sering dialami oleh PDAM Gunung Poteng
Singkawang ialah pada parameter kekeruhan. Standar baku mutu kekeruhan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu 5 NTU.
Pengolahan kekeruhan berhubungan pada proses koagulasi dan flokulasi. Menurut
Budiono, dkk (2013), tujuan utama proses koagulasi dan flokulasi adalah menghilangkan
padatan yang berada di dalam air terutama yang berbentuk padatan tidak mengendap
(non setleable solid), padatan tersuspensi (suspended solid), dan koloid.
Pengolahan air baku di PDAM Gunung Poteng Singkawang menggunakan proses
pengolahan konvensional lengkap yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan
desinfeksi. Koagulan yang digunakan adalah tawas. Hasil kekeruhan pengolahan air baku
masih ada yang melebihi standar yang tetapkan oleh Peratuan Menteri Kesehatan No.
492/MENKES/PER/IV/2010. Pengolahan air baku pada tahun 2015 menghasilkan
kekeruhan antara 0,2 NTU sampai 9,2 NTU. Pembubuhan dosis koagulan pada unit
koagulasi yang belum sesuai menjadi salah satu penyebab kekeruhan yang dihasilkan
melebihi standar baku mutu. Ujung saluran pipa untuk mengalirkan koagulan tawas
menggunakan bambu yang menyebabkan dosis koagulan tidak terukur pembubuhannya.
Upaya perbaikan pada permasalahan kekeruhan di PDAM Gunung Poteng
Singkawang adalah dengan mencampurkan koagulan tawas dan PAC. Hasil penelitian
akan mendapatkan dosis optimum antara pencampuran koagulan tawas dan PAC. Upaya
perbaikan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kekeruhan dari hasil pengolahan
air baku.
Penelitian untuk mencampurkan koagulan tawas dan PAC telah diteliti oleh Anugrah
(2013), pencampurkan koagulan PAC dan tawas dengan perbandingan 1:0, 3:1, 1:1, 1:3,
0:1 dengan tingkat kekeruhan air rendah dan tinggi. Efektivitas penurunan kadar
kekeruhan mencapai 88,29 %.
Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan dosis pembubuhan yang tepat saat
pencampuran koagulan tawas dan PAC. Pencampuan koagulan tawas dan PAC
diharapkan lebih baik dalam menurunkan parameter kekeruhan daripada hanya
menggunakan koagulan tawas.

2. Metodologi
Penelitian dilaksanakan di Workshop Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura,
Jalan Profesor Dokter H. Hadari Nawawi, kelurahan Bansir Laur, kecamatan Pontianak
Tenggara, Kota Pontianak, provinsi Kalimantan Barat. Waktu penelitian dilakukan mulai
tanggal 1 April 2016 sampai 30 Agustus 2016.
Bahan yang digunakan adalah PAC dan tawas. Alat–alat yang digunakan adalah alat
floculator digital, gelas beaker, pengaduk, stopwatch, turbidity meter, pH meter dan
kertas saring.

2
Pengumpulan data dibagi menjadi dua yaitu pengumpulan data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengujian langsung di tempat
penelitian yang akan menghasilkan data antara lain: (a) data kekeruhan air baku sebelum
dan sesudah dari proses Jar Test, (b) data pH air baku sebelum dan sesudah dari proses
Jar Test, (c) data dosis pencampuran koagulan tawas dan PAC pada proses Jar Test.
Pengumpulan data sekunder didapat dari PDAM Gunung Poteng Singkawang selama satu
tahun pada tahun 2015. Data sekunder yang diperlukan antara lain: (a) data kekeruhan
air baku di PDAM Gunung Poteng Singkawang, (b) data pH air baku, (c) data kekeruhan
air baku tertinggi dan terendah, (d) data dosis penggunaan tawas di PDAM Gunung
Poteng Singkawang.
Pengujian dengan mengadakan percobaan pengolahan air baku menggunakan
koagulan Tawas dan PAC yang dilakukan dengan menggunakan prinsip Jar Test.
Percobaan dilanjutkan dengan memeriksaan kualitas air yang meliputi kekeruhan dan
pH.
a. Pengujian pendahuluan untuk menentuan dosis koagulan
Pengujian awal untuk menentukan dosis koagulan yang digunakan yaitu berkisar
antara 10 ppm sampai 50 ppm tergantung dari tingkat kekeruhannya. Nilai ini
merupakan rekomendasi dari PDAM Gunung Poteng Singkawang. Sampel akan
diperlakukan pengujian awal untuk mendapatkan dosis koagulan yang optimum. Variasi
dosis 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm dengan menggunakan koagulan
tawas. Pemilihan hanya koagulan tawas untuk pengujian awal karena kondisi koagulan
yang digunakan PDAM menggunakan tawas. Dosis koagulan yang dipilih pada uji
pendahuluan ini adalah dosis yang menghasilkan flok-flok yang lebih besar, pengendapan
yang cepat, pH dan kekeruhan sesuai dengan standar baku mutu PERMENKES No.
492/MENKES/PER/IV/2010.
Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam gelas beker sebanyak 1000 ml.
Kemudian masing-masing sampel diberi variasi larutan Tawas dan PAC dengan
perbandingan 1:0, 1:1, 1:2, 2:1, 1:3, 3:1 dan 0:1. Masing-masing larutan sampel
dilakukan Jar Test dengan pengadukan cepat selama 1 menit dan pengadukan lambat 15
menit. Selanjutnya, dilakukan pengamatan yang terjadi terhadap masing-masing sampel
sampai flok-flok mengendap dan air menjadi bening.
Metode jar test yang dilakukan menggunakan 10 gram koagulan tawas dan 10 gram
PAC yang dibuat pada masing-masing gelas beaker kemudian dilarutkan dalam 1000 ml
air atau aquades. 10 gram koagulan yang dilarutkan didalam 1000 ml aquades sama
dengan 10.000 ppm.
Diambil 1 ml yang dengan menggunakan spuilt dari wadah koagulan sebesar 1000
ml yang telah dibuat, mengandung koagulan 0,01 gr/ml. Kemudian dilarutkan dalam
1000 ml sampel air. Jadi 10.000 ppm dibagi 1000 ml air menjadi 10 ppm.
Perbandingannya adalah untuk setiap 1 ml larutan koagulan yang dilarutkan dalam 1000
ml sampel sama dengan 10 ppm.
1 ppm = 1 mg/L
10 ppm = 10 mg/L
b. Pengujian kekeruhan
Pengujian kekeruhan sampel menggunakan alat Turbidity Meter. Kuvet pada
Turbidity dibilas dengan akuades dan diisi dengan sampel air sampai tanda batas.
Selanjutnya, kuvet dimasukkan kedalam alat Turbidity Meter dan dilakukan pembacaan
pada sampel.
c. Pengujian pH

3
Pengujian pH sampel menggunakan alat pH Meter. Kuvet pada pH Meter dibilas
dengan akuades dan direndam dengan sampel air. Selanjutnya, kuvet dimasukkan
kedalam alat pH Meter dan dilakukan pembacaan pada sampel. Hasil kekeruhan yang
didapat menunjukkan data pH dan suhu.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menentukan efektifitas perbandingan penggunaan
koagulan Tawas dan PAC dalam munurunkan kadar kekeruhan dan pH dengan
menggunakan prinsip Jar Test. Efektivitas dari penurunan kadar kekeruhan dihitung
menggunakan rumus:

Efektivitas =

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Penelitian
eksperimen atau percobaan (experiment research) adalah kegiatan percobaan
(experiment), yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul,
sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Percobaan ini berupa perlakuan
atau intervensi terhadap suatu variabel. Dari perlakuan tersebut diharapkan terjadi
perubahan atau pengaruh terhadap variabel yang lain.

3. Hasil Dan Pembahasan


a. Kualitas Air Baku PDAM Gunung Poteng Singkawang
Data kualitas air baku PDAM Gunung Poteng Singkawang didapat dari data sekunder
PDAM Gunung Poteng Singkawang selama satu tahun pada tahun 2015, (data bulan Juni
tidak tersedia). Data kualitas yang didapat meliputi data kekeruhan air baku, kekeruhan
air distribusi, pH air baku dan pH air distribusi.
Pada Tabel 1, kekeruhan air distribusi memiliki angka maksimum yang melebihi baku
mutu, terjadi dalam 10 bulan dari 11 bulan. Akan tetapi, pada data kekeruhan air
distribusi minimum, nilai kekeruhan berada di bawah baku mutu setiap bulannya.
Persyaratan kualitas air minum pada parameter kekeruhan 5 NTU dan pH 6,5-8,5
ditetapkan oleh PERMENKES No 492/MENKES/PER/IV/2010. Sementara data pH pada air
baku dan air distribusi tidak menunjukkan masalah karena berada dalam kondisi baku
mutu 6,5-8,5 dan PDAM tidak memerlukan penambahan soda untuk meningkatkan pH
dari air tersebut.
Tabel 1 Kualitas Air PDAM Gunung Poteng Singkawang Tahun 2015

Sumber: Laporan Teknis Bulanan PDAM Gunung Poteng Singkawang Tahun 2015
b. Pengujian dengan Metode Jar Test

4
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 2016 – 23 Juni 2016 selama tiga hari
penelitian. Hari pertama untuk pengambilan sampel sebanyak 57 Liter atau 3 galon, hari
kedua untuk pengujian pada kodisi kekeruhan tinggi dan hari ketiga untuk menguji pada
kondisi kekeruhan yang rendah. Kondisi kekeruhan tertinggi maupun terendah
berdasarkan data sekunder PDAM 115,4 NTU dan 9,2 NTU. Pengkondisian kekeruhan
dilakukan dengan membuat kekeruhan dengan mencampurkan air baku PDAM dengan
pasir sekitaran sungai Tirtayasa. Berdasarkan penelitian didapat kekeruhan yang tidak
jauh dari yang sudah direncanakan yaitu 116 NTU dan 9,6 NTU.
 Pengujian Pendahuluan untuk Menentuan Dosis Koagulan
Pengujian awal untuk menentukan dosis koagulan yang direncanakan yaitu berkisar
antara 10 ppm sampai 50 ppm tergantung dari tingkat kekeruhannya, akan tetapi pada
kondisi saat pengujian menggunakan dosis dari 10 ppm sampai 40 ppm karena nilai hasil
parameter kekeruhan dan pH yang didapat sudah di bawah standar baku mutu yang
telah tetapkan oleh Peratuan Menteri Kesehatan No.492/MENKES/PER/IV/2010.
Koagulan yang digunakan adalah tawas karena mengacu pada koagulan yang digunakan
PDAM Gunung Poteng Singkawang.
Berdasarkan hasil pengujian didapat bahwa dosis koagulan yang akan digunakan
adalah 10 ppm untuk kondisi pada kekeruhan tinggi 116 NTU maupun kekeruhan yang
rendah 9,6 NTU. Dosis 10 ppm dipilih karena menghasilkan nilai kekeruhan yang
terendah. Kekeruhan awal 116 NTU menjadi 3 NTU dan kekeruhan awal 9,6 NTU menjadi
2,15 NTU. pH dari dosis pembubuhan 10 ppm dari pH sebelum 7,3 menjadi 6,7 dan 7,2
menjadi 6,75 yang masih sesuai standar parameter. Tawas berpengaruh pada kualitas air
yang diolah. Dosis tawas harus tepat agar mendapatkan nilai olahan yang efektif, karena
semakin besar dosis tawas yang digunakan, akan berpengaruh pada kekeruhan yang air
yang diolah dan cenderung memutih. Sebaliknya apabila dosis tawas lebih kecil maka
flok-flok tidak akan terbentuk. Hal ini juga ditegaskan oleh Anugrah (2013), penambahan
koagulan ke dalam air apabila terlalu sedikit, hanya sedikit partikel koloid akan
terdestabilisasi dan sebagian koloid tidak mengendap. Sebaliknya, jika berlebihan
kekeruhan akan meningkat kembali karena flok yang telah mengendap dapat menjadi
koloid lagi dan menyerap kation dari koagulan yang berlebih membentuk koloid
bermuatan positif.
Tabel 2 Hasil Pengujian Pendahuluan untuk Menentukan Dosis Koagulan

 Pengujian Dosis Perbandingan Optimum dari Pencampuran Tawas dan PAC


Dosis koagulan yang didapatkan dari pengujian pendahuluan akan dilanjutkan pada
pengujian untuk menentukan dosis koagulan yang optimum dengan tujuh perbandingan
koagulan tawas dan PAC yaitu: 1:0, 1:1, 1:2, 2:1, 1:3, 3:1, 0:1.
Pengukuran dengan metode Jar Test ini dilakukan dengan sistem duplo pada setiap
percobaan yang dilakukan. Tujuh perbandingan yang digunakan untuk dua jenis
kekeruhan yaitu kekeruhan tinggi 116 NTU dan kekeruhan rendah 9,6 NTU, sehingga
total percobaan yang telah dilakukan adalah 28 kali. Pengujian kekeruhan menggunakan

5
alat Turbidity Meter dan pengujian pH menggunakan alat pH Meter. Parameter
kekeruhan dan pH diuji sebelum dan setelah percobaan. Percobaan duplo yang dilakukan
untuk mengukur kekeruhan dan pH akan dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai rata-
rata dari setiap perbandingan dosis penggunaan koagulan.
Kekeruhan setelah proses Jar Test menghasilkan kekeruhan yang baik dan tidak
melebihi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh PERMENKES No.
492/MENKES/PER/IV/2010, kecuali pada data nomor 7 yaitu pada perbandingan 0:1,
dengan kekeruhan sebelum pengolahan 116 NTU dan kekeruhan setelah pengolahan 5,4
NTU. Hasil yang ditunjukkan pada percobaan nomor 7 tidak menghasilkan kekeruhan
yang buruk atau masih bisa dipakai untuk menjadi air distribusi, karena selisih dari
ketetapan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 adalah 0,4 NTU.
pH yang ditunjukkan pada tabel 3 menghasilkan pH setelah pengolahan masih dalam
standar baku mutu, kecuali pada data nomor 5 dengan pH awal sebelum pengolahan
adalah 7,3 menjadi 6,45. Hasil pH yang ditunjukkan oleh nomor 5 juga tidak jauh dari
standar yang sudah ditetapkan oleh PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010. Semua
pH pada percobaan dapat dijadikan acuan untuk pemilihan dosis optimum, kecuali pH
nomor 5.
Permilihan perbandingan dosis yang efektif dari dua jenis kekeruhan tersebut adalah
yang menghasilkan parameter kekeruhan yang paling rendah dengan nilai pH masih pada
standar baku mutu. Berdasarkan tabel pengamatan menunjukkan bahwa hasil yang
dibagi menjadi dua jenis kekeruhan yaitu kekeruhan tinggi 116 NTU dan kekeruhan
rendah 9,6 NTU. Kekeruhan tinggi dan rendah pada tabel pengamatan menunjukkan
bahwa semua pencampuran antara tawas dan PAC menghasilkan nilai kekeruhan yang
lebih rendah atau lebih baik daripada hanya menggunakan satu koagulan (tawas dan
PAC) saja.
Pengamatan pada tabel 3 menunjukkan bahwa perbandingan dosis yang optimum
pada kondisi kekeruhan tinggi (kekeruhan awal 116 NTU) adalah pada nomor 3 yakni
pada perbandingan 1:2 yang mengahasilkan nilai kekeruhan 1,275 NTU. Kondisi
kekeruhan rendah (kekeruhan awal 9,6 NTU) menghasilkan data perbandingan dosis
optimum yang berbeda dengan kekeruhan tinggi, yakni pada nomor 12, perbandingan
1:3 yang menghasilkan nilai kekeruhan 0,62 NTU.
Tabel 3 Hasil Penelitian dengan Metode Jar Test

6
Hasil uji Jar Test yang dilakukan di laboratorium menghasilkan kekeruhan yang masih
pada rentang yang terdapat data sekunder PDAM Gunung Poteng Singkawang tahun
2015 walaupun penggunaan koagulan tawas yang dipakai PDAM Gunung Poteng
Singkawang berbeda dengan koagulan tawas yang dipakai saat pengujian di
Laboratorium. Perbandingan 1:0 yang hanya menggunakan tawas pada kekeruhan 116
NTU menghasilkan kekeruhan 3,025 NTU kemudian dibandingkan dengan data sekunder
pada bulan Januari kekeruhan air baku 115,4 NTU – 0,6 NTU menghasilkan kekeruhan air
distribusi 8,7 NTU – 0,2 NTU. Kekeruhan 9,6 NTU pada percobaan di laboratorium
menghasilkan 2,115 NTU kemudian dibandingkan dengan data sekunder pada bulan
Desember 9,2 NTU – 1,62 NTU menghasilkan kekeruhan air distribusi 4,51 NTU – 0,92
NTU.
Penurunan kekeruhan yang ditunjukkan pada grafik kekeruhan tinggi dari sebelum
percobaan Jar Test untuk kekeruhan tinggi 116 NTU mengalami penurunan yang jauh
dan menghasilkan nilai yang sesuai dengan persyaratan baku mutu kekeruhan yaitu 5
NTU. Hasil yang sama yang ditunjukkan oleh grafik kekeruhan rendah dengan kekeruhan
sebelumnya adalah 9,6 NTU yang menghasilkan kekeruhan sesuai persyaratan baku
mutu kekeruhan, akan tetapi tidak mengalami penurunan yang jauh seperti yang
ditunjukkan oleh grafik kekeruhan tinggi.
Grafik pada kondisi kekeruhan tinggi menunjukkan bahwa kekeruhan yang dihasilkan
dari perbandingan dosis 1:0 yang hanya menggunakan tawas dan 0:1 yang hanya
menggunakan PAC tidak lebih baik dari pada perbandingan dosis koagulan yang lain.
Perbandingan dosis optimum dari kondisi kekeruhan tinggi adalah pada perbandingan
1:2 yang menghasilkan kekeruhan sebesar 1,275 NTU.
Perbandingan 0:1 menunjukkan grafik yang sangat tinggi yaitu 5,405 NTU dan
melewati batas baku mutu. Hal tersebut terjadi karena dosis awal yang ditentukan untuk
pembubuhan adalah koagulan tawas, sedangkan pada dosis 10 ppm PAC masih belum
efektif dalam menurunkan kekeruhan 116 NTU. Dosis PAC yang harusnya melebihi dari
10 ppm dapat menghasilkan nilai kekeruhan yang lebih baik. Menurut Arifin (2008), PAC
tidak menyebabkan air keruh. Berbeda dengan tawas, penggunaan tawas yang
berlebihan dapat menyebabkan air keruh keputih-putihan. Perbedaan hasil juga

7
ditunjukkan antara perbandingan 1:3 dan 3:1 yang menghasilkan nilai kekeruhan 2,775
NTU dan 1,335 NTU, yang menunjukkan bahwa penggunaan PAC yang banyak dalam
kondisi kekeruhan tinggi belum efektif. Kesimpulannya bahwa PAC belum efektif dalam
menurunkan nilai kekeruhan pada kondisi kekeruhan yang tinggi.
Grafik kekeruhan pada kondisi kekeruhan rendah menunjukkan 1:0 menghasilkan nilai
kekeruhan yang tertinggi yaitu 2,155 NTU. Hasil ini menunjukkan bahwa tawas belum
efektif berkerja pada kondisi kekeruhan yang rendah. Perbandingan 0:1 menunjukkan
bahwa PAC lebih efektif berkerja dalam kondisi kekeruhan rendah yaitu 1,6 NTU.
Perbandingan dosis optimum dari kondisi kekeruhan rendah adalah pada perbandingan
1:3 yang menghasilkan kekeruhan sebesar 0,62 NTU.

Gambar 1 Grafik Nilai Kekeruhan Awal dan Setelah Jar Test


Perbedaan kondisi antara kekeruhan tinggi dan rendah menghasilkan perbedaan pula
pada perbandingan dosis optimum koagulan tawas dan PAC. Perbandingan terbaik
kondisi kekeruhan awal 116 NTU menghasilkan perbandingan 1:2, sedangkan pada
kondisi kekeruhan awal 9,6 NTU perbandingan antara tawas dan PAC adalah 1:3. Hasil ini
menyimpulkan bahwa PAC belum efektif berkerja pada kekeruhan tinggi, akan tetapi
lebih baik dari pada tawas pada kondisi kekeruhan yang rendah. Menurut Arifin (2008),
Kandungan belerang pada PAC dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa
karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih
pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk flok. Penggunaan
perbandingan dosis optimum pada saat kondisi kekeruhan rendah adalah 1:3, sedangkan
pada kondisi dosis tinggi menggunakan dosis 1:2. Efektivitas dari penurunan kadar
kekeruhan dihitung menggunakan rumus:

Efektivitas =

Efektivitas Kekeruhan Tinggi =


= 98,9 %

Efektivitas Kekeruhan Rendah =

= 93,5 %
Efektivitas kekeruhan yang didapat dari hasil perhitungan adalah pada kekeruhan
awal 116 NTU mencapai 98,9% dan kekeruhan awal 9,6 NTU mencapai 93,5%.
Penggunaan dosis koagulan untuk mendapatkan berapa banyak tawas dan PAC yang
digunakan untuk penerapan pada skala lapangan dengan debit olahan PDAM Gunung
Poteng Singkawang adalah 360.000 L/jam.
Perhitungan untuk mendapatkan berapa banyak tawas dan PAC yang digunakan pada
untuk penerapan pada skala lapangan yaitu, diketahui bahwa 10 ppm = 0,01 gr/L maka

8
untuk perbandingan 1:0 dalam 1 liter air mengandung 0,01 gr tawas. Jadi untuk 360.000
L air debit olahan PDAM Gunung Poteng Singkawang digunakan 3,6 kg tawas.
Tabel 4 Penggunaan Koagulan pada Skala Lapangan.

c. Uji Penegasan
Hasil uji penegasan yang didapat menunjukkan bahwa kekeruhan pada perbandingan
1:2 menghasilkan kekeruhan yang paling rendah dari perbandingan yang lain. Kekeruhan
yang ditujukkan pada uji penegasan adalah 22,42 NTU yang merupakan kekeruhan
sedang karena berada pada pertengahan antara kekeruhan tinggi 116 NTU dan
kekeruhan rendah 9,6 NTU. Kekeruhan yang dihasilkan dari perbandingan 1:2 adalah
0,82 NTU. Hasil pH dari uji penegasan menghasilkan pH 6,545 dan sesuai dengan standar
baku mutu Peratuan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010 adalah 6,5-8,5.

Tabel 5 Hasil Uji Penegasan dengan Metode Jar Test

Matriks penggunaan perbandingan dosis pencampuran koagulan dapat


menunjukkan bahwa pada kondisi kekeruhan kurang dari 10 NTU sampai 20 NTU dapat
menggunakan perbandingan dosis 1:3. Kekeruhan pada nilai 21 NTU sampai 30 NTU
dapat menggunakan dosis pencampuran 1:2. Nilai kekeruhan pada tabel matriks didapat
dari nilai kekeruhan pada skala laboratorium yaitu 9,6 NTU sampai 116 NTU dan nilai
kekeruhan pada uji penegasan 22.42 NTU. Hasil dari skala laboratorium menyebutkan

9
bahwa pada kondisi kekeruhan rendah perbandingan dosis koagulan tawas dan PAC yang
efektif digunakan adalah 1:3, sementara untuk kondisi kekeruhan sedang sampai
kekeruhan tinggi dapat menggunakan dosis optimum 1:2. Matriks dibuat dari
pengurangan nilai kekeruhan 116 NTU dan 9,6 NTU dan hasil pengurangannya dibagi
menjadi 10 bagian.
Tabel 6 Matriks Penggunaan Perbandingan Dosis Pencampuran Koagulan

4. KESIMPULAN
Hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini yaitu:
a. Perbandingan dosis pencampuran koagulan tawas dan PAC untuk PDAM Gunung
Poteng Singkawang yang optimum terhadap kondisi kekeruhan awal 116 NTU adalah
1:2 (tawas dan PAC), sedangkan untuk kondisi kekeruhan awal 9,6 NTU adalah 1:3
(tawas dan PAC).
b. Efektifitas penurunan kadar kekeruhan dari pencampuran koagulan tawas dan PAC
untuk kekeruhan tinggi mencapai 98,9% dan kekeruhan rendah mencapai 93,5%.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, T.O. 2013. Efektivitas Campuran Poli(Aluminium Klorida) (PAC) dan Aluminium
Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan dalam Pengolahan Air Bersih. Bogor.
Arifin. 2008. Bahan Kimia Penjernih Air (koagulan), diambil dari
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:tkq8C-
JrP9AJ:https://smk3ae.wordpress.com/2008/08/05/bahan-kimia-penjernih-air-
koagulan/+&cd=6&hl=id&ct=clnk diakses pada hari Senin 9 November 2015
Pukul 20.00 WIB
Budiyono dan Sumardiono, S. 2013. Teknik Pengolahan Air. Semarang. Hal 61.
Goelanz. 2013. Analisa Jar Test dalam Air, diambil dari
http://goelanzsaw.blogspot.co.id/2013/02/jart-test.html pada hari Sabtu 26
Desember 2015 Pukul 16.00 WIB
PDAM Gunung Poteng Singkawang. 2015. Laporan Teknik Bulanan.
PERMENKES. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

10

Anda mungkin juga menyukai