Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

(Halusinasi)

I. Kasus

1. Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya


rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).

2. Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera
seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)

Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera


tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.

a. Tanda dan gejala :

 Bicara, senyum dan tertawa sendiri

 Menarik diri dan menghindar dari orang lain

 Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata

 Tidak dapat memusatkan perhatian

 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut

 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

(Budi Anna Keliat, 1999)

b. Jenis Halusinasi

Berikut jenis halusinasi beserta data objektif dan subjektifnya.


Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif

Halusinasi  Bicara atau  Mendengarkan


Dengar/ suara tertawa sendiri suara-suara
(klien mendengar kegaduhan
suara/bunyi yang  Marah-marah

tidak ada tanpa ssebab  Mendengarkan

hubungannya suara yang


 Mendekatkan mengajak
dengan stimulus
telinga kearah bercakap-cakap
yang
tertentu

nyata/ lingkungan)  Mendengar suara


 Menutup kelinga yang menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya.

 Menunjuk-nunjuk  Melihat bayangan,


ke arah tertentu sinar, bentuk
Halusinasi
geometris, kartun,
Penglihatan (Klien  Ketakutan pada melihat hantu atau
melihat gambaran sesuatu yang tidak monster.
yang jelas/samar jelas
terhadap adanya
stimulus yang
nyata dari
lingkungan yang
nyata dari
lingkungan dan
orang lain tidak
melihatnya

Halusinasi  Mengendus-  Membaui bau-


Penciuman (Klien ngendus seperti bauan seperti bau
mencium suatu sedang membaui darah, urin, feses,
bau yang muncul bau-bauan dan terkadang bau
dari sumber tertentu. tersebut
tertentu tanpa menyenangkan
stimulus yang  Menutup hidung bagi klien.
nyata)

Halusinasi  Sering meludah  Merasakan seperti


Pengecapan (Klien darah, urin atau
merasakan sesuatu  Muntah feses
yang tidak nyata,
biasanya meraskan
rasa makanan
yang tidak enak)

Halusinasi  Klien mengaruk-  Mengatakan ada


Perabaan (Klien garuk permukaan serangga di
meraskan sesuatu kulit permukan kulit
pada kulitnya
tanpa adnya  Merasa seperti

stimulus yang tersengat listrik

nyata)

Halusinasi  Klien memegang  Mengatakan


Kinestitik (Klien kakinya yang badanya melayang
merasakan dianggapnya diudara
badannya bergerak sendiri
beergerak dalam
suatu ruangan atau
anggota badanya
bergerak)

Halusinasi Viseral  Memegang  Mengatakan


(Perasaan tertentu badanya yang perutnya mengecil
timbul dalam dianggap berubah
tubuhnya) bentuk dan tidak
normal seperti
biasa

II. Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor Predisposisi

Adalah faktor faktor yang mempengaruhi jenis dan sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien
maupun keluarganya. Faktor fredidposisi dapat meliputi perkembangan,
sosiokultular, biolimia, psikologis dan genetik.

b. Faktor Presipitasi

Yaitu stimulusyang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman,


atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu
lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada dilingkungan, dan juga
suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.

c. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
petrahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi
seseorang, individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan
sumber koping yang ada dilingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan
sebagai modal untuk menyelesaukan masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalamannya yang
menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang efektif.

1. Penyebab dari Halusinasi

Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu


isolasi social : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang
lain (Rawlins,1993).

Tanda dan Gejala :

 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul

 Menghindar dari orang lain (menyendiri)

 Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan


klien lain/ perawat

 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk

 Berdiam diri di kamar/ klien kurang mobilitas

 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan


atau pergi jika diajak bercakap-cakap

 Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.


(Budi Anna Keliat, 1998)

3. Akibat dari Halusinasi

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat


beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

 Memperlihatkan permusuhan

 Mendekati orang lain dengan ancaman

 Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

 Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

 Mempunyai rencana untuk melukai

III. Pohon Masalah

Risiko PK

Perubahan sensori perseptual: halusinasi


Isolasi sosial : menarik diri DPD

HDR

IV. Diagnosa Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

1. Masalah keperawatan

1. Risiko PK

2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi

3. Isolasi sosial : menarik diri

4. DPD

5. Harga Diri Rendah Kronis

1. Data yang perlu dikaji

1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

1. Data subjektif

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin


membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

2. Data objektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan


tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi

1. Data Subjektif

 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus


nyata.

 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.

 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.

 Klien merasa makan sesuatu.

 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.

 Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.

 Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.

2. Data Objektif

 Klien berbicar dan tertawa sendiri.

 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.

 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.

 Disorientasi.

1. Isolasi sosial : menarik diri

1. Data Subjektif

 Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi

 Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain


 Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.

1. Data Objektif

 Klien terlihat lebih suka sendiri

 Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan

 Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup

V. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan
sensori perseptual : halusinasi.

2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa 1: Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan


dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi.

1. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

2. Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan :

1. Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan


yang tenang – buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik).

2. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

3. Empati.
4. Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya.

Tindakan :

1. Kontak sering dan singkat.

2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non
verbal).

3. Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang


didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak. Katakan perawat
akan membantu.

4. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi


terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi.

5. Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi.

2. Klien dapat mengontrol halusinasinya.

Tindakan :

1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi.

2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya.

3. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang
lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara
tersebut “saya tidak mau dengar.”

4. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan.


5. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika
berhasil.

6. Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi.

2. Klien dapat dukungan dari keluarga.

Tindakan :

1. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara,


memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan.

2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

2. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.

Tindakan :

1. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat.

2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis,
cara, waktu).

3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

4. Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.

Diagnosa 2: Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan


dengan menarik diri.

1. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi selanjutnya

Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapetutik

1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2. Perkenalkan diri dengan sopan

3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

4. Jelaskan tujuan pertemuan

5. Jujur dan menepati janji

6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

Rasional :

 Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau
integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.

 Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien

 Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena
ingin mendapatkan pujian
Tindakan:

2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

2.1. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif

2.1. Utamakan memberikan pujian yang realistik

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

Rasional :

 Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat


untuk berubah.

 Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap


mempertahankan penggunaannya

Tindakan:

1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama


sakit

2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki

Rasional :

 Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri

 Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.

 Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan
kegiatan
Tindakan:

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan

 Kegiatan mandiri

 Kegiatan dengan bantuan sebagian

 Kegiatan yang membutuhkan bantuan total

1. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya

Rasional :

 Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan


motivasi dan harga diri klien

 Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien

 Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan


yang bisa dilakukan

Tindakan:

1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah


direncanakan

5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien

5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah


4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Rasional:

 Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah

 Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses


penyembuhan klien.

 Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.

Tindakan:

6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat


klien dengan harga diri rendah

2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat

V. Lempra Terlampir

DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa,Jakarta : EGC, 1995


2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Strategi Pelaksanaan
(SP I)
Nama Mahasiswa : Fransiska Alfianti
NPM : 0901002

Petemuan : I (pertama) Nama klien : Ny. M


Ruangan : Cempaka Hari/tanggal : Senin/27 juni 2011

A. Peroses
1. Kondisi klien
Klien masuk ke RSJ SH tanggal 24 april 2011, pukul 23.00 WIB, klien di antar oleh
keluarga, saat di kaji klien tampak tidak dapat memusatkan perhatian pada perawat,
klien tidak mau terbuka dengan perawat, klien menyendiri, dan klien kurang kontak
mata dengan perawat. Klien mengatakan sering mendengarkan bisikan yang
mengatakan bahwa klien sudah menikah, di rumah klien sering tertawa sendiri,
memukul paha sendiri, membanting piring, membanting kipas angin, dan remote
TV, klien juga mengamuk karena kesal mendengar bisikan-bisikan tersebut.
2. Diagnosa keperawatan
Ganguan sensori Persepsi; halusinas Pendengaran.
3. Tujuan khusus
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengenal halusinasi yang di alaminnya
3. klien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya
4. tindakan keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Diskusikan jenis halusinasinya
3. Diskusikan isi halusinasinya
4. Diskusikan waktu halusinasinya
5. Diskusikan frekuensi halusinasinya
6. Diskusikan situasi yang menimbulakan halusinasi pasien
7. Diskusikan respon cara menghardik halusinasi
8. Anjurkan untuk memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B. Peroses pelaksanaan tindakan


1. Fase orientasi
a. Salam teraupetik
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Fransiska Alfianti. Saya senang
di Sr. Siska. Jadi Ibu dapat memangil saya Sr. Siska, saya mahasiswa dari
Stikes Istara yang peraktek selama 1 minggu di sini, nama ibu siapa?
Senangnya di panggil apa?
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana dengan perasaan Ibu hari ini?”
c. kontrak
Topik : “Ibu. Hari ini saya mau berbincang-bincang dengan Ibu. Untuk
mengetahui kenapa ibu di bawa ke RS ini dan cara menangani
masalah ibu”.
Waktu : “kalau ibu setuju. Jam berapa kita diskusinya? Bagaimana kalau
10 menit saja”
Tempat :“ibu maunya kita berdiskusi di mana? Bagaimana kalau di meja
makan saja?”
Tujuan :”Agar ibu mengenal halsinasi yang ibu alami dan ibu mengetahui
cara menghardik halusinasi.”
2. Fase kerja
“Bu... Kalau boleh saya tau kenapa bapak di bawa ke RS ini?”
“karena apa ibu seperti itu?”
“sudah berapa lama ibu berada di sini?”
“siapa yang membawa ibu ke RS?”
“apakah ibu mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada wujudnya?”
“apakah terus-menerus terdendengar dan saat ibu sedang sendiri atau bersama
orang lain?”
“kapan waktu yang paling sering? Berapa kali ibu mendengar suara itu?”
“apa yang ibu lakukan saat mendengar suara itu?”
“sekarang bagaimanan kalau kita belajar cara untuk mencegah suara itu
muncul?”
“bu... Ada 4 cara mencegah suara-suara itu muncul yaitu: pertama dengan
menghardik, ke dua dengan cara bercakap-cakap dengan teman/perawat ke
tiga melakukan kegiatan yang sudah terjadawal dan yang ke empat minum
obat dengan teratur.”
“nah bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan cara
menghardik halusinasi, apa ibu sudah tau cara menghardik halusinasi? Coba
bu praktekkan, iya betul sekali caranya seperti itu, saat suara-suara itu muncul
langsung ibu bilang, pergi-pergi saya tidak mau dengar, saya tidak mau dengar
suara kamu, suara palsu, begitu berulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi, nah, sekarang coba ibu peragakan lagi, nah
begitu........bagus.........coba lagi ya.. bagus ibu....”

3. fase terminasi
a. evaluasi subjektkif
“bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan saya?
b. Evaluasi objektif
“Tadikan suster sudah ajarkan cara menghardik halusinasi, sekarang suster
mau tau apakah ibu bisa mempraktekan kembali yang sudah suster ajarkan
tadi? Bagus sekali bu.”
c. Rencana tindak lanjut
“kalau suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba cara yang sudah suster
ajarkan tadi. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam
berapa latihannya?”
d. Kontrak yang akan datang
Topik :”bu..besok kita akan mendiskusikan cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan teman atau perawat ruangan”.
Waktu : “ibu besok maunya Jam berapa kita interaksi lagi? Bagaimana
kalau jam 09.00 saja?”
Tempat : “tempatnya di meja ini saja ya bu? bagaimana kalau di teras saja?
Sampai jumpa besok bu, selamat siang.”
Strategi Pelaksanaan
(SP II)
Nama Mahasiswa : Fransiska Alfianti
NPM : 0901002

Petemuan : I (pertama) Nama klien : Ny. M


Ruangan : Cempaka Hari/tanggal : Selasa/28 juni 2011

A. Peroses
1. Kondisi klien
Klien masuk ke RSJ SH tanggal 24 april 2011, pukul 23.00 WIB, klien di antar oleh
keluarga, saat di kaji klien tampak tidak dapat memusatkan perhatian pada perawat,
klien tidak mau terbuka dengan perawat, klien menyendiri, dan klien kurang kontak
mata dengan perawat. Klien mengatakan sering mendengarkan bisikan yang
mengatakan bahwa klien sudah menikah, di rumah klien sering tertawa sendiri,
memukul paha sendiri, membanting piring, membanting kipas angin, dan remote
TV, klien juga mengamuk karena kesal mendengar bisikan-bisikan tersebut.
2. Diagnosa keperawatan
Ganguan sensori Persepsi; halusinas Pendengaran.
3. Tujuan Khusus
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengenal halusinasi yang di alaminnya
3. klien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya
4. Tindakan keperawatan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
3. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B. Peroses pelaksanaan tindakan


3. Fase orientasi
a. Salam teraupetik
“Selamat pagi bu, masih ingat dengan suster?”
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana dengan perasaan Ibu hari ini? Bagaimana apakah sudah ibu
pakai cara yang sudah suster ajarkan kemarin?”
c. kontrak
Topik : “Sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan cara
kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan teman dan perawat”.
Waktu : “kalau ibu setuju. Jam berapa kita diskusinya? Bagaimana kalau
10 menit saja”
Tempat :“ibu maunya kita berdiskusi di mana? Bagaimana kalau di sini
saja?”
Tujuan :”Tujuannya agar ibu dapat mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan teman dan perawat rangan.”

4. Fase kerja
“cara kedua untuk mengontrol halusinasi adalah dengan langsung mencari
teman untuk mengobrol dengan orang lain yang ada disekitar ibu, jadi kalau
ibu mulai mendengarkan suara-suara langsung saja mencari teman untuk
diajak ngobrol, minta teman untuk ngobrol dengan ibu. Suster contohkan
begini: ...tolong saya, saya mulai mendengar suara-suara, ayo ngobrol dengan
saya, atau kalau ada suster katakan: suster, ayo ngbrol dengan saya, saya
mulai mendengarkan suara-suara, begitu bu, sekarang coba ibu lakukan
seperti yang suster ajarkan tadi, Ya, begitu.. bagus sekali bu,, Nah ibu bisa
teruskan ya.”

3. fase terminasi
a. Evaluasi subjektkif
“bagaimana perasaan ibu setelah latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Tadikan suster sudah ajarkan cara mencegah halusinasi dengan cara
mengobrol dengan teman atau perawat ruangan, sekarang suster mau tau
apakah ibu bisa mempraktekan kembali yang sudah suster ajarkan tadi?
Bagus sekali, jadi sudah ada berapa cara yang sudah dipelajari untuk
mencegah halusinasi? Bagus sekali.”
c. Rencana tindak lanjut
“Jadi kalau suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba kedua cara yang sudah
suster ajarkan, bagaimana kalau kita masukan kedalam jadwal kegiatan
harian? Mau jam berapa latihanya”
d. Kontrak yang akan datang
Topik :”bu..besok kita akan mendiskusikan cara mengontrol halusinasi
yang ketiga yaitu dengan melakukan aktifitas terjadwal”.
Waktu : “ibu besok maunya Jam berapa kita interaksi lagi? Bagaimana
kalau jam 10.00 saja?”
Tempat : “tempatnya di meja ini saja ya bu? Sampai jumpa besok bu,
selamat siang.”
Strategi Pelaksanaan
(SP III)
Nama Mahasiswa : Fransiska Alfianti
NPM : 0901002

Petemuan : I (pertama) Nama klien : Ny. M


Ruangan : Cempaka Hari/tanggal : kamis/30 juni 2011

A. Peroses
1. Kondisi klien
Klien masuk ke RSJ SH tanggal 24 april 2011, pukul 23.00 WIB, klien di antar oleh
keluarga, saat di kaji klien tampak tidak dapat memusatkan perhatian pada perawat,
klien tidak mau terbuka dengan perawat, klien menyendiri, dan klien kurang kontak
mata dengan perawat. Klien mengatakan sering mendengarkan bisikan yang
mengatakan bahwa klien sudah menikah, di rumah klien sering tertawa sendiri,
memukul paha sendiri, membanting piring, membanting kipas angin, dan remote
TV, klien juga mengamuk karena kesal mendengar bisikan-bisikan tersebut.
2. Diagnosa keperawatan
Ganguan sensori Persepsi; halusinas Pendengaran.
3. Tujuan Khusus
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengenal halusinasi yang di alaminnya
3. klien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya
4. Tindakan keperawatan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan yang
biasa di lakukan klien.
3. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B. Peroses pelaksanaan tindakan


1. Fase orientasi
a. Salam teraupetik
“Selamat pagi bu?”
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana dengan perasaan Ibu hari ini? Apakah suara-suara itu sering
muncul? Bagaimana apakah sudah ibu memakai cara yang sudah suster
ajarkan kemarin? Bagaimana hasilnya? Bagus sekali bu.”
c. kontrak
Topik : “Sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan cara
kedua untuk mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan yang biasa ibu lakukan”.
Waktu : “kalau ibu setuju. Jam berapa kita diskusinya? Bagaimana kalau
30 menit?”
Tempat :“ibu maunya kita berdiskusi di mana? Bagaimana kalau di sini
saja?”
Tujuan :”Tujuannya agar ibu dapat mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan yang biasa ibu lakukan.”

2. Fase kerja
“cara ketiga untuk mengontrol halusinasi adalah dengan cara melakukan
kegiatan yang biasa ibu lakukan setiap hari, apa saja yang biasa ibu lakukan
setiap hari? Pagi hari apa saja kegiatan ibu? Siang harinya apa saja? Terus
sampai malam apa saja kegiatan ibu? Sekarang bagaiman kalau suster
contohkan jadwalnya adalah menyapu halaman jam 8 pagi, kegiatan ini bisa
ibu lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul, mari kita latihan kegiatan
hari ini, wah ibu bagus sekali.”

3. fase terminasi
a. Evaluasi subjektkif
“bagaimana perasaan ibu setelah latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Tadikan suster sudah ajarkan cara mencegah halusinasi dengan cara
melakukan aktifitas, sekarang suster mau tau apakah ibu bisa
mempraktekan kembali yang sudah suster ajarkan tadi? Bagus sekali, jadi
sudah ada berapa cara yang sudah dipelajari untuk mencegah halusinasi?
Bagus sekali bu.”
c. Rencana tindak lanjut
“Jadi kalau suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba ketiga cara yang sudah
suster ajarkan, bagaimana kalau kita masukan kedalam jadwal kegiatan
harian? Mau jam berapa latihanya”
d. Kontrak yang akan datang
Topik :”bu..besok kita akan mendiskusikan cara mengontrol halusinasi
yang ketempat yaitu dengan cara menggunakan obat secara teratur”.
Waktu : “ibu besok maunya Jam berapa kita interaksi lagi? Bagaimana
kalau jam 10.00 lagi?”
Tempat : “tempatnya di meja ini saja ya bu? Sampai jumpa besok bu,
selamat siang.”

Strategi Pelaksanaan
(SP IV)
Nama Mahasiswa : Fransiska Alfianti
NPM : 0901002

Petemuan : I (pertama) Nama klien : Ny. M


Ruangan : Cempaka Hari/tanggal : jumat/1 juli 2011

A. Peroses
1. Kondisi klien
Klien masuk ke RSJ SH tanggal 24 april 2011, pukul 23.00 WIB, klien di antar
oleh keluarga, saat di kaji klien tampak tidak dapat memusatkan perhatian pada
perawat, klien tidak mau terbuka dengan perawat, klien menyendiri, dan klien
kurang kontak mata dengan perawat. Klien mengatakan sering mendengarkan
bisikan yang mengatakan bahwa klien sudah menikah, di rumah klien sering
tertawa sendiri, memukul paha sendiri, membanting piring, membanting kipas
angin, dan remote TV, klien juga mengamuk karena kesal mendengar bisikan-
bisikan tersebut.
2. Diagnosa keperawatan
Ganguan sensori Persepsi; halusinas Pendengaran.
3. Tujuan Khusus
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengenal halusinasi yang di alaminnya
3. klien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya
4. Tindakan keperawatan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
3. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B. Peroses pelaksanaan tindakan


1.Fase orientasi
a. Salam teraupetik
“Selamat pagi bu?”
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana dengan perasaan Ibu hari ini? Apakah suara-suara itu sering
muncul? Bagaimana apakah sudah ibu memakai cara yang sudah suster
ajarkan kemarin? Bagaimana hasilnya? Bagus sekali bu.”
c. kontrak
Topik : “Sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan berdiskusi
tentang obat-obatan yang ibu minum.”.
Waktu : “kalau ibu setuju. Jam berapa kita diskusinya dan berapa lama?
Bagaimana kalau jam 10.00 saja dan selama 30 menit?”
Tempat :“ibu maunya kita berdiskusi di mana? Bagaimana kalau di sini
saja?”
Tujuan :”Tujuannya agar ibu tau jenis-jenis dan manfaat obat yang ibu
minum.”

3. Fase kerja
“Ibu adakah bedanya bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah
suara-suara yang ibu dengar berkurang tau hilang? Minum obat secara teratur
sangat penting supaya suara-suara yang ibu dengar selama ini tidak muncul
lagi, berapa macam obat yang ibu minum? Yang warnanya orange (CPZ) 3
kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP) 3 kali sehari jamnya sama
gunanya untuk rileks dan tidak kaku, sedangkan yang jambu merah (HP) 3
kali sehari jamnya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara
sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan
dokter, sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh lagi dan sulit untuk
mendapatkan obat lagi. Ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan
ini, pastinya harus benar, artinya ibu harus memastikan bahwa obat itu benar-
benar punya ibu .”
3. fase terminasi
a. Evaluasi subjektkif
“bagaimana perasaan ibu setelah kita ngobrol tentang obat?”
b. Evaluasi objektif
“Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan cara-cara yang sudah dipelajari kemarin? Bagus sekali bu.
Seharang coba sebutkan lagi obat apa saja yang harus ibu minum? Dan
berapa kali harus ibu minum.”
c. Rencana tindak lanjut
“Bu, kalau suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba ketiga cara yang sudah
suster ajarkan, dan jangan lupa jadwal minum obatnya, bagaimana kalau
jadwal minum obat kita masukan kedalam jadwal kegiatan harian? bu
besok suster sudah tidak praktek di ruangan ini lagi, suster harap ibu ingat
semua pelajaran yang sudah kita pelajari kemarin mengenai cara-cara
mengontrol halusinasi.”

Anda mungkin juga menyukai