Obat merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan pencegahan terhadap suatu penyakit. Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat dan risiko. Institute of Medicine (IoM) melaporkan bahwa sekitar 10% obat digunakan oleh masyarakat mengalami kesalahan dan mengakibatkan reaksi obat merugikan dan 2% dari kejadian tersebut menjalani perawatan di rumah sakit. Laporan tersebut juga memperkirakan bahwa 44.000 – 98.000 pasien meninggal setiap tahun akibat kesalahan pengobatan. Konsep keamanan pengobatan mengacu pada pencegahan, deteksi, pelaporan, dan respons terhadap kejadian kesalahan pengobatan.1 Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian, telah terjadi pergeseran orientasi dari obat ke pasien, yang mengacu kepada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi, menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi dengan pasien.2 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, menyatakan bahwa farmasi dalam hal ini apoteker harus memberikan pelayanan obat dan pelayanan klinik, salah satunya yaitu monitoring efek samping obat (MESO).3 Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran dilakukan untuk mengetahui efektivitas (efectiveness) dan keamanan penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata atau praktik klinik yang sebenarnya. Banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek samping obat (ESO) dapat dicegah, dengan pengetahuan yang bertambah, yang diperoleh dari
1 2
kegiatan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran (atau yang
sekarang lebih dikenal dengan istilah Farmakovigilans. Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat secara umum. Pengawalan atau pemantauan aspek keamanan suatu obat harus secara terus menerus dilakukan untuk mengevaluasi konsistensi profil keamanannya atau risk- benefit ratio-nya. Dimana kita harus mempertimbangkan benefit harus lebih besar dari risiko, untuk mendukung jaminan keamanan obat beredar. Pengawalan aspek keamanan obat senantiasa dilakukan dengan pendekatan risk management di setiap tahap perjalanan atau siklus obat.1 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning. Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktivitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare).1 Berdasarkan pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan MESO sangatlah penting untuk dilakukan. Maka disusunlah makalah ini agar tenaga kesehatan dapat mengetahui prosedur pelaksanaan MESO dan cara pelaporannya. I.2 Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah a. Mengetahui tantangan Monitoring Efek Samping Obat. b. Mengetahui tujuan dari Monitoring Efek Samping Obat. c. Mengetahui cara Monitoring Efek Samping Obat.