Revisi Konfre Pediatri
Revisi Konfre Pediatri
Revisi Konfre Pediatri
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
BAB II ......................................................................................................................5
ISI ...........................................................................................................................67
BAB IV ..................................................................................................................79
UNIVERSITAS INDONESIA i
PENUTUP ..............................................................................................................81
UNIVERSITAS INDONESIA ii
DAFTAR GAMBAR
UNIVERSITAS INDONESIA iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
UNIVERSITAS INDONESIA 1
daripada perempuan dan seringkali terdapat pada anak pertama.7
Sedangkan, menurut data yang diperoleh dari Departemen Rehabilitasi
Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tercatat sekitar 503 pasien
dengan diagnosis medis Cerebral Palsy berobat ke bagian poli klinik
pediatric pada bulan Januari hingga Desember 2017.Klasifikasi Cerebral
Palsy yang paling tinggi adalah tipe spastik (70%) ataxia (10%) dan
campuran (10%). Dalam jumlah anggota badan yang terkena yaitu
monoplegi, hemiplegi (38,8%), diplegi, dan quadriplegi (61,2%) 3
UNIVERSITAS INDONESIA 2
peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi,
komunikasi.
Salah satu teknologi fisioterapi yang digunakan untuk menangani
kasus cerebral palsy adalah dengan menggunakan metode Neuro
Development Treatment atau yang lebih dikenal dengan NDT. NDT
merupakan suatu metode yang digunakan khusus untuk menangani kasus-
kasus gangguan sistem saraf pusat baik pada bayi, anak-anak, dan dewasa
dengan memberikan problem solving dan juga untuk menilai keterbatasan
aktivitas dan partisipasi sehingga dapat ditentukan prioritas berdasarkan
keterbatasan yang ada.10
B. PEMBATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam makalah ini adalah program
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic
Quadriplegi dengan Gross Motor Functional Classification System
GMFCS IV di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
C. RUMUSAN MASALAH
UNIVERSITAS INDONESIA 3
D. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum:
1) Sebagai salah satu persyaratan kelulusan dalam praktik klinik
sebelum pindah ke peminatan lain.
2) Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi
masalah pada kasus Cerebral Palsy Quadriplegi
b. Tujuan Khusus:
1) Mengetahui definisi Cerebral Palsy
2) Mengetahui klasifikasi Cerebral Palsy
3) Mengetahui anatomi, fisiologi otak dari Cerebral Palsy
4) Mengetahui etiologi Cerebral Palsy
5) Mengetahui patofisiologi Cerebral Palsy
6) Mengetahui epidemologi Cerebral Palsy
7) Mengetahui GMFCS untuk Cerebral Palsy
8) Mengetahui manifestasi klinik Cerebral Palsy
9) Mengetahui prognosis Cerebral Palsy
10) Mengetahui Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral
Palsy
E. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam makalah yang ditujukan untuk
Konfrensi Kasus Semester IV ini dengan metode studi kepustakaan, yaitu
dengan memaca buku, jurnal, dan literature dari internet yang berkitan
dengan kasus yang diangkat serta melakukan penanganan langsung kepada
pasien.
UNIVERSITAS INDONESIA 4
F. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Penulis
Menambah pemahaman dan pengetahuan penulis mengenai
kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dan menerapkan
penatalaksanaan fisioterapi yang baik dan benar pada kasus tersebut.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang sesuai
kepada pasien, keluarga, dan masyarakat sehingga masyarakat
mampu mengenal dan mengetahui gambaran umum tentang
Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi sehingga dengan adanya
laporan kasus ini masyarakat di edukasi untuk mengetahui jenis
terapi latihan apa saja yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan
fisioterapi.
3. Bagi Fisioterapis
Dapat memperkaya atau menambah pengetahuan mengenai
kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dan mampu
mengembangkan aplikasi latihan di rumah, rumah sakit, dan klinik
4. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam sistematika penulisan makalah pada kasus ini terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini berisi teori berupa kajian teori yang meliputi
pengertian,anatomi dan fisiologi otak,kajian, etiologi, patofisiologi,
epidemologi, GMFCS, manifestasi klinik, prognosis,dan penatalaksanaan
fisioterapi pada kasus cerebral palsy.
BAB III FORMULIR FISIOTERAPI
UNIVERSITAS INDONESIA 5
Bab ini berisi laporan identitas pasien,riwayat penyakit pasien secara
keseluruhan,pemeriksaan pasien,diagnose fisioterapi,jangja pendek,jangka
panjang,program penatalasanaan fisioterapi dan evaluasi.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan
intervensi dari fisioterapi.
UNIVERSITAS INDONESIA 6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. DEFINISI
1. Cerebral palsy
2. Meningitis
UNIVERSITAS INDONESIA 7
1. Spastik
Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika
kerusakan otak terjadi pada bagian korteks cerebral atau pada
traktus piramidalis. Tipe ini merupakan tipe CP yang paling sering
ditemukan yaitu sekitar 70 – 80 % dari penderita. Pada penderita
tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus), hiperefleks
dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu
juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga
menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan menelan.
Jika terus dibiarkan pederita CP dapat mengalami dislokasi hip,
skoliosis dan deformitas anggota badan. Tipe spastik dapat
diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu :
a. Monoplegi
Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang
mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan /
ekstremitas atas.
b. Diplegi
Spastik diplegi atau uncomplicateddiplegi pada prematuritas.
Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus
kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja.
Sedangkan sistem–sistem lain normal. Seluruh ekstremitas
terkena disfungsi motorik, tapi lower ekstremitas lebih berat
daripada upper ekstremitas
c. Hemiplegi
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang
biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang
lengan pada salah satu sisi tubuh.
d. Triplegi
Spastik pada triplegi menyerang tiga buah ekstremitas.
Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan
salah satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
UNIVERSITAS INDONESIA 8
e. Quadriplegi
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi
juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan pada
tungkai.
2. Diskinetik
UNIVERSITAS INDONESIA 9
a. Distonik
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga
menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur
yang abnormal
b. Atetosis
Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol,
khususnya pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut.
3. Ataksia
Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum sehingga
mempengaruhi koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur
. Tipe ini merupakan tipe CP yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar
5 – 10 % dari penderita. Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan
tonus otot (hipotonus), tremor, cara berjalan yang lebar akibat gangguan
keseimbangan serta kontrol gerak motorik halus yang buruk karena
lemahnya koordinasi.
4. Campuran
Merupakan tipe CP yang merupakan gabungan dari dua tipe CP.
Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan athetoid.
Derajat keparahan fungsional anak dengan cerebral palsy dilihat
dengan menggunakan Gross Motor Function Clasification System
(GMFCS) for Cerebral Palsy. Pembagian derajat fungsional CP
menurut GMFCS, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur
dibagi menjadi 4 kelompok, kurang dari 2 tahun, antara 2-3 tahun, antara
4-6 tahun dan antara 6-12 tahun.
UNIVERSITAS INDONESIA 10
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK
1. Cerebral Palsy
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif
yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron.
UNIVERSITAS INDONESIA 11
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
UNIVERSITAS INDONESIA 12
d. Dienchephalons
Terdiri dari thalamus, hypothalamus, subthalamus, dan epithalamus.
1) Thalamus berperan dalam perilaku dan emosi sejalan
dengan hubungannya dengan system limbic, serta
mempertahankan kesadaran.
2) Hypothalamus berfungsi mengatur emosi, hormon,
temperatur tubuh, kondisi tidur dan bangun, keseimbangan
kimia tubuh, serta makan dan minum.
3) Subthalamus, fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya.
4) Epithalamus berhubungan dengan sistem limbik dan
berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi
informasi.
UNIVERSITAS INDONESIA 13
Gambar 2: MRI otak seorang anak dengan cerebral palsy:
panah merah menunjukkan jaringan parut di atas grey matter
pusat yang menyebabkan kekakuan dan masalah dalam
koordinasi gerakan. (sumber : McGill Univeristy Hold
Center)
2. Meningitis TB
UNIVERSITAS INDONESIA 14
Dura mater merupakan lapisan paling luar yang padat dan
keras berasal dari jaringan ikat yang tebal dan kuat. Dura
kranialis atau pachymeninx adalah struktur fibrosa yang kuat
dengan lapisan dalam (meningen) dan lapisan luar
(periosteal). Duramater lapisan luar melekat pada permukaan
dalam cranium dan juga membentuk periosteum. Di antara
kedua hemispher terdapat invaginasi yang disebut falx
cerebri yang melekat pada crista galli dan meluas ke crista
frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium
cerebelli yang meluas ke kedua sisi
D. ETIOLOGI
1. Cerebral Palsy
UNIVERSITAS INDONESIA 15
10) Dissmenated intravascular oagulation oleh karena kematian
prenatal pada salah satu bayi kember
11) Keracunan saat hamil dan kontaminasi oleh rokok dan
alkohol
b. Natal, yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy
mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.
1) Anoksia / hipoksia.
Terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus
lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan
alat bantu tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
2) Perdarahan intra cranial (otak).
Pendarahan batang otak, terjadi gangguan pernapasan dan
gangguan sirkulasi menyebabkan anoksia. Pendarahan pada
ruang subarachnoid, terjadi penyumbatan LCS menyebabkan
hidrosefalus. Pendarahan pada ruang subdural, terjadi
tekanan pada korteks serebri menyebabkan kelumpuhan
spastis.
3) Ikterus. Kerusakan jaringan otak karena bilirubin. Gangguan
pada ganglia basalis akibat masuknya bilirubin. Pada
inkompatibel golongan darah (pada RH).
4) Prematuritas.
5) Meningitis Purulenta Pada masa bayi.
6) Kelahiran sungsang
c. Postnatal
Post natal dimulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau
sampai 5 tahun kehidupan, atau sampai 16 tahun. Setiap kerusakan
pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan. Berikut
penyebab cerebral palsy post natal:
1) Trauma kapitis.
2) Infeksi
3) Kern icterus
UNIVERSITAS INDONESIA 16
2. Meningitis
E. PATOFISIOLOGI
1. Cerebral Palsy
a. Prematuritas
Otak bayi prematur rentan terhadap dua patologi utama yaitu
intraventricular hemorrhage (IVH) dan periventricular
leukomalacia (PVL). Meskipun kedua patologi meningkatkan
risiko Cerebral Palsy, PVL lebih erat terkait dengan CP dan
merupakan penyebab utama pada bayi prematur. Istilah PVL
menggambarkan white matter pada otak di daerah periventrikel
UNIVERSITAS INDONESIA 17
yang belum berkembang atau rusak (leukomalasia). Baik IVH
dan PVL menyebabkan CP karena traktus kortikospinalis, terdiri
dari akson motorik, yang melalui daerah periventrikular.
b. Intraventricular Hemorraghe
IVH adalah perdarahan dari matriks subependymal (asal usul
sel otak janin) ke dalam ventrikel otak. Pembuluh darah di
sekitar ventrikel berkembang di akhir trimester ketiga, sehingga
bayi prematur memiliki pembuluh darah periventrikel yang
belum berkembang, sehingga meningkatkan risiko IVH. Risiko
CP meningkat dengan tingkat keparahan IVH.
c. Intraventricular Leukomalacia
Intraventricular hemorrhage (IVH) adalah faktor risiko dari
Periventricular leukomalacia (PVL), tetapi PVL adalah proses
patologi yang terpisah. Patogenesis PVL muncul dari 2 faktor
penting yaitu Hipoksia dan Infeksi.
d. Hipoksia
White matter periventrikular otak neonatal dipasok oleh
segmen arteri serebral distal yang berdekatan. Meskipun aliran
darah kolateral dari dua sumber arteri melindungi area ketika
satu arteri diblokir (misalnya, stroke thromboembolic), zona
batas air ini rentan terhadap kerusakan dari penurunan aliran
darah otak di otak secara keseluruhan (hipoperfusi). Karena bayi
prematur dan bahkan neonatal memiliki aliran darah serebral
yang rendah, white matter periventrikel rentan terhadap
kerusakan iskemik. Regulasi aliran darah serebral biasanya
melindungi otak janin dari hipoperfusi, tetapi terbatas pada bayi
prematur karena mekanisme vasoregulasi yang belum matang
dan keterbelakangan otot polos arteriol.
e. Infeksi
Proses ini melibatkan aktivasi sel mikroglase (makrofag
otak) dan pelepasan sitokin, yang menyebabkan kerusakan pada
tipe sel tertentu di otak berkembang yang disebut Oligodendosit.
UNIVERSITAS INDONESIA 18
Oligodendosit adalah jenis sel otak yang mendukung yang
membungkus neuron untuk membentuk selubung mielin, yang
penting untuk perkembangan white matter. Infeksi intrauterin
mengaktifkan sistem kekebalan janin, yang menghasilkan
sitokin (misalnya, interferon γ dan TNF-α) yang beracun bagi
Oligodendosit yang belum membentuk selubung myelin.
Oligodendosit yang belum membentuk selubung myelin
memiliki pertahanan yang belum matang terhadap spesies
oksigen reaktif (misalnya, produksi glutathione yang rendah,
antioksidan penting). IVH dihipotesiskan menyebabkan PVL
karena darah yang kaya zat besi menyebabkan konversi hidrogen
peroksida yang diperantarai oleh zat besi menjadi radikal
hidroksil, berkontribusi terhadap kerusakan oksidatif otak.
f. Meningitis
Proses inisial dari infeksi TB adalah masuknya basil TB ke
dalam paru melalui inhalasi droplet yang infeksius yang
kemudian difagositosis oleh makrofag alveolar. Makrofag
kemudian mengaktivasi kaskade inflamasi yang menghasilkan
perlindungan imunitas dan pembentukan dari kompleks primer.
Pada saat yang bersamaan, terjadi bakteremia yang dapat
menyebabkan diseminasi M.tuberculosis ke daerah lain yang
jauh dari paru. Target penyebaran hematogenous terjadi paling
sering pada daerah tubuh dengan kadar oksigen yang tinggi,
termasuk otak. Interaksi kompleks antara faktor kekebalan
pejamu dan faktor virulensi M. tuberculosis merupakan hal yang
menentukan apakah diseminasi basil TB menyebabkan penyakit
klinis atau tidak. Kemudian, diseminasi tersebut menyebabkan
pembentukan fokus tuberkuloma (Rich focus) di parenkim otak
maupun meninges. Ruptur dari fokus inilah yang menyebabkan
diseminasi basil TB ke dalam rongga subaraknoid sehingga
terjadi peradangan difus pada meninges. Mekanismebagaimana
M.tuberculosis dapat menginvasi sawar darah otak (Blood Brain
UNIVERSITAS INDONESIA 19
Barrier/BBB) masih belum diketahui secara pasti. Kemudian,
eksudat inflamasi dapat terbentuk dan menyebabkan hambatan
sirkulasi dan reabsorpsi dari likuor cerebrospinalis (LCS) dan
sehingga menyebabkan hidrosefalus, iskemia, dan infark. Selain
itu pula, juga terjadi vaskulitis yang dapat menyebabkan infark
dan berujung pada kerusakan neurologis yang permanen.
Berbeda dengan meningitis bakterialis dimana proses
penyakitnya hanya terjadi di rongga subaraknoid, proses
penyakit pada TBM seringkali juga menginvasi pia mater,
jaringan ependyma, dan parenkim otak sehingga terjadi
meningoensefalitis.
UNIVERSITAS INDONESIA 20
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa
UNIVERSITAS INDONESIA 21
F. GMFCS UNTUK CEREBRAL PALSY
UNIVERSITAS INDONESIA 21
GMFCS untuk umur 2-4 tahun :
1. LEVEL I: anak duduk dilantai dengan kedua tangan bebas
bergerak untuk memanipulasi objek. Pergerakan dari posisi
duduk dilantai sendiri dan berdiri dilakukan tanpa bantuan orang
dewasa. Anak-anak berjalan dan melakukannya sebagai metode
mobilitas tanpa membutuhkan alat bantu apapun.
2. LEVEL II: anak-anak mampu duduk dilantai namun mengalami
kesulitan dengan keseimbangan saat kedua tangannya bergerak
bebas memanipulasi objek. Posisi mendudukkan diri dilakukan
tanpa bantuan orang dewasa. Anak mampu bertolak untuk
berdiri pada permukaan yang datar. Anak mampu merangkak
dengan tangan dan lutut dengan pola berbalas, merambat
berpegangan pada perabotan rumah tangga dan berjalan
menggunakan bantuan alat bantu mobilitas.
3. LEVEL III: anak mampu duduk dilantai dengan posisi kaki
seperti huruf W (duduk antara pinggul yang menekuk dan
berputar secara internal dengan lutut) dan mungkin
membutuhkan banguan orang dewasa untuk benar-benar duduk.
Anak merayap bertumpu pada perut dan merangkak dengan
tangan dan lutut (seringkali tanpa gerakan berbalas pada kaki)
sebagai metode utama yang mereka pilih untuk bergerak
mandiri. Anak mampu bertolak untuk berdiri pada permukaan
yang datar dan merambat jarak dekat. Anak mungkin dapat
berjalan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu gerak yang
digenggam (walker) dan membutuhkan bantuan orang dewasa
untuk mengarahkan dan berputar menggunakan alat tersebut.
4. LEVEL IV: anak mampu duduk dilantai apabila diletakkan,
namun tak mampu menjaga kesejajaran dan keseimbangan
tanpa bantuan tangan mereka untuk menyokong posisi duduk.
Anak seringkali menggunakan alat bantu yang disesuaikan
untuk duduk ataupun berdiri. Gerak mandiri untuk jarang dekat
(dalam ruangan) dapat ditempuh dengan berguling, merayap di
UNIVERSITAS INDONESIA 22
atas perut, atau merangkak menggunakan tangan dan lutut tanpa
gerakan kaki berbalas.
5. LEVEL V: kerusakan fisik membatasi kontrol gerak dan
kemampuan untuk menjaga postur kepala dan alat gerak tubuh
bagian atas yang melawan gravitasi semua fungsi motorik
terbatas. Keterbatasan fungsi duduk dan berdiri tidak
sepenuhnya teratasi dengan peralatan yang telah disesuaikan
atau dengan bantuan teknologi. Pada Level V, anak tidak
memiliki keinginan bergerak mandiri dan dipindahkan orang
dewasa. Beberapa anak mampu bergerak mandiri dengan
menggunakan kursi roda listrik yang telah disesuaikan secara
ekstensif.
UNIVERSITAS INDONESIA 23
Anak dengan spastik quadriplegi salah satu tipe Cerebral
Palsy yang merupakan kondisi dimana adanya kerusakan pada
sistem saraf bagian traktus piramidalis. Pada Cerebral Palsy spastik
quadriplegi semua ekstremitas terkena. Cerebral Palsy spastik
dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:
a. Monoplegi : Satu ekstremitas saja, biasanya lengan.
b. Diplegia : Mengenai keempat ekstremitas. Tungkai
lebih berat dari lengan.
c. Triplegia : Mengenai tiga ekstremitas. Paling
banyak mengenai kedua lengan dan satu tungkai.
d. Quadriplegia : Keempat ekstremitas terkena dengan
derajat yang sama.
e. Hemiplegia : Mengenai salah satu sisi dari tubuh.
UNIVERSITAS INDONESIA 24
4. Cerebral Palsy campuran
a. Derajat I
Tidak terdapat keterbatasan dalam berjalan.
b. Derajat II
Berjalan tenpa alat bantu, keterbatasan
dalam berjalan di luar rumah dan di
lingkungan masyarakat.
c. Derajat III
Berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam
berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
d. Derajat IV
Kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan
alat bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar
rumah dan di lingkungan masyarakat (seperti: kursi roda
dan skuter).
e. Derajat V
Kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun
sudah menggunakan alat bantu canggih.
UNIVERSITAS INDONESIA 25
ketika berhadapan dengan prognosis dan harapan hidup gangguan dengan
spektrum gejala yang luas.
Berikut ini hal-hal yang dapat menentukan prognosis berjalan pada
anak Cerebral Palsy :
1. Duduk sebelum usia 2 tahun
Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa apabila penderita mampu
duduk stabil sebelum umur 2 tahun, maka diperkirakan penderita
dapat berjalan dengan atau tanpa alat bantu. Meskipun anak belum
mampu duduk pada usia 2 tahun tidak menghilangkan prognosis
untuk dapat berjalan di kemudian hari tetapi kemungkinan tersebut
menjadi lebih kecil. Kemampuan duduk dapat dijadikan sebagai
indikator untuk mampu berjalan karena untuk duduk diperlukan
keseimbangan dan mengontrol posisi tubuh agar tetap pada posisi
tegak.
2. Intervensi dini
Pemberian terapi sejak dini dengan dosis yang tepat dan adekuat juga
berpengaruh terhadap prognosis pasien.
3. Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal dan bersosialisasi terutama keluarga
sangat memengaruhi perkembangan pasien. Dukungan mental yang
diberikan keluarga kepada pasien sangat diburuhkan sehingga pasien
bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan terapi juga
menumbuhkan rasa percaya diri pasien.
4. Spastisitas
Anak dengan tipe spastik hemiplegi akan dapat berjalan, anak
dengan tipe spastik diplegi (85%) dapat berjalan, dan anak dengan
spastik (quadriplegi) kurang dapat berjalan.
5. Kognitif
Gangguan fungsi intelegensi menyebabkan keterbatasan dalam
aktifitas dapat melakukan aktifitas dengan atau tanpa alat bantu,
berbicara susah sampai normal dan dapat menggunakan tangan
secara normal sampai membutuhkan bantuan.
UNIVERSITAS INDONESIA 26
6. Kondisi muskuloskeletal
Kontraktur, skoliosis yang disebabkan karena perbedaan panjang
tungkaimenyebabkan anak tidak dapat berjalan dengan baik.
7. Masalah makan
Anak-anak yang mampu memberi makan dirinya sendiri jauh lebih
mungkin memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan
mereka yang bergantung pada orang lain untuk nutrisi. Anak-anak
dengan CP yang tidak bisa makan sendiri kadang-kadang rentan
terhadap kekurangan gizi. Selain itu, sebagian besar anak yang
membutuhkan bantuan makan mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan, menyebabkan tersedak, radang paru-paru, radang paru-
paru, dan serangkaian masalah kesehatan berbahaya lainnya.
UNIVERSITAS INDONESIA 27
I. TEKNOLOGI FISIOTERAPI PADA CEREBRAL PALSY
UNIVERSITAS INDONESIA 49
7) Mengacu pada tumbuh kembang normal
8) Prinsip motor learning dan motor control
9) All day managemen
10) Team approach
8. Konsep Metode Bobath
Develop Movement
Sequences
Balance & Protective Reaction
a. Inhibisi
Digunakan untuk mengurangi bentuk-bentuk aktifitas
reflex, reaksi asosiasi, involuntary movement dan untuk
mengatasi tonus postural yang abnormal.
UNIVERSITAS INDONESIA 50
b. Stimulasi
Biasanya digunakan pada kasus fleksid, berupa : kompresi,
tapping, placing, holding.
c. Fasilitasi
Hal yang dilakukan untuk membuat anak :
1) Mencapai gambaran posturalyang normal untuk bergerak
2) Membangun reaksi rightingdan equilibrium
3) Membangun pattern gerakan yang fundamental yang lebih
kearah aktifitas yang terampil, berfungsi, dan bertujuan.
TIPs
UNIVERSITAS INDONESIA 51
3. PRINSIP MOTOR CONTROL, MOTOR LEARNING DAN POSTURAL
CONTROL
a. Motor Control
Motor control adalah proses informasi suatu aktifitas yang
berpusat pada central nervous system (CNS) dengan tujuan
mengorganisasikan sistem musculoskeletal untuk membuat
koordinasi suatu gerakan. Motor Control merupakan nama dari
bidang yang berkembang dalam ilmu saraf dimana bidang ini
menganalisis bagaimana orang mengendalikan gerakan mereka.
Sebagai contoh mudah seperti meraih segelas kopi, yang
sebernarnya mempunyai komponen-komponen kompleks di
dalamnya. Motor control difokuskan pada kordinasi terhadap postur
dan gerakan melalui mekanisme serta perpaduan antara fisiologis
dan psikologis. Ada 6 tingkatan motor koordinasi dalam motor
control:
Level 1 : tingkatan pada neuron, merupakan organisasi neuromotor
yang relatif sederhana yaitu pada motor unit. Motor unit adalah
bagian yang mengubungkan motor neuron dan otot yang akan
dipersarafi.
Level 2 : tingakatan pada otot, merupakan tingkatan terjadinya
kontraksi dari sekelompok motor unit
Level 3 : tingkatan grup otot, merupakan tingkatan fungsi beberapa
kelompok otot yang melakukan kerja pada suatu sendi.
Level 4 : tingkatan organ (beberapa sendi dalam segmen tubuh),
merupakan bagian yang mengatur koordinasi gerakan pada setiap
sendi.
Level 5 : tingkatan sistem organ, merupakan kombinasi dari gerakan
yang teroganisir yang merupakan fungsi lokomotor.
Level 6 : tingkatan organism, merupakan tempat dari fungsi motorik
dalam konteks makhluk hidup. Pada tahap ini merupakan tahap
tertinggi dari koordinasi gerakan. Sistem sensorik memberikan
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan
UNIVERSITAS INDONESIA 52
Motor control memungkinkan tubuh kita untuk mengatur atau
mengarahkan mekanisme gerakan. Secara singkat, memungkinkan
tubuh kita untuk bergerak ketika kita membutuhkan mereka untuk
pergi, tanpa harus berpikir tentang hal itu. Ketika salah satu
menunjukan "normal" motor control, kita bisa berasumsi bahwa ia
memiliki otot yang normal.
b. Motor Learning
c. Postural Control
Postural control adalah gerakan korektif yang diperlukan
untuk menjaga pusat gravitasi dalam basis dukungan. Yang
UNIVERSITAS INDONESIA 53
dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini adalah koordinasi dari rangka,
otot sensorik, dan sistem saraf pusat.
Kontrol postur meliputi control terhadap posisi tubuh dan
berfungsi ganda yaitu untuk stabilitas (keseimbangan) dan orientasi
(memelihara hubungan yang tepat antar segmen tubuh dan antara
tubuh dan lingkungan).
Prinsip dasar dari postural control antara lain :
1) Kemampuan melihat
2) Sistem vestibular
3) Sistem somatosensoris
4) Sistem muskuloskeletal
4. SENSORI INTEGRASI
Sensori integrasi merupakan proses mengenal, mengubah, dan
membedakan sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respons
berupa “perilaku adaptif bertujuan”. Pada tahun 1972, A. Jean Ayres
memperkenalkan suatu model perkembangan manusia yang dikenal
dengan teori sensori integrasi (SI). 11
Menurut teori Ayres, SI terjadi akibat pengaruh input sensori, antara
lain sensasi melihat, mendengar, taktil, vestibular, dan proprioseptif. Proses
ini berawal dari dalam kandungan dan memungkinkan perkembangan
respons adaptif, yang merupakan dasar berkembangnya ketrampilan yang
lebih kompleks seperti bahasa, pengendalian emosi, dan berhitung.
Adanya gangguan pada ketrampilan dasar menimbulkan kesulitan
mencapai ketrampilan yang lebih tinggi. Gangguan dalam pemrosesan
sensori ini menimbulkan berbagai masalah fungsional dan perkembangan,
yang dikenal sebagai disfungsi sensori integrasi. Pada keadaan gangguan
proses sensori, input sensori dari lingkungan dan dari dalam tubuh bekerja
secara masing-masing, sehingga anak tidak mengetahui apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan.
Tahapan proses sensori meliputi pengenalan (sadar adanya sensasi),
orientasi (memberikan perhatian pada sensasi), interpretasi (mengerti
UNIVERSITAS INDONESIA 54
makna informasi yang datang), dan organisasi (menggunakan informasi
untuk menghasilkan suatu respons). Respons yang dihasilkan dari
pemrosesan sensori dapat berupa perilaku emosi, respons motorik, atau
respons kognitif.
a. Dasar teori sensori integrasi
Asumsi dan postulat teori sensori integrasi dibentuk berdasarkan
penelitian neurofisiologi. Dasar teori sensori integrasi adalah adanya
plastisitas sistem saraf pusat, perkembangan yang bersifat progresif,
teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, respons adaptif, serta
dorongan dari dalam diri. Dasar rasional intervensi sensori integrasi
adalah :
1) konsep neuroplasitistas atau kemampuan sistem saraf untuk
beradaptasi dengan input sensori yang lebih banyak.
Pengalaman dan input sensori yang kaya akan memfasilitasi
perkembangan sinaptogenesis di otak.
2) Berdasarkan konsep progresif perkembangan, sensori integrasi
terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan
menguasai input sensori yang ia alami. Fungsi vestibular muncul
pada usia gestasi 9 minggu dan membentuk refleks Moro,
sedangkan input taktil mulai berkembang pada usia gestasi 12
minggu untuk ekplorasi tangan dan mulut. Sistem sensori akan
terus mengalami perkembangan sejalan dengan bertambahnya
usia anak.
3) Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses
sensori integrasi diyakini terjadi pada tingkat batang otak dan
subkortikal. Proses yang lebih tinggi di tingkat kortikal
diperlukan untuk perkembangan praksis dan produksi respons
adaptif. Proses pada tingkat kortikal bergantung pada adekuat
tidaknya fungsi dan organisasi pusat otak yang lebih rendah.
4) Konsep keempat teori sensori integrasi yang membedakannya
dari model perkembangan sensorimotor lain adalah stimulasi
sensori yang menekankan pencapaian respons adaptif. Respons
UNIVERSITAS INDONESIA 55
adaptif ini bervariasi pada setiap anak yang bergantung pada
tingkat perkembangan, derajat integrasi sensori, dan tingkat
ketrampilan yang tercapai sebelumnya. Respons adaptif
mencerminkan kemampuan anak menguasai tantangan dan hal-
hal baru.
5) Konsep kelima teori ini adalah dorongan untuk aktualisasi diri
yang menjadi hal terpenting dalam perkembangan sensori
integrasi. Dorongan dari dalam diri ini terwujud dalam bentuk
eksplorasi tanpa lelah dan kegembiraan saat anak berhadapan
dengan tantangan untuk mencapai suatu tujuan. Namun motivasi
internal ini kurang atau tidak dimiliki oleh anak dengan disfungsi
sensori integrasi.
b. Prinsip teori sensori integrasi
Terapi sensori integrasi menekankan stimulasi pada tiga indera
utama, yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori
ini memang tidak terlalu familiar dibandingkan indera penglihatan dan
pendengaran, namun sistem sensori ini sangat penting karena
membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan.
1) Sistem Taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang
dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak
terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan.
Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan
diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan
fungsi sehari-hari.
Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan
tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap
sentuhan berupa respons menarik diri saat disentuh, menghindari
kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai
baju tertentu, serta menggunakan ujung ujung jari, untuk
memegang benda tertentu.
UNIVERSITAS INDONESIA 56
Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi
diri atau menjadi iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi
kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu
obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak
mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda.
Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada
dalam bahaya.
2) Sistem Vestibular
Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal
semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta perubahan posisi
kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot,
keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Anak yang hipersensitif
terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight
sehingga anak takut atau lari dari orang lain. Anak dapat bereaksi
takut terhadap gerakan sederhana, peralatan bermain di tanah, atau
berada di dalam mobil. Anak dapat menolak untuk digendong atau
diangkat dari tanah, naik lift atau eskalator, dan seringkali terlihat
cemas. Anak yang hiposensitif cenderung mencari aktivitas tubuh
yang berlebihan dan disengaja, seperti bergelinding, berputar-
putar, bergantungan secara terbalik, berayun-ayun dalam waktu
lama, atau bergerak terus-menerus.
3) Sistem Proprioseptif
Sistem proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon, dan
ligamen, yang memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui
posisi dan gerakan tubuh. Pekerjaan motorik halus, seperti menulis,
menggunakan sendok, atau mengancingkan baju bergantung pada
sistem propriosepsif yang efisien. Hipersensitif terhadap stimulasi
proprioseptif menyebabkan anak tidak dapat menginterpretasikan
umpan balik dari gerakan dan mempunyai kewaspadaan tubuh
yang rendah. Tanda disfungsi sistem proprioseptif adalah
clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang aneh,
makan yang berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil,
UNIVERSITAS INDONESIA 57
seperti kancing. Hiposensitif sistem proprioseptif menyebabkan
anak suka menabrak benda, menggigit, atau membentur-benturkan
kepala
4) Bentuk stimulasi
a) Stimulasi Taktil : Menyentuh bubles, painting, bermain pasir,
mandi dengan sikat bertekstur.
b) Stimulasi Vestibular : Melompat di trampoline, berjalan diatas
papan, duduk diatas roller foam.
c) Stimulasi Proprioseptif : Merangkak, stress balls, bermain atau
bernyanyi sambil berdiri
5) Efektifitas terapi sensori integrasi
Terapi sensori integrasi memperlihatkan adanya manfaat
untuk anak dengan retardasi mental ringan, autisme, dan gangguan
pemrosesan sensori. Anak lebih berpartisipasi aktif pada kegiatan
di sekolah dan di rumah, serta interaksi sosial menjadi lebih baik
1. Anamnesis
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab
antara fisioterapis dengan narasumber. Dilihat dari segi pelaksanaannya
anamnesis dibagi menjadi:
a. Auto Anamnesis : Tanya jawab secara langsung fisioterapis
dengan anak
b. Allo Anamnesis : Tanya jawab secara langsung fisioterapis
degan keluarga anak atau orang terdekat anak.Dalam kasus ini,
fisioterapis melakukan allo anamnesis dengan ibu anak.
Anamnesis terbagi menjadi anamnesis umum dan anamnesis
khusus.
Anamnesis umum anak meliputi:
UNIVERSITAS INDONESIA 58
1) Data Identitas Pasien
Terdiri dari identitas lengkap anak yang bertujuan untuk
menghindari kesalahan dalam pemberian intervensi
fisioterapi. Dari identitas anak kita bisa lihat bagaimana hobi
anak agar kita bisa mengembalikan kemampuan fungsional
anak.Selain itu, kita juga bisa memperkirakaan keadaan
ekonomi dan pendidikan terakhir anak sehingga terapi bisa
menyesuaikan bagaimana memberikan edukasi sesuai latar
belakang anak.
a) Pengumpulan Data Identitas Pasien
(1) Nama Jelas
(2) Tempat & Tanggal Lahir
(3) Alamat
(4) Pendidikan terakhir
(5) Pekerjaan
(6) Hobi
(7) Diagnosis Medik
UNIVERSITAS INDONESIA 59
menyertainya, apa saja keterbatasan fungsional yang
dialami anak sejak sakit dan aktivitas yang sudah tidak
bisa dilakukan sejak sakit serta penjelasan mengenai
riwayat kelahiran anak yang meliputi:
3) Riwayat Prenatal
Mencakup usia ibu saat hamil, kehamilan direncanakan
atau tidak, rutin kontrol ke dokter atau bidan, ketika
hamil pernah mengalami trauma, perdarahan, dan
menderita penyakit lainnya sampai dirawat atau tidak,
mengkonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan tidaknya,
dan aktivitas saat hamil.
4) Riwayat Natal
Mencakup usia kehamilan, lahir normal atau caesar,
ditolong oleh siapa dan dimana, langsung menangis atau
tidak, berat badan lahir, panjang badan lahir, saat lahir
apakah anak berwana biru atau kuning tidak.Bayi yang
berwana biru adalah bayi yang memiliki semburat biru di
kulit mereka (sianosis) yang disebabkan oleh kekurangan
oksigen dalam darah arteri. Bayi yang berwarna kuning
adalah bayi yang memiliki hiperbilirubin.
5) Riwayat Post Natal
Mencakup pernah kejang atau tidak, pernah jatuh atau
tidak dan anak biru atau kuning tidak
6) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat penyakit yang berhubungan tidak langsung
ataupun tidak berhubungan sekali dengan keluhan
utama.
7) Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat penyakit keturunan atau riwayat penyakit yang
sama seperti anak yang diderita oleh keluarganya.
8) Riwayat Psikososial
UNIVERSITAS INDONESIA 60
Riwayat kehidupan anak di keluarga dan lingkungan
meliputi diasuh oleh siapa, jumlah anggota keluarga,
situasi keluarga yang menghambat aktifitas, pendidikan
terakhir orangtua, pekerjaan orangtua, tanggungan
biaya, dan riwayat anggota keluarga lain.
9) Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat tumbuh kembang normal anak meliputi:
a) Motorik kasar
b) Motorik halus
Gerakan motorik halus mempunyai peranan
yang sangat penting, motorik halus adalah
gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot
kecil. Oleh karena itu gerakan didalam motorik
UNIVERSITAS INDONESIA 61
halus tidak membutuhkan tenaga akan tetapi
membutuhkan koordinasi yang cermat serta teliti.
Fase perkembangan dan pertumbuhan motorik
kasar dan halus anak dapat dilalui pada saat usia
anak berapa tahun, apakah sama dengan teman
seusianya. Perbedaan fase perkembangan dan
pertumbuhan anak pada saat sebelum kejang atau
sesudah kejang.
c) Bahasa
Fase riwayat bicara anak pertamakali pada
usia berapa, sekarang sudah bisa bicara apa dan
mulai bisa mengintreprestasikan kalimat
sederhana menjadi kalimat kompleks.
d) Personal sosial
Fase perkembangan anak seperti membalas
senyum, meraih mainan, bersalaman, mengerti
instruksi .
e) Riwayat makan
Riwayat makan dan minum anak apakah
minum ASI, susu, bubur atau nasi. Dengan
menggunakan dot, sendok atau OGT.Cara
anaknya dengan pegang botol sendiri, dipegang
orang lain, disuapin atau makan sendiri.Adapun
tumbuh kembang normal dapat dilihat
berdasarkan grafik.Denver II terlampir.
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Cara Datang
Fisioterapis menilai bagaimana cara datang anak, apakah
digendong, menggunakan alat bantu atau mandiri.
UNIVERSITAS INDONESIA 62
2) Kesadaran
a) Compos Mentis adalah kesadaran penuh, sadar sepenuhnya, anak
dapat menjawab pertanyaan fisioterapis dengan baik.
b) Apatis adalah keadaan dimana anak terlihat mengantuk tetapi
mudah dibangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran, serta
perabaan normal.
c) Somnolen adalah kesadaran menurun, respon psikomotor lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) dengan memberi jawaban verbal tetapi
jatuh tertidur lagi bila rangsangan berhenti.
d) Delirium adalah kesadaran menurun, peningkatan aktivitas
psikomotorik abnormal, gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
e) Sopor adalah sudah tidak mengenali lingkungan, kantuk
meningkat, dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat tapi
kesadaran menurun.
f) Soporkoma adalah keadaan seperti tertidur lelap. Refleks motoris
terjadi hanya bila dirangsang nyeri.
g) Koma adalah tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea).
3) Kooperatif atau tidak kooperatif
Kooperatif berarti anak mampu menanggapi perintah fisioterapis
dengan jelas.
4) Lingkar Kepala
Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui
perkembangan otaknya.Meskipun ukuran lingkar kepala anak tidak
berpengaruh pada tingkat kecerdasannya, namun ukuran lingkar
kepala berkaitan dengan volume otaknya apakah hidrosepalus atau
tidaknya. Lingkar kepala anak akan bertambah sesuai dengan usia dan
juga dipengaruhi oleh jenis kelamin.Berikut lingkar kepala normal
pada anak laki-laki dan perempuan.
UNIVERSITAS INDONESIA 63
Lingkar kepala normal anak laki-laki
Sumber :http://hilal-setyawan.blogspot.co.id/2013/06/kumpulan-
lembar-ddtk-dan-ddst.html
Lingkar kepala normal anak perempuan
Sumber :http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/pemeriksaan-
neurologi-pada-bayi-dan-anak.html
5) Nadi
Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan
fisik yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa keras jantung
bekerja.Pengukuran denyut jantung dengan meletakkan dua atau tiga
UNIVERSITAS INDONESIA 64
jari (bukan ibu jari) tepat pada radialis, brachialis, karotis, poplitea,
dan pedis. Frekuensi denyut nadi normal :
Nadi normal
7 - 12 tahun 70 - 80 kali/menit
6) Frekuensi Napas
Frekuensi napas adalah jumlah seseorang mengambil napas per
menit. Dalam proses ini anak tidak diperintah untuk bernapas.
Fisioterapis menghitung frekuensi napas tanpa diketahui anak.
Frekuensi Napas Normal
Usia Pernapasan
1 minggu 30 - 60 kali/menit
2 - 8 minggu 30 - 40 kali/menit
3 - 12 bulan 20 - 30 kali/menit
1 - 6 tahun 19 - 29 kali/menit
UNIVERSITAS INDONESIA 65
7 - 12 tahun i. - 20 kali/menit
7) Status Gizi
Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit,
konjungtiva mata, dan proporsi tubuh.
8) Suhu
Suhu anak diperiksa melalui palpasi fisioterapis.Suhu dinyatakan
dalam afebris dan febris.Afebris adalah suhu anak yang
normal.Sedangkan febris merupakan suhu anak yang tidak normal
(panas).
b. Pemeriksaan Khusus
1) Pengamatan posisi dan pola gerak
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada
tidaknyaasimetris, posisi dan gerakan yang
abnormal.Pengamatan posisi dilakukan pada saat terlentang,
berguling, telungkup, merayap, duduk, ke duduk, berdiri, ke
berdiri, dan berjalan.Pengamatan posisi anak dilakukan sesuai
dengan kemampuan anak.Setiap posisi memiliki
komponennya masing - masing.
a) Telentang
(1) Gerakannya
Aktif, simultan, atau kecenderungan posisinya
(2) Posisi kepala
Bergerak bebas atau tidaknya
(3) Posisi trunk
Simetris atau tidak simetris
UNIVERSITAS INDONESIA 66
(4) Posisi shoulder
Protraksi atau retraksi
(5) Posisi elbow
Fleksi, ekstensi, pronasi, atau supinasi
(6) Posisi wrist
Deviasi ulnar, radial, fleksi atau ekstensi
(7) Posisi finger
Fleksi atau ekstensi
(8) Posisi hip
Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal rotasi,
atau internal rotasi
(9) Posisi knee
Fleksi atau hiperekstensi
(10) Posisi ankle
Dorsi fleksi, plantar fleksi, eversi atau inversi
b) Berguling
Komponen yang dilihat
UNIVERSITAS INDONESIA 67
(3) Forearm support
Kemampuan menumpu pada lengan
d) Merayap
(1) Gerakannya
Simultan atau dengan kecenderungan gerakan
e) Duduk
(1) Fiksasi
Bila diposisikan duduk, fiksasi fisioterapisnya
dimana
(2) Posisi
UNIVERSITAS INDONESIA 68
Posisinya duduk, bersila, long sitting, atau bersimpuh
f) Ke duduk
(1) Posisi awalnya
Dari posisi awal telungkup atau telentang
UNIVERSITAS INDONESIA 69
(5) Transfer weight bearing
Kemampuan perpindahan tumpuan berat badan
g) Berdiri
(1) Fiksasi
Bila diposisikan berdiri, fiksasi fisioterapisnya
dimana
(2) Head lifting
Kemampuan mengangkat kepala anak
(3) Head control
Kemampuan kepala anak mengikuti arah gerakan
(4) Trunk control
Kemampuan menumpu pada trunki
(5) Posisi shoulder
Protraksi atau retraksi
(6) Posisi trunk
Simetris atau tidak simetris
(7) Posisi elbow
Fleksi, ekstensi, pronasi, atau supinasi
(8) Posisi wrist
Deviasi ulnar, radial, fleksi atau ekstensi
(9) Posisi finger
Fleksi atau ekstensi
(10) Posisi hip
Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal rotasi,
atau internal rotasi
(11) Posisi knee
Fleksi atau hiperekstensi
(12) Posisi ankle
Dorsi fleksi, plantar fleksi, eversi atau inversi
(13) Weight bearing
Kemampuan menumpu berat badan
(14) Protective reaction
UNIVERSITAS INDONESIA 70
Kemampuan menjaga agar tidak jatuh
(15) Standing balance
Kemampuan menjaga keseimbangan saat berdiri
h) Ke berdiri
(1) Posisi awalnya
Posisi awalnya apakah dari jongkok, duduk di kursi
pendek, duduk di kursi lebih tinggi, berlutut, atau
duduk bersila di lantai
(2) Pola gerakan
Pola gerakannya apakah kedepan lalu keatas
(3) Transfer weight bearing
Kemampuan perpindahan tumpuan berat badan
2) Spastisitas
Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat
tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi
pada Upper Motor Neuron. Membentuk ekstrimitas pada posisi
ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada
kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran dapat
menggunakan ashworth.
UNIVERSITAS INDONESIA 71
4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu
posisi.
UNIVERSITAS INDONESIA 72
3) Tes Ankle Clonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini
disebut klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba,
dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum selesai
pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit Sistem
Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat
di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi
berulang-ulang.
4) Tes Tightness
a) Pemeriksaan tightness pada m. hamstring
Posisi os : terlentang
Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip pada
sisi kontralateral terangkat.
b) Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas
Posisi os : telungkup
Tatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi.
c) Pemeriksaan tightness tendon achilles
Posisi os : terlentang
Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit
didosi fleksikan.
5) Pemeriksaan 7 Refleks
Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan.
Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia
kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks meliputi
UNIVERSITAS INDONESIA 59
Positif jika elbow dan knee pada ipsilateral fleksi, dan pada
sisi kontralateral: shoulder abduksi, elbow ekstensi.
b) STNR atau Symetrical Tonic Neck Reflex
Lokasi : brainstem
Muncul saat usia : 4 sampai 6 bulan
Hilang saat usia : 10 bulan
Cara pemeriksaaan : anak telungkup dipangkuan
pemeriksa. Kemudian kepala anak difleksikan atau
diekstensikan. Positif jika saat kepala difleksikan, maka
kedua lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Positif jika saat
kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan tungkai
fleksi.
c) Neck Righting
Lokasi : Midbrain
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 4 sampai 6 bulan
Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang.
Kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika
tubuh berputar mengikuti kepala, mulai dari shoulder, trunk,
dan pelvis, serta anggota gerak bawah.
d) Extensor Thrust
Lokasi : Spinal
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan
Cara pemeriksaaan : knee anak dalam posisi fleksi.
Kemudian telpak kaki digores atau disentuh. Positif jika knee
menjadi lurus.
UNIVERSITAS INDONESIA 60
e) Moro
Lokasi : Spinal
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan
Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang, kepala
dan punggung anak disangga tangan pemeriksa. Kemudian
secara tiba-tiba jatuhkan pegangan kepala anak tanpa
ditekan. Positif jika ada reaksi seperti terkejut, yaitu kedua
elbow fleksi dengan forearm supinasi.
f) Parachute
Lokasi : Cortical
Muncul saat usia : 6 sampai 9 bulan
Hilang saat usia : tidak hilang atau sepanjang usia
Cara pemeriksaaan : anak diposisikan seperti akan terjun,
handling pemeriksa pada bagian torakal, posisi kepala lebih
rendah dari kaki. Positif jika kedua lengan anak lurus, jari-
jari tangan diekstensikan seolah hendak mendarat, atau
sering disebut handsupport.
g) Foot placement
Lokasi : Cortical
Muncul saat usia : Baru lahir
Cara pemeriksaaan : anak diposisikan berdiri, handling
pada axilla anak. Kemudian punggung tungkai anak
digoreskan pada meja. Positif jika kaki anak naik ke atas
meja.
Penilaian 7 refleks:
ATNR (-) : 0
STNR (-) : 0
Neck righting( - ) : 0
Extensor thrust( - ) : 0
UNIVERSITAS INDONESIA 61
Moro (-) : 0
Paracute (+) : 0
Foot placement( + ) : 0
Keterangan:
Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat
bantu.
UNIVERSITAS INDONESIA 62
4. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Pioritas
Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik
pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus serta keluhan dari
anak itu sendiri. Masalah – masalah tersebut diurutkan sesuai dengan
prioritas mana yang akan fisioterapis selesaikan.
5. Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa fisioterapi pada kasus tumbuh kembang anak adalah
ketidakmampuan anak untuk mencapai level perkembangan motorik
kasar atau gangguan pola gerak sesuai dengan keluhan utama
berdasarkan urutan masalah yang ada. Diagnosa Fisioterapi berisi
dengan kaitan impairmen, functional limitation dan participation
restriction.
7. Tujuan
a. Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek dibuat berdasarkan prioritas
identifikasi problamatika fisioterapi dengan tujuan yang akan
dicapai oleh anak setelah diberikan intervensi fisioterapi. Tujuan
jangka pendek berkaitan dengan sel, jaringan, dan organ.
UNIVERSITAS INDONESIA 63
b. Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang dibuat berdasarkan prioritas
masalah, tetapi bukan masalah yang utama atau
segera.Biasanya mengembalikan aktivitas fungsional tanpa
menimbulkan keluhan kembali sesuai fungsi yang masih ada
dan harus realistis.
8. Teknologi Fisioterapi
10. Evaluasi
a. Evaluasi hasil terapi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dalam pelaksanaan terapi yang diberikan.Evaluasi dilakukan
sebelum, sesaat, dan setelah terapi.
S : Bersifat subjektif, keluhan apa saja yang sudah berkurang
setelah dilakukan terapi.
O : Bersifat objektif, menggambarkan hasil pemeriksaan
terapis
kepada pasien
A : Hasil assesmen diagnosa fisioterapi sesuai dengan hasil
pemeriksaan
P : Program perencanaan treatment dan teknologi Fisioterapi
yang diterapkan untuk mentreatment anak
UNIVERSITAS INDONESIA 64
b. Jadwal evaluasi ke dokter
Berisikan kapan anak harus ke dokter kembali setelah
menuntaskan program
UNIVERSITAS INDONESIA 65
Underlying Process Umum
a. Adanya spastik
f. Gangguan muskuloskeletal
UNIVERSITAS INDONESIA 66
BAB III
ISI
FORMULIR FISIOTERAPI
Nama Fisioterapi : Sri Novia Fauza, SST, FT
Peminatan : FT. A
Tempat & Tgl Lahir : dr. Luh Karunia Wahyuni SpKFR
Ruangan :Poli FT. A
Nomor Register : 424-44-37`
Tgl Periksa : 20 April 2018
RPS :
UNIVERSITAS INDONESIA 67
selanjutnya os control rutin ke poli neurologi dan poli gizi. Di poli gizi
Os dipasang NGT karena berat badan kurang. Os sebelumnya tidak
pernah ke fisioterapi,Os hanya dipijat oleh ibu os. Saat pertama kali
dibawa ke fisioterapi os hanya dapat terlentang Pada usia 1 tahun 11
bulan os menjalani fisioterapi. Saat ini os sudah menjalani fisioterapi 8
kali dengan kondisi belum mampu berguling mandiri.
a. R.prenatal :
b. R.natal :
c. R.post natal :
1) Biru negatif
2) Kuning negatif
UNIVERSITAS INDONESIA 68
3) Kejang pada usia 1 tahun 3 bulan
4) Tidak ada riwayat jatuh
5) Tidak ada riwayat incubator
h. Rtumbuh kembang :
1) Gross motor
a) Sebelum sakit
(1) Angkat kepala : 2 bulan
(2) Telungkup : 3 bulan
(3) Berguling : 3 bulan
(4) Duduk : 7 bulan
(5) Merangkak : 8 bulan
(6) Berdiri : 10 bulan
(7) Berjalan : 11 bulan tetapi hanya beberapa langkah
b) Sesudah sakit
(1) Angkat kepala : 19 bulan
2) Bicara
a) Sebelum sakit
Dapat berbicara bermakna : ayah, mama, wawah (kakaknya)
UNIVERSITAS INDONESIA 69
b) Sesudah sakit
Belum dapat berbicara
3) Makan
a) Sebelum sakit
Minum ASI sampai usia 11 bulan, makan nasi usia 1 tahun
3 bulan.
b) Sesudah sakit
Minum susu melalui NGT sampai dengan sekarang
3. PEMERIKSAAN (O)
a. Pemeriksaan Umum
b. Pemeriksaan Khusus
UNIVERSITAS INDONESIA 70
(7) Hip : Semifleksi, abduksi, endorotasi
(8) Knee : Semifleksi
(9) Ankle : Plantar, inversi
b) Berguling
(1) Handling pada hip
(2)Via shoulder
(3) Rotasi trunk : minimal
c) Diposisikan Telungkup
(1) Head lifting : positif
(2) Head control : Negative
(3) Forearm support : Negative
(4) Hand support : Negative
(5) Hip
:Semifleksi,abduksi,endor
otasi
(6) Knee : Semifleksi
(7) Ankle : Plantar, inversi
d) Diposisikan duduk : Posisi bersila dengan handling di
hip, WB pada sacrum
(1) Head control :negative
(2) Trunk control :negative
(3) Hand support :negative
(4) Hip :semifleksi,abduksi,endorotasi
(5) Knee :semifleksi
(6) Ankle :plantar fleksi, inversi
e) Diposisikan berdiri : Handling pada axilla
(1) Hip : Semifleksi, abduksi, endorotasi
(2) Knee : semifleksi
(3) Ankle : Plantar, inversi
UNIVERSITAS INDONESIA 71
2. Tes spastisitas (Skala Ashworth)
Dextra Sinistra
UE 1+ 1+
LE 1+ 1+
3. Tes 7 Refleks
(1) ATNR(+) :1
(2) STNR(-) :0
(3) Neck Righting(-) :0
(4) Extensor thrust(-) :0
(5) Moro(-) :0
(6) Parachute (-) :1
(7) Foot replacement(-) :1
SCORE : 3
UNIVERSITAS INDONESIA 72
b. Ambang dengae telinga kiri (2/AD) : 30 Db (normal)
3. Pemeriksaan FEES pada 23 november 2017
Kesimpulan :
a. Disfagia neurogenik fase faring
b. Kekakuan otot cervical dan lower back
6. Gangguan proprioseptif
6. DIAGNOSA FISIOTERAPI
a. Imparment
6. Gangguan proprioseptif
UNIVERSITAS INDONESIA 73
b. Activity limitation
c. Participation restriction
UNIVERSITAS INDONESIA 74
3. Uraian Tindakan Fisioterapi
a. Release spastik
Posisi FT : di belakang OS
Prosedur :
Prosedur :
UNIVERSITAS INDONESIA 74
c. Melatih head control, rotasi trunk, dan forearm support
prosedur :
Prosedur :
UNIVERSITAS INDONESIA 75
Prosedur :
Prosedur :
UNIVERSITAS INDONESIA 76
8. EVALUASI
1. Evaluasi hasil terapi tanggal 25 April 2018 :
S : belum dapat beguiling
O:
Duduk bersila dengan hand support pada salah satu lengan dapat
bertahan 5 detik
Head control in adekuat
Rotasi trunk minimal
Dapat berguling dengan bantuan
P : Dapat berguling
6x setelah terapi
UNIVERSITAS INDONESIA 77
Barrier : -------->
ICF MODEL
Facilitation :
CP Spastik Quadriplegi
(G 80)
Participat ion
Activity Limitation Restriction
Body Fuction and structure
impairment Changing basic Community life
body position (d910)
Muscle tone of all limbs
(d4107) Tidak dapat
tetraplegia ( b7354)
Belum bisa bermain
Tonus Postural tinggi
berguling dengan
Control of voluntary
teman
movement function (b760)
seusianya
Head control tidak ada
Trunk control inadekuat
Trunk rotation tidak ada
Personal factor
Enviromental Factor :
An. A..A.A Perempuan, 8 April 2016
Immediate family(e310)
Fungsi bermain
Assistive products and
Light sensitivity (b21020)
tecnology for personal
Sound detection (b2300)
use in daily living
(e1150)
AFO
UNIVERSITAS INDONESIA 78
Clinical Reasoning
Peningkatan Infeksi
Bakteri masuk kandungan Kolonisasi yang
ke cairan protein dan organisme berakibat
serebrospinal konsentrasi pada kulit edema
dalam bentuk glukosa rendah pada otot
kolonisasi pada cairan
serebro spinal
Tekanan
intrakranial
Aliran meningkat
Vena
retrograde
mengalami
transmisi dari
penyumbatan
infeksi
Demam Gangguan
dan kognisi dan Spastisitas
kenjang koordinasi
gerakkan
Bakteri
mycobacterium Meningitis TB
tuberculosa
UNIVERSITAS INDONESIA 79
Underlying Process Khusus
An. A A A
f. Gangguan propiosepsi
UNIVERSITAS INDONESIA 80
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
UNIVERSITAS INDONESIA 81
B. Saran
1. Untuk Keluarga Pasien
a. Keluarga ikut berperan dalam memantau perkembangan
anak
b. Keluarga ikut berperan aktif dalam mendukung untuk
melakukan Home Program yang diberikan fisioterapi. Dukungan
yang dilakukan keluarga sangat diperlukan untuk pencapaian
perkembangan kemampuan pasien.
2. Untuk Fisioterapi
UNIVERSITAS INDONESIA 82
DAFTAR PUSTAKA
UNIVERSITAS INDONESIA 83
LAMPIRAN
UNIVERSITAS INDONESIA 84
,
UNIVERSITAS INDONESIA 85
UNIVERSITAS INDONESIA 86