Revisi Konfre Pediatri

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 85

DAFTAR ISI

BAB I ..................................................................................................................... iii

PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG ..................................................................................1

B. PEMBATASAN MASALAH .......................................................................1

C. RUMUSAN MASALAH ..............................................................................3

D. TUJUAN PENULISAN ................................................................................4

E. METODE PENULISAN ...............................................................................4

F. MANFAAT PENULISAN ............................................................................5

G. SISTEMATIKA PENULISAN .....................................................................5

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................5

BAB II ......................................................................................................................5

KAJIAN TEORI ......................................................................................................7

A. DEFINISI CEREBRAL PALSY ..................................................................7

B. KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY ..........................................................7

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK .......................................................10

D. ETIOLOGI CEREBRAL PALSY ..............................................................15

E. PATOFISIOLOGI CEREBRAL PALSY ...................................................17

G. GMFCS UNTUK CEREBRAL PALSY .....................................................21

H. MANIFESTASI KLINIS CEREBRAL PALSY .........................................23

I. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY ...........................................................25

J. TEKNOLOGI FISIOTERAPI PADA CEREBRAL PALSY .....................49

K. PROSES FISIOTERAPI PADA CEREBRAL PALSY ..............................58

BAB III ..................................................................................................................66

ISI ...........................................................................................................................67

BAB IV ..................................................................................................................79

UNIVERSITAS INDONESIA i
PENUTUP ..............................................................................................................81

UNIVERSITAS INDONESIA ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ilustrasi Cerebral Palsy Spastik .......................................................... 9


Gambar 2. 2 MRI Otak CP................................................................................... 13
Gambar 2. 3 Struktur meningen dari luar............................................................. 14

UNIVERSITAS INDONESIA iii


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Nadi Normal ......................................................................................... 65


Tabel 2. 2: Pernapasan Normal ............................................................................. 66

UNIVERSITAS INDONESIA iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kesehatan ibu dan anak merupakan prioritas


dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan
kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum.
Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase
tumbuh kembang pada anak. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya
kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan
di Indonesia6
Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2006, menunjukan
jumlah penduduk Indonesia 222.192.572 yang 0,7% yaitu sebanyak
2.810.212 jiwa adalah penyandang cacat. 601.947 anak (21,42%) yang
diantaranya adalah anak cacat usia 5 - 18 tahun
Kecacatan yang terjadi pada anak dapat timbul karena factor pre
natal, natal, maupun post natal. Salah satu kecacatan yang dapat timbul
karena ketiga faktor tersebut adalah cerebral palsy.
Cerebral Palsy adalah kecacatan perkembangan neuromuscular
yang ditandai dengan gangguan pada gerakan, tonus otot dan postur tubuh
akibat kerusakan non progresif pada jaringan otak yang belum matang yang
menyebabkan kelainan aktifitas motorik, sensasi persepsi, koginisi,
komunikasi, tingkah laku, kejang, dan muskulo skeletal.13
Di dunia industri pravelansi cerebral palsy adalah 2 per 1000
kelahiran. Kejadian terjadi lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan;
Surveillance of Cerebral Palcy in Europe (SCPE) melaporkan rasio
perbandingan antara laki-laki : perempuan adalah 1,33 : 1.12Di Amerika
Serikat, sekitar 10.000 bayi dan anak didiagnosis dengan CP setiap tahun,
dan 1200–1500 didiagnosis pada usia prasekolah.8
Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita Cerebral Palsy
diperkirakan sekitar 1-5 per 1000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak

UNIVERSITAS INDONESIA 1
daripada perempuan dan seringkali terdapat pada anak pertama.7
Sedangkan, menurut data yang diperoleh dari Departemen Rehabilitasi
Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tercatat sekitar 503 pasien
dengan diagnosis medis Cerebral Palsy berobat ke bagian poli klinik
pediatric pada bulan Januari hingga Desember 2017.Klasifikasi Cerebral
Palsy yang paling tinggi adalah tipe spastik (70%) ataxia (10%) dan
campuran (10%). Dalam jumlah anggota badan yang terkena yaitu
monoplegi, hemiplegi (38,8%), diplegi, dan quadriplegi (61,2%) 3

Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 kasus TB primer yang


tidak diobati. Centers for Disease Control (CDC) melaporkan pada tahun
1990 morbiditas meningitis TB 6,2% dari seluruh kasus TB ekstrapulmonal.
Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung
pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor
genetik yang menentukan respon imun seseorang.

Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis


tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1:100 dari semua kasus
tuberkulosis. DiIndonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan
karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Meningitis
tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak
diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-
20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan
kembali normal secara neurologis dan intelektual. Angka kejadian TB paru
di Indonesia dilaporkan terus meningkat setiap tahun dan sejauh ini menjadi
negara dengan urutan ketiga dengan kasus TB paru terbanyak, pada tahun
2001, dilaporkan perubahan dari tahun sebelumnya, penderita TB paru dari
21 orang menjadi 43 oreng per 100.000 penduduk, dan pasien BTA aktif
didapatkan 83 orang per 100.000 penduduk .

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukkan


kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara
dan memulihkan gerak danfungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan
dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,

UNIVERSITAS INDONESIA 2
peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi,
komunikasi.
Salah satu teknologi fisioterapi yang digunakan untuk menangani
kasus cerebral palsy adalah dengan menggunakan metode Neuro
Development Treatment atau yang lebih dikenal dengan NDT. NDT
merupakan suatu metode yang digunakan khusus untuk menangani kasus-
kasus gangguan sistem saraf pusat baik pada bayi, anak-anak, dan dewasa
dengan memberikan problem solving dan juga untuk menilai keterbatasan
aktivitas dan partisipasi sehingga dapat ditentukan prioritas berdasarkan
keterbatasan yang ada.10

B. PEMBATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam makalah ini adalah program
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic
Quadriplegi dengan Gross Motor Functional Classification System
GMFCS IV di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.

C. RUMUSAN MASALAH

a. Apa definisi Cerebral Palsy ?


b. Apa klasifikasi Cerebral Palsy ?
c. Bagaimana anatomi, fisiologi otak dari Cerebral Palsy ?
d. Bagaimana etiologi Cerebral Palsy ?
e. Bagaimana patofisiologi Cerebral Palsy ?
f. Bagaimana epidemologi Cerebral Palsy ?
g. Bagaimana GMFCS untuk Cerebral Palsy ?
h. Bagaimana manifestasi klinik Cerebral Palsy ?
i. Bagaimana prognosis Cerebral Palsy ?
j. Bagaimana Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy?

UNIVERSITAS INDONESIA 3
D. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum:
1) Sebagai salah satu persyaratan kelulusan dalam praktik klinik
sebelum pindah ke peminatan lain.
2) Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi
masalah pada kasus Cerebral Palsy Quadriplegi
b. Tujuan Khusus:
1) Mengetahui definisi Cerebral Palsy
2) Mengetahui klasifikasi Cerebral Palsy
3) Mengetahui anatomi, fisiologi otak dari Cerebral Palsy
4) Mengetahui etiologi Cerebral Palsy
5) Mengetahui patofisiologi Cerebral Palsy
6) Mengetahui epidemologi Cerebral Palsy
7) Mengetahui GMFCS untuk Cerebral Palsy
8) Mengetahui manifestasi klinik Cerebral Palsy
9) Mengetahui prognosis Cerebral Palsy
10) Mengetahui Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral
Palsy

E. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam makalah yang ditujukan untuk
Konfrensi Kasus Semester IV ini dengan metode studi kepustakaan, yaitu
dengan memaca buku, jurnal, dan literature dari internet yang berkitan
dengan kasus yang diangkat serta melakukan penanganan langsung kepada
pasien.

UNIVERSITAS INDONESIA 4
F. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Penulis
Menambah pemahaman dan pengetahuan penulis mengenai
kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dan menerapkan
penatalaksanaan fisioterapi yang baik dan benar pada kasus tersebut.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang sesuai
kepada pasien, keluarga, dan masyarakat sehingga masyarakat
mampu mengenal dan mengetahui gambaran umum tentang
Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi sehingga dengan adanya
laporan kasus ini masyarakat di edukasi untuk mengetahui jenis
terapi latihan apa saja yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan
fisioterapi.
3. Bagi Fisioterapis
Dapat memperkaya atau menambah pengetahuan mengenai
kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dan mampu
mengembangkan aplikasi latihan di rumah, rumah sakit, dan klinik

4. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam sistematika penulisan makalah pada kasus ini terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini berisi teori berupa kajian teori yang meliputi
pengertian,anatomi dan fisiologi otak,kajian, etiologi, patofisiologi,
epidemologi, GMFCS, manifestasi klinik, prognosis,dan penatalaksanaan
fisioterapi pada kasus cerebral palsy.
BAB III FORMULIR FISIOTERAPI

UNIVERSITAS INDONESIA 5
Bab ini berisi laporan identitas pasien,riwayat penyakit pasien secara
keseluruhan,pemeriksaan pasien,diagnose fisioterapi,jangja pendek,jangka
panjang,program penatalasanaan fisioterapi dan evaluasi.

BAB IV PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan
intervensi dari fisioterapi.

UNIVERSITAS INDONESIA 6
BAB II

KAJIAN TEORI

A. DEFINISI

1. Cerebral palsy

Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang


permanen dan non progresif pada jaringan otak yang belum matang dengan
gambaran klinis yang menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan,
kognisi, komunikasi, tingkah laku, dan disertai kelainan neurologis berupa
kelumpuhan spastik. Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur
tubuh, dan tonus, akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa
perkembangan.5

2. Meningitis

Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau


meningen yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Meningitis tuberkulosis merupakan hasil dari penyebaran hematogen dan
limfogen bakteri Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer pada paru.

B. KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY

Menurut American Academy of Cerebral palsy (AACP) dalam


Viola E. Cardwell, bahwa CP adalah berbagai perubahan yang abnormal
pada organ gerak atau fungsi motor sebagai akibat dari adanya
kerusakan/cacat , luka atau penyakit pada jaringan yang ada di dalam rongga
tengkorak.1

Klasifikasi CP bermacam-macam, tergatung berdasarkan apa


klasifikasi tersebut dibuat. CP dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu:

UNIVERSITAS INDONESIA 7
1. Spastik
Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika
kerusakan otak terjadi pada bagian korteks cerebral atau pada
traktus piramidalis. Tipe ini merupakan tipe CP yang paling sering
ditemukan yaitu sekitar 70 – 80 % dari penderita. Pada penderita
tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus), hiperefleks
dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu
juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga
menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan menelan.
Jika terus dibiarkan pederita CP dapat mengalami dislokasi hip,
skoliosis dan deformitas anggota badan. Tipe spastik dapat
diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu :
a. Monoplegi
Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang
mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan /
ekstremitas atas.
b. Diplegi
Spastik diplegi atau uncomplicateddiplegi pada prematuritas.
Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus
kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja.
Sedangkan sistem–sistem lain normal. Seluruh ekstremitas
terkena disfungsi motorik, tapi lower ekstremitas lebih berat
daripada upper ekstremitas
c. Hemiplegi
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang
biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang
lengan pada salah satu sisi tubuh.
d. Triplegi
Spastik pada triplegi menyerang tiga buah ekstremitas.
Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan
salah satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.

UNIVERSITAS INDONESIA 8
e. Quadriplegi
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi
juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan pada
tungkai.

Gambar 2. 1 Ilustrasi Cerebral Palsy Spastik

2. Diskinetik

Merupakan tipe CP dengan otot lengan, tungkai dan badan secara


spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa
juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi
menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan menghilang
jika anak tidur. Tipe ini dapat ditemukan pada 10 – 15 % kasus CP.
Terdiri atas 2 tipe, yaitu :

UNIVERSITAS INDONESIA 9
a. Distonik
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga
menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur
yang abnormal
b. Atetosis
Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol,
khususnya pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut.
3. Ataksia
Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum sehingga
mempengaruhi koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur
. Tipe ini merupakan tipe CP yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar
5 – 10 % dari penderita. Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan
tonus otot (hipotonus), tremor, cara berjalan yang lebar akibat gangguan
keseimbangan serta kontrol gerak motorik halus yang buruk karena
lemahnya koordinasi.
4. Campuran
Merupakan tipe CP yang merupakan gabungan dari dua tipe CP.
Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan athetoid.
Derajat keparahan fungsional anak dengan cerebral palsy dilihat
dengan menggunakan Gross Motor Function Clasification System
(GMFCS) for Cerebral Palsy. Pembagian derajat fungsional CP
menurut GMFCS, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur
dibagi menjadi 4 kelompok, kurang dari 2 tahun, antara 2-3 tahun, antara
4-6 tahun dan antara 6-12 tahun.

UNIVERSITAS INDONESIA 10
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

1. Cerebral Palsy

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif
yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron.

Didalam otak terdapat suatu cairan otak atau cairan cerebrospinal


atau CSS (Cerebri Spinal fluid), dimana cairan tersebut menunjang otak
yang lembek halus dan bekerja sebagai penyerap goncangan akibat pukulan
dari luar. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak
besar, cerebellum atau otak kecil, brainstem atau batang otak, dan
dienchepahalons.

a. Otak Besar (Cerebrum)

Merupakan bagian yang paling berkembang pada manusia dan


memiliki fungsi luhur yang paling utama, yang meliputi 80% berat total
otak. Otak besar terdiri atas dua hemisfer kanan dan hemisfer kiri.
Setiap hemisfer terdiri dari dua lapisan luar yang tipis yaitu substansia
grisera (gray meter) dan substansia alba (white matter) berisi serabut –
serabut saraf yang memungkinkan antar bagian otak saling
berkomunikasi dan jaringan penyangga saraf yang berfungsi memberi
bentuk otak. Cerebrum dibagi menjadi empat lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan disebut sulcus. Keempat
lobus tersebut masing-masing adalah:

1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling


depan dari cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan
kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,

UNIVERSITAS INDONESIA 11
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.

2) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses


sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

3) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan


dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa dalam bentuk suara.

4) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan


dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.

b. Otak Kecil ( Cerebellum )

Melekat pada bagian atas – belakang dari batang otak, yang


berkenaan dengan pemeliharaan posisi tubuh dalam ruang yang sesuai
dengan kondisi bawah-sadar aktivitas motorik (gerakan). Cerebellum
(otak kecil) bertanggung jawab dalam mengatur keseimbangan,
koordinasi dan kontrol motorik.

c. Batang Otak (Brainstem)

Brainstem mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,


denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight saat
datangnya bahaya. Brainstem terdiri dari tiga bagian, yaitu
Mesencephalon, Medulla oblongata dan pons.

UNIVERSITAS INDONESIA 12
d. Dienchephalons
Terdiri dari thalamus, hypothalamus, subthalamus, dan epithalamus.
1) Thalamus berperan dalam perilaku dan emosi sejalan
dengan hubungannya dengan system limbic, serta
mempertahankan kesadaran.
2) Hypothalamus berfungsi mengatur emosi, hormon,
temperatur tubuh, kondisi tidur dan bangun, keseimbangan
kimia tubuh, serta makan dan minum.
3) Subthalamus, fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya.
4) Epithalamus berhubungan dengan sistem limbik dan
berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi
informasi.

Gambar 2. 2 MRI Otak CP

Gambar 1: MRI otak anak yang sehat: materi abu-abu adalah


white matter dan materi putih berwarna grey matter

UNIVERSITAS INDONESIA 13
Gambar 2: MRI otak seorang anak dengan cerebral palsy:
panah merah menunjukkan jaringan parut di atas grey matter
pusat yang menyebabkan kekakuan dan masalah dalam
koordinasi gerakan. (sumber : McGill Univeristy Hold
Center)

2. Meningitis TB

Gambar 2. 3 Struktur meningen dari luar

Meningen terdiri dari tiga lapis, yaitu :

a. Pia mater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis


yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam
sulkus, fisura dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak.
Piamater juga membentang ke dalam fisura transversalis di
bawah corpus callosum. Di tempat ini piamater membentuk
tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan
bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah
choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap
dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di
tempat itu.
b. Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan pia
mater dan durameter.

UNIVERSITAS INDONESIA 14
Dura mater merupakan lapisan paling luar yang padat dan
keras berasal dari jaringan ikat yang tebal dan kuat. Dura
kranialis atau pachymeninx adalah struktur fibrosa yang kuat
dengan lapisan dalam (meningen) dan lapisan luar
(periosteal). Duramater lapisan luar melekat pada permukaan
dalam cranium dan juga membentuk periosteum. Di antara
kedua hemispher terdapat invaginasi yang disebut falx
cerebri yang melekat pada crista galli dan meluas ke crista
frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium
cerebelli yang meluas ke kedua sisi

D. ETIOLOGI

1. Cerebral Palsy

Penyebab cerebral palsy sangat beragam dan multifaktorial. Bisa


dari bawaam , genetik, inflamasi, menular, ankoksik, traumatis dan
metabolik. Kerusakan pada otak dapat terjadi pada masa prenatal,
natal dan post natal

a. Prenatal, dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir.


1) Malformasi kongenital.
2) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan
janin
3) Radiasi.
4) Toksik gravidarum.
5) Asfiksia dalam kandungan
6) Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun
7) Ibu mengalami kejang
8) Pendarahan trimester ketiga
9) Trauma

UNIVERSITAS INDONESIA 15
10) Dissmenated intravascular oagulation oleh karena kematian
prenatal pada salah satu bayi kember
11) Keracunan saat hamil dan kontaminasi oleh rokok dan
alkohol
b. Natal, yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy
mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.
1) Anoksia / hipoksia.
Terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus
lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan
alat bantu tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
2) Perdarahan intra cranial (otak).
Pendarahan batang otak, terjadi gangguan pernapasan dan
gangguan sirkulasi menyebabkan anoksia. Pendarahan pada
ruang subarachnoid, terjadi penyumbatan LCS menyebabkan
hidrosefalus. Pendarahan pada ruang subdural, terjadi
tekanan pada korteks serebri menyebabkan kelumpuhan
spastis.
3) Ikterus. Kerusakan jaringan otak karena bilirubin. Gangguan
pada ganglia basalis akibat masuknya bilirubin. Pada
inkompatibel golongan darah (pada RH).
4) Prematuritas.
5) Meningitis Purulenta Pada masa bayi.
6) Kelahiran sungsang
c. Postnatal
Post natal dimulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau
sampai 5 tahun kehidupan, atau sampai 16 tahun. Setiap kerusakan
pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan. Berikut
penyebab cerebral palsy post natal:
1) Trauma kapitis.
2) Infeksi
3) Kern icterus

UNIVERSITAS INDONESIA 16
2. Meningitis

Etiologi infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :


a. Neonatus (usia <3 bulan)
Escherichia coli Streptococcusgrup B; Listeria monocytogenes
b. Bayi dan anak (usia >3 bulan)
S. pneumonia; N. meningitidis; H. influenzae
c. Dewasa usia <50 tahun (imunokompeten)
S. pneumonia; N. meningitidis
d. Dewasa usia >50 tahun
S. pneumonia; N. meningitidis; Listeria monocytogenes
e. Fraktur kranium/pasca-bedah saraf
Staphylococcus epidermidis; Staphylococcus aureus; bakteri gram
negatif (Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, E. coli);
Streptococcusgrup A dan D; S. pneumonia; H. infl uenzae
f. Kebocoran CSS
Bakteri gram negatif; S. pneumonia
g. Kehamilan
Listeria monocytogenes
h. Imunodefi siensi
Listeria monocytogenes; bakteri gram negatif; S. pneumonia;
Pseudomonas aeruginosa; Streptococcus grup B; Staphylococcus
aureus

E. PATOFISIOLOGI

1. Cerebral Palsy
a. Prematuritas
Otak bayi prematur rentan terhadap dua patologi utama yaitu
intraventricular hemorrhage (IVH) dan periventricular
leukomalacia (PVL). Meskipun kedua patologi meningkatkan
risiko Cerebral Palsy, PVL lebih erat terkait dengan CP dan
merupakan penyebab utama pada bayi prematur. Istilah PVL
menggambarkan white matter pada otak di daerah periventrikel

UNIVERSITAS INDONESIA 17
yang belum berkembang atau rusak (leukomalasia). Baik IVH
dan PVL menyebabkan CP karena traktus kortikospinalis, terdiri
dari akson motorik, yang melalui daerah periventrikular.
b. Intraventricular Hemorraghe
IVH adalah perdarahan dari matriks subependymal (asal usul
sel otak janin) ke dalam ventrikel otak. Pembuluh darah di
sekitar ventrikel berkembang di akhir trimester ketiga, sehingga
bayi prematur memiliki pembuluh darah periventrikel yang
belum berkembang, sehingga meningkatkan risiko IVH. Risiko
CP meningkat dengan tingkat keparahan IVH.
c. Intraventricular Leukomalacia
Intraventricular hemorrhage (IVH) adalah faktor risiko dari
Periventricular leukomalacia (PVL), tetapi PVL adalah proses
patologi yang terpisah. Patogenesis PVL muncul dari 2 faktor
penting yaitu Hipoksia dan Infeksi.
d. Hipoksia
White matter periventrikular otak neonatal dipasok oleh
segmen arteri serebral distal yang berdekatan. Meskipun aliran
darah kolateral dari dua sumber arteri melindungi area ketika
satu arteri diblokir (misalnya, stroke thromboembolic), zona
batas air ini rentan terhadap kerusakan dari penurunan aliran
darah otak di otak secara keseluruhan (hipoperfusi). Karena bayi
prematur dan bahkan neonatal memiliki aliran darah serebral
yang rendah, white matter periventrikel rentan terhadap
kerusakan iskemik. Regulasi aliran darah serebral biasanya
melindungi otak janin dari hipoperfusi, tetapi terbatas pada bayi
prematur karena mekanisme vasoregulasi yang belum matang
dan keterbelakangan otot polos arteriol.
e. Infeksi
Proses ini melibatkan aktivasi sel mikroglase (makrofag
otak) dan pelepasan sitokin, yang menyebabkan kerusakan pada
tipe sel tertentu di otak berkembang yang disebut Oligodendosit.

UNIVERSITAS INDONESIA 18
Oligodendosit adalah jenis sel otak yang mendukung yang
membungkus neuron untuk membentuk selubung mielin, yang
penting untuk perkembangan white matter. Infeksi intrauterin
mengaktifkan sistem kekebalan janin, yang menghasilkan
sitokin (misalnya, interferon γ dan TNF-α) yang beracun bagi
Oligodendosit yang belum membentuk selubung myelin.
Oligodendosit yang belum membentuk selubung myelin
memiliki pertahanan yang belum matang terhadap spesies
oksigen reaktif (misalnya, produksi glutathione yang rendah,
antioksidan penting). IVH dihipotesiskan menyebabkan PVL
karena darah yang kaya zat besi menyebabkan konversi hidrogen
peroksida yang diperantarai oleh zat besi menjadi radikal
hidroksil, berkontribusi terhadap kerusakan oksidatif otak.
f. Meningitis
Proses inisial dari infeksi TB adalah masuknya basil TB ke
dalam paru melalui inhalasi droplet yang infeksius yang
kemudian difagositosis oleh makrofag alveolar. Makrofag
kemudian mengaktivasi kaskade inflamasi yang menghasilkan
perlindungan imunitas dan pembentukan dari kompleks primer.
Pada saat yang bersamaan, terjadi bakteremia yang dapat
menyebabkan diseminasi M.tuberculosis ke daerah lain yang
jauh dari paru. Target penyebaran hematogenous terjadi paling
sering pada daerah tubuh dengan kadar oksigen yang tinggi,
termasuk otak. Interaksi kompleks antara faktor kekebalan
pejamu dan faktor virulensi M. tuberculosis merupakan hal yang
menentukan apakah diseminasi basil TB menyebabkan penyakit
klinis atau tidak. Kemudian, diseminasi tersebut menyebabkan
pembentukan fokus tuberkuloma (Rich focus) di parenkim otak
maupun meninges. Ruptur dari fokus inilah yang menyebabkan
diseminasi basil TB ke dalam rongga subaraknoid sehingga
terjadi peradangan difus pada meninges. Mekanismebagaimana
M.tuberculosis dapat menginvasi sawar darah otak (Blood Brain

UNIVERSITAS INDONESIA 19
Barrier/BBB) masih belum diketahui secara pasti. Kemudian,
eksudat inflamasi dapat terbentuk dan menyebabkan hambatan
sirkulasi dan reabsorpsi dari likuor cerebrospinalis (LCS) dan
sehingga menyebabkan hidrosefalus, iskemia, dan infark. Selain
itu pula, juga terjadi vaskulitis yang dapat menyebabkan infark
dan berujung pada kerusakan neurologis yang permanen.
Berbeda dengan meningitis bakterialis dimana proses
penyakitnya hanya terjadi di rongga subaraknoid, proses
penyakit pada TBM seringkali juga menginvasi pia mater,
jaringan ependyma, dan parenkim otak sehingga terjadi
meningoensefalitis.

UNIVERSITAS INDONESIA 20
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa

BTA masuk tubuh



Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain
Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS

UNIVERSITAS INDONESIA 21
F. GMFCS UNTUK CEREBRAL PALSY

Sistem klasifikasi fungsi motorik kasar bagi anak cerebral palsy


berdasarkan gerakan inisiatif sendiri, dengan menitikberatkan pada
gerakan duduk, berpindah, dan bergerak. Saat menentukan 5 level
sistem klasifikasi, kriteria utama kami adalah pembedaan antar level
harus memiliki makna dalam kehidupan sehari-hari. Pembedaan
tersebut berdasarkan keterbatasan fungsi, kebutuhan peralatan yang
mampu dipegang tangan untuk bergerak (seperti walker, kruk, atau
tongkat) atau alat gerak yang menggunakan roda, dan untuk kondisi
yang tidak atau kurang mampu bergerak, dilihat dari kualitas gerakan.
Pembedaan antara level I dan II tidak disebutkan sebagai suatu
perbedaan antar level-level lainnya, khususnya untuk bayi berusia
kurang dari 2 tahun.

GMFCS yang lebih luas mencakup usia anak yang berkisar


antara 12-18 tahun dan menekankan pada konsep yang sesuai dengan
klasifikasi fungsi, kecacatan, dan kesehatan internasional (ICF) dari
WHO. Kami menyarankan pengguna agar lebih memahami dampak
lingkungan dan faktor pribadi yang mungkin dialami anak-anak pada
saat mereka di observasi. Fokus dari GMFCS adalah menentukan level
terbaik yang mewakili kemampuan anak dan remaja saat ini dan
keterbatasan pada fungsi motorik kasar. Penitik-beratan terletak pada
kinerja yang biasa terlihat di rumah, sekolah dan kehidupan
bermasyarakat (contohnya apa yang mereka lakukan), daripada apa
yang terbaik yang mampu mereka lakukan. Hingga penting untuk meng-
klasifikasikan kinerja saat ini berdasarkan fungsi motorik kasar dan
tidak memasukkan penilaian mengenai kualitas gerakan atau pun
prognosis dari gerakan tersebut.

UNIVERSITAS INDONESIA 21
GMFCS untuk umur 2-4 tahun :
1. LEVEL I: anak duduk dilantai dengan kedua tangan bebas
bergerak untuk memanipulasi objek. Pergerakan dari posisi
duduk dilantai sendiri dan berdiri dilakukan tanpa bantuan orang
dewasa. Anak-anak berjalan dan melakukannya sebagai metode
mobilitas tanpa membutuhkan alat bantu apapun.
2. LEVEL II: anak-anak mampu duduk dilantai namun mengalami
kesulitan dengan keseimbangan saat kedua tangannya bergerak
bebas memanipulasi objek. Posisi mendudukkan diri dilakukan
tanpa bantuan orang dewasa. Anak mampu bertolak untuk
berdiri pada permukaan yang datar. Anak mampu merangkak
dengan tangan dan lutut dengan pola berbalas, merambat
berpegangan pada perabotan rumah tangga dan berjalan
menggunakan bantuan alat bantu mobilitas.
3. LEVEL III: anak mampu duduk dilantai dengan posisi kaki
seperti huruf W (duduk antara pinggul yang menekuk dan
berputar secara internal dengan lutut) dan mungkin
membutuhkan banguan orang dewasa untuk benar-benar duduk.
Anak merayap bertumpu pada perut dan merangkak dengan
tangan dan lutut (seringkali tanpa gerakan berbalas pada kaki)
sebagai metode utama yang mereka pilih untuk bergerak
mandiri. Anak mampu bertolak untuk berdiri pada permukaan
yang datar dan merambat jarak dekat. Anak mungkin dapat
berjalan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu gerak yang
digenggam (walker) dan membutuhkan bantuan orang dewasa
untuk mengarahkan dan berputar menggunakan alat tersebut.
4. LEVEL IV: anak mampu duduk dilantai apabila diletakkan,
namun tak mampu menjaga kesejajaran dan keseimbangan
tanpa bantuan tangan mereka untuk menyokong posisi duduk.
Anak seringkali menggunakan alat bantu yang disesuaikan
untuk duduk ataupun berdiri. Gerak mandiri untuk jarang dekat
(dalam ruangan) dapat ditempuh dengan berguling, merayap di

UNIVERSITAS INDONESIA 22
atas perut, atau merangkak menggunakan tangan dan lutut tanpa
gerakan kaki berbalas.
5. LEVEL V: kerusakan fisik membatasi kontrol gerak dan
kemampuan untuk menjaga postur kepala dan alat gerak tubuh
bagian atas yang melawan gravitasi semua fungsi motorik
terbatas. Keterbatasan fungsi duduk dan berdiri tidak
sepenuhnya teratasi dengan peralatan yang telah disesuaikan
atau dengan bantuan teknologi. Pada Level V, anak tidak
memiliki keinginan bergerak mandiri dan dipindahkan orang
dewasa. Beberapa anak mampu bergerak mandiri dengan
menggunakan kursi roda listrik yang telah disesuaikan secara
ekstensif.

Pada kasus ini pasien termasuk dalam GMFCS Level V

G. MANIFESTASI KLINIS CEREBRAL PALSY

1. Cerebral Palsy spastik


Merupakan bentuk Cerebral Palsy terbanyak (70-110%).
Pada kondisi ini, otot mengalami kekakuan dan secara permanen
akan mengalami kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, ketika penderita berjalan, kedua tungkai tampak bergerak
kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik ritme
berjalan, yang dikenal dengan gait gunting (scissors gait).

UNIVERSITAS INDONESIA 23
Anak dengan spastik quadriplegi salah satu tipe Cerebral
Palsy yang merupakan kondisi dimana adanya kerusakan pada
sistem saraf bagian traktus piramidalis. Pada Cerebral Palsy spastik
quadriplegi semua ekstremitas terkena. Cerebral Palsy spastik
dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:
a. Monoplegi : Satu ekstremitas saja, biasanya lengan.
b. Diplegia : Mengenai keempat ekstremitas. Tungkai
lebih berat dari lengan.
c. Triplegia : Mengenai tiga ekstremitas. Paling
banyak mengenai kedua lengan dan satu tungkai.
d. Quadriplegia : Keempat ekstremitas terkena dengan
derajat yang sama.
e. Hemiplegia : Mengenai salah satu sisi dari tubuh.

2. Cerebral Palsy atetoid

Bentuk Cerebral Palsy ini memiliki karakteristik: penderita


tidak bisa mengendalikan gerakan menggeliat dan gerakannya lamban.
Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan
pada sebagian besar kasus , otot dan lidah. Akibatnya, anak tampak
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita juga
mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria), Cerebral
Palsy atetoid terjadi pada 11-19% penderita Cerebral Palsy.

3. Cerebral Palsy ataksid

Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan


dan koordinasi gerakan. Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki
terbuka lebar dan meletakkan kedua kaki dengan posisi saling
berjauhan. Penderita juga kesulitan melakukan gerakan cepat dan tepat,
misalnya menulis dan mengancingkan baju. Mereka juga gemetaran.

UNIVERSITAS INDONESIA 24
4. Cerebral Palsy campuran

Kondisi ini sering ditemukan pada seorang penderita. Biasanya


penderita memiliki lebih dari satu bentuk Cerebral Palsy. Bentuk campuran
yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid. Tetapi, kombinasi
lainnya juga mungkin dijumpai.

Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita


untuk melakukan aktivitas normal:

a. Derajat I
Tidak terdapat keterbatasan dalam berjalan.
b. Derajat II
Berjalan tenpa alat bantu, keterbatasan
dalam berjalan di luar rumah dan di
lingkungan masyarakat.
c. Derajat III
Berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam
berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
d. Derajat IV
Kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan
alat bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar
rumah dan di lingkungan masyarakat (seperti: kursi roda
dan skuter).
e. Derajat V
Kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun
sudah menggunakan alat bantu canggih.

H. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY

Informasi prognosis dapat dikumpulkan dengan berbagai cara.


Prognosis berbeda untuk setiap orang, tergantung pada tingkat keparahan
gangguan tersebut. Meskipun CP bukan merupakan kondisi progresif dan
banyak anak dapat menjalani kehidupan yang produktif dan memuaskan,
ada faktor-faktor tertentu yang setiap orang tua harus mempertimbangkan

UNIVERSITAS INDONESIA 25
ketika berhadapan dengan prognosis dan harapan hidup gangguan dengan
spektrum gejala yang luas.
Berikut ini hal-hal yang dapat menentukan prognosis berjalan pada
anak Cerebral Palsy :
1. Duduk sebelum usia 2 tahun
Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa apabila penderita mampu
duduk stabil sebelum umur 2 tahun, maka diperkirakan penderita
dapat berjalan dengan atau tanpa alat bantu. Meskipun anak belum
mampu duduk pada usia 2 tahun tidak menghilangkan prognosis
untuk dapat berjalan di kemudian hari tetapi kemungkinan tersebut
menjadi lebih kecil. Kemampuan duduk dapat dijadikan sebagai
indikator untuk mampu berjalan karena untuk duduk diperlukan
keseimbangan dan mengontrol posisi tubuh agar tetap pada posisi
tegak.
2. Intervensi dini
Pemberian terapi sejak dini dengan dosis yang tepat dan adekuat juga
berpengaruh terhadap prognosis pasien.
3. Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal dan bersosialisasi terutama keluarga
sangat memengaruhi perkembangan pasien. Dukungan mental yang
diberikan keluarga kepada pasien sangat diburuhkan sehingga pasien
bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan terapi juga
menumbuhkan rasa percaya diri pasien.
4. Spastisitas
Anak dengan tipe spastik hemiplegi akan dapat berjalan, anak
dengan tipe spastik diplegi (85%) dapat berjalan, dan anak dengan
spastik (quadriplegi) kurang dapat berjalan.
5. Kognitif
Gangguan fungsi intelegensi menyebabkan keterbatasan dalam
aktifitas dapat melakukan aktifitas dengan atau tanpa alat bantu,
berbicara susah sampai normal dan dapat menggunakan tangan
secara normal sampai membutuhkan bantuan.

UNIVERSITAS INDONESIA 26
6. Kondisi muskuloskeletal
Kontraktur, skoliosis yang disebabkan karena perbedaan panjang
tungkaimenyebabkan anak tidak dapat berjalan dengan baik.
7. Masalah makan
Anak-anak yang mampu memberi makan dirinya sendiri jauh lebih
mungkin memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan
mereka yang bergantung pada orang lain untuk nutrisi. Anak-anak
dengan CP yang tidak bisa makan sendiri kadang-kadang rentan
terhadap kekurangan gizi. Selain itu, sebagian besar anak yang
membutuhkan bantuan makan mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan, menyebabkan tersedak, radang paru-paru, radang paru-
paru, dan serangkaian masalah kesehatan berbahaya lainnya.

UNIVERSITAS INDONESIA 27
I. TEKNOLOGI FISIOTERAPI PADA CEREBRAL PALSY

1. NEURO DEVELOPMENT TREATMENT


Neuro Development Treatment (NDT) atau sering dikenal dengan
bobath merupakan suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha
Bobath pada tahun 1940. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani
gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Penanganan harus
dimulai secepatnya, sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan, walaupun
sesungguhnya masih efektif digunakan pada usia yang lebih tua, namun
ketidaknormalan akan semakin tampak seiring dengan bertambahnya usia
anak dengn cerebral palsy. Tujuan konsep NDT pada umumnya adalah
memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal dan
mengajarkan postur dan pola gerak normal.15
a. Teori Dasar NDT
1) Pengertian bahwa manusia itu dipengaruhi oleh sistem-sistem
yang berbeda (otot, tulang, paru, jantung, hormon, saraf dan
sebagainya) yang bekerja dibawah komando otak.
2) Pentingnya mengerti bagaimana perkembangan anak dan
bagaimana anak bergerak, sehingga terapis dapat membuat
rencana treatment sesuai dengan gangguan geraknya.
3) Anak CP mempunyai banyak kesulitan
4) Treatment dimulai dengan asesmen dan treatmen difokuskan
pada kemandirian gerak.10
b. Prinsip NDT
1) Anak sebagai manusia seutuhnya
2) Intervensi bersifat individual, mengacu pada :
a) Masalah geraknya
b) Personality, keluarga dan budaya
3) Asesmen rutin setiap akan treatmen
4) Kesempatan anak bergerak aktif selama treatment
5) Handling
6) Mengembangkan komponen gerak dengan bantuan furniture
dan equipmen

UNIVERSITAS INDONESIA 49
7) Mengacu pada tumbuh kembang normal
8) Prinsip motor learning dan motor control
9) All day managemen
10) Team approach
8. Konsep Metode Bobath

TONE INFLUENCE PATTERNS


t
TIPs

Develop Function Skill Fasilitatie


Play, ADL Normal Reaction

Key point of Control

Develop Movement

Sequences
Balance & Protective Reaction

2. TONE INFLUENCE PATTERNS (TIPs)


Suatu usaha untuk mengurangi aktifitas reflex, reaksi assosiasi,
involuntary movement dan untuk mengatasi tonus postural abnormal
dengan menggunakan inhibisi, stimulasi sehingga dapat dilakukan fasilitasi
untuk mencapai :
a. Gambaran postur yang lebi normal untuk bergerak
b. Membangun reaksi righting dan equilibrium
c. Membangun pattern gerakan yang fundamental yang lebih kearah
aktifitas yang terampil, berfungsi dan bertujuan.

Tone Inhibiting Pattern’s terdiri dari :

a. Inhibisi
Digunakan untuk mengurangi bentuk-bentuk aktifitas
reflex, reaksi asosiasi, involuntary movement dan untuk
mengatasi tonus postural yang abnormal.

UNIVERSITAS INDONESIA 50
b. Stimulasi
Biasanya digunakan pada kasus fleksid, berupa : kompresi,
tapping, placing, holding.
c. Fasilitasi
Hal yang dilakukan untuk membuat anak :
1) Mencapai gambaran posturalyang normal untuk bergerak
2) Membangun reaksi rightingdan equilibrium
3) Membangun pattern gerakan yang fundamental yang lebih
kearah aktifitas yang terampil, berfungsi, dan bertujuan.

Tonus postural Abnormal

Pola gerakan / postur yang abnormal

TIPs

Neural Factor Non Neural Factor

Propriosepsi Taktil Biomekanik & persiapan otot

Gerakan dasar Menghasilkan tenaga yang lebih efisien

Tidak menimbulkan effort

Tonus Postural yang lebih normal

Gerakan Fungsional & kontrol postur

Yang lebih efisien & efektif

UNIVERSITAS INDONESIA 51
3. PRINSIP MOTOR CONTROL, MOTOR LEARNING DAN POSTURAL
CONTROL
a. Motor Control
Motor control adalah proses informasi suatu aktifitas yang
berpusat pada central nervous system (CNS) dengan tujuan
mengorganisasikan sistem musculoskeletal untuk membuat
koordinasi suatu gerakan. Motor Control merupakan nama dari
bidang yang berkembang dalam ilmu saraf dimana bidang ini
menganalisis bagaimana orang mengendalikan gerakan mereka.
Sebagai contoh mudah seperti meraih segelas kopi, yang
sebernarnya mempunyai komponen-komponen kompleks di
dalamnya. Motor control difokuskan pada kordinasi terhadap postur
dan gerakan melalui mekanisme serta perpaduan antara fisiologis
dan psikologis. Ada 6 tingkatan motor koordinasi dalam motor
control:
Level 1 : tingkatan pada neuron, merupakan organisasi neuromotor
yang relatif sederhana yaitu pada motor unit. Motor unit adalah
bagian yang mengubungkan motor neuron dan otot yang akan
dipersarafi.
Level 2 : tingakatan pada otot, merupakan tingkatan terjadinya
kontraksi dari sekelompok motor unit
Level 3 : tingkatan grup otot, merupakan tingkatan fungsi beberapa
kelompok otot yang melakukan kerja pada suatu sendi.
Level 4 : tingkatan organ (beberapa sendi dalam segmen tubuh),
merupakan bagian yang mengatur koordinasi gerakan pada setiap
sendi.
Level 5 : tingkatan sistem organ, merupakan kombinasi dari gerakan
yang teroganisir yang merupakan fungsi lokomotor.
Level 6 : tingkatan organism, merupakan tempat dari fungsi motorik
dalam konteks makhluk hidup. Pada tahap ini merupakan tahap
tertinggi dari koordinasi gerakan. Sistem sensorik memberikan
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan

UNIVERSITAS INDONESIA 52
Motor control memungkinkan tubuh kita untuk mengatur atau
mengarahkan mekanisme gerakan. Secara singkat, memungkinkan
tubuh kita untuk bergerak ketika kita membutuhkan mereka untuk
pergi, tanpa harus berpikir tentang hal itu. Ketika salah satu
menunjukan "normal" motor control, kita bisa berasumsi bahwa ia
memiliki otot yang normal.

b. Motor Learning

Motor learning adalah perubahan yang “relatif permanen”,


yang dihasilkan dari praktek atau pengalaman baru, dalam
kemampuan untuk merespon. Motor learning melibatkan kelancaran
dan ketepatan gerakan serta diperlukan untuk gerakan rumit seperti
berbicara, bermain piano dan memanjat pohon. Penelitian dalam
motor learning sering melibatkan beberapa variable yang
mendukung pembentukan program itu sendiri, yaitu sensitifitas pada
proses deteksi kesalahan dan kekuatan dari skema gerakan itu
sendiri.

Menurut Schmidt motor learning adalah serangkaian proses


internal berkaitan dengan praktek atau pengalaman yang akan
membentuk perubahan permanent relative terhadap kemampuan
untuk merespons. Jadi pengertian motor learning ini beraneka
ragam, dan berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dirumuskan
bahwa motor learning adalah suatu proses pembentukan sistematika
kognitif tentang gerak yang kemudian diaplikasikan dalam
psikomotor, mulai dari tingkat keterampilan gerak yang sederhana
ke keterampilan gerak yang kompleks sebagai gambaran fisiologis
yang dapat membentuk psikologis untuk mencapai otomatisasi
gerak.

c. Postural Control
Postural control adalah gerakan korektif yang diperlukan
untuk menjaga pusat gravitasi dalam basis dukungan. Yang

UNIVERSITAS INDONESIA 53
dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini adalah koordinasi dari rangka,
otot sensorik, dan sistem saraf pusat.
Kontrol postur meliputi control terhadap posisi tubuh dan
berfungsi ganda yaitu untuk stabilitas (keseimbangan) dan orientasi
(memelihara hubungan yang tepat antar segmen tubuh dan antara
tubuh dan lingkungan).
Prinsip dasar dari postural control antara lain :
1) Kemampuan melihat
2) Sistem vestibular
3) Sistem somatosensoris
4) Sistem muskuloskeletal

4. SENSORI INTEGRASI
Sensori integrasi merupakan proses mengenal, mengubah, dan
membedakan sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respons
berupa “perilaku adaptif bertujuan”. Pada tahun 1972, A. Jean Ayres
memperkenalkan suatu model perkembangan manusia yang dikenal
dengan teori sensori integrasi (SI). 11
Menurut teori Ayres, SI terjadi akibat pengaruh input sensori, antara
lain sensasi melihat, mendengar, taktil, vestibular, dan proprioseptif. Proses
ini berawal dari dalam kandungan dan memungkinkan perkembangan
respons adaptif, yang merupakan dasar berkembangnya ketrampilan yang
lebih kompleks seperti bahasa, pengendalian emosi, dan berhitung.
Adanya gangguan pada ketrampilan dasar menimbulkan kesulitan
mencapai ketrampilan yang lebih tinggi. Gangguan dalam pemrosesan
sensori ini menimbulkan berbagai masalah fungsional dan perkembangan,
yang dikenal sebagai disfungsi sensori integrasi. Pada keadaan gangguan
proses sensori, input sensori dari lingkungan dan dari dalam tubuh bekerja
secara masing-masing, sehingga anak tidak mengetahui apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan.
Tahapan proses sensori meliputi pengenalan (sadar adanya sensasi),
orientasi (memberikan perhatian pada sensasi), interpretasi (mengerti

UNIVERSITAS INDONESIA 54
makna informasi yang datang), dan organisasi (menggunakan informasi
untuk menghasilkan suatu respons). Respons yang dihasilkan dari
pemrosesan sensori dapat berupa perilaku emosi, respons motorik, atau
respons kognitif.
a. Dasar teori sensori integrasi
Asumsi dan postulat teori sensori integrasi dibentuk berdasarkan
penelitian neurofisiologi. Dasar teori sensori integrasi adalah adanya
plastisitas sistem saraf pusat, perkembangan yang bersifat progresif,
teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, respons adaptif, serta
dorongan dari dalam diri. Dasar rasional intervensi sensori integrasi
adalah :
1) konsep neuroplasitistas atau kemampuan sistem saraf untuk
beradaptasi dengan input sensori yang lebih banyak.
Pengalaman dan input sensori yang kaya akan memfasilitasi
perkembangan sinaptogenesis di otak.
2) Berdasarkan konsep progresif perkembangan, sensori integrasi
terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan
menguasai input sensori yang ia alami. Fungsi vestibular muncul
pada usia gestasi 9 minggu dan membentuk refleks Moro,
sedangkan input taktil mulai berkembang pada usia gestasi 12
minggu untuk ekplorasi tangan dan mulut. Sistem sensori akan
terus mengalami perkembangan sejalan dengan bertambahnya
usia anak.
3) Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses
sensori integrasi diyakini terjadi pada tingkat batang otak dan
subkortikal. Proses yang lebih tinggi di tingkat kortikal
diperlukan untuk perkembangan praksis dan produksi respons
adaptif. Proses pada tingkat kortikal bergantung pada adekuat
tidaknya fungsi dan organisasi pusat otak yang lebih rendah.
4) Konsep keempat teori sensori integrasi yang membedakannya
dari model perkembangan sensorimotor lain adalah stimulasi
sensori yang menekankan pencapaian respons adaptif. Respons

UNIVERSITAS INDONESIA 55
adaptif ini bervariasi pada setiap anak yang bergantung pada
tingkat perkembangan, derajat integrasi sensori, dan tingkat
ketrampilan yang tercapai sebelumnya. Respons adaptif
mencerminkan kemampuan anak menguasai tantangan dan hal-
hal baru.
5) Konsep kelima teori ini adalah dorongan untuk aktualisasi diri
yang menjadi hal terpenting dalam perkembangan sensori
integrasi. Dorongan dari dalam diri ini terwujud dalam bentuk
eksplorasi tanpa lelah dan kegembiraan saat anak berhadapan
dengan tantangan untuk mencapai suatu tujuan. Namun motivasi
internal ini kurang atau tidak dimiliki oleh anak dengan disfungsi
sensori integrasi.
b. Prinsip teori sensori integrasi
Terapi sensori integrasi menekankan stimulasi pada tiga indera
utama, yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori
ini memang tidak terlalu familiar dibandingkan indera penglihatan dan
pendengaran, namun sistem sensori ini sangat penting karena
membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan.
1) Sistem Taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang
dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak
terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan.
Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan
diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan
fungsi sehari-hari.
Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan
tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap
sentuhan berupa respons menarik diri saat disentuh, menghindari
kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai
baju tertentu, serta menggunakan ujung ujung jari, untuk
memegang benda tertentu.

UNIVERSITAS INDONESIA 56
Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi
diri atau menjadi iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi
kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu
obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak
mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda.
Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada
dalam bahaya.
2) Sistem Vestibular
Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal
semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta perubahan posisi
kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot,
keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Anak yang hipersensitif
terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight
sehingga anak takut atau lari dari orang lain. Anak dapat bereaksi
takut terhadap gerakan sederhana, peralatan bermain di tanah, atau
berada di dalam mobil. Anak dapat menolak untuk digendong atau
diangkat dari tanah, naik lift atau eskalator, dan seringkali terlihat
cemas. Anak yang hiposensitif cenderung mencari aktivitas tubuh
yang berlebihan dan disengaja, seperti bergelinding, berputar-
putar, bergantungan secara terbalik, berayun-ayun dalam waktu
lama, atau bergerak terus-menerus.
3) Sistem Proprioseptif
Sistem proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon, dan
ligamen, yang memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui
posisi dan gerakan tubuh. Pekerjaan motorik halus, seperti menulis,
menggunakan sendok, atau mengancingkan baju bergantung pada
sistem propriosepsif yang efisien. Hipersensitif terhadap stimulasi
proprioseptif menyebabkan anak tidak dapat menginterpretasikan
umpan balik dari gerakan dan mempunyai kewaspadaan tubuh
yang rendah. Tanda disfungsi sistem proprioseptif adalah
clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang aneh,
makan yang berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil,

UNIVERSITAS INDONESIA 57
seperti kancing. Hiposensitif sistem proprioseptif menyebabkan
anak suka menabrak benda, menggigit, atau membentur-benturkan
kepala
4) Bentuk stimulasi
a) Stimulasi Taktil : Menyentuh bubles, painting, bermain pasir,
mandi dengan sikat bertekstur.
b) Stimulasi Vestibular : Melompat di trampoline, berjalan diatas
papan, duduk diatas roller foam.
c) Stimulasi Proprioseptif : Merangkak, stress balls, bermain atau
bernyanyi sambil berdiri
5) Efektifitas terapi sensori integrasi
Terapi sensori integrasi memperlihatkan adanya manfaat
untuk anak dengan retardasi mental ringan, autisme, dan gangguan
pemrosesan sensori. Anak lebih berpartisipasi aktif pada kegiatan
di sekolah dan di rumah, serta interaksi sosial menjadi lebih baik

J. PROSES FISIOTERAPI PADA CEREBRAL PALSY

1. Anamnesis
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab
antara fisioterapis dengan narasumber. Dilihat dari segi pelaksanaannya
anamnesis dibagi menjadi:
a. Auto Anamnesis : Tanya jawab secara langsung fisioterapis
dengan anak
b. Allo Anamnesis : Tanya jawab secara langsung fisioterapis
degan keluarga anak atau orang terdekat anak.Dalam kasus ini,
fisioterapis melakukan allo anamnesis dengan ibu anak.
Anamnesis terbagi menjadi anamnesis umum dan anamnesis
khusus.
Anamnesis umum anak meliputi:

UNIVERSITAS INDONESIA 58
1) Data Identitas Pasien
Terdiri dari identitas lengkap anak yang bertujuan untuk
menghindari kesalahan dalam pemberian intervensi
fisioterapi. Dari identitas anak kita bisa lihat bagaimana hobi
anak agar kita bisa mengembalikan kemampuan fungsional
anak.Selain itu, kita juga bisa memperkirakaan keadaan
ekonomi dan pendidikan terakhir anak sehingga terapi bisa
menyesuaikan bagaimana memberikan edukasi sesuai latar
belakang anak.
a) Pengumpulan Data Identitas Pasien
(1) Nama Jelas
(2) Tempat & Tanggal Lahir
(3) Alamat
(4) Pendidikan terakhir
(5) Pekerjaan
(6) Hobi
(7) Diagnosis Medik

Anamnesis terapis khusus meliputi :


a. Pengumpulan Data Riwayat Penyakit Pasien
1) Keluhan Utama (KU)
Keluhan utama anak mengacu pada keluhan yang dirasa
anak sehingga akan menjadi goal dari intervensi yang
dilakukan fisioterapis.
2) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Berisi penjelasan mengenai riwayat penyakit anak
sekarang yang berhubungan dengan keluhan utama. RPS
terdiri dari apa yang pertama kali dikeluhkan oleh anak,
perjalanan penyakit sejak timbul keluhan sampai
tindakan sekarang, pengobatan yang pernah diberikan
sebelumnya, proses perkembangan penyakit, masa
waktu sakit, lokasi penyakit atau keluhan yang

UNIVERSITAS INDONESIA 59
menyertainya, apa saja keterbatasan fungsional yang
dialami anak sejak sakit dan aktivitas yang sudah tidak
bisa dilakukan sejak sakit serta penjelasan mengenai
riwayat kelahiran anak yang meliputi:
3) Riwayat Prenatal
Mencakup usia ibu saat hamil, kehamilan direncanakan
atau tidak, rutin kontrol ke dokter atau bidan, ketika
hamil pernah mengalami trauma, perdarahan, dan
menderita penyakit lainnya sampai dirawat atau tidak,
mengkonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan tidaknya,
dan aktivitas saat hamil.
4) Riwayat Natal
Mencakup usia kehamilan, lahir normal atau caesar,
ditolong oleh siapa dan dimana, langsung menangis atau
tidak, berat badan lahir, panjang badan lahir, saat lahir
apakah anak berwana biru atau kuning tidak.Bayi yang
berwana biru adalah bayi yang memiliki semburat biru di
kulit mereka (sianosis) yang disebabkan oleh kekurangan
oksigen dalam darah arteri. Bayi yang berwarna kuning
adalah bayi yang memiliki hiperbilirubin.
5) Riwayat Post Natal
Mencakup pernah kejang atau tidak, pernah jatuh atau
tidak dan anak biru atau kuning tidak
6) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat penyakit yang berhubungan tidak langsung
ataupun tidak berhubungan sekali dengan keluhan
utama.
7) Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat penyakit keturunan atau riwayat penyakit yang
sama seperti anak yang diderita oleh keluarganya.
8) Riwayat Psikososial

UNIVERSITAS INDONESIA 60
Riwayat kehidupan anak di keluarga dan lingkungan
meliputi diasuh oleh siapa, jumlah anggota keluarga,
situasi keluarga yang menghambat aktifitas, pendidikan
terakhir orangtua, pekerjaan orangtua, tanggungan
biaya, dan riwayat anggota keluarga lain.
9) Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat tumbuh kembang normal anak meliputi:
a) Motorik kasar

Motorik kasar adalah kemampuan gerak


tubuh yang menggunakan otot-otot besar,
sebagian besar atau seluruh anggota tubuh
motorik kasar diperlukan agar anak dapat duduk,
menendang, berlari, naik turun tangga dan
sebagainya.Gerakan motorik kasar adalah
kemampuan yang membutuhkan koordinasi
sebagian besar bagian tubuh anak.Gerakan
motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot
besar seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh
tubuh anak.gerakan motorik kasar adalah
kemampuan yang membutuhkan koordinasi
sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan
motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot
besar seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh
tubuh anak.

b) Motorik halus
Gerakan motorik halus mempunyai peranan
yang sangat penting, motorik halus adalah
gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot
kecil. Oleh karena itu gerakan didalam motorik

UNIVERSITAS INDONESIA 61
halus tidak membutuhkan tenaga akan tetapi
membutuhkan koordinasi yang cermat serta teliti.
Fase perkembangan dan pertumbuhan motorik
kasar dan halus anak dapat dilalui pada saat usia
anak berapa tahun, apakah sama dengan teman
seusianya. Perbedaan fase perkembangan dan
pertumbuhan anak pada saat sebelum kejang atau
sesudah kejang.

c) Bahasa
Fase riwayat bicara anak pertamakali pada
usia berapa, sekarang sudah bisa bicara apa dan
mulai bisa mengintreprestasikan kalimat
sederhana menjadi kalimat kompleks.

d) Personal sosial
Fase perkembangan anak seperti membalas
senyum, meraih mainan, bersalaman, mengerti
instruksi .

e) Riwayat makan
Riwayat makan dan minum anak apakah
minum ASI, susu, bubur atau nasi. Dengan
menggunakan dot, sendok atau OGT.Cara
anaknya dengan pegang botol sendiri, dipegang
orang lain, disuapin atau makan sendiri.Adapun
tumbuh kembang normal dapat dilihat
berdasarkan grafik.Denver II terlampir.

2. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Umum
1) Cara Datang
Fisioterapis menilai bagaimana cara datang anak, apakah
digendong, menggunakan alat bantu atau mandiri.

UNIVERSITAS INDONESIA 62
2) Kesadaran
a) Compos Mentis adalah kesadaran penuh, sadar sepenuhnya, anak
dapat menjawab pertanyaan fisioterapis dengan baik.
b) Apatis adalah keadaan dimana anak terlihat mengantuk tetapi
mudah dibangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran, serta
perabaan normal.
c) Somnolen adalah kesadaran menurun, respon psikomotor lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) dengan memberi jawaban verbal tetapi
jatuh tertidur lagi bila rangsangan berhenti.
d) Delirium adalah kesadaran menurun, peningkatan aktivitas
psikomotorik abnormal, gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
e) Sopor adalah sudah tidak mengenali lingkungan, kantuk
meningkat, dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat tapi
kesadaran menurun.
f) Soporkoma adalah keadaan seperti tertidur lelap. Refleks motoris
terjadi hanya bila dirangsang nyeri.
g) Koma adalah tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea).
3) Kooperatif atau tidak kooperatif
Kooperatif berarti anak mampu menanggapi perintah fisioterapis
dengan jelas.
4) Lingkar Kepala
Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui
perkembangan otaknya.Meskipun ukuran lingkar kepala anak tidak
berpengaruh pada tingkat kecerdasannya, namun ukuran lingkar
kepala berkaitan dengan volume otaknya apakah hidrosepalus atau
tidaknya. Lingkar kepala anak akan bertambah sesuai dengan usia dan
juga dipengaruhi oleh jenis kelamin.Berikut lingkar kepala normal
pada anak laki-laki dan perempuan.

UNIVERSITAS INDONESIA 63
Lingkar kepala normal anak laki-laki

Sumber :http://hilal-setyawan.blogspot.co.id/2013/06/kumpulan-
lembar-ddtk-dan-ddst.html
Lingkar kepala normal anak perempuan

Sumber :http://irapanussa.blogspot.co.id/2015/12/pemeriksaan-
neurologi-pada-bayi-dan-anak.html

5) Nadi
Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan
fisik yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa keras jantung
bekerja.Pengukuran denyut jantung dengan meletakkan dua atau tiga

UNIVERSITAS INDONESIA 64
jari (bukan ibu jari) tepat pada radialis, brachialis, karotis, poplitea,
dan pedis. Frekuensi denyut nadi normal :
Nadi normal

Usia Denyut Nadi

1 minggu 100 - 140 kali/menit

2 - 8 minggu 90 - 130 kali/menit

3 - 12 bulan 90 - 130 kali/menit

1 - 6 tahun 75 - 115 kali/menit

7 - 12 tahun 70 - 80 kali/menit

Tabel 2. 1 Nadi Normal

Sumber : Riskesdas. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan.


Jakarta:2007

6) Frekuensi Napas
Frekuensi napas adalah jumlah seseorang mengambil napas per
menit. Dalam proses ini anak tidak diperintah untuk bernapas.
Fisioterapis menghitung frekuensi napas tanpa diketahui anak.
Frekuensi Napas Normal

Usia Pernapasan

1 minggu 30 - 60 kali/menit

2 - 8 minggu 30 - 40 kali/menit

3 - 12 bulan 20 - 30 kali/menit

1 - 6 tahun 19 - 29 kali/menit

UNIVERSITAS INDONESIA 65
7 - 12 tahun i. - 20 kali/menit

Tabel 2. 2: Pernapasan Normal

Sumber : Riskesdas. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan.


Jakarta: 2007

7) Status Gizi
Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit,
konjungtiva mata, dan proporsi tubuh.

8) Suhu
Suhu anak diperiksa melalui palpasi fisioterapis.Suhu dinyatakan
dalam afebris dan febris.Afebris adalah suhu anak yang
normal.Sedangkan febris merupakan suhu anak yang tidak normal
(panas).

b. Pemeriksaan Khusus
1) Pengamatan posisi dan pola gerak
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada
tidaknyaasimetris, posisi dan gerakan yang
abnormal.Pengamatan posisi dilakukan pada saat terlentang,
berguling, telungkup, merayap, duduk, ke duduk, berdiri, ke
berdiri, dan berjalan.Pengamatan posisi anak dilakukan sesuai
dengan kemampuan anak.Setiap posisi memiliki
komponennya masing - masing.

a) Telentang
(1) Gerakannya
Aktif, simultan, atau kecenderungan posisinya
(2) Posisi kepala
Bergerak bebas atau tidaknya
(3) Posisi trunk
Simetris atau tidak simetris

UNIVERSITAS INDONESIA 66
(4) Posisi shoulder
Protraksi atau retraksi
(5) Posisi elbow
Fleksi, ekstensi, pronasi, atau supinasi
(6) Posisi wrist
Deviasi ulnar, radial, fleksi atau ekstensi
(7) Posisi finger
Fleksi atau ekstensi
(8) Posisi hip
Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal rotasi,
atau internal rotasi
(9) Posisi knee
Fleksi atau hiperekstensi
(10) Posisi ankle
Dorsi fleksi, plantar fleksi, eversi atau inversi
b) Berguling
Komponen yang dilihat

(1) Via shoulder atau via hip


(2) Rotasi trunk
Perputaran pada trunk ada, minimal atau tidaknya
(3) Head control
Kemampuan mempertahankan arah gerakan kepala
(4) Forearm support
Kemampuan menumpu pada lengan
c) Telungkup
Komponen yang dilihat

(1) Head lifting


Kemampuan mengangkat kepala anak

(2) Head control


Kemampuan kepala anak mengikuti arah gerakan

UNIVERSITAS INDONESIA 67
(3) Forearm support
Kemampuan menumpu pada lengan

(4) Hand support


Kemampuan menumpu pada tangan

(5) Posisi trunk


Simetris atau tidak

(6) Posisi hip


Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal rotasi,
atau internal rotasi

(7) Posisi knee


Fleksi atau hiperekstensi

(8) Posisi ankle


Dorsi fleksi, plantar fleksi, eversi atau inversi

d) Merayap
(1) Gerakannya
Simultan atau dengan kecenderungan gerakan

(2) Head control


Kemampuan kepala anak mengikuti arah gerakan

(3) Forearm support


Kemampuan menumpukan pada lengan

(4) Rotasi trunk


Perputaran pada trunk ada, minimal atau tidaknya

e) Duduk
(1) Fiksasi
Bila diposisikan duduk, fiksasi fisioterapisnya
dimana

(2) Posisi

UNIVERSITAS INDONESIA 68
Posisinya duduk, bersila, long sitting, atau bersimpuh

(3) Head lifting


Kemampuan mengangkat kepala anak

(4) Head control


Kemampuan kepala anak mengikuti arah gerakan

(5) Trunk control


Kemampuan menumpu pada trunk

(6) Hand support


Kemampuan menumpu pada tangan

(7) Posisi trunk


Simetris atau tidak

(8) Weight bearing


Kemampuan menumpu berat badan

(9) Protective reaction


Kemampuan menjaga agar tidak jatuh

(10) Sitting balance


Kemampuan menjaga keseimbangan saat duduk

f) Ke duduk
(1) Posisi awalnya
Dari posisi awal telungkup atau telentang

(2) Forearm support


Kemampuan menumpukan pada lengan

(3) Hand support


Kemampuan menumpu pada tangan

(4) Rotasi trunk


Perputaran pada trunk ada, minimal atau tidaknya

UNIVERSITAS INDONESIA 69
(5) Transfer weight bearing
Kemampuan perpindahan tumpuan berat badan

g) Berdiri
(1) Fiksasi
Bila diposisikan berdiri, fiksasi fisioterapisnya
dimana
(2) Head lifting
Kemampuan mengangkat kepala anak
(3) Head control
Kemampuan kepala anak mengikuti arah gerakan
(4) Trunk control
Kemampuan menumpu pada trunki
(5) Posisi shoulder
Protraksi atau retraksi
(6) Posisi trunk
Simetris atau tidak simetris
(7) Posisi elbow
Fleksi, ekstensi, pronasi, atau supinasi
(8) Posisi wrist
Deviasi ulnar, radial, fleksi atau ekstensi
(9) Posisi finger
Fleksi atau ekstensi
(10) Posisi hip
Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal rotasi,
atau internal rotasi
(11) Posisi knee
Fleksi atau hiperekstensi
(12) Posisi ankle
Dorsi fleksi, plantar fleksi, eversi atau inversi
(13) Weight bearing
Kemampuan menumpu berat badan
(14) Protective reaction

UNIVERSITAS INDONESIA 70
Kemampuan menjaga agar tidak jatuh
(15) Standing balance
Kemampuan menjaga keseimbangan saat berdiri

h) Ke berdiri
(1) Posisi awalnya
Posisi awalnya apakah dari jongkok, duduk di kursi
pendek, duduk di kursi lebih tinggi, berlutut, atau
duduk bersila di lantai
(2) Pola gerakan
Pola gerakannya apakah kedepan lalu keatas
(3) Transfer weight bearing
Kemampuan perpindahan tumpuan berat badan
2) Spastisitas
Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat
tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi
pada Upper Motor Neuron. Membentuk ekstrimitas pada posisi
ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada
kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran dapat
menggunakan ashworth.

Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)

0 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.


1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal di
akhir Lingkup Gerak Sendi.
1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari
½ Lingkup Gerak Sendi.

2 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh Lingkup


Gerak Sendi, namun masih bisa digerakkan

3 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif


sulit dilakuakan.

UNIVERSITAS INDONESIA 71
4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu
posisi.

UNIVERSITAS INDONESIA 72
3) Tes Ankle Clonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini
disebut klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba,
dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum selesai
pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit Sistem
Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat
di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi
berulang-ulang.

4) Tes Tightness
a) Pemeriksaan tightness pada m. hamstring
Posisi os : terlentang
Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip pada
sisi kontralateral terangkat.
b) Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas
Posisi os : telungkup
Tatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi.
c) Pemeriksaan tightness tendon achilles
Posisi os : terlentang
Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit
didosi fleksikan.
5) Pemeriksaan 7 Refleks
Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan.
Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia
kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks meliputi

a) ATNR atau Asymetrical Tonic Reflex


Lokasi :brainstem
Muncul saat usia : 2 bulan
Hilang saat usia : 4 bulan
Cara pemeriksaaan : anak terlentang dengan posisi kepala
pada midline, kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi.

UNIVERSITAS INDONESIA 59
Positif jika elbow dan knee pada ipsilateral fleksi, dan pada
sisi kontralateral: shoulder abduksi, elbow ekstensi.
b) STNR atau Symetrical Tonic Neck Reflex
Lokasi : brainstem
Muncul saat usia : 4 sampai 6 bulan
Hilang saat usia : 10 bulan
Cara pemeriksaaan : anak telungkup dipangkuan
pemeriksa. Kemudian kepala anak difleksikan atau
diekstensikan. Positif jika saat kepala difleksikan, maka
kedua lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Positif jika saat
kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan tungkai
fleksi.
c) Neck Righting
Lokasi : Midbrain
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 4 sampai 6 bulan
Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang.
Kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika
tubuh berputar mengikuti kepala, mulai dari shoulder, trunk,
dan pelvis, serta anggota gerak bawah.
d) Extensor Thrust
Lokasi : Spinal
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan
Cara pemeriksaaan : knee anak dalam posisi fleksi.
Kemudian telpak kaki digores atau disentuh. Positif jika knee
menjadi lurus.

UNIVERSITAS INDONESIA 60
e) Moro
Lokasi : Spinal
Muncul saat usia : Baru lahir
Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan
Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang, kepala
dan punggung anak disangga tangan pemeriksa. Kemudian
secara tiba-tiba jatuhkan pegangan kepala anak tanpa
ditekan. Positif jika ada reaksi seperti terkejut, yaitu kedua
elbow fleksi dengan forearm supinasi.
f) Parachute
Lokasi : Cortical
Muncul saat usia : 6 sampai 9 bulan
Hilang saat usia : tidak hilang atau sepanjang usia
Cara pemeriksaaan : anak diposisikan seperti akan terjun,
handling pemeriksa pada bagian torakal, posisi kepala lebih
rendah dari kaki. Positif jika kedua lengan anak lurus, jari-
jari tangan diekstensikan seolah hendak mendarat, atau
sering disebut handsupport.
g) Foot placement
Lokasi : Cortical
Muncul saat usia : Baru lahir
Cara pemeriksaaan : anak diposisikan berdiri, handling
pada axilla anak. Kemudian punggung tungkai anak
digoreskan pada meja. Positif jika kaki anak naik ke atas
meja.
Penilaian 7 refleks:

ATNR (-) : 0

STNR (-) : 0

Neck righting( - ) : 0

Extensor thrust( - ) : 0

UNIVERSITAS INDONESIA 61
Moro (-) : 0

Paracute (+) : 0

Foot placement( + ) : 0

Keterangan:

Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.

Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat
bantu.

Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.

6) Pemeriksaan Fungsi Bermain


Fungsi bermain anak berbeda-beda sesuai dengan
usianya.Fungsi bermain bertujuan untuk mengetahui kognisi
anak. Pemeriksaan denver II adalah suatu pemeriksaan yang
digunakan untuk screening perkembangan anak dari lahir sampai
usia 6 tahun, yang meliputi 4 aspek penilaian yaitu personal
sosial, motorik kasar, bahasa, dan motorik halus.

3. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang

Merupakan data–data yang dijadikan sebagai referensi untuk


mengetahui diagnosa medis, menegakkan diagnosa fisioterapi, dan
memberikan metode fisioterapi. Misalnya dari hasil
Elektroensefalogram (ESG), Elektromiografi (EMG), Nerve
Conduction Velocity (NCV), Brain Evoked Response Audiometri
(BERA), Magnetic Resonance Imaging (MRI), CT Scan,
Ultrasonografi, dan tes laboratorium seperti Analisa Kromosom, fungsi
tiroid, amonia dalam darah, dsb.

UNIVERSITAS INDONESIA 62
4. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Pioritas
Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik
pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus serta keluhan dari
anak itu sendiri. Masalah – masalah tersebut diurutkan sesuai dengan
prioritas mana yang akan fisioterapis selesaikan.

5. Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa fisioterapi pada kasus tumbuh kembang anak adalah
ketidakmampuan anak untuk mencapai level perkembangan motorik
kasar atau gangguan pola gerak sesuai dengan keluhan utama
berdasarkan urutan masalah yang ada. Diagnosa Fisioterapi berisi
dengan kaitan impairmen, functional limitation dan participation
restriction.

a. Body function and body structureadalah ketidaknormalan


anatomi, fisiologi dan psikologi dalam organ organ tertentu.
b. Activity limitation adalah adanya keterbatasan akibat dari
impairment yang belum menimbulkan kecacatan tetapi
mempengaruhi fungsi normal.
c. Participation Restriction adalah keterbatasan dalam
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya atau
melakukan pekerjaan karena keterbatasan fungsional.
6. Program Pelaksanaan Fisioterapi
a. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter
Rehabilitasi Medik
Berisi program fisioterapi dari dokter rehabilitasi medik
yang bersangkutan.

7. Tujuan
a. Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek dibuat berdasarkan prioritas
identifikasi problamatika fisioterapi dengan tujuan yang akan
dicapai oleh anak setelah diberikan intervensi fisioterapi. Tujuan
jangka pendek berkaitan dengan sel, jaringan, dan organ.

UNIVERSITAS INDONESIA 63
b. Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang dibuat berdasarkan prioritas
masalah, tetapi bukan masalah yang utama atau
segera.Biasanya mengembalikan aktivitas fungsional tanpa
menimbulkan keluhan kembali sesuai fungsi yang masih ada
dan harus realistis.

8. Teknologi Fisioterapi

Berisikan tentang semua terapi yang dapat diberikan kepada anak


sesuai dengan identifikasi problematika fisioterapi.Yang terdapat dalam
metoda ini adalah jenis intervensi, metoda intervensi, dosis (frekuensi,
durasi, dan intensitas) dan keterangan.

9. Uraian Tindakan Fisioterapi


Berisi mengenai uraian tindakan fisioterapi yang fisioterapis lakukan
pada saat tanggal pemeriksaan tersebut.Menjelaskan bagaimana posisi
anak, posisi terapis, dan tatalaksana.

10. Evaluasi
a. Evaluasi hasil terapi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dalam pelaksanaan terapi yang diberikan.Evaluasi dilakukan
sebelum, sesaat, dan setelah terapi.
S : Bersifat subjektif, keluhan apa saja yang sudah berkurang
setelah dilakukan terapi.
O : Bersifat objektif, menggambarkan hasil pemeriksaan
terapis
kepada pasien
A : Hasil assesmen diagnosa fisioterapi sesuai dengan hasil
pemeriksaan
P : Program perencanaan treatment dan teknologi Fisioterapi
yang diterapkan untuk mentreatment anak

UNIVERSITAS INDONESIA 64
b. Jadwal evaluasi ke dokter
Berisikan kapan anak harus ke dokter kembali setelah
menuntaskan program

UNIVERSITAS INDONESIA 65
Underlying Process Umum

Prenatal Natal Postnatal

a. Malfromasi a. Anoksia, Hipoksia a. Trauma kapitis


kongenital
b. Perdarahan b. Infeksi misalnya :
b. Infeksi dalam intracranial meningitis bacterial,
kandungan TORCH abses serebri,
c. Ikterus tromboplebitis,
c. Radiasi
d. Prematuritas ensefalomielitis
d. Asfiksi dalam
kandungan abnormal

Cerebral Palsy Quadriplegia

Sosial dan Motorik


Keterampilan Bicara dan
keterampilan Kasar
Kognitif Bahasa
Emosional

a. Adanya spastik

b. Head control dan trunk control

c. Forearm dan hand support

d. Balance dan protective reaction

e. Weight bearing dan transfer weight bearing

f. Gangguan muskuloskeletal

g. Belum bisa bicara

h. Belum bisa meraih, menggenggam

Dokter Psikolog Okupasi Fisioterapi Terapi Ortotik


Terapi Wicara Prostetik

UNIVERSITAS INDONESIA 66
BAB III

ISI

FORMULIR FISIOTERAPI
Nama Fisioterapi : Sri Novia Fauza, SST, FT
Peminatan : FT. A
Tempat & Tgl Lahir : dr. Luh Karunia Wahyuni SpKFR
Ruangan :Poli FT. A
Nomor Register : 424-44-37`
Tgl Periksa : 20 April 2018

1. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN (S)


Nama Jelas : An. A.A.A
Tanggal Lahir : 8 April 2016
Alamat : Kelapa gading
Pendidikan terakhir : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Hobi : tidak ada
Diagosa medik : CP Spastik Quadriplegi e.c. METB

2. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)

KU : belum bisa berguling

RPS :

Pada usia 1 tahun 3 bulan os mengalami demam tinggi 40oC dibawa ke


RS Kartika lalu diberikan obat penurun panas dan dibolehkan pulang. 3
hari kemudian os kembali mengalami demam tinggi dan disertai
kejang,kemudian os langsung dibawa ke IGD RSCM selama 3 hari dan
setelah itu dipindahkan ke Gedung A RSCM selama 4 minggu. Pada usia
1 tahun 4 bulan os menjalani CT SCAN dan didiagnosa meningitis tb,

UNIVERSITAS INDONESIA 67
selanjutnya os control rutin ke poli neurologi dan poli gizi. Di poli gizi
Os dipasang NGT karena berat badan kurang. Os sebelumnya tidak
pernah ke fisioterapi,Os hanya dipijat oleh ibu os. Saat pertama kali
dibawa ke fisioterapi os hanya dapat terlentang Pada usia 1 tahun 11
bulan os menjalani fisioterapi. Saat ini os sudah menjalani fisioterapi 8
kali dengan kondisi belum mampu berguling mandiri.

a. R.prenatal :

1) Kehamilan tidak direncanakan, ibu sadar saat usia


kehamilan 3bulan
2) Usia ibu hamil 40 tahun
3) Tidak ada riwayat jatuh
4) Tidak ada riwayat pendarahan
5) Ibu tidak konsumsi obat-obatan
6) Control rutin ke puskesmas

b. R.natal :

1) Kelahiran Caesar karena jarak dengan kakak dekat dan ibu


mempunyai darah tinggi
2) Kelahiran dibantu dokter
3) Usia kelahiran 38 minggu
4) Bayi langsung menangis
5) Kuning negatif
6) Biru negatif
7) Kejang negatif
8) BBL : 3,2 kg
9) PBL : 49 cm
10) LKL : Ibu lupa

c. R.post natal :

1) Biru negatif
2) Kuning negatif

UNIVERSITAS INDONESIA 68
3) Kejang pada usia 1 tahun 3 bulan
4) Tidak ada riwayat jatuh
5) Tidak ada riwayat incubator

d. RPD : tidak ada


e. RPK : tidak ada
f. Rimunisasi : tidak lengkap hanya 3 kali ( BCG,DPT,ibu lupa)
g. R.pskisosial :

1) Os anak ke 4 dari 4 bersaudara


2) Os tinggal bersama orangtua dan ke 3 kakaknya
3) OS diasuh oleh kedua orang tua OS
4) Usia ayah 44 tahun bekerja sebagai supir grab
5) Usia ibu 42 tahun bekerja sebagai ibu rumah tangga
6) Kakak pertama usia 14 tahun
7) Kakak kedua usia 11 tahun
8) Kakak ketiga usia 4 tahun

h. Rtumbuh kembang :

1) Gross motor
a) Sebelum sakit
(1) Angkat kepala : 2 bulan
(2) Telungkup : 3 bulan
(3) Berguling : 3 bulan
(4) Duduk : 7 bulan
(5) Merangkak : 8 bulan
(6) Berdiri : 10 bulan
(7) Berjalan : 11 bulan tetapi hanya beberapa langkah
b) Sesudah sakit
(1) Angkat kepala : 19 bulan
2) Bicara
a) Sebelum sakit
Dapat berbicara bermakna : ayah, mama, wawah (kakaknya)

UNIVERSITAS INDONESIA 69
b) Sesudah sakit
Belum dapat berbicara
3) Makan
a) Sebelum sakit
Minum ASI sampai usia 11 bulan, makan nasi usia 1 tahun
3 bulan.
b) Sesudah sakit
Minum susu melalui NGT sampai dengan sekarang
3. PEMERIKSAAN (O)

a. Pemeriksaan Umum

1) Cara datang : digendong ibu

2) Kesadaran : kompos mentis


3) Kooperatif
4) Tensi : Tidak di ukur
5) Nadi : 68 x/ Menit
6) RR : 16 / Menit
7) Status gizi : Kesan cukup
8) Suhu : febris
9) Lingkar kepala : 48 cm (45-51 cm)

b. Pemeriksaan Khusus

1) Gross Motor & Pola Gerak


a) Posisi telentang : telentang dengan pola
spastik ekstensi
(1) Kepala : bergerak bebas
(2) Posisi Trunk : Asimetris
(3) Shoulder : Retraksi
(4) Elbow : ekstensi
(5) Wrist : netral
(6) Finger : netral

UNIVERSITAS INDONESIA 70
(7) Hip : Semifleksi, abduksi, endorotasi
(8) Knee : Semifleksi
(9) Ankle : Plantar, inversi
b) Berguling
(1) Handling pada hip
(2)Via shoulder
(3) Rotasi trunk : minimal
c) Diposisikan Telungkup
(1) Head lifting : positif
(2) Head control : Negative
(3) Forearm support : Negative
(4) Hand support : Negative
(5) Hip
:Semifleksi,abduksi,endor
otasi
(6) Knee : Semifleksi
(7) Ankle : Plantar, inversi
d) Diposisikan duduk : Posisi bersila dengan handling di
hip, WB pada sacrum
(1) Head control :negative
(2) Trunk control :negative
(3) Hand support :negative
(4) Hip :semifleksi,abduksi,endorotasi
(5) Knee :semifleksi
(6) Ankle :plantar fleksi, inversi
e) Diposisikan berdiri : Handling pada axilla
(1) Hip : Semifleksi, abduksi, endorotasi
(2) Knee : semifleksi
(3) Ankle : Plantar, inversi

UNIVERSITAS INDONESIA 71
2. Tes spastisitas (Skala Ashworth)
Dextra Sinistra
UE 1+ 1+
LE 1+ 1+

3. Tes 7 Refleks

(1) ATNR(+) :1
(2) STNR(-) :0
(3) Neck Righting(-) :0
(4) Extensor thrust(-) :0
(5) Moro(-) :0
(6) Parachute (-) :1
(7) Foot replacement(-) :1
SCORE : 3

4. Tes Ankle Clonus : Tidak ditemukan


5. Fungsi bermain

(1) Jenis mainan : Mainan kecrekkan


(2) Melihat objek : Tidak focus
(3) Mengikuti sumber bunyi : Tidak focus
(4) Meraih : Negatif
(5) Menggenggam : Negatif
(6) Fungsi bermain sesuai usia : 2 bulan

4. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN


PENUNJANG
1. Radiografi pelvis pada 10 november 2017
Kesimpulan : Subluksasi hip joint kanan dan dislokasi hip joint kiri
2. Pemeriksaan BERA pada 26 September 2017
Kesimpulan :
a. Ambang dengar telinga kanan (1/AS) : 30 Db (normal)

UNIVERSITAS INDONESIA 72
b. Ambang dengae telinga kiri (2/AD) : 30 Db (normal)
3. Pemeriksaan FEES pada 23 november 2017
Kesimpulan :
a. Disfagia neurogenik fase faring
b. Kekakuan otot cervical dan lower back

5. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN


PRIORITAS

1. Adanya spastik pada LE & UE 1+ tipe ekstensi

2. Head control negatif

3. Forearm support negative

4. Hand support negative

5. Tidak ada rotasi trunk

6. Gangguan proprioseptif

7. Belum dapat berguling

8. Fungsi bermain sesuai dengan usia 2 bulan

6. DIAGNOSA FISIOTERAPI
a. Imparment

1. Adanya spastik pada LE & UE 1+ tipe ekstensi

2. Head control negative

3. Forearm support negative

4. Hand support negative

5. Tidak ada rotasi trunk

6. Gangguan proprioseptif

UNIVERSITAS INDONESIA 73
b. Activity limitation

Belum dapat berguling

c. Participation restriction

Tidak dapat bermain dengan teman seusianya

7. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI


1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
Medik
Tanggal : 13 April 2018
Dokter :Dr. Luh Karunia Wahyuni SpKFR,K
Program :
a. Stimulasi rolling dan sitting untuk mengurangi spastik
dan spasme
b. Inhibisi spastik dan massage
1. Tujuan :
a. Tujuan jangka pendek
Dapat berguling
b. Tujuan Jangka Panjang
Belum dapat ditentukan
2. Metoda Pemberian Fisioterapi

No Jenis Metode Dosis Keterangan


1 Exercise NDT 1x 1) Release spastik
seminggu 2) Meningkatkan core stability
dan postural control
3) Meningkatkan head control,
rotasi trunk dan support
4) Meningkatkan taktil dan
proprioseptif
5) Fasilitasi berguling

UNIVERSITAS INDONESIA 74
3. Uraian Tindakan Fisioterapi
a. Release spastik

Tujuan : menurunkan tonus postural ke arah normal

Posisi OS : side lying ke kiri

Posisi FT : di belakang OS

Prosedur :

1) Fiksasi kepala OS dan trunk OS ke arah fleksi dengan


menggunakan tungkai kiri FT dan fiksasi tungkai OS
dengan tungkai kanan FT
2) Handling FT pada scapula OS dan lakukan mobilisasi
scapula ke arah anterior, posterior, superior dan inferior
3) Handling FT pada axila dan trunk, FT melakukan rotasi
trunk sampai spastik terelease
b. Diposisikan telungkup

Posisi os : Side lying

Posisi terapis : Disamping os

Prosedur :

1) Pada posisi telungkup stimulasi os untuk melakukan


forearm support
2) Berikan mainan didepan os setinggi pandangan os
3) Lihat reaksi os ketika melakukan head control dan
forearm support

UNIVERSITAS INDONESIA 74
c. Melatih head control, rotasi trunk, dan forearm support

posisi os : Side lying, untuk fasilitasi berguling.

posisi terapis : Disamping os

prosedur :

1) Handling pada shoulder, lakukan rotasi trunk secara


perlahan sampai ada pergerakkan di hip os.

d. Melatih head contol dan rotasi trunk

Posisi os : Telungkup di atas tungkai terapis

Posisi terapis : Duduk longsitting

Prosedur :

1. Terapis menggerakan tungkai dengan arah eksorotasi hip


dan knee semifleksi secara bergantian agar terjadi elongasi
pada tubuh os.

2. Stimulasi dengan mainan setinggi pandangan os agar os


dapat melakukan head control.
e. Melatih head control, trunk control, transfer weight bearing,
taktil dan postural control.

Posisi os : Duduk diatas tungkai ft

Posisi terapis : Duduk longsitting

UNIVERSITAS INDONESIA 75
Prosedur :

1. Handling pada hip os


2. Gerakkan tungkai ft ke arah gerak eksorotasi dan
endorotasi secara bergantian.

f. Melatih head control, core muscle, hand support.

Posisi os : Duduk bersila diatas matras

Posisi terapis : Dibelakang os

Prosedur :

1. Terapis memposisikan seolah-olah memeluk tubuh OS


untuk memfasilitasi rotasi trunk os
2. Fisioterapis memposisikan kedua lengan di depan pasien
untuk latihan hand support
3. Program untuk di rumah

1. Cara menggunakan dan melepas baju/ celana, mulai dari


miring terlebih dahulu, masukkan baju atau celana satu
persatu ke lengan atau tungkai sebelum memakaikan atau
pun melepaskan baju/ celana.

2. Cara menggangkat sebelum menggendong, Mulai dari


miring terlebih dahulu, lakukan dengan perlahan sampai ada
respon dari anak untuk menumpu pada tangan.

3. Bermain diposisi telungkup, dengan di ganjal guling pada


dada, berikan mainan setinggi pandangan anak.

UNIVERSITAS INDONESIA 76
8. EVALUASI
1. Evaluasi hasil terapi tanggal 25 April 2018 :
S : belum dapat beguiling
O:
Duduk bersila dengan hand support pada salah satu lengan dapat
bertahan 5 detik
Head control in adekuat
Rotasi trunk minimal
Dapat berguling dengan bantuan

A: Belum dapat berguling terkait spastik UE dan LE , rotasi trunk tidak


ada, , head control negative, hand support negative, forearm support
negative, dan gangguan propriosepsi.

P : Dapat berguling

Dengan metode NDT yaitu release spastik, fasilitasi berguling dan


latihan duduk

2. Jadwal Evaluasi ke dokter

6x setelah terapi

UNIVERSITAS INDONESIA 77
Barrier : -------->
ICF MODEL
Facilitation :
CP Spastik Quadriplegi

(G 80)

Participat ion
Activity Limitation Restriction
Body Fuction and structure
impairment  Changing basic  Community life
body position (d910)
 Muscle tone of all limbs
(d4107)  Tidak dapat
tetraplegia ( b7354)
 Belum bisa bermain
 Tonus Postural tinggi
berguling dengan
 Control of voluntary
teman
movement function (b760)
seusianya
 Head control tidak ada
 Trunk control inadekuat
 Trunk rotation tidak ada

Personal factor
Enviromental Factor :
 An. A..A.A Perempuan, 8 April 2016
 Immediate family(e310)
 Fungsi bermain
 Assistive products and
 Light sensitivity (b21020)
tecnology for personal
 Sound detection (b2300)
use in daily living
(e1150)
 AFO

UNIVERSITAS INDONESIA 78
Clinical Reasoning

Peningkatan Infeksi
Bakteri masuk kandungan Kolonisasi yang
ke cairan protein dan organisme berakibat
serebrospinal konsentrasi pada kulit edema
dalam bentuk glukosa rendah pada otot
kolonisasi pada cairan
serebro spinal

Tekanan
intrakranial
Aliran meningkat
Vena
retrograde
mengalami
transmisi dari
penyumbatan
infeksi

Demam Gangguan
dan kognisi dan Spastisitas
kenjang koordinasi
gerakkan

lesi metastastik kaseosa Rupture tuberkel


foci sub epedimal pada meningen dan pelepasan
jaringan meningen BTA ke ruang
subrachnoid

Bakteri
mycobacterium Meningitis TB
tuberculosa

UNIVERSITAS INDONESIA 79
Underlying Process Khusus

Prenatal Natal Postnatal

a. Kehamilan tidak a. Kelahiran caesar a. Kejang saat usia 1


direncanakan tahun 3 bulan
b. Usia kelahiran 38
b. Usia ibu hamil 40 tahun minggu b. Infeksi meningitis TB

c. Tidak ada riwayat jatuh c. Bayi langsung menangis

d. Ibu tidak d. Biru, kuning, kejang


mengkonsumsi obat- negatif
obatan

e. Ibu kontrol rutin ke


puskesmas

An. A A A

Sosial dan Keterampil Bicara dan Motorik


keterampilan an Kognitif Bahasa Kasar
Emosional

a. adanya spastik pada UE & LE 1+ tipe ekstensi

b. Head control negatif

c. Forearm support negatif

d. Hand support negatif

e. Tidak ada rotasi trunk

f. Gangguan propiosepsi

Dokter psikolo Ortotik Okupasi terapi Fisioterapi Terapi


g Prostetik Wicara

UNIVERSITAS INDONESIA 80
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cerebral palsy adalah kecacatan perkembangan neuromuscular


yang ditandai dengan gangguan pada gerakan, tonus otot dan postur tubuh
akibat kerusakan non progresif pada jaringan otak yang belum matang yang
menyebabkan kelainan aktivitas motoric, sensasi persepsi, kognisi,
komunikasi, tingkah laku, kejang dan masalah musculoskeletal. Cerebral
Palsy secara garis besar disebabkan oleh dua kategori utama yaitu acquired
cerebral palsy dan cerebral palsy congenital.

Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan alat


gerak atau ekstremitas (monoplegi, diplegi,triplegi, hemiplegi dan
quadriplegi) dan karakteristik disfungsi neurologi (spastik, hipotonik,
distonik, atetoid atau campuran). Cerebral Palsy spastik quadriplegi salah
satu tipe Cerebral Palsy yang merupakan kondisi dimana adanya kerusakan
pada sistem saraf bagian traktus piramidalis. Pada Cerebral Palsy spastik
quadriplegi semua ekstremitas terkena.

Pada kasus Cerebral Palsy quadriplegi GMFCS V dengan


Meningitis TB ini ditemukan problematika fisioterapi yaitu, tonus postural
tinggi, spastisitas pada upper extremity dan lower extremity, head control
negatif, forearm support negatif, hand support negatif, rotasi trunk ,
gangguan proprioseptif.

Neuro Developmental Treatment yang digunakan pada kasus ini


berpengaruh untuk megurangi gejala, meningkatakan kemampuan motorik,
taktil, dan propriosepsi.

UNIVERSITAS INDONESIA 81
B. Saran
1. Untuk Keluarga Pasien
a. Keluarga ikut berperan dalam memantau perkembangan
anak
b. Keluarga ikut berperan aktif dalam mendukung untuk
melakukan Home Program yang diberikan fisioterapi. Dukungan
yang dilakukan keluarga sangat diperlukan untuk pencapaian
perkembangan kemampuan pasien.

2. Untuk Fisioterapi

a. Penting untuk fisioterapi untuk selalu memperhatikan vital


sign sebelum, sesaat, dan setelah intervensi.

b. Tentukan intervensi dengan dosis yang tepat sesuai dengan


ngsi tubuh dan kemampuan pasien.

c. Penting untuk selalu mengintervensi sesuai kemampuan


yang ada, dan menentukan goal yang ingin dicapai.

UNIVERSITAS INDONESIA 82
DAFTAR PUSTAKA

1. AACPDM. 2012. Defining Cerebral Palsy. Diakses tanggal 15 April 2018.


2. Abdel-Hamid HZ, Kao A, Zeldin AS, et al. Cerebral Palsy. diakses
dari http://emedicine.medscape.com pada tanggal 19 Februari 2012
3. Barnes, K. Clinical Crash Pediatrics. 4th ed. China:Elsevier.2013
4. Be NA, Kim KS, Bishai WR, Jain SK. Pathogenesis of Central Nervous
System Tuberculosis. Current Molecular Medicine 2009; 9:94-9
5. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman:
NelsonTextbook of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of
Pediatrics, 2007.
6. Jung Sung Hong,PT.MPH., “Cerebral Palsy Treatment Ideas From Normal
Devolopment “ ,Koonja Inc,Rep Korea,2007.
7. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Penyandang Disabilitas. September
2017. Jakarta : Buletin Jendela Data dan Informasi kesehatan;12
8. Kumari, Amrita. 2012. Cerebral Palsy : A Mini Review. International
Journal of Thereapeutic Application Volume 3. No 15-24
9. Materi Pelatihan “ Bobath Approach for Children with Cerebral
Palsy”,periode 2001-2009
10. Park E, Kim W. Effect of Neuro Developmental Treatment-Based Physical
Therapy on Chane of Muscle Strength, Spasticity, and Gross Motor
Function in Children with Cerebral Palslcy. The journal of Physical
Therapy Science.2017.29:966-969
11. Parmato P, Wahyuni L, et al. Prevalens dan Faktor Prediktor dari
Kemampuan berjalan pasien palsi serebral. Sari Pediatri 2014. Vol 16. No
1. 22-28
12. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah
LengkapContinuing Education.2010
13. Stavsky M, Mor O, et al. Cerebral Palsy-Trends in Epidemiology and
Recent Development in Prenatal Mechanism of Disease, Treatment, and
Prevention. Frontiers in Pediatrics. 2017. 1-10

UNIVERSITAS INDONESIA 83
LAMPIRAN

UNIVERSITAS INDONESIA 84
,

UNIVERSITAS INDONESIA 85
UNIVERSITAS INDONESIA 86

Anda mungkin juga menyukai