Anda di halaman 1dari 24

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

ANALISIS DAN KONTROL LONGSORAN

“ Analisis Longsoran Baji”

OLEH :

1. YUNI TEJANINGSIH
2. YAYAT ANGGRIAWAN
3. MUH. KHAIRIL RUSMAN
4. MASRUDIN
5. LA ODE MUH. ZULKIFLI

KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,


bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air
yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut
menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah
atau batuan menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti
lereng dan keluar lereng.

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu


dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya: lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain: galian dan timbunan untuk
membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang terbuka (Arief,
2007).

Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu bidang
lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah
tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Berdasarkan hal tersebut,
pengamatan mengenai longsoran baji perlu dikaji lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang


muncul dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana t a n a h longsor baji dapat terjadi ?
2. Bagaimana sifat fisik dan mekanikan batuan ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan lereng ?
4. Metode apa saja yang digunakan dalam menganalisis jenis longsoran baji ?

1.3 Tujuan

Dalam analisis ini, tujuan yang ingin dicapai adalah:


1. Dapat mengetahui bagaimana tanah longsor itu dapat terjadi .
2. Dapat mengetahui sifat fisik dan mekanika batuan sehingga dapat terjadi
lonsor.
3. Dapat mengetahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan
lereng.
4. Dapat mengetahui metode yang digunakan dalam menganalisis jenis
longsoran baji.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Sebagai sumber literatur bagi penelitian sejenis di masa mendatang.
2. Dapat mengenali daerah-daerah yang berpotensi longsor.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,


bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air
yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut
menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah
atau batuan menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti
lereng dan keluar lereng.

Tanah longsor secara umum merupakan perpindahan material pembentuk


lereng berupa batuan, tanah, bahan rombakan, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Secara geologi pengertian longsor adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi
pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah (Nandi,
2007).
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan
bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan sebagai
massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir, dan kerakal serta
bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau keluar lereng karena
faktor gravitasi bumi.

Dibyosaputro (1999) dalam Septianto (2008), mendefinisikan gerakan tanah


atau yang lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah proses bergeraknya suatu
massa tanah dan batuan dalam jumlah yang besar menuju ke tempat yang lebih
rendah. Gerakan massa atau longsor merupakan proses bergeraknya puing-puing
batuan (termasuk tanah di dalamnya) secara besar-besaran menuruni lereng secara
lambat hingga cepat oleh pengaruh langsung dari gravitasi. Gaya yang menahan
sejumlah massa tanah tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan kemiringan
lereng yang terdapat di sepanjang lereng tersebut.

Menurut Van Zuidam (1983) gerakan tanah merupakan terminologi umum


semua proses dimana masa dari material bumi bergerak oleh gravitasi baik lambat
atau cepat dari suatu tempat ke tempat lain. Proses gerakan tanah dipengaruhi oleh
faktor/parameter penggunaan lahan, kemiringan lereng, ketebalan lapisan tanah, dan
stratigrafi (geologi). Data-data dari setiap parameter tersebut dilakukan suatu analisis
dan diberikan pengkelasan sesuai dengan kepekaan untuk terjadinya proses gerakan
tanah.

Selanjutnya Karnawati (2005) mendefenisikan tanah longsor sebagai


gerakan menuruni atau keluar lereng oleh massa tanah atau batuan penyusun lereng
ataupun percampuran keduanya sebagai bahan rombakan, akibat dari terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar dari pada gaya penahan. Gaya penahan pada umunya dipengaruhi oleh kekuatan
batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan daya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, beban serta berat jenis batuan.

Proses terjadinya tanah longsor dapat di jelaskan sebagai berikut, air yang
meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus
sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi
licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar
lereng.

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu


dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya: lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain: galian dan timbunan untuk
membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang terbuka (Arief,
2007).

Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu bidang
lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah
tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Berdasarkan hal tersebut,
pengamatan mengenai longsoran baji perlu dikaji lebih lanjut. Bidang lemah ini dapat
berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan. Cara longsoran baji
dapat melalui satu atau beberapa bidang lemahnya maupun melalui garis perpotongan
kedua bidang lemahnya. Longsoran baji dapat terjadi dengan syarat geometri sebagai
berikut :
 Permukaan bidang lemah A dan bidang lemah B rata, tetapi kemiringan bidang
lemah B lebih besar daripada bidang lemah A.
 Arah penunjaman garis potong harus lebih kecil daripada sudut kemiringan
lereng.
 Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian atas lereng dan kedua bidang
lemah.
2.2 Sifat Fisik Dan Mekanik Batuan

Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik batuan antara lain
kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut geser dalam batuan.

1) Bobot isi batuan

Semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan demikian kestabilan lereng
semakin berkurang.

2) Porositas batuan

Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan
demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil kestabilan
lereng. Adanya air dalam batuan juga akan menimbulkan tekanan air pori yang akan
memperkecil kuat geser batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih
mudah longsor.

Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :


t = C + (s - m) tan q
dimana :
t = kuat geser batuan (ton/m2)
C = kohesi (ton/m2)
s = tegangan normal (ton/m2)
q = sudut geser dalam (angle of internal friction)
3) Kandungan air dalam batuan

Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi
semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat geser batuannya menjadi
semakin kecil, sehingga kestabilannya berkurang.

4) Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan

Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined and


unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear
strength). Batuan yang mempunyai kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser besar akan
lebih stabil (tidak mudah longsor).

5) Sudut geser dalam (angle of internal friction)

Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga akan semakin
besar. Dengan demikian batuan (lereng) akan lebih stabil

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng

Kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya tanah
longsor. Semakin miring lereng suatu tempat maka daerah tersebut semakin
berpotensi terhadap terjadinya tanah longsor. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º
perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan tentunya
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Biasanya
lereng/lahan yang mempunyai kemiringan melampaui 40% sudah bisa menimbulkan
longsor. Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah
perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu
lereng atau lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi terjadinya
gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun
lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan penggunaan lahan
pada lereng tersebut.

Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa faktor,
antara lain :

a. Geometri lereng

Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi


kestabilannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka
kestabilan semakin berkurang.

b. Struktur batuan

Strukutur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah bidang-


bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang-
bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air,
sehingga batuan lebih mudah longsor.

c. Sifat fisik dan mekanik batuan

d. Gaya dari luar


Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kestabilan suatu
lereng adalah :
1. Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alat-alat
mekanis yang berat didekat lereng.
2. Pemotongan dasar (toe) lereng.
3. Penebangan pohon-pohon pelindung lereng.

Karnawati (2005) menjelaskan bahwa dari beberapa kajian terhadap


kejadian longsor dapat teridentifikasi tiga tipologi lereng yang rentan untuk
bergerak/longsor, yaitu:
1. Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah residu yang dialasi oleh batuan atau
tanah yang lebih kompak;
2. Lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan
lereng maupun berlawanan dengan kemiringan lereng;
3. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

2.4 Metode Analisis Longsoran Baji

Metode yang digunakan dalam menganalisis longsoran baji adalah sebagai


berikut :
a. Metode Hoek & Bray

Metode Hoek & Bray dapat digunakan untuk menganalisis keempat macam
longsoran pada lereng batuan. Dalam analisis ini, longsoran baji dianggap hanya
akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang lemah. Faktor keamanannya
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

F = {(3/H)(cAX+cBY)}+{A-(w/2)X tan A + {B-w/2)Y} tan B

Dimana :

cA dan cB = kohesi bidang lemah A dan B

B =A dan  sudut geser dalam bidang lemah A dan B

 = bobot isi batuan

w = bobot isi air

H = tinggi keseluruhan dari baji yang terbentuk (Gambar 3.4)

X = 2.na) 45sin24/(sinsin

Y = 1.nb) 35sin13/(sinsin
A = na.nb) 5sin2na.nb)/(sinbcosa-cos(cos

B = na.nb) 5sin2na.nb)/(sinacosb-cos(cos

ba dan  = dip bidang lemah A dan B

5 = plunge dari garis potong kedua bidang lemah

na.nb = sudut perpotongan kedua bidang lemah

Keterangan :

 nb = sudut antara bidang lemah A dengan garis perpotongan bidang lemah A
dan muka lereng.
 na = sudut antara bidang lemah B dengan garis perpotongan bidang lemah B
dan muka lereng.
 dsb = sudut-sudut yang diperoleh dengan menggunakan stereonet seperti
terlihat pada Gambar 3.5.
Gambar 2.4.3
Stereoplot Data Longsoran Baji
Jika tahanan bidang longsorannya tidak terdapat kohesi, maka penentuan
faktor keamanannya dapat menggunakan persamaan berikut ini :

F /sin ½= (sinx/tan)(tani)

Sudut , x dan i ini akan sangat mudah ditentukan dengan bantuan stereonet.

b. Metode Janbu
1. Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya
tidak berbentuk busur lingkaran.
2. Bidang longsor pada analisa metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah
yang terdapat pada massa batuan atau tanah.

Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang
tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk
mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan terendah.
Gambar 2.4.4. Aplikasi Metode janbu
Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar :
Qp = Ap (c · Nc’+ q’· Nq’)
Dimana :
c = Kohesi tanah (kN/m2)
Nc’, Nq’ = Faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu

Gambar 2.4.5 Faktor Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam

Janbu (1954) mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng yang


dapat diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor (gambar 8).
Gambar 8. Analisa Kemantapan Lereng Janbu

Gambar 9. Sistem Gaya pada Suatu Elemen menurut cara Janbu


Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang longsor
mengikuti persamaan dibawah ini :
2.5 Studi Kasus
Kabupaten Situbondo merupakan perpaduan antara daerah rendah di sebelah
utara dan daerah perbukitan di sebelah selatan dengan kemiringan lereng yang terjal.
Kondisi geologi didominasi oleh Formasi Batuan Gunungapi Ringgit dan Batuan
Gunungapi Argopuro dengan litologi terdiri dari lava, breksi gunungapi dan tuff.
Lapisan permukaan terdiri dari litologi endapan koluvial yang umumnya sudah
melapuk. Lapukan tersebut menghasilkan bongkah-bongkah batuan yang mudah
lepas karena rekatan antar fragmen batuan sangat lemah. Kondisi morfologi dan
geologi tersebut membuat Kabupaten Situbondo menjadi daerah yang mempunyai
tingkat kerentanan terhadap bahaya gerakan massa tanah yang cukup tinggi.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peristiwa gerakan massa tanah yang terjadi
di Dusun Lucu Palongan. Gerakan massa tanah yang terjadi berupa tanah gerak
dengan retakan tanah yang sudah mengalami penurunan sampai 3 meter pada bagian
mahkota. Tanah gerak tersebut terjadi pada lahan pertanian masyarakat, yang
sewaktu-waktu bisa mengalami keruntuhan dan akan mengancam kelestarian alam
dan keselamatan jiwa maupun harta benda penduduk setempat. Untuk mengurangi
dampak yang akan ditimbulkan oleh bencana alam gerakan massa tanah tersebut,
maka perencanaan sistem peringatan dini bencana tanah tongsor di daerah penelitian
sangat diperlukan dan penting untuk dilaksanakan. Lokasi penelitian terletak di
Dusun Lucu Palongan, Desa Campoan, Kecamatan Mlandingan, Kabupaten
Situbondo, Jawa Timur, seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Penelitian ini bertujuan
untuk investigasi dan mitigasi gerakan massa tanah di daerah penelitian. Investigasi
antara lain untuk mengetahui kondisi lingkungan fisik dan kondisi masyarakat,
mempelajari faktor-faktor penyebab terjadinya gerakan massa tanah, jenis dan
mekanismenya serta mengidentifikasi daerah rawan yang akan terkena dampak dari
bencana alam gerakan tanah. Mitigasi antara lain untuk memberikan rekomendasi
penanganan bencana alam gerakan tanah dengan pendekatan sistem peringatan dini.
Pengeboran
Pengeboran dilakukan untuk menjelaskan struktur geologi dan bidang longsor pada
daerah longsoran. Pengeboran dilaksanakan sepanjang garis tinjauan yang dibuat
sesuai dengan posisi dan arah longsoran, pada interval antara 30 m – 50 m. Tiga atau
lebih lubang bor dibuat dalam blok longsor dan sedikitnya satu lubang bor dibuat di
belakang mahkota longsoran dengan minimun empat lubang bor secara keseluruhan.

Gambar Letak lokasi daerah penelitian

Survei bidang gelincir

Survei bidang gelincir dilakukan untuk menentukan lokasi dari bidang


gelincir. Ada dua metode untuk menentukan bidang gelincir, yaitu dengan analisis
inti bor (boring core analysis) dan menggunakan alat untuk memantau. Analisis inti
bor dilakukan dengan interpretasi secara geologi, baik interpretasi selama proses
pengeboran maupun interpretasi berdasarkan pengamatan inti bor. Alat yang
digunakan untuk pemantauan bidang gelincir antara lain adalah underground strain
gauge, borehole inclinometer dan multi-layer movement meter. Ketiga alat tersebut
dimasukkan kedalam lubang bor. Penyelidikan penurunan permukaan Investigasi
penurunan bentuk permukaan dilakukan untuk menggambarkan batasan-batasan
tanah longsor, ukuran, tingkat aktivitas dan arah
pergerakan. Penyelidikan penurunan permukaan juga dilakukan untuk menentukan
pergerakan blok dari longsoran utama. Adanya mahkota dan retakan yang melebar
digunakan untuk menentukan apakah akan berpotensi untuk bergerak di masa
mendatang. Alat yang digunakan untuk investigasi penurunan bentuk permukaan
terdiri dari extensometer, tiltmeter dan GPS.

Pengukuran muka air tanah

Pengukuran muka air tanah untuk menentukan hubungan antara curah hujan
dan fluktuasi air tanah dan pengaruh pada tekanan pori pada bidang gelincir.
Pengukuran muka air tanah dapat dilakukan pada setiap lubang bor. Alat yang
digunakan untuk mengukur muka air tanah adalah pore pressure gauge. Jarak waktu
pengamatan untuk pengukuran muka air tanah selama hujan yang sangat lebat pasti
akan lebih ditingkatkan, untuk memahami hubungan antara curah hujan dengan muka
air tanah.

Pengukuran curah hujan

Pengukuran curah hujan dilakukan untuk menentukan hubungan antara hasil


pencatatan curah hujan dan hasil pencatatan pergerakan tanah pada alat pengukur
penurunan permukaan. Hasil pencatatan alat pengukur curah hujan dapat digunakan
sebagai pembanding dengan hasil pencatatan pergerakan tanah yang dapat dinyatakan
bahwa semakin besar intensitas curah hujan, maka tanah cenderung akan mudah
bergerak.

Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan dengan


kemiringan lereng yang terjal. Morfologi di bagian timur (hulu) daerah penelitian
adalah perbukitan yang tersusun oleh material-material hasil pengendapan yang
berupa bongkah-bongkah batuan yang mudah lepas karena adanya pelapukan.
Morfologi di bagian utara (hilir) daerah penelitian merupakan daerah dataran rendah.
Daerah longsoran mempunyai sudut kelerengan yang bervariasi, yaitu kelerengan
dengan sudut 20º yang terdapat pada daerah tengah sampai kaki longsoran dan
kelerengan dengan sudut 25º yang terdapat pada daerah mahkota hingga daerah
tengah longsoran dengan ketebalan soil mencapai 20 – 30 meter. Morfologi daerah
penelitian yang miring menyebabkan gaya vertikal yang menarik batuan ke arah
bawah semakin tinggi, hal ini mendukung terjadinya longsoran di daerah penelitian.
Tataguna lahan di daerah longsoran berupa persawahan dan di bagian hulu berupa
permukiman. Kondisi sawah selalu ditanami dengan tanaman musiman seperti padi,
jagung dan tembakau. Air yang terus menerus tertahan di persawahan berakibat pada
bertambahnya intensitas air yang masuk ke dalam tanah. Kondisi seperti ini akan
menurunkan kuat geser tanah secara signifikan dan meningkatkan beban lereng.
Sungai di daerah penelitian menempati bagian selatan daerah penelitian, di dalam
blok longsoran terdapat saluran yang digunakan untuk mengalirkan air ke
persawahan. Hal ini mengakibatkan air meresap ke dalam tanah secara terus menerus.
Kejadian ini mempercepat longsoran di daerah penelitian. Kondisi geomorfologi dan
tataguna lahan di daerah penelitian seperti pada Gambar 2.
Gambar Kondisi geomorfologi dan tataguna lahan di daerah penelitian

SOLUSI
Penanganan yang dilakukan adalah dengan pendekatan sistem peringatan dini.
Untuk bisa menjalankan suatu sistem peringatan dini bencana alam tanah longsor,
alat-alat pemantau gerakan tanah harus dihubungkan dengan sirine. Jika sirine
berbunyi, seluruh warga Dusun Lucu Palongan dan masyarakat yang berada di dalam
blok longsoran akan mendengar bunyi sirine tersebut, masyarakat harus segera
meninggalkan blok longsoran. Informasi terjadinya longsoran harus secepat mungkin
dapat sampai ke warga Dusun Bretan dan Batuampar. Setelah mendapatkan
informasi, warga harus segera mengungsi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang telah dibuat dapat diambil kesimpulan sebagi


berikut :

1. Dapat mengetahui bagaimana tanah longsor itu dapat terjadi .


2. Sifat fisik dan mekanika batuan sehingga dapat terjadi lonsor, yaitu terdiri atas
a. bobot isi (density)
b. porositas dan kandungan air
c. Kuat tekan
d. kuat tarik
e. kuat geser
f. kohesi
g. dan sudut geser dalam
3. Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan lereng, yaitu
a. Gaya dari luar
b. Sifat fisik dan mekanik batuan
c. Struktur batuan
d. Geometri lereng
4. Metode yang digunakan dalam menganalisis jenis longsoran baji, yaitu :
a. Metode Hoek & Bray
b. Metode Janbu

3.2 Saran

Saran yang dapat kami berikan pada kesempatan ini adalah sebagiknya proses
belajar mengajar dapat berlangsung dengan intensif, sehingga ilmu yang di dapat
menjadi maksimal.
REFERENSI

Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat


Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik.

Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 11, No. 1, Januari 2007.

Zakaria, Zufialdi. 2009. Analisa Kestabilan Lereng, seri mata kuliah Geoteknik.
Laboratorium Geologi Teknik Fakultas Teknik Geologi Universitas
Padjadjaran. Tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai