disusun guna memenuhi tugas Program Studi Pendidikan Profesi Ners (PSP2N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah
oleh
Laili Puji Astutik, S.Kep
NIM 182311101033
NIM : 182311101033
Hari : Senin
Mahasiswa
FKEP Universitas Jember
Cerebrum atau otak depan adalah bagian terbesar dari otak manusia
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika,
bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara
terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus
parietal, lobus occipital dan lobus temporal.
1. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
2. Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,
sentuhan dan rasa sakit.
3. Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
4. Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin, 2008).
a) Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di
bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua aktivitas pada bagian
ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum yaitu
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
Apabila terjadi cedera pada cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price
dalam Muttaqin, 2008).
1. Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya (Puspitawati, 2009).
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon
berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.
b) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak sadar)
seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen),
dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
2. Limbic system (sistem limbik)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem
limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu
b) Suatu respon sadar terhadap lingkungan
c) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar dan
memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan
d) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan
memori yang diperlukan
e) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi takut,
marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual (Muttaqin,
2008).
2) Meninges
Otak dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan
otak. Dua macam jaringan pelindung utama yaitu meninges dan sistem
ventrikular. Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu:
Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan fleksibel tetapi
tidak dapat diregangkan (unstrechable).
Arachnoid membran
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang bentuknya seperti
jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut, berongga-rongga, dan terletak
dibawah lapisan durameter.
Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan paling bawah
(paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan melindungi jaringan-
jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung pembuluh darah yang mengalir di
otak dan sumsum tulang belakang. Antara piameter dan membran arachnoid
terdapat bagian yang disebut dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid)
yang dipenuhi oleh cairan serebrospinal (CSS) (Puspitawati, 2009).
3) Sistem Ventrikulus
Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain
lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di
subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga
mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi dan
juga meilndungi otak dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini terletak
dalarn ruang-ruang yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang
ini disebut dengan ventrikel (ventricles). Ventrikel berhubungan dengan bagian
subarachnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung pada canal pusat
(central canal) dari tulang belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama
ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle). Ventrikel lateral
berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang terletak di otak bagian
tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel keempat oleh
cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat dengan
central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel pertama dan ventrikel
kedua (Puspitawati, 2009).
CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang diproduksi
oleh choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi
CSS dimulai dalam ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke
cerebral aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke
lubang-lubang subarachnoid yang melindungi keseluruhan SSP. Volume total CSS
sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan oleh sebagian
CSS untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan yang baru)
sekitar 3 jam. Apabila aliran CSS ini terganggu, misalnya karena cerebral
aqueduct diblokir oleh tumor dapat menyebabkan tekanan pada ventrikel karena
dipaksa untuk mengurangi cairan yang terus menerus diproduksi oleh choroid
plexus sementara alirannya untuk keluar terhambat. Dalam kondisi ini, dinding-
dinding ventrikel akan mengembang dan menyebabkan kondisi hydrocephalus.
Bila kondisi ini berlangsung terus menerus, pembuluh darah juga akan mengalami
penyempitan dan dapat menyebabkan kerusakan otak (Puspitawati, 2009).
B. Penyakit
B.1 Pengertian Tetanus
Tetanus merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.
Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka,
gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali
pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan
eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan,
spasme dari otot bergaris.
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan
berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi
oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan "Sevenday Disease". Dan
pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari
tetanus. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka
pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi
tali pusat (Smeltzer, 2010).
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin
yang dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan
kekakuan umum dan kejang-kejang otot rangka (Mahadewa, 2009).
B.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologis
a. Pengobatan Umum
1) Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan dan ruangan perawatan
harus tenang.
2) Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.
3) Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan
trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas.
4) Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva
maka dibersihkan dengan pengisap lendir
5) Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang
mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori
b. Pengobatan Khusus
1) Anti-tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
a) Toksin bebas dalam darah
b) Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam
darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat
dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin harus dilakukan:
a) Anamnesa apakah ada riwayat alergi
b) Tes kulit dan mata
c) Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000
Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat
heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
2) Antikonvulsan atau sedatif
Obat–obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi
kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam
penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan
menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakan–gerakan
volunter atau kesadaran.
Obat-obat yang lazim digunakan ialah diazepam. Bila penderita datang
dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali i.v.
perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi setiap kali
kejang.
3) Antibiotik
- Penisilin Prokain
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani.
Dosis: 50.000 u/kg.BB/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah
panas turun. Dosis optimal 600.000 u/hari.
- Tetrasiklin dan Eritromisin Diberikan terutama bila penderita alergi
terhadap penisilin.
Tetrasiklin: 30–50 mg/kg.BB/hari dalam 4 dosis.
Eritromisin: 50 mg/kg.BB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
4) Oksigen bila terjadi sianosis
5) Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi: spasme berkepanjangan
dari otot respirasi, tidak ada kesanggupan batuk atau menelan,
obstruksi larings, dan koma.
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
B.9 Pencegahan
1. Perawatan luka terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar
dengan spora tetanus. Perawatan luka dapat dialkukan dengan cara irigasi
luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing
dalam luka serta kompres dengan H202, dalam hal ini penata laksanaan,
terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah daerah sekitar luka disuntik
ATS dan pemberian antibiotika.
2. Imunisasi pasif dengan cara diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2
bentuk, yaitu:
a. ATS dari serum kuda
b. Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH). Pemberian ini sebaiknya
didahului dengan tes kulit dan mata. Dosis TIGH: 250–500 u i.m
3. Imunisasi aktif
Di Indonesia dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi (PPI) selain
menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus. Imunisasi
tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT dan TT. DPT diberikan
untuk imunisasi dasar, DT diberikan untuk booster pada usia 5 tahun, dan pada
anak dengan riwayat demam dan kejang, TT diberikan pada: ibu hamil dan anak
usia 13 tahun keatas. Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi (PPI),
imunisasi dilakukan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan booster dilakukan
pada usia 1,5-2 tahun dan usia 5 tahun. Dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap
kali pemberian secara intramuskuler (IM).
B.10 Komplikasi
Pada keadaan yang berat akan timbul komplikasi seperti:
a. Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan
pada waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau
setelah kejang, yang dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase,
atau abses paru.
b. Cardioivaskuler: hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan
syampatis yang lama.
c. Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan
quardriceps femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.
d. Metabolisme: hiperpireksi.
C. Clinical Pathway
MK: Ketidaefektifan
perfusi jaringan
MK: perifer
Ketidaefektifan pola
MK:
nafas
Ketidakseimbangan
Suplai oksigen ke Penurunan
nutrisi: kurang dari
otak berkurang kesadaran
kebutuhan tubuh
hiperventilasi
Intake makanan
inadekuat Kompensasi tubuh Metabolism
meningkatkan RR menurun
Spora berbentuk
vegetatif masuk ke Invasi kuman atau
dalam tubuh bakteri melalui luka
D. Asuhan Keperawatan
D.1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan keluarga membawa klien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk mengetahui
predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di tanya dengan jelas
tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau
bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk di
lakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah
di berikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan
dengan toksin tetanus yang mengimplamasi jaringan otak. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsip, dan koma.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernah kah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam
misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkenaa kaleng, atau luka yang
menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan
patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree lainnya seperti luka gores yang
ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan
benda yang kotor.
d. Pemeriksaan Fisik Body System
1) B1 (Breath)
Inspeksi : klien batuk, produksi sputum bagaimana, pengembangan
dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (+),
pernafasan cuping hidung (-), irama nafas cepat
(takipnea), RR di atas batas normal (>16-20x/menit).
Klien dengan tetanus akan mengalami peningkatan RR
akibat suplai O2 ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
tubuh tidak adekuat, sehingga klien akan melakukan
upaya kompensasi dengan meningkatkan frekuensi
pernafasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Palpasi : tidak teraba massa atau benjolah di daerah dada, vocal
fremitus teraba jelas di lapang paru kanan-kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru: ICS ke-1 hingga ICS ke-6
di seluruh lobus paru
Auskultasi : Ada bunyi nafas tambahan ronchi di akhir pernapasan
sebagai komplikasi dari tetanus akibat kemampuan batuk
klien menurun
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovelemik
yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasnya normal, peningkatan
heart rate, adanya anemis karena adanya hancurnya eritrosit.
3) B3 (Brain)
a) Kesadaran klien biasanya kompos mentis. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian
asuhan.
b) Status mental: obsevasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktifitas motorik
yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
- Saraf II. Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal
- Saraf III,IV,VI. Dengan alasan yang tidak di ketahui, klien tetanus
mengeluh mengalami fotophobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang
cahaya perlu di perhatikan perawat untuk memberikan intervensi
menurunkan stimulus cahaya tersebut.
- Saraf V. Refleks masester menigkat. Mulut mencucu seperti mulut
ikan (ini adalah gejala khas pada tetanus).
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
- Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
- Saraf XI. Di dapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak)
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada pasikulasi. Indra pengecapan normal.
d) Kekuatan otot
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan kordinasi pada
tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,
atau periusteum derajat reflek pada respon normal.
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien mengalami kejang umum, terutama pada anak yang
tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
g) Sistem sensori
Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya di dapatkan perasaan
raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal. Tidak
ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseftif
normal dan perasaan diskriminatif normal.
4) B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan
perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urin
karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya
pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.
5) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena
anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan)
merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan
kesulitan BAB.
6) B6 (Bone)
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami
patah tulang terbuka yang memungkinkan menjadi port de
entrée kuman Clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan luka
yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko raktur pertibra pada
bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.
D.2. Masalah Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat peningkatan sekresi mukus
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut behubungan dengan agen cidera biologis
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen
ke perifer inadekuat
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
8. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
9. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan spasme otot rahang
10. Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
D.3. Perencanaan Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC : 1. Kaji fungsi paru, adanya 1. Membantu dan mengatasi
nafas berhubungan dengan Respiration status (Ventilation) bunyi napas tambahan, komplikasi pontensial.
obstruksi jalan nafas akibat Airway patency perubahan irama dan Pengkajian fungsi
peningkatan produksi mukus kedalaman, penggunaan pernapasan dengan interval
Setelah dilakukan asuhan otot-otot aksesori, warna, yang teratur adalah penting
keperawatan selama ....x24 jam, dan kekentalan sputum karena pernapasan yang
bersihan jalan napas kembali 2. Ajarkan cara batuk efektif tidak efektif dan adanya
efektif 3. Lakukan fisioterapi dada, kegagalan , karena adanya
Kriteria hasil: vibrasi dada kelemahan atau paralisa
1) secara subjektif sesak napas 4. Penuhi hidrasi cairan via pada otot –otot interkostal
(-), RR 16-20x/ menit oral seperti minum air dan diafragma yang
2) Tidak menggunakan otot putih dan pertahankan berkembang dengan cepat
bantu napas, retraksi intake cairan 2500 ml/hari 2. Klien berada pada risiko
ICS(-), ronkhi(-/-), 5. Lakukan pengisapan tinggi bila tidak dapat batuk
mengi(-/) lendir/suction pada jalan efektif untuk membersihkan
3) Dapat mendemonstrasikan napas jalan napas dan mengalami
cara batuk efektif. 6. Berikan oksigen sesuai kesulitan dalam menelan,
kebutuhan yang dapat menyebabkan
aspirasi saliva, dan
mencetuskan gagal napas
akut
3. Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih
efektif
4. Pemenuhan cairan dapat
mengencerkan mucus yang
kental dan dapat membantu
pemenuhan cairan yang
banyak keluar dari tubuh
5. Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan
kepateanan jalan napas
menjadi bersihn napas
6. Pemenuhan oksigen
terutama pada klien tetanus
dengan laju metabolism
yang tinggi
2 Ketidakefektifan pola nafas NOC: NIC:
berhubungan dengan Status pernafasan (0415) Airway Management Airway Management
hiperventilasi Status Pernafasan: ventilasi a. Kaji kepatenan jalan nafas a. Mengidentifikasi apakah
(0403) pasien terdapat obstruksi akibat
adanya sekret pada jalan
Setelah dilakukan tidakan nafas pasien, menjadi
keperawatan selama 1x24 jam, pedoman dalam menentukan
pola nafas kembali efektif intervensi
Kriteria hasil: b. Auskultasi suara nafas, b. Obstruksi secret pada
a. RR dalam batas normal (15- catat adanya suara bronkus akibat peningkatan
20x/menit tambahan produksi mucus sehingga
b. Irama nafas normal menimbulkan suara ronkhi
c. Tidak ada tanda sianosis c. Posisikan pasien untuk c. Posisi pasien yang tepat
d. Pengembangan dada simetris memaksimalkan ventilasi akan membantu udara yang
keluar masuk paru-paru
berjalan optimal
d. Monitor respirasi dan d. Obstruksi pada bronkus
status O2 dapat menyebabkan
penurunan intake O2 saat
inspirasi sehingga tubuh
mengalami kekurangan O2
e. Anjurkan klien untuk e. Air hangat mampu
minum air hangat membantu pengenceran
secret
f. Kolaborasi dalam f. Obat bronkodilator
pemberian obat membantu melebarkan jalan
bronkodilator dan nafas pasien, dan mukolitik
mukolitik dapat membantu
pengenceran sekret
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi 1. Mencegah terjadinya alergi
makanan makanan
2. Berikan informasi tentang 2. Meningkatkan pengetahuan
kebutuhan nutrisi klien terkait pentingnya
3. Ajarkan pasien bagaimana pemenuhan nutrisi
membuat catatan makanan 3. Untuk memandirikan klien
harian dan membentuk pola hidup
4. Kolaborasi dengan ahli sehat pada klien
gizi untuk menentukan 4. Untuk pemenuhan gii klien
jumlah kalori dan nutrisi secara tepat
yang dibutuhkan pasien
5 Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
berhubungan dengan 1. Self Care: ADL’s Energy Management Energy Management
ketidakseimbangan antara suplai 2. Toleransi Aktifitas a. Observasi adanya a. Mengidentifikasi sejauh
oksigen dan kebutuhan (00092) 3. Konservasi Energi pembatasan pasien dalam mana pasien dapat
melakukan aktifitas melakukan aktifitas yang
Setelah dilakukan tindakan ditolerir oleh tubuhnya
keperawatan selama 3 x 24 jam
pasien dapat bertoleransi b. Kaji adanya faktor yang b. Meminimalkan faktor
terhadap aktivitas dengan menyebabkan kelelahan pencetus agar tidak terjadi
Kriteria Hasil: kelelahan berlebih
a. Berpartisipasi dalam aktivitas c. Monitor nutrisi dan sumber c. Mengidentifikasi kecukupan
fisik tanpa disertai energi yang adekuat energi yang dimiliki tubuh
peningkatan tekanan darah, untuk melakukan aktifitas
nadi, dan RR d. Monitor respon d. Penurunan/ketidakmampuan
b. Mampu melakukan aktifitas kardiovaskular terhadap miokardium untuk
sehari-hari (ADLs) secara aktivitas (takikardia, meningkatkan volume
mandiri disritmia, sesak nafas, sekuncup selama aktivitas
c. Keseimbangan aktifitas dan diaphoresis, pucat, dapat menyebabkan
istirahat perubahan hemodinamik) peningkatan segera frekuensi
jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
e. Mengidentifikasi kecukupan
e. Monitor pola tidur dan energi yang dihasilkan
lamanya tidur atau istirahat dengan beristirahat untuk
pasien melakukan aktifitas
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Arif, Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta. Medica
Aesculpalus, FKUI.
Moorhead S., Johnson M., Maas M.L., Swanson E. 2013. Nursing Outcomes
Classifications (NOC): Measurement of Health Outcomes. 5th edition.
Mosby: Elsevier Inc.
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Waugh, A., Grant A. 2014. Ross and Wilson Anatomy & Physiology in Health and
Illness. 12th edition. Churchill Livingstone: Elseiver (China) Ltd.