Kesehatan Spiritual
Kesehatan Spiritual
TINJAUAN PUSTAKA
Cabe jawa atau lada panjang (Piper retrofractum Vahl.), dikenal juga
dengan nama cabe jamu (Balitro 2004). Nama daerah cabe jawa adalah campli
puta (Aceh), lada panjang (Minang), cabe jamu/cabe sula (Jawa Barat), cabe
jamo/cabe onggu (Madura), cabe (Jawa Tengah/Jawa Timur/umum) (Balitro
2003).
Selain di Indonesia jenis tanaman ini dapat tumbuh di kawasan Indochina,
Thailand sampai bagian Selatan Asia Tenggara (Balitro 2004). Awalnya
penanaman cabe jawa hanya terkonsentrasi di Jawa, namun saat ini tanaman cabe
jawa banyak ditanam di berbagai daerah, di antaranya Jawa, Madura, Lampung,
Sulawesi dan Ambon (Rukmana 2006).
dari dalam tanah. Akar lekat berada di atas permukaan tanah yang
berfungsi untuk melekatkan batang sehingga tanaman dapat memanjat.
Yuniarti (2008) dan Muslihah (2007) juga menambahkan bahwa buah cabe
jawa bermanfaat untuk mengobati kejang perut, muntah-muntah, perut kembung,
mulas, sukar buang air besar, disentri, diare, sakit kepala, sakit gigi, batuk,
demam, sukar melahirkan, hidung berlendir, dan tekanan darah rendah. Bagian
akar dari cabe jawa berfungsi untuk mengobati perut kembung, pencernaan
terganggu, tidak dapat hamil karena rahim dingin, membersihkan rahim setelah
melahirkan, badan terasa lemah, dan stroke. Bagian daun cabe jawa berfungsi
untuk mengobati kejang perut dan sakit gigi.
Tanaman cabe jawa dapat tumbuh baik pada ketinggian 1-600 m dpl, dari
daerah pantai sampai di kaki perbukitan. Suhu yang cocok berkisar antara 20ºC
(minimum) dan 34ºC (maksimum). Kisaran suhu terbaik adalah 23-32ºC dengan
suhu rata-rata siang hari 29ºC dan mempunyai derajat kelembaban dengan kisaran
60– 80%. Cabe jawa menghendaki daerah dengan curah hujan antara 1500–3000
mm/tahun. Tidak terdapat bulan-bulan kering dengan curah hujan < 60 mm/bulan,
karena pertumbuhan tanaman dapat tertekan dan menjadi layu (Balitro 2003;
Dirjenbun-Deptan 2009). Cabe jawa dapat tumbuh pada lahan terbuka atau pada
lahan agak terlindung (radiasi surya 50-75%) (Dirjenbun 2009).
Tanaman cabe jawa dapat tumbuh dengan baik pada jenis tanah Andosol,
Latosol, Grumosol, Regosol, dan Podsolik; tekstur liat yang mengandung pasir,
subur, gembur, porous, drainase yang baik dengan kemasaman tanah (pH) antara
5.5 –7.0. Tempat tumbuh tanaman merambat pada tembok, pagar, pohon lain,
atau rambatan yang dibuat khusus. Cabe jawa cocok ditanam di tanah yang tidak
lembab dan banyak mengandung pasir ( Balitro 2003).
Budidaya cabe jawa di tingkat petani biasanya diperlakukan sebagai
tanaman sela di bawah tanaman tahunan. Tanaman ini mempunyai sulur panjat
yang memerlukan pohon panjat di dalam pertumbuhannya. Jenis pohon panjat
bermacam-macam antara lain kayu jaran (Lannea grandis), dadap (Erythrina
subumbran), glirisidia (Glyrisidia sepium), kedawung (Parkia roxburghi) yang
berfungsi pula sebagai tanaman obat. Apabila penanaman dilakukan di bawah
tegakan pepohonan dengan kanopi yang cukup rindang tidak perlu dibuat naungan
(Balitro 2004). Cabe jawa dapat diusahakan sebagai tanaman liana (memanjat)
9
dengan memakai berbagai pohon panjat yang ditanam di sepanjang galengan atau
batas petakan kebun dalam pola budidaya tumpangsari. Namun akhir-akhir ini
telah banyak diusahakan penanaman secara khusus monokultur. Petani di Jawa
Timur, seperti di daerah Madura dan Kabupaten Lamongan menanam cabe jawa
pada galengan/guludan dan pembatas dengan jarak yang cukup lebar, dengan
maksud agar petani dapat menanam palawija pada musim penghujan sebagai
tanaman tumpangsari dengan tanaman cabe jawa (Bermawie et al. 2007).
Januwati dan Yuhono (2003) menyatakan bahwa di Tawangmangu, Jawa
Tengah misalnya, cabe jawa tidak dapat berbuah dengan sempurna dan cenderung
menghasilkan daun daripada buah. Di Wonogiri-Jateng tanaman asli Indonesia ini
menghasilkan daun dan buah yang kecil-kecil. Sebaliknya, di Madura-Jatim cabe
yang tidak pedas ini membentuk buah dengan ukuran yang lebih besar. Menurut
Purbani dan Puspita (2006), Madura adalah tempat ideal bagi pertumbuhan cabe
jawa, karena kondisi lingkungannya, baik suhu maupun tanah di sana, dirasa
paling cocok. Saat ini daerah pengembangan cabe jawa meliputi Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Lampung.
Naungan
tempat terbuka. Apabila pegagan tumbuh pada tempat yang terlalu kurang cahaya
helaian daun akan menipis dan warnanya memucat (Januwati dan Muhammad
1992). Tanaman ini juga dapat tumbuh baik dengan intensitas cahaya 30–40 %,
sehingga dapat dikembangkan sebagai tanaman sela musiman maupun tahunan
(Januwati dan Yusron 2004).
Semakin tinggi tingkat naungan yang diberikan maka tanaman akan
melakukan adaptasi atau penghindaran terhadap cekaman naungan dengan cara
meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik. Adaptasi
yang dilakukan tanaman adalah dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit
luas daun dan rasio klorofil b/a (Levitt 1980). Hale dan Orcutt (1987) menyatakan
bahwa efisiensi penangkapan cahaya tergantung pada jumlah klorofil per unit luas
daun, untuk sebagian tanaman tetap konstan terhadap cakupan intensitas cahaya
yang luas. Pembentukan klorofil pada daun yang ternaungi dipengaruhi antara
lain oleh cahaya, karbohidrat dalam bentuk gula serta komponen utama
pembentuk klorofil yaitu unsur N dan Mg (Dwijoseputro 1980).
Lada tergolong satu famili dengan cabe jawa, yaitu famili Piperaceae. Oleh
karena itu cabe jawa memiliki sifat morfologi dan fisiologi yang menyerupai lada.
Syarat tumbuh dan teknologi budidaya tanaman cabe jawa dapat menggunakan
pendekatan menggunakan syarat tumbuh dan teknologi budidaya lada, baik lada
merambat maupun lada perdu, karena kedua lada tersebut memiliki syarat tumbuh
tanaman yang sama.
Lada tergolong tanaman adaptif terhadap naungan, namun untuk mendukung
pertumbuhan dan produksinya memerlukan kisaran radiasi surya yang optimal.
Menurut Syakir (1994) tanaman lada berproduksi baik pada tingkat intensitas
radiasi minimal 50% atau setara dengan energi radiasi rata-rata 251.8
kalori/cm2/hari. Lebih jauh Wahid et al. (1999) melaporkan bahwa di antara
varietas tanaman lada perdu terdapat perbedaan respon terhadap intensitas radiasi
surya. Intensitas radiasi 100% (cahaya penuh) produksi tanaman lada perdu
terbaik oleh varietas Petaling 1. Intensitas radiasi 50-75% produksi terbaik
ditunjukkan oleh varietas Bengkayang. Secara umum tanaman lada perdu tumbuh
dan berproduksi dengan baik pada kisaran intensitas radiasi surya 50-75%.
12
Aksesi
dengan warna bervariasi dan mutu berlainan. Cabe jawa dari Kabupaten Sumenep
memiliki kandungan minyak 1.56-1.66% (Rostiana et al. 1994; Yuliani et al.
2001).
Hasil eksplorasi tahun 2003 menunjukkan bahwa kandungan piperin,
oleoresin dan minyak atsiri aksesi cabe jawa yang berhasil dikumpulkan dari
beberapa sentra produksi juga berbeda-beda. Kadar piperin tertinggi (17.24%)
diperoleh pada aksesi asal Bali, dengan bentuk buah lonjong, pipih dan kecil serta
berwarna kuning. sedangkan kadar minyak atsiri tertinggi(1.40%) diperoleh dari
aksesi asal Pamekasan, Cabe jawa yang berasal dari Sumenep menunjukkan
kadar oleoresin tertinggi, yaitu 6.10% (Rostiana et al. 2003). Dengan demikian
perbedaan komponen produksi dari masing-masing tipe cabe jawa yang tersebar
di sentra produksi belum diketahui dengan jelas. Sampai saat ini belum diketahui
apakah karakteristik tanaman yang dibudidayakan tersebut sama atau tidak
(Rostiana et al. 1994).
Perolehan sediaan jamu atau fitofarmaka afrodisiak dari cabe jawa yang
terstandar, perlu didukung dengan penyediaan hulu yang memadai. Industri
afrodisiak mengharapkan mutu simplisia dan ekstrak yang akan digunakan
terjamin kebenarannya. Faktor yang berpengaruh terhadap mutu simplisia adalah
kejelasan spesies/varietas tumbuhan serta potensi genetiknya, lingkungan tumbuh,
bagian yang digunakan, waktu panen dan perlakuan pasca panen (Sinambela
2003).