Anda di halaman 1dari 13

PENGEMBANGAN METODE ANALISIS

PENGAWET

NAMA : ANDI NURUL ANISA

NIM : N11116515

KELAS : PENGEMBANGAN METODE ANALISIS DAN VALIDASI B

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada literatur


yang sudah ada menggunakan instrument yang sama atau yang hampir sama.
Pengembangan metode biasanya membutuhkan pemilihan syarat-syarat
metode tertentu dan memutuskan jenis alat apa yang akan digunakan dan
kenapa. Pada tahap pengembangan, keputusan terkait dengan pemilihan
kolom, fase gerak, detector, dan metode kuantifikasi harus diperhatikan.
Tujuan dari pengembangan metode analisis ini sendiri adalah untuk
memperoleh metode analisis yang , Bebas galat, Memberikan informasi
analitik yang baik (selektivitas, kecermatan, dan keseksamaan), Mudah
dilakukan, dapat diinformasikan / dapat dilakukan dalam waktu yang singkat,
Murah dan cepat.
Ada beberapa alasan valid untuk mengembangkan suatu metode
analisis baru, yaitu:
 Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks
sampel tertentu.
 Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode
yang sudah ada tidak reliable (presisi dan akurasinya rendah).
 Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu banyak,
membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diautomatisasikan.
 Metode yang kurang memiliki spesifitas yang mencukupi pada
sampel yang dituju.
 Instrumentasi dan tekhnik yang lebih baru memberikan kesempatan
untuk meningkatkan kinerja metode tersebut, yang meliput
peningkatan identifikasi analit, peningkatan batas deteksi, serta
akurasi dan presisi yang lebih baik.
 Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode alternative, baik
untuk alasan legal ataupun alasan saintific.
BAB II

ISI

II.1 Tinjauan Pustaka

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau


menghambat peruraian terhadap makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Bahan tambahan makanan ini ditambahkan ke dalam
makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai medium
tumbuhnya bakteri atau jamur (Winarno dan Titi, 1994).
Apabila pemakaian bahan pegawet dan dosisnya tidak diatur dan
diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi
pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan ataupun
yang bersifat tidak langsung misalnya apabila bahan pengawet yang
digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2006).
Jenis pengawet yang sering digunakan pada makanan adalah asam
benzoat. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk
garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Menurut
persyaratan SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-0222-1995 batas
maksimum penggunaan natrium benzoat adalah 1 g/kg. Ambang
penggunaan bahan pengawet yang diijinkan adalah batasan dimana
konsumen tidak menjadi keracunan dengan tambahan pengawet tersebut.
Penambahan pengawet memiliki resiko bagi kesehatan tubuh, jika
terakumulasi secara terus menerus dan dalam waktu yang lama (Afrianti,
2008).

Ada 2 tahapan yang dilakukan untuk melakukan pengembangan


metode analisis yaitu:
 Perencanaan dan Pengembangan
1. Menentukan masalah analisis, berkaitan dg apa yang akan
dilakukan (penentuan kualitatif, kuantitatif, / uji batas)
2. Mengumpulkan informasi berkaitan dengan masalah analisis.
3. Menyusun kriteria pemilihan metode.
a) Kriteria numeria
b) Kriteria ekonomis
c) Kriteria kepraktisan
4. Pemilihan dan disain metode analisis berdasarkan informasi dan
criteria
 Design Percobaan dan Optimasi
Validasi metode menurut USP dilakukan untuk menjamin bahwa
metode analisis bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran
analitik yang akan dianalisis. Secara singkat validasi merupakan aksi
konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4
langkah nyata yaitu validasi perangkat lunak (software validation), validasi
perangkat keras (hardware validation), validasi metode, dan kesesuaian
sistem (system suitability).
Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan
system yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan sistem yang
terjamin dikembangkan. Akhirnya, validasi total diperoleh dengan melakukan
kesesuaian sistem. Masing-masing tahap dalam proses validasi ini merupakan
suatu proses yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan
validasi
Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru
dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah
tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode
tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya
tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi
mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap
validasi.
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan ferifikasi
bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi
problem analisis karenanya suatu metode harus divalidasi ketika:
 Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis
tertentu.
 Metode yang sudah baku direvisi untuk menyusuaikan
perkembangan atau ketika munculnya suatu problem yang mengarah
bahwa metode baku tersebut harus direvisis.
 Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah
berubah seiring berjalannya waktu.
 Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara 2 metode

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam


validasi metode analisis adalah sebagai berikut:
1. Accuracy (Kecermatan)
Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan
hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi
(spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard
addition method). Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan
sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.
Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%.
2. Precision (keseksamaan)
Precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari
rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel
yang diambil dari campuran yang homogen. Presicion diukur sebagai
simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision
dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility
(ketertiruan). Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-
laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan
analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel
yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama.
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya
yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan
adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan
(degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang
mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil
analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil
analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis,
senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis
sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.
4. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode
adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah
ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan
linearitas yang dapat diterima.
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah
garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang
diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi
analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui
persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis
terhadap konsentrasi analit.
5. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of
Quatification)
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan
dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas
kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai
kuantitas terkecil analit dalam sampel. Penentuan batas deteksi suatu
metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan
instrumen atau tidak.
a. Batas deteksi (LoD)
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoD = (3 Sy/x)/ Sl
b. Batas kuantitasi (LoQ)
Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoQ = (10 Sy/x)/Sl
Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah
melalui penentuan rasio S/N (signal to noise ratio).
6. Ketangguhan metode (ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang
diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal,
seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang
berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya
pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.
Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi
normal antara lab dan antar analis.
Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu
lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda
menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda
tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama.
7. Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan
metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik
dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan
untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak
dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2
unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 – 3° C).
II.2 Metode

A. Alat
Alat yang digunakan spektrofotometer UV-Vis (Cintra), timbangan
analitik (Ohaus tipe pioner), alat-alat gelas untuk laboratorium (Pyrex), kertas
saring whatman 41, dan timbangan gram (NKH).
B. Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah asam benzoat p.a (Merck),
etanol 96% pa (Merck), HCl p.a (Merck), NH4OH p.a (Merck), asam asetat
p.a (Merck), kloroform p.a (Mallinckrodt), NaCl p.a (Mallinckrodt), NaOH
p.a (Merck), zat warna Rhodamin B (Merck), etanol 70% , larutan HCl 0,1 N,
larutan NaOH 1%, larutan ammonia 2% (dilarutkan dalam etanol 70% v/v),
larutan ammonia 10% (dilarutkan dalam etanol 70% v/v), larutan asam asetat
10%, larutan NaCl jenuh, dan aquadem (Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya).
II.3 Hasil Dan Pembahasan

Analisis natrium benzoat diamati dalam bentuk asamnya yaitu asam benzoat.
Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan pengamatan
absorbansi pada panjang gelombang 230 nm . Dalam sampel saus tomat ini memberikan
absorbansi pada panjang gelombang 230 nm , sehingga dapat disimpulkan dalam sampel saus
tomat J terdapat asam benzoat.

Sebelum dilakukan analisis kuantitatif, metode yang akan digunakan harus


divalidasi. Dari hasil uji validasi metode penetapan kadar natrium benzoat
menggunakan spektrofotometer diperoleh hasil uji beberapa parameter sebagai
berikut: Akurasi, didapatkan rentang hasil % recovery sampel J adalah 88,91%-
90,06% dan hasil rata-rata % recovery sampel J adalah 89,50%. Dari hasil ini
menunjukkan syarat akurasi terpenuhi yaitu dalam rentang 80%-120%. Presisi dari
baku asam benzoat diperoleh dengan harga KV=0,07%, presisi dari sampel sebagai
matriks diperoleh dengan harga KV=0,05%, presisi dari % recovery diperoleh dengan
harga KV=0,07%, hal ini menunjukkan syarat presisi juga terpenuhi yaitu ≤ 2%.
Linearitas, untuk natrium benzoat diperoleh Vx0 = 3,07%. Dari hasil tersebut
menunjukkan syarat linearitas terpenuhi yaitu ≤ 5%. LOD (Limit of Detection) dan
LOQ (Limit of Quantitation), LOD asam benzoat adalah sebesar 0,371 ppm
sedangkan LOQ asam benzoat sebesar 1,236 ppm. Analisis pengawet natrium
benzoat pada sampel saus tomat J secara kuantitatif menggunakan spektofotometer
UV pada panjang gelombang maksimum 230 nm . Dalam analisis ini sampel saus
tomat yang mengandung natrium benzoat diekstraksi dengan kloroform yang
sebelumnya diasamkan dengan HCl, ekstrak kloroform yang didapat diuapkan dan
dikeringkan setelah itu dilarutkan dengan HCl. Dari larutan tersebut diamati kadar
asam benzoat dengan menggunakan spektrofotometer yang diamati pada panjang
gelombang 230 nm , kadar natrium benzoat diperoleh dengan menggunakan konversi
bobot molekul natrium benzoat dibandingkan dengan asam benzoat.

Kadar rata-rata zat pengawet natrium benzoat yang ditemukan adalah 2,44 g/kg,
kadar natrium benzoat dalam saus tomat J ini tidak sesuai dengan persyaratan SNI 01-
0222-1995 yaitu batas maksimum penggunaan pengawet natrium benzoat 1 g/kg.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa


sampel saus tomat J yang diperoleh dari pasar tradisional L kota Blitar mengandung
pengawet natrium benzoat. Kadar rata-rata bahan pengawet natrium benzoat dalam
saus tomat J adalah 2,44 g/kg. Kadar natrium benzoat dalam saus tomat ini tidak
sesuai dengan persyaratan SNI 01-0222-1995 yaitu batas maksimum penggunaan
pengawet natrium benzoat 1 g/kg.
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Abdul. 2014, Valiadasi dan penjamin mutu, Metode Analisis kimia.
Gadjah mada universty press. Yogyakarta.

Gholib, Ibnu. 2008. Kimia Analisis Farmasi. Universitas Gadjah Mada


Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sella. 2013. Analisis Pengawet Natrium Benzoat Dan Pewarna Rhodamin B


Pada Saus Tomat J Dari Pasar Tradisional L Kota Blitar. Calyptra: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

Anda mungkin juga menyukai