Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pemimpin dan kepemimpinan selalu menarik dibicarakan oleh berbagai


lapisan masyarakat. Seperti para guru/dosen, pelajar/mahasiswa, pengusaha,
birokrat, orang tua, pemuda, seniman, olahragawan, cendekiawan, politikus
dan sebagainya. Pada intinya semua yang terikat dengan orang lain atau dengan
perkumpulan, himpunan, asosiasi, lembaga dan organisasi. Semuanya tidak
dapat terlepas dari pembahasan tentang pemimpin dan kepemimpinan. Adapun
di dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang menerangkan tentang jiwa-jiwa
kepemimpinan. Salah satunya, Allah berkalam dalam QS. AliImran: 159. Pada
ayat tersebut berkaitan dengan peristiwa pasca perang Uhud.

Di mana, dalam kondisi evaluasi kerja, tidak jarang seorang pemimpin


terjebak dalam emosi. Bahkan, dapat berbuat semena-mena terhadap
anggotanya yang dianggap sebagai penyebab kegagalan tersebut. Apa yang
dilakukan Rasulullah Saw.dengan bimbingan dari Allah terhadap sahabatnya
telah memberikan contoh yang sungguh mulia bagi seorang pemimpin. Sikap
beliau terhadap mereka – walaupun sebagian dari mereka telah lari dari medan
perang – tetap santun, tidak kasar, tidak keras hati, mudah memaafkan dan
memintakan ampun atau dosa mereka kepada Allah SWT. Bahkan, untuk
mengembalikan kepercayaan antara pemimpin dan umatnya, beliau tidak
segansegan mengajak mereka kembali untuk memperbaiki kondisi dengan
mengajak musyawarah (El-Qudsi, 2012: 123). 2 Sikap mulia semacam itu
ditegaskan sebagai rahmat (keberkahan) Allah yang diberikan kepada
Rasulullah SAW, untuk bisa menjadi contoh bagi seluruh umatnya (Lihat QS.
At-Taubah: 128). Karena itu, banyak orang beranggapan bahwa maju dan
berkembangnya suatu organisasi terletak pada pemimpinnya. Begitu juga
sebaliknya, organisasi yang tidak dapat berkembang bahkan mengalami
penurunan, bisa dimungkinkan penyebabnya adalah lemahnya pemimpin.

Hal demikian berlaku bagi semua organisasi yang bergerak, termasuk


salah satunya adalah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan

1
2

(lembaga pendidikan).Apabila ingin memajukan dan mengembangkan


organisasi atau lembaga apapun, maka salah satu kuncinya terletak pada
pemimpin atau kepemimpinan yang ada di dalamnya. Meskipun faktor di luar
pemimpinnya baik, jika tidak didukung sumber daya manusia (termasuk
pemimpinnya) yang profesional, maka tidak akan dapat berhasil dengan baik.
Kehidupan organisasi selalu dihubungkan dengan siapa pemimpinnya dan
bagaimana memimpinnya. Sebuah negara itu maju atau tidak selalu
dihubungkan dengan presidennya, baik sebagai kepala negara maupun sebagai
kepala pemerintahan. Demikian juga sekolah itu maju atau tidak, selalu
dikaitkan dengan kepala sekolahnya.

Oleh karena itu, semua orang menyadari bahwa seorang pemimpin


memiliki posisi yang sangat strategis dan peran yang sangat vital dalam
memajukan atau mengembangkan sebuah organisasi. Hal tersebut kiranya telah
difahami bahwa faktor pemimpin dan kepemimpinan sangat besar pengaruhnya
terhadap kesuksesan organisasi (Samino, 2010: 16). 3 Dalam dunia pendidikan,
terkhusus pada lembaga pendidikan (sekolah), kepala sekolah juga sangat
menentukan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Terlebih, dalam suatu organisasi (sekolah), salah satu faktor yang diperhatikan
adalah sumber daya manusia, yaitu orang atau individu yang memberikan
tenaga, bakat, dan kreativitas serta usaha demi kemajuan organisasi yang
bersangkutan. Oleh karena itu, setiap sekolah dituntut untuk senantiasa
memperhatikan aspek tersebut dan bukan hanya aspek teknologi dan ekonomi
dalam setiap usaha. Dalam berbagai keadaan, nilai-nilai manusiawi (human
value) bisa diselaraskan secara baik dengan aspek teknologi.

Sumber daya manusia adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia
untuk mewujudkan perannya sebagai mahkluk sosial yang adaptif dan
transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi
manusia demi menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang
indah dan berkelanjutan. Sumber daya manusia merupakan aset organisasi
yang paling penting dan membuat sumber daya organisasi lainnya memiliki
etos bekerja (Mulyasa, 2007: 227).Sumber daya manusia mampu memengaruhi

2
3

efisiensi dan efektivitas sekolah, serta merupakan pemasukan dan pengeluaran


pokok dari sekolah dalam menjalankan serangkaian aktivitas pendidikan.
Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya
manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Maka,
dalam hal ini manajemen SDM dalam pendidikan juga menjadi perhatian yang
serius untuk tetap mengalami perbaikan. Untuk kepentingan tersebut,
diperlukan sumber daya manusia (SDM) berkualitas 4 yang memiliki kemauan
dan kemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus-
menerus dan berkesinambungan (continouos quality improvement) (Mulyasa,
2007: 5).

Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu prosedur yang


berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan
dengan orang-orang yang untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat
pada saat organisasi memerlukannya (Priyanto, 2008: 4). Sampai sekarang
sumber daya manusia sangat diutamakan dalam sebuah sekolah, karena
keberadaan sumber daya manusia di dalam sekolah menempati posisi penting
di dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Sumber
daya manusia yang berkualitas dan pengembangan kualitas sumber daya
manusia bukan lagi merupakan isu atau tema retorik. Melainkan, merupakan
taruhan atau andalan serta ujian seiap individu, kelompok, golongan
masyarakat, dan bahkan setiap bangsa (Samisi dalam Harun, 2004: 4).

Sumber daya manusia yang dalam hal ini manusia sebagai kekuatan untuk
menjadikan sebuah organisasi (sekolah) dapat lebih berkembang. Maka dari
itu, agar sekolah dapat berkembang dengan baik atas segala usaha dan tujuan
yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya manusia yang telah
tersedia saat ini, maka sekolah tidak cukup hanya dengan jalan memperoleh
orang yang dianggap paling tepat untuk jabatannya, akan tetapi kepala sekolah
menjadi tokoh utama dalam upaya menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas di sekolahnya (Mulyasa, 2007: 183)

3
4

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka rumusan masalah makalah ini


diuraikan sebagai berikut :

1. apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?

2. apa yang dimaksud dengan sejarah dalam kepemimpinan?

3. apa yang dimaksud dengan teori genetis?

4. apa yang dimaksud dengan teori sifat?

5. apa yang dimaksud dengan teori kontigensi?

6. apa yang dimakdus dengan situasional?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini diuraikan
sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan apa sejarah dari kepemimpinan
2. Untuk menjelaskan apa itu teori genetis
3. Untuk menjelaskan apa itu teori sifat
4. Untuk menjelaskan apa teori kontigensi
5. Untuk menjelaskan apa situasional

4
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah seni yang usianya setua usia manusia di bumi, yang
telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarahmanusia. Kebenaran tentang
kepemimpinan yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah ini ditegaskan
oleh Bernard M. Bass yang menjelaskan bahwa berdasarkan fakta, seni
kepemimpinan itu telah ada serta diterapkan secara umum, karena kepemimpinan
itu adalah seni yang bersifat universal.

Sebagai seni,kepemimpinan telah dipraktekkan oleh penguasa-penguasa


dunia zaman kuno seperti pada kerajaan Mesopotamia,Persia, Mesir klasik di
Timur Tengah;penguasa India,Tiongkok dan Jepang klasik di Timur,dan penguasa
Indian Inka di Amerika Latin, penguasa zaman tengah Babylon (Mesopotamia),
Persia, Yunani dan Romawi, penguasa zaman masehi, di Eropa termasuk negara-
negara baru seperti Perancis dan Jerman, Ingris, dan sebagainya sampai kepada
penguasa dari kerajaan-kerajaan tua di Timur Jauh, serta kelompok masyarakat-
budaya lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dalam kaitan ini, dapat
dikatakan pula bahwa sebagai seni, kepemimpinan pun telah dipraktekkan oleh
tokoh-tokoh dunia yang besar dan terkenal yang berkiprah dalam segala bidang
kehidupan, mulai dari Hammurabi, raja Babylon,sampai ahli seni perang klasik di
Tiongkok, serta filsuf klasik Yunani seperti Plato dan Aristoteles serta Patih
Gajahmada, penguasa kolonial Belanda, pelukis Raden Saleh, dan Soekarno,
Presiden RI pertama, serta banyak lagi. Para tokoh besar yang disinggung di atas
ini telah membuktikan diri sebagai manusia-manusia luar biasa yang menerapkan
seni kepemimpinan dalam karir mereka, namun, karya-karya besar mereka yang
gemilang tidak dapat diklasifikasikan secara penuh sebagai karya dasar bagi ilmu
kepemimpinan.

Dalam sejarah di dunia Barat, diakui bahwa istilah leader atau pemimpin
itu telah ada dalam kamus berbahasa Inggris sejak tahun 1300, tetapi penggunaan

5
6

istilah kepemimpinan itu baru saja ada pada pertengahan abad ke sembilanbelas.
Dalam studi Timur klasik pun sudah ditemukan adanya upaya penerapan seni
kepemimpinan dalam peran pemimpin serta upaya perkembangan pemimpin.
Namun dapat dilihat adanya indikasi kecenderungan yang sama yaitu belum
adanya konsep baku tentang kepemimpinan yang dikembangkan serta diterapkan
secara ilmiah. Implikasi di atas ini cukup menarik untuk disimak sebagai dasar
untuk mengidentifikasi perkembangan sejarah kepemimpinan sebagai suatu ilmu.
Upaya mengidentifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan telah dilakukan oleh,
Profesor Dr. J. Robert Clintondari Fuller Theological Seminary, School of Inter-
cultural Studies.

Dalam hasil risetnya, Profesor Clinton mengidentifikasi perkembangan


ilmu kepemimpiman dengan membuat klasifikasinya kedalam beberapa era
perkembangan. Klasifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan dimaksud adalah
sebagai berikut ini.

1) Great Man Era, yang meliputi tahun 1841-1904.


2) Trait Era, yang meliputi tahun 1904-1948.
3) Behavior Era, yang meliputi tahun 1948-1967.
4) Contingency Era, yang meliputi tahun 1967-1980.
5) Complexity Era, yang meliputi tahun 1980-1986, dst.

Mengomentari klasifikasi Clinton ini, dapat dikatakan bahwa alasan utama


untuk membuat penggolongan perkembangan ilmu kepemimpinan seperti di atas
ini dilakukan dengan menunjuk kepada trend penelitian dan hasilnya yang dapat
ditemukan dalam literatur-literatur kepemimpinan yang dihasilkan oleh para pakar
pada masing-masing era di atas.

2.2 Teori Kepemimpinan


2.2.1 Teori Genetis
Dalam setiap generasi seorang pemimpin tidak muncul begitu saja tanpa ada
hal yang melandasainya untuk dapat menjadi tokoh yang dominan dalam setiap
kelompok. Menurut Kartono( 2004:31) ada beberapa teori yang menggambarkan
landasan munculnya seorang pemimpin antara lain:

6
7

Teori genetis menyatakan sebagai berikut :


1. Pemimpin itu tidak di buat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat
alami yang luar biasa sejak lahirnya.
2. Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang
bagaimanapun juga, yang khusus.
3. Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis
Kartini Kartono yang dikutip oleh Burharudin dan Umiarso
mengemukakan bahwa ditinjau dari sejarah perkembangannya, terdapat
kepemimpinan, yaitu:
Teori Genetis (keturunan) memiliki Inti bahwa “Leader are born and not
made” (pemimpin itu dilahirkan [bakat] bukanya dibuat). Para penganut aliran
teori ini mengenengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi
pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakal kepemimpinan.20 Konsep ini
merupakan konsep kepemimpinan yang paling tua dan paling lama dianut oleh
orang-orang. Kendatipun demikian, masih banyak pandangan terutama dalam
kehidupan masyarakat agraris feodal yang menganggap bahwa seseorang menjadi
pemimpin semata-mata karena orang itu dianggap memiliki sifat-sifat yang baik
sebagai pemimpin atau setidak-tidaknya memiliki potensi sejak lahir berupa
kemampuan memimpin.
2.2.2 Teori Sifat
Teori sifat kepemiminan membedakan pada pemimpin dari mereka yang
bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik
pribadi masing-masing. Pada teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa
keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri yang
dimilikinya. Atas dasar pemikiran tersebut, timbul anggapan bahwa untuk
menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas
seseorang dengan berbagai sifat dengan ciri-ciri di dalam dirinya.

Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang dapat diukur, para peneliti


menggunakan dua pendekatan yaitu mereka berusaha membandingkan ciri-ciri
dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan ciri-ciri yang tidak
demikian dan mereka membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan ciri-

7
8

ciri pemimpin yang tidak efektif. Akan tetapi studi tentang cirri-ciri ini
mengalami kegagalan untuk mengungkap secara jelas dan konsisten yang
membedakan pemimpin dan pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh
Cecil A. Gibb bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi, lebih
cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan pemimpin.
Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan dari mereka
tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang yang terlalu
cerdas dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul atau tidak
menjadi seseorang pemimpin, barang kali orang ini berbeda terlalu jauh dengan
kelompoknya.

Pada teori ini mengasumsikan manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan
sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi
kepemimpinan. Selain itu juga menempatkankan sejumlah sifat
atau kualitas yang dikaitkan dengan keberadaan pemimpim yang memungkinkan
pekerjaan atau tugas kepemimpinannya akan menjadi sukses ataupun efektif di
mata orang lain. Seorang pemimpin akan sukses atau efektif apabila dia
memiliki sifat-sifat seperti berani bersaing, percaya diri, bersedia berperan
sebagai pelayanan orang lain, loyalitas tinggi, intelegensi tinggi, hubungan
interpersonal baik, dan lain sebagainya. Menurut JudithR.Gordon menyatakan
bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter, seperti kemampuan
intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status sosial ekonomi, human
relations, motivasi intrisik dan dorongan untuk maju (achievement drive).
Sedangkan menurut SondangP.Siagan, bahwa seorang pemimpin harus memiliki
ciri-ciri ideal diantaranya:

a. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,


obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, dan orientasi masa depan.
b. Sifatinkuistif,rasa tepat waktu,rasa kohesi yang tinggi,naluri
relevansi,keteladanan,ketegasan,keeranian,sikap yang antisi patif,
kesediaan menjadi pendengar yang baik,kapasitas integrative.

8
9

c. Kemampuanuntukbertumbuhdanberkembang,analitik,menentukan skala
prioritas,membedakan yang penting dan yang tida
kpenting,keterampilanmendidik,danberkomunikasisecaraefektif.
Menurut Ronggowarsito, menjekaskan bahwa seorang pemimpin
harus memiliki Hasta brata,yaitu delapan sifat unggul seorang
pemimpinyang dikaitkan dengan sifat-sifat alam antaranya:
a) Bagaikan surya
Menerangidunia,memberi kehidupan, menjadi penerang, pembuat senang,
arif, jujur, adil, dan rajin bkerja sehingga aman sentosa.
b) Bagaikancandraataurembulan
Memberikancahayapeneranganketeduhanpadahatiyangtengahdalam
kesulitan,bersifatmelindungisehigngasetiaporangdapattekunmenjalani
tugasnya masing-masing dan memberi ketenangan.
c) Bagaikan kartika atau bintang
menjadi pusat pandangan sebagai sum ber kesusilaan, menjadi kiblat
ketauladanan dan menjadi sumber pedoman.
d) Bagaikan meja atau awan
Menciptakan kewibawaan, mengayomi menuduhi sehingga semua tindakan
menimbulkan ketaatan.
e) Bagaimkan bumi
Teguh, kokoh pendiriannya dan brsahaja dalam ucapannya.
f) Bagaikan samudra
Luas pandangan, lebar dadanya, dan dapat membuat rakyat seiya sekata.
g) Bagaikan hagni atau api
Adil, m enghukum tanpa memandang bulu, yang salah menjalankan
hukuman dan yang baik mendapat pahala.
h) Bagaikan bayu atau angin
Adil, jujur, terbuka dan tidak ragu-ragu.

Dari penjelasan diatas, bahwa karakter istimewa yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin mencakup karakter bawaaan dan karakter yang diperoleh
kemudian dikembangkan pada kemudian. Adapun kelemahan dari seorang
pemimpin pada teori sifat diantaranya:

9
10

a) Terlampaubanyaksifat-sifatyangharusdimilikiseorangpemimpin
b) Mengabaikan unsur follower dan situasi serta pengaruhnya terhadap
efektifitas pemimpin
c) Tidak semua ciri cocok untuk segala situasi
d) Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan
mengabaikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.
2.2.3 Teori Kontigensi
Pendekatan kontigensi yang di gunakan banyak para ahli penelitian dan
dalam penelitian seperti ini adalah dalam rangka memberikan masukan faktor-
faktor yang sebaiknya dipertimbangkan dalam perancanaan sistem akuntansi
manajemen. Premis umum yang di gunakan pada pendekatan kontigensi dalam
mendesain sistem akuntansi secara auniversal selalu tepat untuk bisa di terapkan
pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan ( outley 1980). Hal ini
membuktikan bahwa desain dengan berbagai komponen informasi sistem
akuntansi manajemen tergantung kontigensi khusus.

Para penelitian telah banyak menerapkan teori kontigensi untuk menganalisa


dan merancang sistem pengendalian khusnya dalam bidang sistem akuntasi
manajemen (outley 1980). Beberapa penelitian dalam akuntansi manajemen
menguji guna melihat hubungan variabel- variabel konstektual seperti
ketiakpastian lingkungan ( gordon dan narayan, 1984) : govindarajan 1987),
kompleksitas teknologi ( daft dan macintoht 1985) struktur organisasi dan
ketidakpastian lingkungan ( supardiyono, 1999) semuanya dengan desain sistem
akuntansi manajemen.

Pendekatan kontigensi yang di gunakan banyak menarik minat para


penelitian karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan sistem
akuntansi manajemen akan selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau
tidak. Dengan didasarkan pada teori kontigensi maka ada dugaan bahwa terdapat
faktor situasional lainya yang mungkin akan saling berinteraqksi didalam
mempengaruhi kondisi tertentu.

10
11

Penerapan teori kontigensi di dalam organisasi

Kepimpinan dalam organisasi yang efektif bergantung pada situasi ketika


kepempinan tersebut dilaksanakan. Teori kontigensi dari fiedler adalah teori yang
membahas gaya kepimpinan yang tergantung pada situasi organisasi tersebut.
Karakteristik situasi kepempinan yang paling penting terdapat dalam 3 variabel
yaitu:

1. Leader- member orientation hubungan pribadi antara pemimpin dengan


para anggota jika sebuah organisasi memiliki situasi leader-leader orientasi
yang baik, itu artinya anggota menyukai mempercayai dengan menghargai
pemimpin. Hai ini di anggap efektif dalam kepimpinan sebuah organisasi.
2. Task structure tingkat struktur tugas yang memberikan oleh pemimpin
untuk di kerjakan oleh anggota organisasi. Semakin tugas terstruktur maka
pemimpin makin memiliki pengaruh besar dalam sebuah organisasi.
3. Kekuasaan jabatan: tingkat hukuman, penghargaan kenaikan pangkat,
disiplin teguran yang dapat di berikan pemimpin kepada anggotanya.
Pemimpin mempuanyai kekuasaan besar dalam sebuah organisasi bila ia
mampu member penghargaan dan menjatuhkan hukuman bagi yang
melakukan kesalahan.

Efektifitasi pemimpin di tentukan oleh kesesuaian antara gaya


pemimpin dengan keharmonisan situasinya. Alasan yang menyebabkan
gaya kepimpinan tertentu lebih efektif dalam beberapa situasi berbeda
dapat di terangkan melalui harmonis dan tidak harmonis. Misalnya dalam
sebuah organisasi himpunan mahasiswa dalam situasi yang harmonis
pemimpin menjadi orang yang di sukai memberikan tugas yang jelas dan
mempunyai kekuasaan yang besar. Dalam kondisi seperti ini jelas semua
variabel situasi yang baik telah tersedia jadi,pendekatan kontigensi telah
berkembang di beberapa bidang manajemen seperti perancanaan
organisasi kepimpinan motivasi perencanaan yang strategik dan dinamika
kelompok.

11
12

Pendekatan Kontingensi :
Pendekatan kontingensi di gunakan untuk menjebatani celah antara
teori dan praktek senjatanya. Biasanya antara teori dengan praktek
berbeda, maka harus memperhatikan lingkungan sekitarnya. Kondisi
lingkungan akan memperhatikan aplikasi konsep dan teknik manajemen
yang berbeda. Pendekatan ini di pandang sebagai hubungan fungsional
bila maka. Hubungan fungsional yaitu keterkaitan antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain. Bila ada perubahan satu variabel akan
mempengaruhi nilai variabel lainya. Bila merupakan variabel bebas dan
maka merupakan variabel tergantung.

2.2.4 Teori Situasional

Teori kepemimpinan situasional atau the situationalleadership theory


adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey, penulis buku
Situational Leader. DanKen Blanchard, pakar dan penulis The Minute Manager,
yang kemudian menulis pula bukuManagement of Organizational Behavior

Definisi kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency


theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan
situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-
beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.Pemahaman fundamen
dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya
kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada
relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi
gaya kepemimpinan yang tepat.

Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu


dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang
dibutuhkan secara keseluruhan. Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus
pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik.

Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu
menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori

12
13

kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat


kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya
kepemimpinan.

1) 4 Tingkat Kesiapan Pengikut (Follower Readiness)

Gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula oleh


kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut. Teori
kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat
level kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga R4. Tingkat kesiapan/kematangan
pengikut ditandai oleh dua karakteristik sebagai berikut: (1) theability and
willingness for directing their own behavior; dan (2) the extent to which people
have and willingness to accomplish a specific task. Berdasarkan kriteria mampu
dan mau, maka diperoleh empat tingkat kesiapan/kematangan para pengikut
sebagai berikut:

R1: Readiness 1 : Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu


dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada
tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri (dikatakan
Ken Blanchard sebagai “The honeymoon is over“).

R2:Readiness 2 : Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas,


tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh
pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-
tugas.

R3: Readiness 3 : Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan


dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi
pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.

R4: Readiness 4 : Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan


keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai
dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya.

2) 4 Gaya Kepemimpinan (Leadership Styles)

13
14

Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut


gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya
kepemimpinan dalamperilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus diterapkan
terhadap pengikut dengan derajat kesiapan/kematangan tertentu.

Perilaku Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas,


dan pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan,
kapan, dan bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan
tingkat perilaku kerja yang tinggi di sejumlah situasi dan hanya sekedarnya di
situasi lain.Perilaku hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah,
mendengar, memotivasi, melibatkan pengikut dalam proses pengambilan
keputusan, serta memberikan dukungan emosional pada mereka. Perilaku
hubungan juga diberlakukan secara berbeda di aneka situasi.

Kategori dari keseluruhan gaya kepemimpinan diatas diidentifikasi mereka dalam


4 notasi yaitu S1 sampai S4 yang merupakan kombinasi dari dua perilaku diatas:
(Situational Leadership Model by Paul Hersey and Ken Blanchard)

S1: Telling(Pemberitahu)

Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini
menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya
kepemimpinantelling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya
kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu
atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah
pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan
yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.

S2: Selling(Penjual)

Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini
menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan
gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia
menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional

14
15

terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut.
Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga
pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau
kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam
pekerjaan.

S3: Participating (Partisipatif)

Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi
moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi
jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong
individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi
pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala
pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin
tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara
komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih
menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang
pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok.

S4: Delegating (Pendelegasian)

Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan
pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya
kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses
pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau
kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan
pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan
termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas
seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.

Dari keempat notasi diatas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi
seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibitas, dan harus
beradaptasi di setiap situasi. Prinsip “One Size Fits All” tidak berlaku dalam gaya
kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang berbeda.

15
16

3) Mengembangkan dan Memotivasi Pengikut

Seorang pemimpin yang baik mengembangkan kompetensi dan komitmen dari


pengikut sehingga mereka memotivasi diri sendiri daripada bergantung pada
orang lain untuk diarahkan atau dibimbing. Menurut Hersey tingginya kinerja
pemimpin menciptakan harapan yang realistis akan tingginya kinerja dari
pengikut. Sebaliknya rendahnya harapan pemimpin mengakibatkan rendahnya
kinerja pengikut. Menurut Ken Blanchard empat kombinasi kompetensi dan
komitmen akan menciptakan tingkat perkembangan seperti yang disebutkan
dalam notasi dibawah ini:

D1 — Kompetensi rendah dan komitmen yang tinggi

D2 — Kompetensi rendah dan komitmen yang rendah

D3 — Kompetensi tinggi dan komitmen yang rendah

D4 — Kompetensi tinggi dan komitmen yang tinggi

Dalam rangka untuk membuat siklus yang efektif, seorang pemimpin perlu
memotivasi pengikutnya dengan benar.

16
17

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwakepemimpinan
adalah seni yang usianya setua usia manuasia dibumi, yang telah
dipraktekkan dalam sepanjang sejarah manuasia. Kebenaran tentang
kepemimpinan yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah ini
ditegaskan oleh bernard M. Bassyang menjelaskan bahwa berdasarkan
fakta.seni kepemimpinan itu telah ada serta diterapkan secara umum, karena
kepemimpinan itu adalah seni yang bersifat universal.
Teori kontigensi, Pendekatan kontigensi yang di gunakan banyak para ahli
penelitian dan dalam penelitian seperti ini adalah dalam rangka memberikan
masukan faktor-faktor yang sebaiknya dipertimbangkan dalam perancanaan
sistem akuntansi manajemen. Premis umum yang di gunakan pada
pendekatan kontigensi dalam mendesain sistem akuntansi secara auniversal
selalu tepat untuk bisa di terapkan pada seluruh organisasi dalam setiap
keadaan ( outley 1980). Teori sifat kepemiminan membedakan pada
pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin dengan cara berfokus pada
berbagai sifat dan karakteristik pribadi masing-masing. Pada teori ini bertolak
dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh
sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya. teori kepemimpinan situational
adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda,
tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.Pemahaman fundamen dari
teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya
kepemimpinan yang terbaik.Teori genetis inti dari teori ini mengatakan
bahwa pemimpin itu dilahirkan dari bakat bukannya dibuat. Para penganut ini
mengenengahkan pendapatnya bahwaseorang pemimpinakan menjadi
pemimpinkarena dia telah dilahirkan dengan bakal kepemimpinan.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang

17
18

makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya
dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga
bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang
telah di jelaskan

18
19

DAFTAR PUSTAKA

http://yakobtomatala.com/2016/04/15/sejarah-ilmu-kepemimpinan/.viewfile

http://tugas%20kepemimpinan/kep%202.pdf

http://perilakuorganisasi.com/teori-kepemimpinan-situasional.index.file

https://UniversitasGunadarma-Kepemimpinan/ardiprawiro.staff.gunadarma.ac.id

http://yakobtomatala.com.sejarah-ilmu-kepemimpinan/2017

https://articel.ukrida.ac.id>article>down/pemimpin/sejarah.file

19

Anda mungkin juga menyukai