Anda di halaman 1dari 10

Mata Kuliah : Kebijakan Dan Manajemen Kesehatan

Dosen : Dr. Darmawan, SE., M.Si

MAKALAH KEBIJAKAN SISTEM ZONASI BPJS


KESEHATAN

Paramita Kurnia Wiguna

K012181097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ABSTRACK

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan implementasi dari UU


Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di bidang
kesehatan dengan konsep Universal Health Coverage (UHC) yang memaksa
pesertanya mengikuti sistem rujukan berjenjang untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan komprehensif, murah, terjangkau, namun berkualitas. Belum efektifnya
sistem rujukan di Indonesia, berdampak pada penumpukan pasien di fasilitas
kesehatan lanjutan, sehingga terjadi pemanfaatan tenaga terampil dan peralatan
canggih secara tidak tepat guna dan menurunnya kualitas pelayanan kesehatan.

Tentang sistem rujukan online berjenjang dan sistem zonasi bertujuan


menjanjikan banyak manfaat dan kemudahan namun sistem ini terkendala oleh
lemahnya sosialisasi terhadap masyarakat umum dan pengguanaan berbagai
macam instrumen digital sehingga ketidak pahaman masyarakat terhadap sistem
rujukan ini. Seharusnya sistem rujukan online yang menjanjikan manfaat dan
kemudahan ini diujicobakan dalam lingkup terbatas dulu sebelum diterapkan
secara luas.

Kata kunci : Pelayanan BPJS, Sistem Rujukan BPJS

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kuliah.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, Oktober 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Sampul

Abstrak........................................................................................................1

Kata Pengantar .............................................................................................2

Daftar Isi.......................................................................................................3

1. Pendahuluan ......................................................................................5
2. Deskripsi Masalah..............................................................................6
3. Analisi dan Kebijakan .......................................................................7
4. Kesimpulan dan Rekomendasi...........................................................8

Daftar Pustaka ................................................................................................9

3
1. PENDAHULUAN

Pelayanan publik merupakan salah satu upaya pemerintah negara di


seluruh dunia untuk memberikan jasa atau pelayanan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Gambaran pelayanan publik di Indonesia selama ini pada
faktanya masih lebih bersifat pada penyelenggara pelayananlah yang minta
dilayani (to be served). Seharusnya penyelenggara pelayanan lebih
berorientasi pada masyarakat tertutama memperhatikan kualitas pelayanan
yang diberikan.

Pemerintah telah mencanangkan Visi Indonesia 2025 yaitu menjadi


negara maju pada tahun 2025. Namun Pemerintah juga sepenuhnya
menyadari bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi
suatu tantangan dalam mewujudkan visi dimaksud. Para pakar dibidang
SDM menyatakan bahwa kualitas SDM secara dominan ditentukan oleh
kemudahan akses pada pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas.
Bahkan UNDP (United Nations Development Programme)
memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia yang dua dari tiga
indikatornya (peluang hidup, pengetahuan dan hidup layak) terkait dengan
kesehatan. Dengan mempertimbangkan tingkat urgensi dari kesehatan, maka
Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah melakukan beberapa
upaya untuk meningkatkan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan. Di
antaranya adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (UU BPJS).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan


hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan
tersebut dengan tujuan untuk memproteksi seluruh masyarakat dengan
premi terjangkau dan dengan coverage lebih luas untuk seluruh masyarakat.
Pemerintah akan membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan

4
akan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan akan menyelenggarakan program jaminan atas kecelakaan
kerja, kematian, pensiun dan hari tua. Secara eksplisit, UU SJSN
menyatakan bahwa 4 (empat) BUMN di bidang asuransi yaitu PT Jamsostek
(Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), dan PT Askes
(Persero) akan ditransformasi menjadi BPJS. Berkaitan dengan institusi
BPJS Kesehatan, UU BPJS secara jelas menyatakan bahwa PT Askes
(Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. Pelayanan
kesehatan BPJS terdiri dari tiga tingkatan. Dalam menjalankan pelayanan
kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat yang lebih rendah wajib melakukan
sistem rujukan. Tanpa mematuhi sistem rujukan ini BPJS kesehatan tidak
akan melayani.

Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.


Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan
yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: pasien membutuhkan
pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; b. perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan. Rujukan vertikal dari
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih
rendah dilakukan apabila : a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani
oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya; b. kompetensi dan kewenangan pelayanan
tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; c.
pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan

5
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau d. perujuk
tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi, sistem rujukan


diberlakukan online bagi semua fasilitas kesehatan. Namun rujukan online
tersebut ternyata bukan hanya menyangkut cara merujuk secara online
namun juga mengatur sistem Zonasi.

2. MASALAH KEBIJAKAN
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan
tingkat yang lebih rendah wajib melakukan sistem rujukan. Tanpa mematuhi
sistem rujukan ini BPJS kesehatan tidak akan melayani. Fasilitas Kesehatan
yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan
recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak
pada kelanjutan kerjasama. Ada dua aturan yang membedakan dari system
yang sebelumnya. Yang pertama adalah system rujukan yang harus
berjenjang dari klinik, Rumah Sakit tipe A, B, dan C , baru bisa ke RS tipe A.
Yang kedua adalah sisten zonasi dimana pasien tidak bisa memilih sendiri
rumah sakit rujukan. Selain penghematan, system ini berusaha agar
masyarakat berobat di rumah sakit terdekat, supaya terjadi pemerataan dan
tidak terjadi penumpukan pasien di rumah sakit tertentu. Ada banyak manfaat
yang diberikan melalui sistem online dan rujukan berjenjang namun itu bukan
masalahnya. Yang menjadi persoalan bagi banyak peserta adalah sistem
Zonasi dan semakin kakunya system rujukan berjenjang tersebut dibanding
dengan system sebelumnya serta lemahnya sosialisasi sebelum penerapannya
Dengan sistem zonasi, secara otomatis pasien dirujuk ke rumah sakit tertentu.
Kebebasan pasien untuk memilih rumah sakit yang mereka rasa cocok untuk
mereka telah dibatasi. Hak dasar pasien untuk memilih rumah sakit maupun
dokter yang memberikan kualitas yang baik untuk mereka tidak di akomodasi
oleh sistem yang kaku seperti ini.

6
3. ANALISIS DAN KEBIJAKAN
BPJS merupakan badan hukum dengan tujuan yaitu mewujudkan
terselenggaranya pemberian jaminan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar
hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau anggota keluarganya. BPJS
kesehatan telah mengeluarkan suatu sistem yang baru, rujukan online dengan
berbagai janji akan manfaat dan kemudahan. Namun ada berbagai ekses yang
timbul dari kurangnya persiapan dan sosialisasi kepada peserta BPJS.
Kebijakan yang diawali dengan sosialisasi terkesan asal jadi dan tidak
komprehensif, sehingga begitu banyak masyarakat yang tidak menerima dan
memahami informasi ini.
Saat ini masalah yang muncul dari implementasi BPJS yang belum
terselesaikan adalah :
a. System Pelayanan Kesehatan
Penolakan pasien tidak mampu di fasilitas pelayanan kesehatan ,
Pelaksanaan di lapangan, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
oleh PPK I (Puskesmas klinik) maupun PPK II ( Rumah Sakit) sampai
saat ini masih bermasalah. Pasien harus mencari-cari kamar dari satu
RS ke RS lainnya karena dibilang penuh oleh RS, bukanlah hal yang
baru dan baru sekali terjadi.
b. System Pembayaran ( health care payment system )
Belum tercukupinya dana yang ditetapkan BPJS dengan real
cost, terkait dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan
kapitasi yang dikebirioleh permenkes No. 69 tahun 2013.
Dikeluarkannya SE No. 31 dan 32 tahun 2014 oleh menteri kesehatan
untuk memperkuat pemenkes No. 69 ternyata belum bisa mengurangi
masalah dilapangan.
Kejelasan area pengawasan masih lemah baik dari segi internal
maupun eksternal. Pengawasan internal seperti melalui peningkatan
jumlah peserta dari 20juta ( dulu dikelola PT Askes ) hingga lebih dari
111 juta peserta, perlu diantisipasi dengan perubahan system dan pola
pengawasan agar tidak terjadi korupsi. Pengawasan eksternal, melalui
pengawasan otoritas jasa keuangan OJK, dewan jaminan Sosial

7
Nasional ( DJSN ) DAN Badan Pengawasan Keuangan ( BPK ) masih
belum jelas area pengawasannya.
c. System mutu pelayan kesehatan ( Health Care Quality System )
Keharusan perusahan BUMN dan swasta Nasional, menengah
dan kecil masuk menjadi peserta BPJS Keselahan belum terealisasi
mengingn manffat tambahan yang diterima pekerja BUMN tau swasta
lainnya nelaui regulasi turunan belum slesai dibuat. Hal ini belum
sesuai amanat Perpres No 111 Tahun 2013 Pasal 24 dan 27 mengenai
keharusan pekerja BUMN dan swasta menjadi peserta BPJS
Kesehatan paling lambat 1 januari 2015 dan regulasi tambahan ini
harus dikomunikasikan ecara transparan dengan asuransi kesehatan
swasta, serikat pekerja dan Apindo sehingga soal manfaat tambahan
tidak ada lagi terjadi asalah.
Masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas
kesehatan sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat.

4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Tentang sistem rujukan online berjenjang dan sistem zonasi
bertujuan menjanjikan banyak manfaat dan kemudahan namun sistem ini
terkendala oleh lemahnya sosialisasi terhadap masyarakat umum dan
pengguanaan berbagai macam instrumen digital sehingga ketidak pahaman
masyarakat terhadap sistem rujukan ini. Seharusnya sistem rujukan online
yang menjanjikan manfaat dan kemudahan ini diujicobakan dalam lingkup
terbatas dulu sebelum diterapkan secara luas.
Harus dilakukan kajian lebih lanjut lagi untuk merevisi regulasi
terdahulu BPJS seperti fasilitas kesehatan, penyelenggaraan, jumlah
tenaga kesehatan sehingga memudahkan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan, serta fasilitas kesehatan yang dimiliki dapat
menunjang pelaksanaan secara efisien dan efektif.

8
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang jaminan


kesehatan. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 69
Tahun 2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lnjutan Dalam Penyelnggaran Program Jaminan Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013


Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 tentang


Pemerintah Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyenggaraan


Jaminan Sosial (BPJS)
BPJS, 2018. Sistem Rujukan Berjenjang BPJS. Available from https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/7c6f09ad0f0c398a171ac4a6678a8
f06.pdf.
BPJS 2014. Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial dan Asuransi Kesehatan
Swasta.. www.duwitmu.com
Mukti, Ali Gufron, 2018. Rencana Kebijakan Implementasi Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Kemenkes RI : Surabaya

Anda mungkin juga menyukai