Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik


peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang disebabkan karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Smeltzer, 2010). Penyakit DM bersifat kronik
progresif, hal ini menyebabkan jumlah penderita DM semakin meningkat.

Menurut survei yang dilakukan badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO)
diprediksikan adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman
kesehatan global (Soelistijo, 2015). WHO memperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia
akan terus meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030
(Perkeni, 2015). Pada tahun 2016 Indonesia berada di urutan keempat dengan prevalensi
penyakit DM tertinggi di dunia setelah India, Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat
(Ristekdikti, 2016). Sedangkan di Bali, terjadi penurunan jumlah penderita DM yaitu dari 0,40%
pada tahun 2015 menjadi 0,29% pada tahun 2016. Namun penurunan yang terjadi masih kurang
dari 50 % (Dinkes Propinsi Bali, 2016; BPS Propinsi Bali, 2016).

Data yang diperoleh dari RSUD Wangaya pada tahun 2015 terdapat penderita DM yang
menjalani rawat inap sebesar 555 orang pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 620 orang di
tahun 2016. Kasus DM yang paling banyak dijumpai adalah kelompok DM tipe 2 yakni sekitar
90% dari seluruh pasien DM (Quantum Health, 2017).

Penderita DM Tipe 2 memiliki tingkat aliran saliva, pH, dan kapasitas penyangga ludah yang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang yang sehat (Pusttaswamy, 2010). Ini yang
mengakibatkan bakteri di dalam mulut akan lebih banyak, sehingga pada penderita DM tipe 2
memiliki resiko terjadinya kerusakan periodontal lebih tinggi daripada populasi yang sehat
(Tantin 2012; Preshaw,2011). Dalam Nandya (2011) dikatakan periodontitis merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita DM dengan tingkat prevalensi yang tinggi

1
hinggga mencapai angka 75%. Periodontitis merupakan penyakit peradangan kronis yang terjadi
pada mukosa mulut seperti infeksi kandidiasis, burning mouth syndrome, oral lichen planus,
stomatitis aftos rekuren, xerostomia, kehancuran pada struktur pendukung gigi, dan disfungsi
kelenjar saliva yang disebabkan oleh menurunnya laju saliva (Babu, 2014; Prayitno, 2014;
Preshaw, 2011).

Saliva merupakan glukoprotein yang dihasilkan oleh kelenjar mukosa sublingualis yang terdiri
dari 97% air, ptyalin (amylase), garam-garam alkali, sel-sel epitel, sel kelenjar, leukosit, O 2, dan
bakteri (Syaifuddin, 2014). Saliva sangat berperan penting dalam melindungi gigi dari karies dan
mempunyai fungsi protektif, fisiologis, antimikroba pada rongga mulut, dan membantu proses
pencernaan dan menelan makanan (Kasuma, 2015). Saliva yang normal memiliki derajat
keasaman (pH) normal kisaran 6,2 – 7,6 (Baliga, 2013). Derajat keasaman dan kapasitas
penyangga saliva dapat dipengaruhi oleh irama siang dan malam (circadian sickle), diet,
mengucap, mengunyah makanan, dan perangsangan kecepatan sekresi. Pengaruh irama siang dan
malam menunjukkan bahwa derajat pH saliva saat kelenjar beristirahat menunjukan nilai sedikit
lebih rendah dari 7,0, namun pada saat sekresi aktif pH saliva mencapai 8,0 (Kusuma, 2013;
Ganong, 2008).

Oral care merupakan tanggung jawab dari perawat, berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti
lakukan di RSUD Wangaya dengan melakukan wawancara terhadap pasien yang dirawat, mereka
menyatakan sudah dua hari dari sejak dirawat pasien tidak menggosok gigi, dan mulut terasa
asam. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kertas lakmus didapatkan 7 dari 10 orang pasien
DM mengalami penurunan pH saliva dengan nilai 6. Kesehatan mulut merupakan bagian dari
personal hygiene, karena itu peran perawat sangat penting untuk melakukan tindakan yang
bertujuan untuk menjaga kebersihan mulut penderita DM. Di RSUD Wangaya belum ada
pemeriksaan periodontitis pada pasien DM yang belum mengalami gangguan pada mulut,
konsultasi pada dokter gigi dilakukan apabila penderita DM sudah mengalami gangguan pada
mulut.

Meningkatkan kesehatan mulut pada pasien DM tipe 2 bisa dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan mulut yang dapat dilakukan dengan menggosok gigi, berkumur-kumur dengan

2
antiseptik (oral rinse), menggunakan dental floss/benang gigi, pembersih lidah, pemeriksaan gigi
dan mulut ke dokter secara berkala, memperhatikan makanan dan minuman yang masuk, dan
menghindari kebiasaan buruk seperti menggigit-gigit sesuatu (menggigit-gigit jari/kuku, pensil,
mengerut-ngerutkan gigi) (Ghofur, 2012). Selama ini cara yang paling dikenal dan paling sering
dilakukan untuk menjaga kebersihan mulut adalah dengan menggosok gigi.

Menggosok gigi adalah membersihkan gigi dari kotoran atau sisa makanan dengan menggunakan
sikat gigi (Isro’in, 2012). Menggosok gigi dapat meningkatkan tingkat sekresi saliva dan
peningkatan pH saliva (Ligtenberg, 2002). Salah satu bahan yang terdapat dalam pasta gigi
adalah fluoride. Fluoride merupakan bahan yang memiliki kemampuan yang baik untuk
mengurangi risko caries, flak pada gigi, bakteri. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Linardi (2014) bahwa ada peningkatan pH saliva sebelum menyikat gigi mengandung
fluoride dan pH saliva setelah menggosok gigi dengan menggunakan pasta gigi mengandung
fluoride dengan nilai p = 0,071 (p>0,05).

Humairi (2014) mengatakan bahwa membersihkan mulut dengan menggosok gigi tidak sesuai
untuk semua kasus penyakit gigi dan gusi, sehingga penggunaan obat kumur dapat dianjurkan
sebagai salah satucara untuk mencegah periodontitis. Menggosok gigi saja kurang efektif untuk
mengurangi munculnya plak penyebab gangguan pada gigi dan gusi. Berkumur dengan obat
kumur dapat menghilangkan bakteri di sela-sela gigi yang tidak dapat dijangkau oleh sikat gigi,
selain itu obat kumur berfungsi membersihkan rongga mulut secara mekanik dan kimiawi. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nareswari (2010) bahwa 92.61% terjadi
penurunan kuantitas koloni bakteri mulut setelah berkumur dengan obat kumur chlorhexidine
beralkohol dibandingkan berkumur dengan chlorexcidine tanpa alkohol yang hanya terjadi
penurunan kuantitas koloni bakterinya 77,4 %.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Pengaruh
Menggosok Gigi dengan pasta gigi mengandung fluoride Dan Berkumur Dengan Clorexcidine
Terhadap pH Saliva Pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD Wangaya.”

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah ”Apakah terdapat pengaruh sebelum dan setelah menggosok gigi dan berkumur
dengan clorexcidine terhadap pH saliva pada penderita DM tipe 2 di RSUD Wangaya.”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh sebelum dan setelah
menggosok gigi dengan pasta gigi mengandung fluoride dan berkumur dengan clorexcidine
terhadap pH saliva pada penderita DM tipe 2 di RSUD Wangaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:


a. Untuk mengetahui karakteristik gula darah penderita DM tipe 2 di RSUB Wangaya.
b. Untuk mengetahui karakteristik pH saliva pada penderita DM tipe 2 sebelum menggosok
gigi dengan pasta gigi mengandung fluoride dan berkumur dengan clorexcidine di RSUD
Wangaya.
c. Untuk mengetahui karakteristik pH saliva pada penderita DM tipe 2 setelah menggosok gigi
dengan pasta gigi mengandung fluoride dan berkumur dengan clorexcidine di RSUD
Wangaya.
d. Untuk membandingkan pH saliva pada penderita DM sebelum dan setelah menggosok gigi
dengan pasta gigi mengandung fluoride dan berkumur dengan clorexcidine di RSUD
Wangaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

4
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
perawatan prostodonsi pada penderita DM tipe 2 dalam menjaga pH saliva.

1.4.2 Manfaat praktisnya

a. Sebagai masukan bagi RSUD Wangaya agar melakukan pemeriksaan pH saliva pada semua
penderita DM tipe 2 yang dirawat agar periodontitis dapat dideteksi secara dini.
b. Sebagai masukan pada tenaga kesehatan agar melakukan intervensi menggosok gigi dengan
pasta gigi mengandung fluoride dan berkumur dengan clorexcidine pada penderita DM tipe
2 agar pH salivanya normal.
c. Membantu penderita DM untuk meningkatkan kesehatan mulutnya.
d. Diharapkan menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan
bagi masyarakat dalam pemilihan pasta gigi dan obat kumur.

Anda mungkin juga menyukai