Anda di halaman 1dari 13

BIOLOGI AIR TAWAR

“IDENTIFIKASI EKOSISTEM WADUK BILI-BILI”

Oleh
Kelompok III;
1. Amriana Tonang
2. Echa Wahyu Ningsih
3. Garby Sulam Addini Khandy
4. Rudi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah mengenai “Identifikasi Ekosistem Bendungan Bili-
Bili”. Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah Biologi Air Tawar.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi
seluruh alam semesta.
Makalah ini diharapkan mampu memberikan wawasan pengetahuan dan
pemahaman bagi para pembaca. Dan kami menyadari tak ada gading yang tak retak,
untuk itu kiranya juga makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
Harapan kami juga semoga hasil yang tertuang dalam makalah ini bisa
bermanfaat khususnya bagi kami sendiri. Dan semoga makalah ini dapat menambah
khasanah pendidikan di kalangan mahasiswa FKIP-Unismuh Makassar dan berguna
bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membangun Bangsa
dan Negara.

Wassalamualaikum Wr. Wb
Makassar, 6 Desember 2018

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................
C. Tujuan .............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. ........................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Waduk adalah bangunan air yang berfungsi untuk menampung air sungai
yang dibangun dengan jalan membuat bendungan pada bagian hilirnya. Waduk
merupakan salah satu bentuk reservoir tempat menampung aliran sungai dalam
satu sistem jaringan sungai dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada
dasarnya waduk atau bendungan berfungsi sebagai penampung air dan tanah
hanyut akibat erosi yang berasal dari daerah di atasnya untuk mengamankan
daerah di bawahnya dari banjir dan erosi. Suatu waduk penampung dapat
menahan air kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama
masa-masa kekeringan. Waduk dan bendungan juga bermanfaat sebagai
konservasi air. Dengan menahan air lebih lama di darat sebelum mengalir kembali
ke laut akan memberikan waktu untuk meresap dan memberikan kontribusi
terhadap pengisian kembali air tanah.
Waduk tak luput dari ekosistem yang merupakan penggabungan dari
biosistem yang melibatkan hubungan interaksi timbal baik antara komponen biotik
dan abiotik shingga terjadi siklus materi antara organisme dan anorganisme. Dalam
suatu ekosistem, organisme dalam komunitas akan berkembang secara bersama
dengan lingkungan fisik. Nantinya organisme tersebut akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik dan sebaliknya organisme juga dapat mempengaruhi lingkungan
fisik. Adanya spesies dalam suatu ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan
sumber daya dan juga dari faktor kimiawi. Ekosistem waduk memiliki sistem
terbuka, maksudnya adalah pengaruh luar tidak dapat diatur dan dikontrol, maka
dari itu perairan ini mempunyai daerah litoral, limnetik dan profundal.
Nah, sejauh ini kami belum menemukan adanya referensi penelitian
mengenai identifikasi ekosistem di waduk atau bendungan bili-bili. Dimana kegiatan
identifikasi ini tujuannya untuk mengetahui organisme-organisme yang hidup di
derah perairan sesuai mata kuliah biologi air tawar yang tentunya identifikasi ini
dilakukan di perairan air tawar. Untuk itu pada kesempatan kali ini kelompok kami
mencoba untuk membahasnya.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat kami ambil rumusan masalah sebagai
berikut :
C. Tujuan

1
Dari rumusan masalah yang dibahas diatas, maka tujuan dari makalah ini antara
lain:

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Terbentuknya Waduk Bili-Bili


Waduk Bili-Bili yang merupakan salah satu waduk terbesar di Propinsi
Sulawesi Selatan terletak di bagian tengah DAS Jeneberang, diresmikan
penggunaannya pada tahun 1999. Waduk ini merupakan waduk serbaguna yang
dibangun dengan tujuan untuk pengendalian banjir, pemenuhan kebutuhan air
irigasi, suplai air baku dan pembangkit listrik tenaga air. Secara geografis, Waduk
Bili-Bili terletak di Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Waduk Bili-Bili
memiliki luas tangkapan air sebesar 384,4 km2 dengan perencanaan umur operasi
50 tahun (JRBDP, 2004). Waduk serbaguna Bili-Bili dibangun dengan maksud
untuk pengendalian daya rusak, mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya air yang ada pada bagian hulu DAS Jeneberang.
Kurang lebih 1 jam dari kota Makassar lewat Sungguminasa Gowa, di desa
Parang loe, Bili-bili. Daerah Bili-bili ini terkenal dengan adanya danau bendungan
Bili-bili. Bendungan Bili-Bili dibangun pada tahun 1994-1999 oleh pemerintah
Indonesia yang bekerja sama dengan Jepang. Bili-bili merupakan salah satu
bendungan terbesar, dibangun untuk menampung air yang mengalir dari gunung
Bawakaraeng di Sinjai. Hal ini digunakan untuk mencegah peluapan air yang terlalu
banyak di Gowa dan Makassar. Pembangunan bendungan ini bermanfaat sebagai
tempat wisata, tempat penambangan pasir karena terjadi endapan di daerah
tersebut. Hal ini dijadikan masyarakat sebagai salah satu mata pencaharian.
Pada mulanya, bendungan tersebut merupakan suatu desa dan warga yang
tinggal di tempat itu diberikan tempat tinggal di lokasi lain. Untuk mendapatkan air
yang bersih dari bendungan tersebut, dilakukan penyaringan air di daerah
Tamarunang, Gowa.
Bili-Bili dijadikan sebagai bendungan karena menghubungkan sungai-
sungai dari Malino, tempatnya lebih aman, tidak banyak dampak negatifnya,
sumber mata air, wilayah perhubungan dan jika di tempat lain maka akan banyak
penggurusan terjadi. Bendungan Bili-Bili ini dibangun karena berbagai faktor, salah
satunya adalah banyaknya endapan pasir yang terjadi di daerah hilir (tanjung
bayang).
Bendungan multifungsi Bili-Bili merupakan pengadaan yang dilakukan guna
mengatasi krisis air minum, listrik, kebutuhan irigasi, dan guna mengatasi banjir di
kota Makassar dan sekitarnya. System DAS terbagi atas tiga, yaitu Daerah Hulu
yaitu daerah ketinggian tempat penampungan air larian hujan, daerah Tengah yaitu

3
wilayah dimana sebagai tempat penampungan air atau tempat dimana bendungan
berada, dan daerah hilir yaitu wilayah sebagai tempat penampungan terakhir atas
larian air.
B. Karakteristik Waduk Bili-Bili
Waduk Bili-Bili merupakan sumber daya alam yang memberikan manfaat
besar bagi masyarakat baik dari aspek ekonomi, sosial maupun dari aspek ekologi.
Waduk Bili-Bili memiliki peranan penting bagi kehidupan masyarakat sekitarnya
seperti: pengendalian banjir sungai Jeneberang, penyediaan air minum dan air
untuk industri, penyediaan air untuk irigasi, Pembangkit Listrik Tenaga Air,
perikanan darat dan daerah wisata. Dalam peranannya untuk pengendalian banjir
sungai Jeneberang, Waduk serbaguna Bili-Bili dapat mengurangi banjir kiriman dari
Kabupaten Gowa ke Kota Makassar yang berdampak pada berkurangnya jumlah
luasan banjir di Kota Makassar.
Waduk adalah salah satu sumber air tawar yang menunjang kehidupan
semua makhluk hidup dan kegiatan sosial ekonomi manusia. Ketersediaan sumber
daya air mempunyai peran yang sangat mendasar untuk menunjang
pengembangan ekonomi wilayah. Sumberdaya air yang terbatas di suatu wilayah
mempunyai implikasi kepada kegiatan pembangunan yang terbatas dan pada
akhirnya kegiatan ekonomipun terbatas sehingga kemakmuran rakyat makin lama
tercapai. Air waduk/danau digunakan untuk berbagai pemanfaatan antara lain
sumber baku air minum, air irigasi, pembangkit listrik, perikanan dan lain-lain. Hal
ini menjadikan pentingnya air tawar yang berasal dari waduk bagi kehidupan.
Waduk sering juga disebut sebagai danau buatan yang besar. Komisi Dam
Dunia menyebutkan bahwa bendungan/waduk adalah besar bila tinggi bendungan
lebih dari 15 m. Sedangkan embung merupakan waduk kecil dengan tinggi
bendungan kurang dari 15 m (Puslitbang SDA, 2008). Sistim tata air waduk
berbeda dengan danau alami. Pada waduk komponen tata airnya umumnya telah
direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, presipitasi,
debit inflow/outflow waktu tinggal air diketahui dengan pasti. Pembangunan waduk
diperuntukkan berbagai keperluan antara lain pembangkit listrik, irigasi,
pengendalian banjir, sumber baku air minum, air industri, perikanan, tempat
pariwisata. Saat ini jumlah tenaga listrik yang dihasilkan dari tenaga air yang
berasal dari air waduk ada sebanyak 3,4% dari total kebutuhan nasional
(Puslitbang SDA, 2008).
Dari segi kelembagaan dan potensi pemanfaatan sumberdaya air di DAS
Jeneberang, Sylviani dan Elvida (2006) menguraikan bahwa potensi sumberdaya

4
air di Kab. Gowa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dari sumber mata air di
dalam kawasan hutan lindung dan dari sungai Jeneberang melalui Waduk Bili-Bili.
Pengelolaannya melibatkan berbagai stakeholders antara lain: Dinas PU dan
Pengairan Kabupaten, BPDAS, UPTD BPSDA dan PDAM. Terdapat pula
kelembagaan masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian hutan yang dilakukan
oleh kelompok tani sebelum mengajukan perijinan air terutama untuk irigasi.
Kemudian, Supratman dan Yudilastiantoro (2003) mengemukakan bahwa adanya
kecenderungan yang terjadi pada DAS Jeneberang dan aspek sosial ekonomi
masyaarakat wilayah hulu DAS Jeneberang menyebabkan perlunya dibangun
sistem kelembagaan perencanaan dan pengelolaan DAS yang terinterkoneksi.
1. Lokasi dan Luas
Waduk Bili-Bili berada di bagian tengah DAS Jeneberang yang terletak
di wilayah administratif Kabupaten Gowa. Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala
1:50.000, lembar 2010-61,62,63 dan 64, edisi 1-1991, wilayah penelitian
terletak antara 5o11’8” – 5o20’41” LS dan 119o34’30” – 119o56’54” BT. Daerah
tangkapan waduk berada pada hulu DAS Jeneberang dengan luas 384,4 km2
(384.400 Ha) dan terletak pada ketinggian 500 – 2800 meter di atas permukaan
laut. Hulu DAS Jeneberang terletak di wilayah Kecamatan Tinggi Moncong dan
Kecamatan Parangloe.
Adapun jenis tanah dari hasil analisis peta digital jenis tanah yang
terdapat di wilayah sub DAS Jeneberang sebanyak tujuh jenis tanah. Jenis
tanah yang mendominasi adalah Haplortoxs (Latosol coklat kemerahan) seluas
8.070 Ha (20,99%) dan Humitropepts (Latosol coklat kekuningan) seluas 7.965
Ha (20,73%).
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau (LPT Bogor, 1973) jenis tanah yang
terdapat di wilayah hulu DAS Jeneberang adalah inceptisol (latosol coklat
kekuningan) dan andisol (andosol coklat). Wilayah bagian tengah DAS
Jeneberang ditemui jenis tanah alfisol (mediteran coklat kemerahan) dan
inceptisol (latosol) yang terbentuk dari batuan plutonik basa.
2. Sifat Fisik
Struktur dari Bendungan Bili-Bili mempunyai panjang 2.309 m dan tinggi
73 m, serta kemiringan ± 106 m MSL. Memiliki dampak positif dan negatif sosial
ekonomi seperti:
a. Musibah longsor yang tidak dapat dipungkiri memberatkan perekonomian
yang berada di daerah tengan batas air, karena sedimen yang nota bene
isinya adalah jenis pasir galian jenis tipe c, maka ini menjadi lokasi mata

5
pencaharian baru bagi masyarakat setempat. Akan tetapi yang
mendominasi usaha tersebut lebih banyak didominasi oleh kalangan
pengusaha dengan modal besar (pengusaha besar). dan masyarakat
setempat lebih banyak sebagai buruh penggali pasir.
Dari segi prospek usaha sebenarnya, banyak alternatif usaha
industri jenis rumah tangga, antara lain pembuatan pot-pot bunga, pavin
blok, dan kerajinan-kerajinan tangan lainnya yang bahan bakunya berasal
dari pasir tersebut.
Masyarakat terkadang melihat peluang tersebut untuk dijadikan
mata pencaharian baru namun terkendala pada persoalan modal dan
keterampilan untuk menciptakan barang berkualitas dengan nilai jual tinggi.
Untuk mencapai targetan tersebut memerlukan keterlibatan perangkat
pemerintah, LSM, dan masyarakat itu sendiri.
Dengan dibangunnya Bendungan Bili-bili, masyarakat sekitar serta
masyarakat luar menjadikan tempat tersebut sebagai tempat pariwisata
sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan dengan
terjadinya pengendapan oleh bendungan, masyarakat juga dapat
memperoleh penghasilan melalui tambang pasir akibat pengendapan
tersebut.
b. Adapun dampak negatifnya yaitu penambangan pasir secara tidak terkontrol
yang berlangsung sejak lama di Sungai Jeneberang mengancam
keselamatan Bendungan Bili-bili di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Penambangan itu menyebabkan terjadinya erosi sekitar kaki bendungan
yang gilirannya dapat merapuhkan tanggul bendungan.
Dalam konteks keberadaan Bendungan Bili-Bili, masyarakat di
daerah tengah batas air yang paling menerima kerugian atas longsor yang
terjadi tahun 2004 yang lalu. Hal ini dikarenakan hilangnya fungsi
bendungan akibat dari longsor serta jumlah material longsoran yang
melebihi ambang batas.
Adanya longsor yang terjadi kemudian menghilangkan tatanan
ekonomi yang dicanangkan untuk masyarakat sebagai kompensasi atas
pembebasan lahan masyarakat setempat.
Bentuk-bentuk mata pencaharian pembangunan Bendungan Bili-Bili
untuk wilayah tengah yaitu pertanian jenis keramba apung, pariwisata
(lesehan), dan pertanian jenis hortikultural untuk kebutuhan konsumsi

6
rumah tangga. Dengan adanya longsor tersebut menghilangkan seluruh
fungsi mata pencaharian masyarakat.
Dampak negatif seperti hilangnya beberapa jenis fauna karena
luasnya lahan yang dibutuhkan, serta pemukiman penduduk yang harus
dialokasikan ke tempat lain.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
B. Saran

8
DAFTAR PUSTAKA

JRBDP. 2004. Country Report-Indonesia. Indonesia: Jeneberang River Basin


Development Project
Puslitbang SDA. 2008. Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia. Bandung: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. Balai Lingkungan Keairan
Supratman dan C. Yudilastiantoro. 2003. Analisis Sistem Kelembagaan Pengelolaan
DAS Jeneberang (Analysis of Institutional System of Jeneberang Watershed
Management). Jurnal Sosekhut [serial online]. 2(4):1-10.
http://puslitsosekhut.web.id/download.php?page=publikasi&sub=jurnal&di=108
[28 November 2018]
Sylviani dan Elvida, Y.S. 2006. Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Air di Daerah
Aliran Sungai Jeneberang dan Kawasan Hutan Lindung (Studi Kasus di
Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan). Jurnal Sosekhut [serial online].
7(3):117.http://puslitsosekhut.web.id/download.php?page=publikasi&sub=Jurnal
&di108 [28 November 2018]
2

Anda mungkin juga menyukai