Askep Anak Acut Limphosityc Leucemia
Askep Anak Acut Limphosityc Leucemia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah
metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya gangguan pada ginjal, fungsi tersebut akan
berubah. Gagal ginjal kronik biasanya terjadi secara perlahan-lahan sehingga biasanya
diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Gagal ginjal kronik dapat terjadi pada semua umur dan semua tingkat
sosial ekonomi. Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian
sebesar 85 %.
Melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka perawat harus dapat mendeteksi secara dini
tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik. Sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensip pada klien anak dengan gagal ginjal kronik.
B. Tujuan
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan gagal ginjal kronik.
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir dimana ginjal tidak mampu
mempertahankan komposisi kimiawi cairan tubuh dalam batas normal.
(Wong, 2004)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah).
(Brunner & Suddarth, 2001)
B. Etiologi
1. Diabetes melitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
4. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Lesi herediter (seperti : penyaklit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi,
medikasi, atau agen toksik)
7. Lingkungan dan agen berbahaya (timah, kadmium, kromium, dan merkuri)
(Brunner & Suddarth, 2001)
2
5. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis, pitting
edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub perikardial.
6. Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels, napas
dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
7. Gastrointestinal : anorexia, nausea, gastritis, konstipasi/diare, vomitus, perdarahan
saluran GI.
8. Muskuloskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop,
hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
9. Genitourinari : amenore, atropi testis, penurunan libido, impotensi, infertilitas,
nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
10. Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
11. Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urine (Volume, Warna, Berat jenis, Osmolaritas, Klirens kreatinin, Natrium, Protein)
2. Darah (BUN, Kreatinin, Hb, Ht, Kalsium, Albumin, SDM, GDA, Natrium serum)
3. Ultrasono ginjal
4. Endoskopi ginjal, nefroskopi
5. EKG
E. Fokus Pengkajian
Menurut Wong, 2004 dalam Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, fokus pengkajian
pada anak dengan gagal ginjal kronik adalah :
1. Pengkajian awal
a. Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus pada pengukuran
parameter pertumbuhan.
b. Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai disfungsi ginjal, perilaku
makan, frekuensi infeksi, tingkat energi.
c. Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal kronik.
3
2. Pengkajian terus menerus
a. Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala baru atau peningkatan gejala.
b. Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan perhatian khusus pada tekanan
darah, tanda edema, atau disfungsi neurologis.
c. Kaki respons psikologis pada penyakit dan terapinya.
d. Bantu pada prosedur diagnostik dan pengujian (urinalisis, hitung darah lengkap,
kimia darah, biopsi ginjal).
F. Fokus Intervensi
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi
cairan serta natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Intervensí :
a. Kaji status cairan :
- Timbang berat badan harian
- Keseimbangan masukan dan haluaran
- Turgor kulit dan adanya edema
- Distensi vena leher
- Tekanan darah, denyut dan irama nadi
b. Batasi masukan cairan
c. Identifikasi sumber potensial cairan :
- Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan (oral dan intravena)
- Makanan
d. Jelaskan pada klien dan keluarga rasional pembatasan.
e. Bantu klien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
f. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering
(Brunner & Suddarth, 2001)
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia, mual dan muntah,
pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
4
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi :
- Perubahan berat badan
- Pengukuran antropometrik
- Nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin, dan
kadar besi)
b. Kaji pola diet nutrisi klien :
- Riwayat diet
- Makanan kesukaan
- Hitung kalori
c. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi :
- Anorexia, mual, dan muntah
- Diet yang tidak menyenangkan bagi klien
- Depresi
- Kurang memahami pembatasan diet
- Stomatitis
d. Sediakan makanan kesukaan klien dalam batas-batas diet
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur,
produk susu, daging
f. Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium di antara waktu
makan
g. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi tidak segera diberikan sebelum makan
h. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kadar kreatinin
i. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan
j. Timbang berat badan harian
k. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat :
- Pembentukan edema
- Penyembuhan yang lambat
- Penurunan kadar albumin serum
(Brunner & Suddarth, 2001)
5
3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah & prosedur dialisis.
Tujuan : berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi :
a. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan :
b. Anemia
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
d. Retensi produk sampah
e. Depresi
f. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi,
bantu jika keletihan terjadi
g. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
h. Anjurkan untuk beristiraha setelah dialisis
(Brunner & Suddarth, 2001)
6
b. Berikan bimbingan antisipasi yang berhubungan dengan kemungkinan dan
kejadian yang diperkirakan, seperti gejala, diet, dan efek bobat-obatan.
c. Bantu aoang tua dalam pembuatan keputusan mengenai diálisis dan transplantasi.
d. Siapkan anak dan keluarga untuk diálisis dan/atau transplantasi ginjal.
e. Pertahankan kontak periodik dengan keluarga.
(Wong, 2004)
Daftar pustaka :
Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta, 2004
Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, EGC, Jakarta, 2001
Barbara C. Long, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 3, YIAPK Pajajaran, Bandung, 1996
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990
7
ETIOLOGI
¯
Jumlah nefron fungsional å
¯ ¯
Nefron yg terserang hancur Neferon yg masih utuh
¯ ¯ ¯
90% nefron hancur 75% nefron hancur Adaptasi
¯ ¯ ¯
Tdk dpt mengkompensasi GFR å Nefron hipertropi
(ketidakseimbangan cairan (BUN & kreatinin ↗) ¯
elektrolit) ¯
¯
GFR å 10% dari normal Adaptasi ↗kecepatan filtrasi, ↗beban
(BUN & kreatinin ↗) ¯ solut, ↗reabsorpsi
¯ ¯
Urine isoosmotis Kecepatan filtrasi & beban Keseimbangan cairan elektrolit
¯ solut ↗ dipertahankan
¯ ¯
Kegagalan proses filtrasi Ketidakseimbangan dlm Fungsi ginjal rendah
¯ glomerulus & tubulus ¯
¯
Oliguri Poliuri, nokturi, azotemia å cadangan ginjal
¯ ¯
Uremia ↗ Insufisiensi ginjal
¯ ¯
Penumpukan kristal Gagal ginjal
urea di kulit ¯ Angiotensin ↗
¯ ¯
Pruritus Eritropoetin di ginjal å Retensi Na+
¯ ¯ ¯
SDM å
Gangguan integritas kulit ¯ Kelebihan volume cairan
(Barbara C. Long, 1996, Brunner & Suddarth, 2001, Elizabeth J. Corwin, 2001, Jan
Tambayong, 2000, Soeparman, 1990, Wong, 2004)