Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kader

1. Definisi Kader

Kader kesehatan yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih

oleh masyarakat itu sendiri dan bekerja secara sukarela untuk menjadi

penyelenggara posyandu (R. fallen dan R. Budi, 2010). Menurut Yulifah

(2009) kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan

bertugas mengembangkan masyarakat. Kader kesehatan masyarakat adalah

laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk

menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat

serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat

pemberian pelayanan kesehatan (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Dalam penelitian ini yang dimaksud kader adalah laki-laki atau

perempuan yang secara sukarela, ditunjuk atau dipilih oleh masyarakat

untuk membantu tenaga kesehatan dalam membangun kesehatan dan

menyelesaikan masalah-masalah kesehatan dilingkungan masyarakat

tersebut.

2. Tugas Kader

Tenaga atau kader yang dibutuhkan dalam pelaksanaan posbindu

sebaiknya 8 orang namun bisa kurang dengan konsekuensi bekerja

merangkap. Kepengurusannya terdiri dari :

11
12

a. Ketua Posbindu

Tugas dan fungsi :

1) Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukan di

posbindu.

2) Bertanggung jawab terhadap kerja sama dengan semua stake holder

dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan posbindu.

b. Sekretaris

Tugas dan fungsi

1) Mencatat semua aktifitas perencanaan, pelaksanaan dan

pemantauan serta pengendalian posbindu.

c. Bendahara

Tugas dan fungsi

1) Pencatatan pemasukan dan pengeluaran serta pelaporan keuangan

posbindu.

d. Kader sekitar 5 orang

Tugas kader dalam posbindu antara lain :

1) Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan pada

kegiatan posbindu.

2) Memobilisasi sasaran pada hari pelayanan posbindu.

3) Melakukan pendaftaran sasaran pada pelayanan posbindu.

4) Melaksanakan kegiatan penimbangan berat badan dan

pengukuran tinggi badan para lanjut usia dan mencatatnya dalam

KMS atau buku pencatatan lainnya.


13

5) Membantu petugas dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan

dan pelayanan lainnya.

6) Melakukan penyuluhan (kesehatan, gizi, sosial, agama, dan

karya) sesuai dengan minatnya (KomNas Lansia, 2010).

Sedangkan menurut Depkes RI (2011) peran kader posbindu dalam hal ini

adalah sebagai berikut :

a. Sebagai Motivator

b. Sebagai Administrator

c. Sebagai Edukator

Anggota perkumpulan yang aktif, komunikatif dan telah menjadi

panutan dalam penerapan gaya hidup sehat, bertugas memberikan

informasi tentang gizi yang baik seperti jenis-jenis makanan yang baik

dikonsumsi lansia, melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi

badan, melakukan konseling, edukasi, memberikan makanan

tambahan, vitamin serta datang ke rumah-rumah untuk melakukan

penyuluhan kesehatan dan menindak lanjuti rujukan dan puskesmas

terkait masalah yang ada pada lansia.

3. Indikator Kader Aktif dan Tidak Aktif

Kader posbindu adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang

mau bekerja sama secara sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup

menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan posyandu.

Selain itu kader merupakan penggerak dalam masyarakat khususnya

dalam membantu atau mendukung keberhasilan pemerintah dibidang


14

kesehatan yang tidak mengharapkan imbalan berupa gaji dari

pemerintah melainkan bekerja secara sukarela.

a. Kader Aktif

Kader yang selalu melaksanakan kegiatan posbindu dan selalu

menjalankan tugas dan perannya sebagai kader kesehatan.

b. Kader tidak aktif

Kader yang tidak melaksanakan tugas dan perannya sebagai kader

posbindu serta tidak rutin mengikuti kegiatan posbindu.

4. Syarat Menjadi Kader

a. Dapat membaca dan menulis

b. Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan

c. Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat

d. Mempunyai waktu yang cukup

e. Bertempat tinggal di wilayah posbindu

f. Berpenampilan ramah dan simpatik

g. Mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum menjadi kader posbindu

B. Lansia

1. Definisi lansia

Seseorang dikatakan lansia apabila berusia 60 tahun atau lebih,

karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2008). Menurut

Depkes RI lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang

berusia 60 tahun lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan


15

maupun karena sautu hal tidak mampu lagi berperan aktif dalam

pembangunan.

Menua dan menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti mengalami kumunduran,

misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang

jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh

yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).

2. Batasan Umur Lansia

a. Menurut World Health Organization (WHO) ada empat tahap, yakni:

1) Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun.

2) Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun.

3) Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun

3. Perubahan – perubahan yang terjadi pada Lansia

Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh

terjadinya proses degeneratif yang meliputi :

a. Komposisi Tubuh

Komposisi tubuh dapat memberikan indikasi status gizi dan tingkat

kebugaran jasmani seseorang. Pada abad ke-19 ditemukan berbagai

senyawa kimiawi yang ternyata ada pula pada jaringan dan ca iran

tubuh (Darmojo,2010). Akibat penuaan pada lansia massa otot

berkurang sedangkan massa lemak bertambah. Massa tubuh yang tidak

berlemak berkurang sebanyak 6,3%, sedangakan sebanyak 2% massa


16

lemak bertambah dari berat badan perdekade setelah usia 30 tahun.

Jumlah cairan tubuh berkurang dari sekitar 60% berat badan pada orang

muda menjadi 45% dari berat badan wanitausia lanjut (Arisman, 2010 )

Penurunan massa otot akan mengakibatkan penurunan kebutuhan

energi yang terlihat pada lansia. Keseimbangan energi pada lansia lebih

lanjut dipengaruhi oleh aktifitas fisik yang menurun. Pemahaman akan

hubungan berbagai keadaan tersebut penting dalam membantu lansia

mengelola berat badan mereka (Darmojo, 2010).

b. Gigi dan Mulut

Gigi merupakan unsur penting untuk pencapaian derajat kesehatan

dan gizi yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi pada jaringan

keras gigi sesuai perubahan pada gingiva anak-anak. Setelah gigi

erupsi, morfologi gigi berubah karena pemakaian atau aberasi dan

kemudian tanggal digantikan gigi permanen. Pada usia lanjut gigi

permanen menjadi kering, lebih rapuh, berwarna lebih gelap,dan

bahkan sebagian gigi telah tanggal (Arisman, 2010).

Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi

gigi atas dan bawah dan akan mengakibatkan daya kunyah menurun

yang semula maksimal dapat mencapai 300 poinds per square inch

dapat mencapai 50 pound per square inch. Selain itu, terjadinya atropi

gingiva dan procesus alveolaris yang menyebabkan akar gigi terbuka

dan sering menimbulkan rasa sakit semakin memperparah penurunan

daya kunyah. Pada lansia salu ran pencernaan tidak dapat mengimbangi
17

ketidaksempurnaan fungsi kunyah sehingga akan mempengaruhi

kesehatan umum (Darmojo, 2010).

c. Indera Pengecap dan Pencium

Dengan bertambahnya umur, kemampuan mengecap, mencerna, dan

mematobolisme makanan berubah. Penurunan indera pengecap dan

pencium pada lansia menyebabkan sebagian besar kelompok umur

initidak dapat lagi menikmati aroma dan rasa makanan

Gangguan rasa pengecap pada proses penuaan terjadi karena

pertambahan umur berkorelasi negatif dengan jumlah ’taste buds’ atau

tunas pengecap pada lidah. Cherie Long (1986) dan Ruslijanto (1996)

dalam Darmojo (2010) menyatakan 80% tunas pengecap hilang pada

usia 80 tahun. Wanita pasca monopause cenderung berkurang

kemampuan merasakan manis dan asin. Keadaan ini dapat

menyebabkan lansia kurang menikmati makanan dan mengalami

pemurunan nafsu makan dan asupan makanan. Gangguan rasa pengecap

juga merupakan manifestasi penyakit sistemik pada lansia disebabkan

kandidiasis mulut dan defisiensi nutrisi terutama defisiensi seng

(Seymour,2006).

d. Sistem gastrointestinal

Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi

yang buruk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, hilangnya

sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam,

atau pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung


18

menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, serta

melemahnya daya absorbsi (Nugroho, 2008).

Terjadi penurunan semua produksi hormon, mencakup penurunan

aktivitas tiroid, BMR, daya pertukaran zat, produksi aldosteron,

progesteron, estrogen, dan testosteron (Nugroho, 2008).

e. Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis,

pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar

dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta

atrofi serabut otot (Nugroho, 2008).

C. Status Gizi Lansia

1. Gizi Lansia

Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan nutrisi

dan yang dibutuhkan oleh tubuh, status gizi ini memiliki dampak yang

signifikan pada kesehatan dan penyakit (Status gizi dibagi menjadi 3

kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier,

2005 dalam. Khairina 2008). Status gizi merupakan hasil akhir dari

keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan

kebutuhan tubuh akan zat gizi tersebut (Supariasa, 2010). Oleh karena

itu, status gizi sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang berasal dari

makanan yang dikonsumsi setiap hari dan penggunaan zat gizi tersebut.

Status gizi seseorang dapat ditentukan oleh beberapa pemeriksaan

gizi. Pemeriksaan gizi yang memberikan data paling meyakinkan


19

tentang keadaan aktual gizi seseorang terdiri dari empat langkah, yaitu

pengukuran antropometri, pemeriksaan laboratorium, pengkajian fisik

atau secara klinis dan riwayat kebiasaan makan. The Mini Nutritional

Assessment (MNA) adalah alat penilaian gizi lain yang dapat digunakan

untuk mengidentifikasi risiko malnutrisi pada lansia (Ebersole, 2009).

Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) dalam

Meiner, 2006 mengidentifikasi tujuan dari pengkajian status gizi adalah

untuk mendirikan parameter gizi secara subjektif dan objektif,

mengidentifikasi kekurangan nutrisi dan menentukan faktor resiko dari

masalah gizi seseorang. Selain itu pengkajian status gizi juga dapat

menentukan kebutuhan gizi seseorang dan mengidentifikasi faktor

psikososial dan medis yang dapat mempengaruhi dukungan status gizi

seseorang

Fatmah (2010) menjelaskan penentuan status gizi pada lansia

berdasarkan WHO dapat dikategorikan menjadi gizi kurang

(underweight), normal, gizi lebih (obesitas), sedangkan menurut

Depkes RI, 2010 status gizi lansia dikategorikan menjadi gizi kurang,

gizi normal dan gizi lebih. Status gizi normal adalah keadaan dimana

terdapat keseimbangan antara asupan gizi dan energi yang dikeluarkan

oleh seseorang, status gizi kurang adalah keadaan dimana asupan gizi

yang dikonsumsi seseorang lebih sedikit jika dibandingkan dengan

energy yang dikeluarkan sedangkan status gizi lebih adalah keadaan


20

terbalik dari status gizi kurang dimana asupan gizi yang dikonsumsi

lebih banyak dan energy yang dikeluarkan sedikit

2. Kebutuhan Zat Gizi Pada Lansia

a. Kalori

Kalori adalah energi potensial yang dihasilkan dari makanan yang

diukur dalam satuan. Kebutuhan kalori pada seseorang ditentukan oleh

beberapa faktor, seperti tinggi dan berat badan, jenis kelamin, status

kesehatan dan penyakit dan tingkat kebiasaan aktifitas fisik. (Miller,

2006). Oleh karena itu, kebutuhan kalori pada lansia berbeda dengan

kebutuhan kalori pada orang dewasa. Mengatur pola makan sangat

mempengaruhi jumlah kalori yang akan dikonsumsi oleh seseorang,

agar tidak terjadi kekurangan kalori ataupun kelebihan kalori yang

dapat menyebabkan obesitas. Pada lansia, kebutuhan kalori akan

menurun sekitar 5% pada usia 40-49 tahun dan 10% pada usia 50-59

tahun serta 60-69 tahun (Fatmah, 2010).

Menurut WHO dalam Fatmah 2010 kecukupan gizi yang dianjurkan

untuk lansia (>60tahun) pada pria adalah 2200 kalori dan pada wanita

ialah 1850 kalori. Perbedaan kebutuhan kalori pada pria dan wanita ini

didasarkan pada adanya perbedaaan aktivitas fisik dan tingkat

metabolisme basal yang berhubungan dengan pengurangan massa otot

dan tingkat metabolisme basal yang berhubungan dengan pengurangan

massa otot.
21

b. Karbohidrat dan Serat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia. Setiap 1

gram karbohidrat yang dikonsumsi menghasilkan energi sebesar 4 kkal

dan hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan

digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya

seperti bernapas, kontraksi jantung dan otot, serta untuk menjalankan

berbagai aktivitas fisik (Fatmah, 2010).

c. Protein

Protein dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun dan

pemelihara sel. (Menurut Fatmah 2010) pemeliharaan protein yang baik

untuk lansia sangat penting mengingat sintesis protein di dalam tubuh

tidak sebaik saat masih muda, dan bayak terjadi kerusakan sel yang

harus segera diganti. Dengan bertambahnya usia, perlu pemilihan

makanan yang kandungan proteinnya bermutu tinggi dan mudah

dicerna. Pakar gizi menganjurkan kebutuhan protein lansia dipenuhi

dari nilai biologis tinggi seperti telur, ikan dan protein hewani lainnya

dikarenakan kebutuhan asam amino esensial meningkat pada usia

lanjut.

d. Lemak

Lemak jenuh adalah lemak yang dalam struktur kimianya

mengandung asam lemak jenuh (Fatmah, 2010). Konsumsi lemak jenuh

dalam jumlah berlebihan data meningkatkan kadar kolesterol dalam

darah. Kolesterol darah yang berlebihan ini dapat mengakibatkan


22

penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah yang kemudian dapat

menyebabkan penyakit jantung. Sedangkan, untuk menurunkan kadar

kolesterol dalam darah dapat diturunkan dengan mengkonsumsi jenis

lemak tak jenuh. Beberapa makanan yang mengandung lemak tak jenuh

adalah bawang putih, tempe, the, anggur, apel, alpukat dan ikan.

3. Cairan

Konsumsi cairan yang tepat sangat penting bagi kesehatan dan

merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi lansia. Lansia

mengkonsumsi 1500-2000 ml (6-8 gelas/hari) diperlukan untuk

menjaga hidrasi yang memadai. Minuman seperti kopi, teh kental,

minuman ringan, alkohol, es, maupun sirup bahkan tidak baik untuk

kesehatan dan harus dihindari terutama bagi lansia yang memiliki

penyakit-penyakit tertentu seperti DM, hipertensi, obesitas dan jantung

(Fatmah, 2010).

4. Masalah-Masalah Gizi Pada Lansia

a. Obesitas

Obesitas pada lansia biasanya disebabkan karena pola konsumsi

yang berlebihan, banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat

yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, proses metabolisme

yang menurun pada lansia dapat menyebabkan kalori yang berlebih

akan diubah menjadi lemak sehingga mengakibatkan kegemukan jika

tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan

jumlah makanan (Depkes RI, 2007). Obesitas merupakan suatu kondisi


23

kelebihan berat badan yang menempatkan lansia dalam peningkatan

risiko mengalami kondisi kronis, seperti hipertensi, penyakit arteri

koroner, diabetes dan stroke. Kondisi ini menyebabkan kelemahan

sendi dan pembatasan mobilisasi dan kemandirian pada lansia.

b. Malnutrisi

Malnutrisi dapat terjadi baik pada lansia dengan berat badan

lebih maupun lansia dengan berat badan kurang. Malnutrisi

dihubungkan dengan kurangnya vitamin dan mineral, dalam beberapa

kasus terjadi pula kekurangan protein kalori. Malnutrisi protein kalori

didefinisikan sebagai hilang dan rendahnya tingkat albumin, sehingga

lansia disarankan untuk diberikan intake protein yang adekuat.

Malnutrisi pada lansia jika dalam kondisi lama akan berdampak pada

kelemahan otot dan kelelahan karena energi yang menurun.

5. Pengukuran Status Gizi Lansia

Pengukuran status gizi digunakan untuk menentukan status gizi,

mengidentifikasi malnutrisi (kurang gizi atau gizi lebih) dan

menentukan jenis diet atau menu makanan yang harus diberikan pada

seseorang. Untuk mengukur status gizi lansia sebaiknya menggunakan

lebih dari satu parameter sehingga hasil kajian lebih akurat (Depkes,

2010). Pengukuran status gizi dapat melalui penilaian diatetik,

pemeriksaan fisik, pengukuran antropometri dan pemeriksaan biokimia.

Alat pengkajian lain yang dapat digunakan untuk menentukan status

gizi adalah (MNA) The Mini Nutritional Assessment..


24

a. Berat Badan

Berat badan adalah pengukuran kasar terhadap berat jaringan tubuh

dan cairan tubuh. Berat badan adalah variabel antropometri yang sering

digunakan dan hasilnya cukup akurat. Berat badan juga merupakan

komposit pengukuran ukuran total tubuh. Alat yang digunakan untuk

mengukur berat badan adalah timbangan injak digital (Seca).

Pengukuran berat badan sangat menentukan dalam menilai status gizi

seseorang. Meningkatnya berat badan dapat menunjukkan

bertambahnya lemak tubuh atau adanya edema, dan penurunan berta

badan dapat menunjukkan adanya perkembangan penyakit maupun

asupan nutrisi yang kurang.

b. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter penting bagi keadaan yang telah

lalu dan keadaan saat ini, serta menggambarkan keadaan pertumbuhan

skeletal. Dalam kondisi normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan

pertambahan usia. Namun, pada lansia akan mengalami penurunan

tinggi badan akibat terjadinya pemendekan columna vertebralis dan

berkurangnya massa tulang (12% pada pria dan 25% pada wanita),

osteoporosis dan kifosis. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan

menggunakan alat microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

c. Penentuan Status Gizi

Status gizi seseorang dapat ditentukan dengan membandingkan hasil

yang didapat dari pemeriksaan dengan nilai standar yang ada. Selain itu
25

untuk penentuan status gizi dapat juga menggunakan hasil perhitungan

Indeks Massa Tubuh (IMT). Khusus untuk lansia dalam menentukan

status malnutrisi dapat ditentukan dengan form skrining yang disebut

dengan The Mini Nutritional Assessment (MNA).

d. Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index merupakan salah

satu alat untuk memantau status gizi orang dewasa, khusus yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dapat

menentukan apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus

atau gemuk IMT merupakan cara alternatif untuk menentukan

kesesuaian rasio berat tinggi seorang individu. IMT dapat

dikalkulasikan dengan membagi berat badan individu (kg) dengan

tinggi individu tersebut (m2) Fatmah (2010).

6. Permasalahan yang dapat muncul pada lansia dengan status gizi

Permasalahan Gizi : Lansia cenderung mengalami permasalahan gizi

dimana lansia rentang mengalami gizi buruk dan gizi lebih serta

kekurangan vitamin yang disebabkan penurunan fungsi organ tubuh dan

kurangnya aktifitas fisik pada lansia.

a. Gizi berlebih

Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara

berkembang dan kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu

muda menyebabkan berat badan berlebih, apalagi pada lansia

penggunaan kalori berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu


26

sulit untuk diubah walaupaun disadari untuk mengurangi makan.

Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit,

misalnya : penyakit jantung, kencing manis dan darah tinggi.

b. Gizi kurang

Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social

ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori

terlalu rendah dari yang di butuhkan menyebabakan berat badan kurang

dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein

menyebabakan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki

akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun,

kemungkinan akan mudah terkena infeksi.

c. Kekurangan Vitamin

Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang ditambah

dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan

berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu

dan tidak bersemangat (Sapico, 2007)

Semakin tua umur seseorang maka semakin banyak pula masalah

kesehatan yang bermunculan. Layanan kesehatan pun di perlukan untuk

menjaga kesehatan para lansia agar tetap sehat dan bugar. Salah satunya

adalah posbindu

D. Definisi Posbindu

Posbindu adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di

masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan


27

oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LMS), lintas

sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial, dan

lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya

promotif dan preventif.

Disamping pelayanan kesehatan, di posbindu juga diberikan

pelayanan sosial, agama, pendidikan, keterampilan, olahraga, dan seni

budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam

rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan

keejahteraan para lansia. Selain itu, para lansia dapat beraktivitas dan

mengembangkan potensi diri (KomNas Lansia, 2010).

Posbindu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat

usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang

digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan

pelayanan kesehatan. Posbindu merupakan pengembangan dari

kebijakan pemerintah melalui program puskesmas dengan melibatkan

peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi

sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).

Jadi, posbindu lansia adalah sebuah wadah, tempat pelayanan

terpadu yang diperuntukan bagi lansia di suatu daerah tertentu yang

didalamnya terdapat pelayanan kesehatan, dan kegiatan peningkatan

kesehatan serta kesejahteraan lansia dalam pelaksanaannya melibatkan

peran serta masyarakat dan organisasi sosial.


28

1. Manfaat dan Tujuan Posbindu

Manfaat posbindu menurut Deokes RI (2006) adalah

a. Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan tetap bugar.

b. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara.

c. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang.

Sedangkan tujuan pembentukan dari posbindu secara garis besar

menurut Depkes RI (2006) antara lain :

a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat,

sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan

lansia.

b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat

dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan

komunikasi antara masyarakat lanjut usia.

2. Sasaran Posbindu

a. Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59), usia lanjut

(60-69), usia lanjut resiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan)

b. Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga, dimana usia lanjut

usia berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi sosial

yang peduli terhadap pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas

kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut, petugas lain yang

melayani kelompok usia lanjut dan masyarakat luas.


29

3. Mekanisme Pelayanan Posbindu

Penyelenggaraan posbindu dilaksanakan oleh kader kesehatan yang

terlatih, tokoh dari PKK, tokoh masyarakat dibantu oleh tenaga

kesehatan dari puskesmas setempat baik seorang dokter, bidan atau

perawat, penyelenggaraan posbindu dilakukan dengan sistem 5 meja,

meliputi :

a. Meja 1 : tempat pendaftaran.

b. Meja 2 : tempat penimbangan dan pencatatan berat badan,

pengukuran dan pencatatan tinggi badan serta penghitungan index

massa tubuh (IMT).

c. Meja 3 : tempat melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan

sederhana (tekanan darah, gula darah, Hb, kolesterol darah, dan

pemberian vitamin.

d. Meja 4 : tempat melakukan kegiatan konseling (kesehatan, gizi, dan

kesejahteraan).

e. Meja 5 : tempat memberikan informasi dan melakukan kegiatan

sosial (pemberian makanan tambahan, bantuan modal, pendampingan,

dan lain-lain sesuai kebutuhan) (KomNas Lansia, 2010).

4. Bentuk Kegiatan Pelayanan dalam Posbindu

a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari/ activity of daily living,

meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan seperti makan, minum,

berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur dan buang air.
30

b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan

emosional.

c. Pemeriksaan status gizi, melalui penimbangan berat badan dan

pengukura tinggi badan dan di catat pada grafik indeks massa tubuh.

d. Pengukuran tekanan darah,

e. Pemeriksaan hemoglobin.

f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya

penyakit gula.

g. Pemeriksaan adanya protein dalam air seni sebagai deteksi awal

penyakit ginjal.

h. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila mana ada keluhan atau

ditemukan kelainan pada pemeriksaan.

i. Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam

rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dam gizi sesuai

dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok

usia lanjut.

j. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia

lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan

masyarakat (Depkes RI, 2006)

Pelayanan yang dilakukan di posyandu merupakan pelayanan ujung

tombak dalam penerapan kebijakan pemerintah untuk pencapaian lanjut

usia sehat, mandiri dan berdaya guna. Oleh karena itu, arah dari

kegiatan posbindu tidak boleh lepas dari konsep active ageing atau
31

menua secara aktif. Active ageing adalah proses optimalisasi peluang

kesehatan, partisipasi dan keamanan untuk meningkatkan kualitas hidup

di masa tua. Jika seseorang sehat dan aman, maka kesempatan

berpartisipasi bertambah besar. Masa tua bahagia dan berdaya guna

tidak hanya fisik tetapi meliputi emosi, intelektual, sosial, vokasional

dan spiritual yang dikenal dengan dimensi wellness. Wellness

merupakan suatu pendekatan yang utuh untuk mencapai menua secara

aktif (KomNas Lansia, 2010).

Di dalam posbindu terdapat orang orang yang berperan aktif dan

berpengaruh dalam pelaksanaan posbindu. Orang tersebut dipilih dari

masyarakat itu sendiri. Orang itu disebut sebagai kader.


32

Skema 2.1

Kerangka Konsep

Variabel Independen : Variabel Dependen :

peran kader posbindu Status Gizi Lansia di posbindu RW

25 Desa Cilame Kecamatan


1. Edukator
Ngamprah

2. Motivator

3.Administrator

Diteliti :

Tidak Teliti :

Anda mungkin juga menyukai