Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Definisi
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi
penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009). yang terletak diantara permukaan
viseral dan parietal.

.
B. Etiologi Efusi Pleura : (Mansjoer, 1999)
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragi (Muttaqin, 2008):
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri) sindoroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindroma vena
kava sperior, tumor dan sindroma Meigs.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi,
dan penyakit kolagen.
3) Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis dan kanker paru.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi unilateral tidak mempunya kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom
nefrotik, asites, infark paru, lupus aritematosus sistemis, tumor dan TB.

1
C. Manifestasi Klinik (Brunner & Suddarth, 2000)
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang
terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat
tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang
beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) batuk kadang berdarah
b) demam, menggigil
c) pernafasan yang cepat
d) Lemas progresif disertai penurunan BB
e) Asites
f) Dipsnea
D. Evaluasi Diagnostik (Muttaqin, 2008)
Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc tidak
bisa terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan
kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih
dari 300cc, frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma kelihatan meninggi.
Untuk memastikannya, perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral dari sisi
yang sakit (lateral dekubitus).
a. Pemeriksaan Radiologi

b. Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui biopsi
jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel- sel
ganas atau kuman- kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura).
c. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
2
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke kapasitas total
paru, dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis tahap lanjut.
Kapasitas total paru adalah volume maksimal pengembangan paru- paru
dengan usaha inspirasi yang sebesar- besarnya kira- kira 5800 ml. (Syaifuddin,
2009)
d. Pemeriksaan laboratorium
Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisa
cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi
pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil thorakosentesis secara makroskopis
biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat, dan transudat.
 Haemorragic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan
tuberculosis.
 Yellow exudates pleural effusion, terutama terjadi pada keadaan gagal
jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis
konstriktif.
 Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.
e. Pemeriksaan darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih
dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan
anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin
meningkat dan kadar natrium darah menurun.
f. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya


kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA
positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada
satu sediaan.

E. Patofisiologi dan Web of Causion (WOC) secara teoritis

3
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
keganasan , atelektasis paru dan pneumotoraks .
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit(amuba, paragonimiosis, ekinokokus),
jamur, pneumonia atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses
imunologik seperti leuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain
seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.

 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


4
Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intevensi pola nafas klien dapat
normal.
Kriteria evaluasi:
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada
pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi
napas terdengar jelas.
Rencana Intervensi Rasioanl
Identifikasi factor penyebab Dengan mengidentifikasi penyebab, kita
dapat menentukan jenis efusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat
Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan
pernapasan, serta melaporkan setiap kedalaman pernapsan kita dapat
perubahan yang terjadi mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi klien.
Baringkan klien dengan kondisi yang Penurunan diafragma dapat memperluas
nyaman, dalam posisi duduk, dengan daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90o maksimal.
atau miringkan kearah sisi yang sakit Miring kearah sisi yang sakit dapat
menghindari efek penekanan gravitasi
cairan sehingga ekspansi dapat maksimal
Observasi tanda- tanda vital ( nadi dan Peningkatan frekuensi napas dan
pernapasan) takikardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 Auskultasi dapat menentukan kelainan
jam . suara napas pada bagian paru
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan Menekan daerah yang nyeri ketika batuk
napas dalam yang efektif atau napas dalam. Penekanan otot- otot
dada serta abdomen membuat batuk
lebih efektif.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk Pemberian O2 dapat menurunkan beban
pemberian O2 dan obat-obatan serta foto pernapasan dan mencegah terjadinya
thoraks sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thoraks, dapat di monitor
kemajuan dari berkurangnya cairan dan

5
kembalinya daya kembang paru
Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis Tindakan thorakosentesis atau fungsi
pleura bertujuan untuk menghilangkan
sesak napas yang disebabkan oleh
akumulasi cairan dalam rongga pleuraa.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungang dengan sekresi mucus yang
kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema tracheal/faringeal.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan nafas
kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
nafas. Bunyi nafas normal, Rh-/- dan pergerakan pernafasan normal.
Rencana intervensi Rasional
Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, Penurunan bunyi nafas menunjukkan
kecepatan, irama, kedalaman, dan atelektasis,ronkhi menunjukkan
penggunaan otot bantu nafas. akumulasi secret dan ketidakefektifan
pengeluaran sekresi yang selanjutnya
dapat menimbulkan penggunaan otot
bantu nafas dan peningkatan kerja
pernafasan.
Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat
catat karakter dan volume sputum kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
adekuat).
Berikan posisi semifowler/fowler tinggi Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
dan bantu klien latihan nafas dalam dan paru dan menurunkan upaya bernafas.
batuk efektif. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan
sekret kedalam jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu
2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan. mengencerkan sekret dan mengefektifkan
pembersihan jalan nafas.
Bersihkan sekret dari mulut dan trachea Mencegah obstruksi dan aspirasi.
bila perlu lakukan pengisapan ( suction ). Pengisapan diperlukan bila klien tidak

6
mampu mengeluarkan sekret. Eliminasi
lendir dengan suction sebaiknya
dilakukan dalam jangka waktu kurang
dari 10 menit dengan pengawasan efek
samping suction.
Kolaborasi pemberian obat sesuai Pengobatan antibiotik yang ideal adalah
indikasi: obat antibiotic dengan adanya dasar dari tes uji resistensi
kuman terhadap jenis antibiotik sehingga
lebih mudah mengobati pneumonia.
Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
Bronkodilator: jenis aminofilin via Bronkodilator meningkatkan diameter
intravena lumen percabangan trakheobronkhial
sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada hipoksemia
dengan keterlibatan luas dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan


diagnostik dan rencana pengobatan
Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan

Kriteria Hasil :
- Klien mengetahui tentang proses penyakit, program pengobatan penyakitnya.
- Kecemasan klien menurun
Rencana Intervensi Rasional
Jelaskan hal – hal mengenai penyakit Mengorientasi program pengobatan.
pada pasien dan pengobatan Membantu menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol.

7
Ajarkan tindakan yang dapat Pengontrolan dispnea melalui pengontrolan
mengontrol dispnea seimbang, istirahat cukup dan aktivitas dapat
ditoleransi

Kaji patologi masalah individu Informasi menurunkan takut karena


ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi dinamik.
Kaji ulang tanda / gejala yang Berulangnya efusi pleura memerlukan
memerlukan evaluasi medik intervensi medik untuk mencegah /
cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, menurunkan potensial komplikasi.
dispnea, distres pernapasan lanjut
Kaji ulang praktik kesehatan yang Mempertahanan kesehatan umum
baik, istirahat meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

Identifikasi kemungkinan kambuh / Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat
komplikasi jangka panjang dan keganasan dapat meningkatkan insiden
kambuh.

Perubahan nurtisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, dispneu, anorexia.
Tujuan : memuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria:
- BB meningkat
- Melakukan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat
Rencana Intervensi Rasionalisasi

Catat status nutrisi pasien Berguna dalam mendefenisikan derajat /


luasnya masalah dan pilihan intervensi yang
berguna.

Awasi masukan / pengeluaran dan BB Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi

8
secara periodic dan dukungan cairan.

Selidiki anoreksia, mual, muntah, dan Dapat mempengaruhi pilihan diet dan
catat kemungkinan hubungan dengan mengidentifikasi area pemecahan masalah
obat. Awasi frekuensi, volume dan untuk meningkatkan pemasukan /
konsistensi feses. penggunaan nutrient.

Berikan perawatan mulut sebelum dan Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sesudah tindakan pernapasan. sputum atau obat untuk pengobatan respirasi
yang merangsang pusat muntah.

Anjurkan makan sedikit dan sering Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa


dengan makanan tinggi protein dan kelemahan yang tak perlu / kebutuhan energi
karbohidrat. dari makanan banyak dan menurunkan iritasi
gaster.

Rujuk ke ahli gizi untuk komposisi Untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi


diet. individu untuk meningkatkan penyembuhan.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas terhadap efusi


pleura, nyeri akut, imobilitas, kelemahan umum

Tujuan : Dapat beraktivitas sebagaimana biasanya

Kriteria Evaluasi :

Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan dengan daya tahan tubuh,
penghematan energi,dan perawatan diri

Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat dicapai atai dipertahankan secara


realistis

-Menampilkan aktivitas sehari-hari dengan beberapa bantuan (misalnya eliminasi

9
dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi

-Mengurangi dispnea
Rencana Intervensi Rasionalisasi
Jelaskan aktivitas dan faktor yang Merokok, suhu ekstrim dan stre
dapat meningkatkan kebutuhan menyebabkan vasokonstruksi pembuluh
oksigen. garah dan peningkatan beban jantung.
Anjurkan program hemat energy, buat Mencegah penggunaan energi berlebihan
jadwal aktifitas harian, tingkatkan
secara bertahap
Ajarkan teknik napas efektif Mempertahankan pernapasan lambat dengan
tetap mempertahankan latihan fisik yang
memungkinkan peningkatan kemampuan otot
bantu pernapasan
Pertahankan terapi oksigen tambahan Meningkatkan oksigenasi tanpa
mengorbankan banyak energi

Beri waktu istirahat yang cukup Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah
keletihan

Rangguan perfusi cerebral berhubungan dengan inadekuat sirkulasi oksigen ke otak


Tujuan : pemenuhan kebutuhan oksigen ke otak dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- status mental baik
- Fungsi sensorik dan motorik baik
- Tingkat kesadaran klien baik
Rencana intervensi Rasionalisasi
Kaij tingkat kesadaran dengan klien hipoksia yang parah dapat menyebabkan
dengan GCS (Glasgow coma scale) perubahan tingkat kesadaran, koma dan
dapat fatal.

Pantau tanda- tanda vital secara teratur peningkatan RR dan takikardi merupakan
adanya indikasi penurunan fungsi paru.
peningkatan TD terjadi karena

10
peningkatan TIK, jika diikuti oleh
penurunan kesadaran. Demam dapat
mencerminkan kerusakan hipotalamus
Periksa respon dan ukuran pupil terhadap Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
rangsangan cahaya okulomotor (III) dan berguna untuk
menentukan batang otak tersebut semakin
baik. Ukuran dan kesamaan pupil
ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis
yang mempersarafi.
Pertahankan posisi kepala dalam keadaan Menurunkan tekanan arteri dengan
netral dengan bantalan kecil (posisi meningkatkan drainase dan meningkatkan
elevasi) sirkulasi atau perfusi serebral.
Cegah pasien untuk mengedan, batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
keras, berikan periode istirahat cukup, tekanan intracranial dan potensi terjadi
lingkungan nyaman pendarahan

F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (Brunner & Suddarth, 2000)


Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyabab yang mendasari untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari.

1) Torasentesis, ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan


cairan. Indikasi untuk melakukan torakosentesis adalah: (1) menghilangkan
sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura, (2)
bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal, (3) bila
terjadi reakumulasi cairan.

11
2) Selang dada dan drainase water –seal mungkin diperlukan untuk
pneumotoraks (kadang merupakan akibat torasentesis berulang).

Water Seal Drainase


WSD (Water Seal Drainase) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
Indikasi :
- Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus.
- Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah thorak
- Efusi pleura
- Empiema Karen penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
Tujuan pemasangan WSD:
 Untuk mengeluarkan udara, caiaran atau darah rongga pleura.
 Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
 Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian.
 Untuk mencegah reflex drainase kembali kedalam rongga dada.
Tempat pemasangan WSD:
a. Apical
Letak selang pada interkosta III mid klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-V1 atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

12
Jenis WSD:
1. Sistem 1 botol .sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan
pada pasien dengan simple pneumotoraks
2. System dua botol pada system ini btol pertama mengumpulkan
cairan/drainase dan botol kedua adalah botol waterseal
3. System tiga botol , botol penghisap control ditambahkan kesistem dua
botol.sistem tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah
penghisapan.
Komplikasi pemasangan WSD:
1. Komplikasi primer: perdarahan, edema paru, tension pneumotoraks, atrial
aritmia
2. Komplikasi sekunder: infeksi, emfiema

3) Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pl;eura


dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
4) Modalitas pengobatan lainnya: Radiasi dinding dada, operasi pleurektomi dan
terapi diuretic.

Intervensi Keperawatan
1.Terapkan regimen obat-obatan
a. Siapkan dan posisikan pasien untuk torasentesis.
b. Berikan dukungan sepanjang prosedur.

2. Bantu pasien dalam peredaan nyerinya


a. Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya.
b. Berikan obat nyeri sesuai yang diharuskan dan kebutuhan.

3. Pantau drainase selang dada dan system water-seal ,catat jumlah drainase pada
interval yang diharuskan.

4. Lakukan auhan keperawatan yang berhubungan dengan penyebab yang


mendasari efusi pleural.

Kata – Kata Sulit (Tahap Seven Jump I )

13
1) efusi: keluarnya cairan menuju suatu bagian atau jaringan sebagai edukasi atau
transudasi.
2) Pleura: membrane serosa yang membungkus paru dan melapisi rongga toraks
sepenuhnya membungkus rongga potensial yang dikenal sebagai rongga pleura.
3) Thoraks: bentuk gabung yang menunjukkan hubungan dengan dada.
4) Serous: menghasilkan atau mengandung serum seperti kelenjar dan kista serosa.
5) Granuloma: kumpulan makrofag modifikasi yang menyerupai sel epitel biasanya
dikelilingi oleh lingkaran sel limfosit.
6) Atelectasis: pembesaran paru atau sebagian paru yang tidak lengkap ini mungkin
terjadi secara congenital (primer), sekunder atau sebagai keadaan yang didapat.
7) Pneumotorak: pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura.
8) Legionella: penyakit yang menyerupai pneumonia.
9) Abestosi: bentuk pneumoconiosis (silikatosis) disebabkan oleh penghirupan serat-
serat asbes yang ditandai dengan fibrosis interstisial paru yang bervariasi luasnya dari
terkenanya daerah basal kecil sampai pembentukan jaringan parut yang luas ini
dikaitkan dengan mesotelioma pleura.
10) Pneumonia: radang paru dengan konsolidasi.
11) Dekompresi: mengurangi tekanan.
12) Sarkoidosis: retikulosis granulomatosa sistemik yang kronik progresif tanpa sebab
yang jelas ditandai denga tuberkel keras ,hampir semua organ/jaringan termasuk kulit,
paru, kelenjar, getah bening, hati, limfa, mata dan tulang-tulang kecil tangan dan kaki.

Merumuskan pertanyaan (Tahap Seven Jump II)

1) Mengapa klien dengan efusi Pleura sulit untuk tarik nafas dalam atau bahkan sesak
nafas?
2) Penyakit apa saja yang anda ketahui yang bisa menyebabkan efusi pleura?
3) Kenapa efusi pleura itu bisa terjadi?

14
BAB III

KASUS

A. Bapak L mengeluh susah untuk tarik nafas dalam. Dada kelihatan seperti tong. Saat
dilakukan perkusi dada bagian kanan suara redup dan dilakukan auskultasi tidak ada
terdengar udara saat inspirasi dan ekspirasi. Diding dada sebelah kanan selalu
tertinggal saat tarik nafas.
B. Pengkajian
Data Subjektif : Bapak L mengeluh susah saat tarik nafas dalam.
Data Objektif :

15
Inspeksi : dada kelihatan seperti tong, dinding dada sebelah kanan selalu
tertinggal saat bernafas.
Auskultasi : Tidak ada terdengar udara saat inspirasi dan ekspirasi
Perkusi : dada bagian kanan suara redup.
C. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS: - Tn.L mengeluh susah Penumpukan cairan di pola nafas tidak
tarik nafas dalam. rongga pleura efektif
DO:
- Tidak ada terdengar suara Tekanan intrapleural
saat inspirasi dan ekspirasi
- Dada bagian kanan suara Efusi Pleura
redup
- dada seperti tong Ekspansi paru menurun dan
asimetris gerakan paru

Pertukaran O2 di alveoli
menurun

Dypnea

Pola nafas tidak efektif


2 DS: - Tn.L mengeluh susah Nyeri
tarik nafas dalam.
DO: Penumpukan cairan di
- Tidak ada terdengar suara rongga pleura
saat inspirasi dan ekspirasi
- Dada bagian kanan suara Tekanan intrapleural
redup
-dinding dada sebelah kanan Efusi Pleura
selalu tertinggal saat
bernafas. Penurunan ekspansi paru

Pengeluaran zat-zat

16
vasoaktif(bradikinin,
serofinin)

Merangsang ujung-ujung
saraf bebas

nyeri

D. Web Of Caution (WOC)

Peningkatan cairan pleural

penumpukan cairan dirongga pleura

Tekanan intrapleura

Efusi Pleura

Ekspansi Paru Menurun

pertukaran gas di alveos pengeluaran zat


vasoaktif ( bradikinin/
serofinin)

Dyspnea

Merangsang
ujung-ujung saraf bebas
Pola nafas tidak
efektif nyeri

17
E. Asuhan Keperawatan

Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intevensi pola nafas klien dapat
normal
Kriteria evaluasi:
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada
pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi
napas terdengar jelas.
Rencana Intervensi Rasioanl
Identifikasi factor penyebab Dengan mengidentifikasi penyebab, kita
dapat menentukan jenis efusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat
Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan
pernapasan, serta melaporkan setiap kedalaman pernapsan kita dapat
perubahan yang terjadi mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi klien.
Baringkan klien dengan kondisi yang Penurunan diafragma dapat memperluas
nyaman, dalam posisi duduk, dengan daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90o maksimal.
atau miringkan kearah sisi yang sakit Miring kearah sisi yang sakit dapat
menghindari efek penekanan gravitasi
cairan sehingga ekspansi dapat maksimal
Observasi tanda- tanda vital ( nadi dan Peningkatan frekuensi napas dan
pernapasan) takikardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 Auskultasi dapat menentukan kelainan
jam . suara napas pada bagian paru
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan Menekan daerah yang nyeri ketika batuk
napas dalam yang efektif atau napas dalam. Penekanan otot- otot
dada serta abdomen membuat batuk
lebih efektif.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk Pemberian O2 dapat menurunkan beban
pemberian O2 dan obat-obatan serta foto pernapasan dan mencegah terjadinya

18
thoraks sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thoraks, dapat di monitor
kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru
Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis Tindakan thorakosentesis atau fungsi
pleura bertujuan untuk menghilangkan
sesak napas yang disebabkan oleh
akumulasi cairan dalam rongga pleuraa.

Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d. terangsangnya saraf intratoraks sekunder
terhadap iritasi pleura
Tujuan : nyeri yang di rasakan dapat teratasi/ berkurang.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharap nyeri berkurang/hilang dengan kriteria:


- Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol
- Klien tampak rileks dan tidur / istirahat dengan baik
- Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan
Rencana Intervensi Rasionalisasi
Tanyakan pasien tentang nyeri. Membantu dalam evaluasi gejala nyeri
Tentukan karakteristik nyeri, mis, karena peregangan pleura yang melibatkan
terus menerus, sakit, menusuk, saraf. Penggunaan skala rentang membantu
terbakar. Buat rentang intensitas pada klien dalam mengkaji tingkat nyeri dan
skala 0-10 memberikan alat untuk evaluasi keefektifan
analgesic, meningkatkan kontrol nyeri
Kaji pernyataan verbal dan nonverbal Ketidaksesuaian antara petunjuk verbal/non-
nyeri pasien. verbal dapat memberikan petunjuk derajat
nyeri, kebutuhan / keefektifan intervensi.

Evaluasi keefektifan pemberian obat. Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah
Dorong pemakaian obat dengan benar subjektif dan pengontrolan nyeri yang terbaik
untuk mengontrol nyeri; ganti obat merupakan keleluasan pasien. Bila pasien
atau waktu sesuai ketepatan. tidak mampu memberikan masukan, perawat
harus mengobservasi tanda psikologis dan
fisiologis nyeri dan memberikan obat
berdasarkan aturan.

19
Dorong menyatakan perasaan tentang Takut/masalah dapat meningkatkan tegangan
nyeri. otot dan menurunkan ambang nyeri.

Berikan tindakan kenyamanan, mis., Meningkatkan relaksasi dan pengalihan


sering ubah posisi, pijatan punggung, perhatian. Menghilangkan ketidaknyamanan
sokongan bantal. Dorong penggunaan dan meingkatkan efek terapeutik analgesic.
teknik relaksasi, mis., visualisasi,
bimbingan imajinasi, dan aktivitas
hiburan yang tepat.

Jadwalkan periode istirahat. Berikan Penurunan kelemahan dan menghemat


lingkungan yang tenang. energy, meningkatkan kemampuan koping.

Bantu aktivitas perawatan diri, Mencegah kelemahan yang tak perlu dan
pernapasan/latihan tangan, dan regangan. Mendorong dan membantu fisik,
ambulasi. mungkin diperlukan untuk beberapa waktu
sebelum pasien mampu / cukup percaya
untuk melakukan aktivitas ini karena
nyeri/takut nyeri.

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

Pengelolaan secara farmakologi efusi pleura tergantung pada etiologi kondisinya.


Sebagai contoh penatalaksanaan nitrat (Nitrogliceryn) dan diuretic (Furosemide) untuk gagal
jantung kongerstif dan edema paru, anti biotic untuk efusi parapneumonia dan empiema dan
anti koagulan untuk (heparin) untuk emboli paru.
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap
penyebabnya. Jika jumlah cairannya banyak sehingga menyebabkan penekanan maupun
sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebiah jarum (atau selang)

20
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakan
diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika
jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dikeluarkan lebih banyak, maka
dimasukkan sebuah selang melalui dinding dada.

Adapun penatalaksanaan pada pasien efusi pleura salah satunya bisa tirah baring,
tujuannya untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan aktifitas akan
meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula. Selain itu
juga dapat melakukan distraksi. Distraksi adalah teknik mengalihkan perhatian klien ke hal
lain terutama hal yang menyenangkan dengan tujuan untuk menurunkan kewaspadaan
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

G. Health Education
1) Penkes mengenai apa itu efusi pleura.
2) Penkes mengenai factor- factor yang menyebabkan efusi pleura
3) Penkes gejala efusi pleura.
4) Penkes mengenai pengobatan efusi pleura.

H. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ini, maka diharapkan seluruh mahasiswa keperawatan mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan efusi pleura.

21
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, MC dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta : Salemba Medika

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing

Price, SA & Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika

22
23

Anda mungkin juga menyukai