Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM

KESEHATAN MASYARAKAT

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM DINAMIKA


PENYAKIT MENULAR

Dosen Pengampu:
Dr. Masrizal dt. Mangguang, SKM., M.Biomed.

KELOMPOK 3
CINDY AMANDA VIOLA (1511211025)
AULIA RAHMA SEPTIADI (1511212004)
FITRI AULIA (1511212060)
MEISYATUL KHADIJAH (1511212068)
RANDI (1511212073)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Dinamika Penyakit
Menular”.
Selanjutnya, shalawat beserta salam kami sampaikan kepada junjungan umat
muslim sedunia, yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari
zaman jahiliyah hingga zaman berilmu yang dapat kita rasakan seperti saat sekarang
ini.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Sistem Informasi Geografis dalam Kesehatan Masyarakat. Dalam penulisan
makalah ini, kami banyak mengalami rintangan, tantangan, dan hambatan. Namun hal
itu dapat dilalui berkat petunjuk dari Allah SWT serta pihak lain yang ikut
membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Masrizal dt. Mangguang, SKM., M.Biomed. dan semua
rekan kelompok 3 yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, saran dan kritikan pembaca terhadap makalah ini kami harapkan untuk perbaikan
di masa yang akan datang.

Padang, Februari 2018

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

2.1 Sistem Informasi Geografis di Bidang Kesehatan.......................................... 3

2.2 Manfaat Sistem Informasi Geografis di Bidang Kesehatan ........................... 4

2.3 Sistem Informasi Geografis di dalam Kesehatan Masyarakat ........................ 8

2.4 Contoh Kasus: Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk


Pementaan Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung ............................. 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 16

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 16

3.2 Saran ............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 17

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) saat ini telah berkembang dengan
cepat. Bahkan pemanfaatannya tidak hanya terbatas di bidang geografi saja tetapi
telah merambah ke berbagai bidang, tidak terkecuali dalam bidang kesehatan. Di
bidang kesehatan masyarakat sendiri, teknologi ini banyak dimanfaatkan para praktisi
kesehatan untuk menganalisis kesenjangan dalam memperoleh pelayanan kesehatan,
menganalisis kejadian luar biasa (KLB) suatu penyakit, dan menilai priotitas
penggunaan sumber daya yang terbatas untuk meningkatkan level kesehatan
masyarakat (Riner et al., 2004). Teknik visualiasi data dalam bentuk pemetaan dalam
SIG dapat menjadi salah satu cara efektif untuk meyakinkan pengambil kebijakan di
berbagai level administratif untuk menentukan prioritas masalah kesehatan serta
memilih program – program kesehatan yang paling sesuai untuk diimplementasikan
di institusi kesehatan di berbagai daerah dan kabupaten. Bahkan SIG juga dapat juga
digunakan sebagai bahanpembelajaran untuk mengevaluasi program – program
kesehatan masyarakat yang telah diaplikasikan pada periode sebelumnya (United
Nations Economic Commision of Africa, 2005).
Lebih khusus, di bidang statistik kesehatan, SIG dapat digunakan untuk
menganalisis, dan memetakan data – data kesehatan, seperti pemetaan distribusi
geografis dari suatu populasi beresiko, distribusi penyakit dan masalah kesehatan,
distribusi lokasi fasilitas pelayanan kesehatan, dan analisis faktor resiko kejadian
penyakit,. Bahkan, teknologi ini dapat digunakan untuk menilai hubungan antara
faktor resiko dan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari suatu masalah kesehatan
lingkungan, dan akibat penyakit – penyakit menular serta penyakit bawaan vektor .
Hasil analisis tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan target populasi dan target wilayah yang menjadi prioritas untuk
dilakukan suatu upaya intervensi kesehatan (Cromley & McLafferty, 2011).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Sistem Informasi Geografis (SIG) di bidang
kesehatan?
2. Bagaimana manfaat SIG di bidang kesehatan?
3. Bagaimana SIG di dalam kesehatan masyarakat?
4. Apa contoh kasus penggunaan aplikasi SIG dalam dinamika penyakit
menular?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan Sistem Informasi Geografis (SIG) di
bidang kesehatan.
2. Mengetahui bagaimana manfaat SIG di bidang kesehatan.
3. Mengetahui bagaimana SIG di dalam kesehatan masyarakat.
4. Menegtahui contoh kasus penggunaan aplikasi SIG dalam dinamika
penyakit menular.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Informasi Geografis di Bidang Kesehatan


Penyajian informasi kesehatan dengan menggabungkan antara data dan peta
bukanlah hal baru dalam bidang kesehatan. Pada tahun 1854, John Snow secara
manual menampilkan informasi wabah kolera dalam bentuk peta sehingga dapat
menentukan sumber penularan penyakit, tanpa mengetahui jenis bakteri dan cara
penularan wabah (Riner et al., 2004). Sejak saat itu, penggunaan SIG berkembang
lebih luas, tidak hanya terbatas untuk memetakan distribusi penyakit tetapi juga
distribusi tenaga dan fasilitas kesehatan.
Saat ini di negara berkembang, teknologi SIG mulai marak digunakan tidak
hanya untuk mengetahui aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas kesehatan tetapi
juga untuk merencanakan lokasi pusat pengobatan, misalnya untuk beberapa penyakit
menular, seperti malaria, Tuberculosis, Demam Berdarah Dengue, bahkan untuk
mengetahui akses terhadap pengobatan HIV, pelayanan kesehatan mental, dan pusat
pelayanan kanker (Higgs, 2005). Meskipun SIG pertama kali populer dalam
pemberantasan penyakit kolera, namun manfaat SIG lebih luas lagi.
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) merupakan
sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan
data atau informasi geografis.Secara umum pengertian GIS adalah; “Suatu komponen
yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya
manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan,
memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, meng-integrasikan,
menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis.”
Pada dasarnya GIS dapat dikerjakan secara manual, namun dengan adanya
perkembangan teknologi informasi yang terkait dengan teknologi sistem komputer,
pada saat ini GIS akan selalu diasosiasikan dengan sistem yang berbasis komputer.
GIS yang berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis yang
tersedia merupakan data dalam jumlah dan ukuran besar, dan terdiri dari banyak tema

3
yang saling berkaitan. GIS mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai
data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya
memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada GIS merupakan data spasial. Ini
adalah sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki
sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi GIS dapat
menjawab beberapa pertanyaan, seperti lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan.
Kemampuan inilah yang membedakan GIS dari sistem informasi lainnya.
Geographic Information System merupakan integrasi antara perangkat keras,
perangkat lunak, dan data untuk menangkap, mengatur, menganalisa, dan
menampilkan semua bentuk geografi yang memberikan informasi. Dengan GIS kita
bias melihat, memahami, bertanya, menterjemahkan dan menampilkan data dengan
banyak cara seperti relationaship, simbol-simbol, dan trend dalam bentuk peta,
laporan atau grafik. GIS membantu menyelesaikan permasalahan dengan mengacu
pada data yang ada sehingga menjadi mudah dipahami dan dibagi satu sama lain.
Teknologi GIS juga bisa di gabungkan dengan framework system informasi
enterprice.

2.2 Manfaat Sistem Informasi Geografis di Bidang Kesehatan


Sistem informasi geografi dapat digunakan untuk menentukan distribusi
penderita suatu penyakit, pola atau model penyebaran penyakit. Penentuan distribusi
unit-unit rumah sakit ataupun puskesmas-puskesmas, fasilitas-fasilitas kesehatan
maupun jumlah tenaga medis dapat pula dilakukan dengan SIG (Sistem informasi
geografi).
Menurut WHO, SIG (Sistem Informasi Geografis) dalam kesehatan masyarakat
dapat digunakan antara lain:
1. Menentukan distribusi geografis penyakit
2. Analisis trend spasial dan temporal
3. Pemetaan populasis berisiko
4. Stratifikasi faktor risiko
5. Penilaian distribusi sumberdaya

4
6. Perencanaan dan penentuan intervensi
7. Monitoring penyakit
Berikut ini adalah beberapa contoh pemanfaatan SIG (Sistem informasi
geografi) dalam bidang Kesehatan Masyarakat berdasarkan analisa CDC tersebut.
a) Memonitor status kesehatan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
yang ada di masyarakat. Dalam mendukung fungsi ini, SIG (Sistem
informasi geografi) dapat digunakan untuk memetakan kelompok
masyarakat serta areanya berdasarkan status kesehatan tertentu, misalnya
status kehamilan. Dengan SIG (Sistem informasi geografi), peta mengenai
status kesehatan dapat digunakan untuk merencanakan program pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan oleh kelompok tersebut, misalnya pelayanan
ANC, persalinan, dan lain sebagainya.
b) Mendiagnosa dan menginvestigasi masalah serta resiko kesehatan di
masyarakat. Sebagai contoh, seorang epidemiologis sedang mengolah data
tentang kasus asma yang diperoleh dari Rumah Sakit, Puskesmas, dan
Pusat – Pusat Kesehatan lainnya di masyarakat, ternyata dia menemukan
terjadi kenaikna kasus yang cukup signifikan di suatu Rumah Sakit, maka
kemudian dia mencari tahu data dari pasien – pesien penderita asma di
Rumah sakit. Ternyata ditemukan bahwa 8 dari 10 orang penderita asma
yang dirawat di Rumah Sakit tersebut bekerja di perusahaan yang sama.
Demikian seterusnya hingga kemudian SIG dapat digunakan untuk
memberikan data yang lengkap mengenai pola pajanan kimia tertentu di
perusahaan – perusahaan dalam suatu wilayah, yang merupaka informasi
yang penting untuk para karyawan. Informasi ini juga dapat diteruskan
kepada ahli-ahli terkait, dalam hal ini ahli K3 untuk melakukan
penanganan lebih lanjut terhadap masalah yang ditemukan
c) Menginformasikan, mendidik dan memberdayakan masyarakat nmengenai
isu – isu kesehatan. SIG dalam hal ini dapat menyediakan informasi
mengenai kelompok masyarakat yang diidentifikasi masih memiliki
pengetahuan yang kurang mengenai informasi kesehatan tertentu, sehingga

5
kemudian dapat dicari media komunikasi yang paling efektif bagi
kelompok tersebut, serta dapat dibuat perencanaan mengenai waktu yang
paling tepat untuk melakukan promosi kesehatan kepada kelompok
masyarakat tersebut.
d) Membangun dan menggerakkan hubungan kerjasama dengan masyarakat
untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan. Dalam hal ini
SIG dapat digunakan untuk melihat suatu pemecahan masalah kesehatan
berdasarkan area tertentu dan kemudian memetakan kelompok masyarakat
yang potensial dapat mendukung program tersebut berdasarkan area – area
yang terdekat dengannya.Misalnya masalah imunisasi yang ada pada
wilayah kerja tingkat RW atau Posyandu, maka dapat dipetakan kelompok
potensial pendukungnya yaitu Ibu – Ibu PKK yang dapat diberdayakan
sebagai kader pada Posyandu – Posyandu yang terdekat dengan tempat
tinggalnya.
e) Membangun kebijakan dan rencana yang mendukung usaha individu
maupun masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Contohnya
dalam hal analisa wilayah cakupan Puskesmas. Dalam hal ini SIG
digunakan untuk memetakan utillisasi dari tiap – tiap Puskesmas oleh
masyarakat sehingga dapat dibuat perencanaan yang jelas mengenai
sumber daya kesehatan yang perlu disediakan untuk Puskesmas tersebut
disesuaikan dengan tingkat utilitasnya.
f) Membangun perangkat hukum dan peraturan yang melindungi kesehatan
dan menjamin keselamatan masyarakat. Dalam hal ini SIG dapat digunakan
untuk membagi secara jelas kewenangan dan tanggung jawab suatu pusat
pelayanan kesehatan pada tiap – tiap wilayah kerja dalam menjamin dan
menangani segala bentuk masalah yang terjadi di wilayah tersebut.Dengan
demikian maka manajemen komplain dapat terkoordinir dengan
baikutuhkan dan menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan tersebut jika
belum tersedia.Misalnya seorang warga negara asing diidentifikasi
menderita suatu penyakit tertentu yang membutuhkan penanganan yang

6
serius.Maka untuk mengatasinya, dengan melihat peta dan data akses
pelayanan kesehatan yang tersedia dapat dicari tenaga kesehatan terdekat
yang dapat membantu orang tersebut, dan menguasai bahasa yang
digunakannya. Dengan data SIG juga dapat diketahui bagaimana akses
transportasi termudah yang dapat dilalui oleh warga negara asing tersebut
menuju fasilitas kesehatan terdekat.
g) Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan dan ahli kesehatan masyarakat
yang berkompeten di bidangnya. Dalam hal ini SIG dapat menyediakan
peta persebaran tenaga kesehatan dan ahli kesehatan masyarakat di tiap-
tiap daerah, sehingga dengan demikian dapat dilihat jika ada penumpukan
atau bahkan kekurangan personel di suatu daerah. Lebih lanjut, data
tersebut dapat digunakan dalam hal perencanaan pengadaan tenaga-tenaga
kesehatan untuk jangka waktu ke depan untuk masing-masing wilayah.
h) Mengevaluasi efektifitas, kemudahan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan di masyarakat. Data SIG (Sistem informasi geografi) dapat
menyediakan data yang lengkap mengenai potensi tiap-tiap daerah serta
karakter demografis masyarakatnya untuk dihubungkan dengan fasilitas-
fasilitas kesehatan yang tersedia dan tingkat utilitasnya.Dengan demikian
dapat dievaluasi kembali kesesuaian dan kecukupan dari penyediaan sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
i) Penelitian untuk menciptakan penemuan baru dan inovasi dalam
memecahkan masalah-masalah kesehatan di masyarakat. Salah satu
kegunaan ini SIG (Sistem informasi geografi) dalam hal ini adalah untuk
menyediakan data yang akurat mengenai perubahan-perubahan yang terjadi
di suatu daerah seperti pertambahan jumlah perumahan, jalan, pabrik atau
sarana-sarana lainnya yang berpengaruh pada lingkungan dan berpotensi
mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Data ini kemudian dapat
digunakan untuk merancang dan merencanakan inovasi-inovasi tertentu
yang dapat menjamin kesehatan suatu masyarakat (Ika Irmawati,2005).

7
2.3 Sistem Informasi Geografis di dalam Kesehatan Masyarakat
Sebelum berbicara lebih lanjut tentang sistem informasi geografis bidang
kesehatan, ada baiknya kita singgung sekilas tentang perangkat utama GIS ini, yaitu
GPS.Proyek GPS dikembangkan pada tahun 1973 untuk mengatasi keterbatasan
sistem navigasi sebelumnya.Sistem navigasi ini menggunakan 24 satelit MEO
(medium earth orbit atau middle earth orbit) yang mengelilingi bumi dan penerima-
penerima di bumi.Satelit mengorbit pada ketinggian sekitar 12.000 mil di atas bumi,
dan mampu mengelilingi bumi dua kali dalam 24 jam.Satelit GPS secara terus-
menerus mengirimkan sinyal radio digital yang mengandung data lokasi satelit dan
waktu pada penerima yang berhubungan. Satelit GPS dilengkapi dengan jam atom
dengan ketepatan satu per satu juta detik. Berdasarkan informasi ini, stasiun penerima
mengetahui berapa lama waktu yang digunakan untuk mengirim sinyal sampai ke
penerima di bumi.
Penggunaan teknologi ini memungkinkan kita untuk melihat informasi secara
keseluruhan dengan cara pandang baru, melalui basis pemetaan, dan menemukan
hubungan yang selama ini sama sekali tidak terungkap. Dalam bidang kesehatan,
aplikasi GIS, misalnya dapat digunakan untuk menentukan masalah kesehatan
berdasarkan aspek lokasi berdasarkan data-data kependudukan. Menurut Cleans
(2005), proses untuk membuat (menggambar) peta dengan Sistem Informasi
Geografis (GIS) jauh lebih fleksibel, bahkan dibanding dengan menggambar peta
secara manual, atau dengan pendekatan kartografi yang serba otomatis. Penerapan
pertama kali sistem informasi geografis dilakukan John Snow pada abad 19, ketika
membuat peta kematian kolera pada saat terjadinya wabah kolera.
Pemanfaatan Sistem informasi geografi di bidang kesehatan yaitu menyediakan
data atribut dan data spasial yang menggambarkan distribusi atau pola penyebaran
penderita suatu penyakit atau model penyebaran distribusi unit-unit fasilitas
pelayanan kesehatan diantaranya tenaga medis, serta tenaga kesehatan lain (Prahasta,
2005).

8
Kemajuan terbaru di dalam sistem informasi geografis yang dapat memetakan
dengan suatu alat teknologi dapat menciptakan peluang baru untuk tenaga-tenaga
kesehatan masyarakat dalam meningkatkan perencanaan, analisis, monitoring dan
manajemen sistem kesehatan.Sebagian besar data yang digunakan dan yang
dihasilkan oleh tenaga kesehatan dan para tenaga sosial lainnya mempunyai suatu
perbedaan sehingga sistem informasi geografis (GIS) sangat berguna sekali bagi
tenaga profesional kesehatan dan tenaga-tenaga di bidang lainnya di dalam
merencanakan dan manajemen sehari-hari (Jasmin dan Johsons, 1999).
Aplikasi SIG umumnya difungsikan sebagai tools untuk mendukung
pengambilan keputusan. Kemampuannya untuk menyimpan (storing), mengambil
(retrieving), analisa (analyzing), modelling dan mapping. Ciri dari aplikasi SIG yang
baik adalah bila aplikasi tersebut dapat menjawab minimal satu pertanyaan dibawah
ini:
1. Lokasi, dapat menjawab yang terkait dengan lokasi atau wilayah dan gejala
tertentu.
2. Kondisi, dapat menjawab kondisi dari lokasi tertentu.
3. Tren, dapat menjawab tren dari suatu keadaan tertentu.
4. Pola, dapat menjawab gejala atau kecenderungan yang terjadi dari data yang
tersedia.
Dalam bidang kesehatan, aplikasinya GIS secara umum antara lain:
1. Menentukan persebaran secara geografis dan jenis-jenis penyakit.
2. Untuk kegiatan stratifikasi faktor-faktor risiko penyakit dan maslah
kesehatan.
3. Untuk estimasi terjadinya wabah.
4. Untuk kepetingan pemantauan penyakit
5. Dapat meningkatkan kepedulian masyarakat tentang pengelolaan
lingkungan, peralatan, persediaan dan sumber daya manusia.
6. Memantau kebutuhan kesehatan secara terpusat.
Sementara pendapat lain menyatakan, epidemiologi spatial adalah deskriptif
dan analisis tentang variasi geografis dengan penyakit, dalam hubungannya dengan

9
demografi, lingkungan, kebiasaan (behavioral), sosio ekonomi, genetika, faktor risiko
infeksi.Keuntungan dalam sistem informasi geografis, metodologi statistik, dan
ketersediaan resolusi tinggi geografi yang berhubungan dengan kesehatan, dan data
kualitas lingkungan yang belum dibuat sebelumnya, membuka kesempatan baru
untuk melakukan penelitian lingkungan dan factor-faktor lainnya dalam menjelaskan
variasi geografis lokal dalam kaitannya dengan penyakit.

2.4 Contoh Kasus: Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk


Pementaan Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung

Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Kasus Demam Berdarah


Dengue di Kota Bandung
Penyakit akibat infeksi dengue, baik berupa demam dengue maupun demam
berdarah dengue, masih merupakan masalah kesehatan yang paling penting di
Indonesia. Angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) yang dilaporkan per
100.000 penduduk per tahun terus meningkat dari kurang dari 1 di tahun 1968, 4,6 di
tahun 1978, 27,98 untuk tahun 1988, 35,19 untuk tahun 1998 dan lebih dari 60 kasus
per 100.000 penduduk di tahun 2008 (1-3). Di samping itu, wilayah penyebaran
dengue di Indonesia pun semakin luas sehingga saat ini tidak ada propinsi di
Indonesia yang bebas dari serangan dengue (4). Berhubungan erat dengan tabiat
vektor utama dengue, nyamuk Aedesaegypti, dengue merupakan masalah kesehatan
yang lebih membebani daerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan (5), termasuk
di Kota Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan pelaporan kasus DBD oleh rumah-rumah sakit di Kota Bandung
ke Dinas Kesehatan Kota Bandung (DKK), kasus DBD di Kota Bandung pun terus
meningkat. Tahun 2003, sejumlah 1054 kasus DBD dilaporkan kepada DKK
Bandung atau setara dengan angka kejadian (IR=incidencerate) 48 kasus DBD per
100.000 penduduk per tahun. Jumlah kasus DBD yang dilaporkan meningkat menjadi
6678 kasus di tahun 2009 (IR=287,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Terlepas dari

10
peningkatan kasus DBD yang terjadi pada umumnya, pola penyebaran dengue dan
nyamuk Aedes yang berbeda dapat ditemukan di dua tempat yang berbeda.

Metode
Data
Data jumlah kasus demam berdarah beserta jumlah penduduk riil per kelurahan
di Kota Bandung tahun 2009 diperoleh dari Bagian Pengendalian Penyakit Menular
Dinas Kesehatan Kota Bandung. Data ini merupakan hasil pemantauan DBD yang
didasarkan atas pelaporan dari fasilitas kesehatan di Kota Bandung.
Peta wilayah Kota Bandung yang menggambarkan pembagian Kota Bandung
ke dalam 30 kecamatan pasca diberlakukannya PerdaNo. 6 tahun 2006 di bulan Maret
2007 diperoleh dari Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung. Namun
demikian, peta ini belum menggambarkan pembagian wilayah kelurahan yang baru
sehingga pemetaan kasus DBD hanya dapat dilakukan sampai ke tingkat kecamatan.

Pemetaan
Modul GIS dari freewareEpi Info versi 3.5.2 (CDC) dipilih untuk melakukan
pemetaan kasus DBD di Kota Bandung. Walaupun kemampuan analisis SIG Epi Info
jauh di bawah Quantum GIS terlebih ArcGIS, modul SIG Epi Info sangat mudah
dipahami dan mencukupi untuk analisis yang hendak dilakukan. Epi Info yang
memang dirancang untuk keperluan epidemiologi juga memiliki modul-modul yang
praktis untuk digunakan pada surveilans epidemiologi.

Hasil

11
12
13
Angka kejadian demam berdarah dengue yang dilaporkan ke DKK Bandung
menunjukkan peningkatan dari tahun 2003 sampai tahun 2009. Sedangkan angka
kematian karena DBD (CFR, casefatalityrate) masih berada di bawah 1 persen dan
terus menurun sejak tahun 2005 (Gambar 1). Sepanjang tahun 2009, 6.678 kasus
DBD dilaporkan ke DKK Bandung, atau setara dengan angka kejadian 287,4 kasus
per 100.000 penduduk, paling tinggi di dalam kurun waktu 2003-2009. Tidak ada
wilayah kecamatan di Kota Bandung yang bebas DBD selama satu tahun penuh. Di
lain pihak, angka kejadian DBD di Kota Bandung berbeda di setiap kecamatan dan
setiap bulannya (Tabel 1).
Peta wilayah Kota Bandung beserta batas wilayah kecamatan yang telah
dikonversi ke dalam bentuk shapefile ditunjukkan pada Gambar 2. Distribusi kasus
DBD di Kota Bandung sepanjang tahun 2009 yang telah divisualisasi dalam bentuk
koropletditujukkan pada Gambar 3, dengan warna gelap mewakili insidensi yang
lebih tinggi. Secara kualitatif, dapat dilihat bahwa insidensi DBD di Kota Bandung
paling tinggi di 4 bulan pertama tahun 2009, dengan puncak di bulan Pebruari, dan
selanjutnya menurun. Kecamatan-kecamatan yang nampak menanggung beban DBD
lebih tinggi dibandingkan kecamatan lainnya adalah Kecamatan Coblong, Bandung
Wetan, CibeunyingKaler, Cibeunying Kidul, Sumur Bandung, Lengkong,
Mandalajati dan Arcamanik. Kecamatan Coblong melaporkan lebih dari 50 kasus
DBD per 100.000 penduduk selama 8 bulan di tahun 2009. Di lain pihak, kecamatan-
kecamatan yang nampaknya memiliki beban DBD lebih rendah dibandingkan
kecamatan lainnya adalah Kecamatan Gedebage, Panyileukan, Cinambo, Rancasari,
Babakan Ciparay, BojongloaKaler dan Batununggal.
Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa sepanjang tahun 2009, Kecamatan
Sukajadi, Coblong, CibeunyingKaler, Bandung Wetan dan Lengkong selalu
melaporkan kejadian DBD jauh di atas rata-rata (+6SD) Kota Bandung. Di lain pihak,
Kecamatan Andir, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, BojongloaKaler, Bojongloa
Kidul, Astana Anyar, Batununggal, Cinambo, Panyileukan, Rancasari dan Gedebage
selalu melaporkan kasus DBD di bawah rata-rata Kota Bandung. Gambar 5

14
menunjukkan peta dan data kasus DBD yang di overlay di atas foto aerial Kota
Bandung di program GoogleEarth.

Pembahasan
Peta mempunyai berbagai keunggulan dalam visualisasi informasi yang
kompleks dibandingkan tabel dan grafik. Tabel 1 dan Gambar 3 pada dasarnya
memuat informasi yang sama. Namun pengolahan informasi, setidaknya secara
kualitatif, jauh lebih mudah dilakukan dengan memperhatikan Gambar 3. Dengan
membandingkan intensitas warna pada peta-peta penyebaran dengue sepanjang tahun
2009, seorang pengamat dapat menarik kesimpulan kualitatif mengenai pola spatial
dan temporal dari penyebaran dengue.
Di samping itu, peta sangat bermanfaat untuk menyampaikan informasi karena
menciptakan keterkaitan antara tempat kejadian yang dilaporkan dengan pengamat,
terutama jika peta menampilkan gambaran geografis yang baik seperti pada Gambar
5. Sebagai contoh, warga Coblong mungkin akan menangkap informasi yang
disampaikan dalam bentuk peta ketimbang informasi yang disampaikan dalam bentuk
tabel. Satu kekurangan dari skema yang digunakan pada Gambar 3 adalah
digunakannya klasifikasi interval yang tetap dari waktu ke waktu. Pemilihan interval
ini, selain tidak mengacu kepada suatu kesepakatan tertentu, berpotensi
menghilangkan banyak informasi jika tidak terdapat variasi jumlah kasus dengue dari
satu wilayah ke wilayah yang lain sehingga peta koroplet yang dihasilkan hanya
menampilkan satu atau dua kelas saja.
Dari hasil pemetaan kasus DBD yang dilaporkan ke DKK Bandung selama
tahun 2009, dapat dilihat beberapa daerah yang selalu memiliki beban DBD lebih
tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Kota Bandung. Sebagai contoh,
berdasarkan penilaian kualitatif Gambar 4, lima kecamatan yaitu Sukajadi, Coblong,
CibeunyingKaler, Bandung Wetan dan Lengkong ternyata menyumbang 31 persen
kasus DBD di Kota Bandung selama tahun 2009. Dapat juga dilihat bahwa
kecamatan-kecamatan yang dilalui sungai Cikapundung cenderung melaporkan lebih
banyak kasus DBD.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) merupakan
sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan
data atau informasi geografis.Secara umum pengertian GIS adalah; “Suatu komponen
yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya
manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan,
memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, meng-integrasikan,
menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis.”
Sistem informasi geografi dapat digunakan untuk menentukan distribusi
penderita suatu penyakit, pola atau model penyebaran penyakit. Penentuan distribusi
unit-unit rumah sakit ataupun puskesmas-puskesmas, fasilitas-fasilitas kesehatan
maupun jumlah tenaga medis dapat pula dilakukan dengan SIG (Sistem informasi
geografi). Menurut WHO, SIG (Sistem Informasi Geografis) dalam kesehatan
masyarakat dapat digunakan antara lain: menentukan distribusi geografis penyakit,
analisis trend spasial dan temporal, pemetaan populasis berisiko, stratifikasi faktor
risik, penilaian distribusi sumberdaya, perencanaan dan penentuan intervensi, dan
monitoring penyakit.
Pemanfaatan Sistem informasi geografi di bidang kesehatan yaitu menyediakan
data atribut dan data spasial yang menggambarkan distribusi atau pola penyebaran
penderita suatu penyakit atau model penyebaran distribusi unit-unit fasilitas
pelayanan kesehatan diantaranya tenaga medis, serta tenaga kesehatan lain (Prahasta,
2005).

3.2 Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai
Aplikasi SIG pada Dinamika Penyakit Menular. Penulis menyadari terdapat banyak
kekurangan dari makalah ini.Oleh karena itu, penulis sangat menghargai kritik dan
saran yang membangun dari pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Annisa Ristya Rahmanti dan Arief Kurniawan Nur Prasetyo. 2012. SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS: TREND PEMANFAATAN TEKNOLOGI
INFORMASI UNTUK BIDANG TERKAIT KESEHATAN. Seminar nasional
informatika medis III. Diunduh melalui
journal.uii.ac.id/index.php/snimed/article/view/4086/3640 pada tanggal 11 februari
2018 pukul 19.40
https://www.google.co.id/search?ei=fEOAWp7JFMjM0gS3x63oBg&q=makalah+apl
ikasi+SIG+dalam+dinamika+penyakit+menular&oq=makalah+aplikasi+SIG+dal
am+dinamika+penyakit+menular&gs_l=psy-
ab.3..35i39k1.792042.795543.0.796377.10.10.0.0.0.0.379.1371.2-
1j3.4.0....0...1c.1.64.psy-ab..6.4.1368....0.mDh8c_7dTA8 (Diakses pada tanggal
11 februari 2018 pukul 20.37 WIB)
https://www.kompasiana.com/serri/sistem-informasi-geografis-pemetaan-
penyebaran-penyakit-berbasis-web_57eb704f4df9fdec0cfd21a3 (Diakses pada
tanggal 11 februari 2018 pukul 20.37 WIB)

17

Anda mungkin juga menyukai