Anda di halaman 1dari 22

Prosedur Bilas Lambung (Gastric Lavage)

Kamis, Februari 24, 2011 Prosedur Tindakan No comments


1. Pengertian
Bilas lambung, atau disebut juga pompa perut dan irigasi lambung merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk
membersihkan isi perut dengan cara mengurasnya.

Prosedur Bilas Lambung (Gastric Lavage)

2. Indikasi
Prosedur ini sudah dilakukan selama 200 tahun dengan indikasi :

1. Keracunan obat oral kurang dari 1 jam


2. Overdosis obat/narkotik
3. Terjadi perdarahan lama (hematemesis Melena) pada saluran pencernaan atas.
4. Mengambil contoh asam lambung untuk dianalisis lebih lanjut.
5. Dekompresi lambung
6. Sebelum operasi perut atau biasanya sebelum dilakukan endoskopi

Tindakan ini dapat dilakukan dengan tujuan hanya untuk mengambil contoh racun dari dalam tubuh, sampai dengan
menguras isi lambung sampai bersih. Untuk mengetes benar tidaknya tube dimasukkan ke lambung, harus
didengarkan dengan menginjeksekan udara dan kemudian mendengarkannya. Hal ini untuk memastikan bahwa tube
tidak masuk ke paru-paru.

3. Cairan yang digunakan


Pada anak-anak, jika menggunakan air biasa untuk membilas lambung akan berpotensi hiponatremi karena
merangsang muntah. Pada umumnya digunakan air hangat (tap water) atau cairan isotonis seperti Nacl 0,9 %. Pada
orang dewasa menggunakan 100-300 cc sekali memasukkan, sedangkan pada anak-anak 10 cc/kg dalam sekali
memasukkan ke lambung pasien.

4. Persiapan pelaksanaan
Pada keadaan darurat, misalnya pada pasien yang keracunan, tidak ada persiapan khusus yang dilakukan oleh
perawat dalam melaksanakan bilas lambung, akan tetapi pada waktu tindakan dilakukan untuk mengambil specimen
lambung sebagai persiapan operasi, biasanya dokter akan menyarankan akan pasien puasa terlebih dahulu atau
berhenti dalam meminum obat sementara.

5. Prosedur Tindakan
Sebuah pipa dimasukkan kedalam lambung melalui mulut atau hidung lalu ke esophagus. Dan berakhir di lambung.
Kadang-kadang obat anti nyeri/anastesi harus diberikan untuk mengurangi rasa sakit dan iritasi pada pasien. Dan
mencegah pasien untuk memuntahkan kembali tube/pipa yang sedang di masukkan. Peralatan suction di siapkan
apabila terjadi aspirasi isi perut. Bilas lambung terus diulangi pada pasien yang keracunan sampai perutnya bersih.
Pada pasien yang tidak sadar dan tidak dapat menjaga jalan nafas mereka, sebelum dilakukan bilas lambung/
menginseresikan tube untuk bilas lambung, terlebih dahulu pada pasien dipasang intubasi.

6. Kontra Indikasi
Pada pasien yang mengalami cedera/injuri pada system pencernaan bagian atas, menelan racun yang bersifat
keras/korosif pada kulit, daln mengalami cedera pada jalan nafasnya, serta mengalami perforasi pada saluran cerna
bagian atas.
komplikasi

1. Aspirasi
2. Bradikardi
3. Hiponatremia
4. Epistaksis
5. Spasme laring
6. Hipoksia dan hiperkapnia
7. Injuri mekanik pada leher, eksofagus dan saluran percernaan atas
8. Ketidakseimbangan antara cairan dan elektrolit
9. Pasien yang berontak memperbesar resiko komplikasi

Sumber Referensi :
- http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/bilas-lambung.html

MUSIN 500 MG/5 ML SUSPENSI 120 ML

Tags: Ulkus peptikum, gastritis kronik

Brand:: Otto

Product Code:: G

Komposisi: Sucralfate

Indikasi: Ulkus peptikum dan gastritis kronik

Dosis: dewasa : 1 g 4 kali/hari selama 4-8 minggu. Maksimal 8 g/hari


Pemberian Obat: Diberikan saat perut kosong 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan

Perhatian: Hamil, laktasi, disfungsi ginjal

Efek Samping: Diare, konstipasi, mulut kering, vertigo, pusing, ruam kulit

Interaksi Obat: Ranitidin, simetidin, digoksin, ketokonazole, fenitoin, teofilin, dan tetrasiklin

Kemasan: Suspensi 500 mg/2 ml x 120 mL x 1

Gliquidone
Rating: -. Direkomendasikan oleh 2 pembaca. Beri rekomendasi:

Indikasi:
Untuk pengobatan diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin (NIDDM) atau diabetes
mellitus tipe 2 dan tidak terkontrol dengan diet.

Kontra Indikasi:

 Diabetes tergantung insulin (diabetes mellitus tipe 1). Koma, prekoma diabetes dan
ketidakseimbangan metabolik yang ekstrim dengan tendensi ke keadaan asidosis.

 Jangan digunakan pada pasien diabetes yang terkomplikasi dengan asidosis atau
ketosis, maupun pada kondisi stress of surgery atau infeksi akut.

 Gliquidone tidak boleh digunakan pada masa kehamilan atau masa menyusui, pada
pasien dengan gagal fungsi hati atau ginjal yang berat dan porfiria.

Deskripsi:
Farmakologi:
Gliquidone merupakan obat antidiabetik oral dari golongan sulfonilurea. Sama seperti
sulfonilurea lainnya, gliquidone terutama bekerja dengan cara menstimulasi sel-? pada islet
Langerhans pankreas untuk melepaskan insulin endogen. Gliquidone merupakan obat
antidiabetik oral yang efektif.
Seperti sulfonilurea lainnya, gliquidone bekerja dengan cara menstimulasi influks kalsium ke
dalam sel-? pankreas dan dengan cepat merangsang pelepasan insulin. Gliquidone juga
memiliki efek ekstra pankreas. Obat ini menyebabkan jaringan-jaringan perifer menjadi
lebih sensitif terhadap insulin, kemungkinan dengan adanya penambahan jumlah reseptor
insulin, dan hasilnya adalah penurunan sintesis insulin secara keseluruhan.

Gliquidone, seperti halnya sulfonilurea lainnya, membutuhkan keberadaan sel-sel ?


pankreas yang masih berfungsi untuk efek hipoglikemiknya.
Gliquidone dapat menyebabkan hipoglikemia terutama bila diberikan secara berlebihan, hal
ini dapat disebabkan oleh lebih cepatnya insulin yang dilepaskan dari pankreas
dibandingkan dengan glibenklamid. Gliquidone, seperti halnya sulfonilurea lainnya, memiliki
efek inotropik positif, namun tidak ada bukti pada penggunaan secara klinis.

Farmakokinetik:
Gliquidone diabsorpsi dari usus (95%), dan mencapai kadar maksimum dalam plasma
setelah 2-3 jam. Pemberian gliquidone tunggal 30 mg secara oral memberikan kadar
maksimum plasma rata-rata 500-700 ¥ìg/l 2-3 jam setelah pemberian. Dalam 1,5 jam,
konsentrasi ini akan turun separuhnya. Perbandingan antara relawan sehat dan penderita
diabetes tanpa gangguan ginjal memperlihatkan tidak ada perubahan kadar gliquidone
dalam plasma dan darah dibandingkan dengan penderita nondiabetes dan diabetes yang
disertai dengan gangguan ginjal.
Gliquidone dimetabolisme secara ekstensif, hasil metabolisme utama adalah O-
desmethylgliquidone. Deaktivasi metabolit utama dapat dicapai dengan demetilasi di hati.

95% gliquidone diekskresikan sebagian besar sebagai metabolit pada feses lewat empedu,
obat ini dapat digunakan pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal karena obat
tampaknya tidak diakumulasi.
Hanya sejumlah kecil dari metabolit yang diekskresi melalui ginjal. Rata-rata hanya 5% dari
dosis yang diberikan, dan itu dalam bentuk hasil metabolisme, ditemukan di urin, tanpa
menghiraukan cara pemberian dan jumlah yang diberikan.

Overdosis:
Pada pasien yang sadar, hipoglikemia dapat diatasi dengan pemberian glukosa secara oral,
sedangkan pada pasien koma, harus diberikan glukosa secara parenteral melalui infus
intravena. Pasien harus tetap diawasi terhadap gejala-gejala hipoglikemia lebih lanjut.
Perlu dipertimbangkan untuk mengeluarkan tablet yang tertelan dengan bilas lambung.

Dosis dan Cara Pemberian:


Gliquidone harus diberikan ½ jam sebelum makan.

Dewasa:
Dosis dan frekuensi pemberian harus disesuaikan, bersama pengaturan diet, untuk
menentukan kontrol diabetes terbaik yang mungkin diperoleh selama sehari penuh.

Dosis awal:
15 mg sehari sebelum makan pagi. Jika respon yang diharapkan belum memuaskan, maka
dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan dengan setiap kenaikan sebesar 15 mg sampai 45-60
mg sehari yang dapat dibagi 2-3 kali pemberian, dimana dosis yang terbesar dberikan
sebelum makan pagi.
Maksimal: Dosis tunggal 60 mg
Dosis sehari 120 mg
Sebaiknya selama fase penstabilan sering dilakukan kadar glukosa darah dan glukosa urin,
sehingga bila perlu, dapat dilakukan penyesuaian dosis.

Anak-anak:
Dosis anjuran untuk dewasa tidak sesuai untuk anak-anak.
Penggantian OAD lain dengan gliquidone:
Efek 1 tablet gliquidone (30 mg) hampir setara dengan 1000 mg tolbutamid, 5 mg
glibenklamid, 250 g klorpropamid atau 500 mg asetoheksamid.
Dosis awal gliquidone ditetapkan berdasarkan rasio dosis ini untuk setiap kasus individual.
Bagaimanapun, waktu paruh dan lama kerja dari masing-masing obat harus diperhitungkan.
Biasanya perlu memberikan gliquidone lebih sering daripada sulfonilurea long-acting. Jika
dosis harus diubah, harus dilakukan secara bertahap (setiap 15 mg atau ½ tablet
gliquidone).

Jika sebelumnya pasien pernah diberikan insulin lebih dari 30 IU, penggantian OAD dapat
dicoba dengan dosis awal gliquidone 30 mg disertai dengan pengurangan dosis insulin
secara bertahap, asalkan cukup banyak sel ? pankreas yang masih berfungsi.

Terapi kombinasi:
Jika terapi antidiabetes dengan gliquidone saja tidak mampu menstabilkan kadar glukosa
dalam darah, penambahan biguanid (metformin) dapat dipertimbangkan asalkan
indikasinya sesuai.

Efek Samping:
Efek samping jika terjadi overdosis akut:
Hipoglikemia dengan gejala kelaparan, berkeringant, gemetar, bingung dan mengantuk,
dan jika ini terjadi segera konsumsi gula dan minum yang manis.

Efek samping berat atau irreversible:


Gliquidone ditoleransi dengan baik. Reaksi-reaksi hipoglikemia, alergi, rash, atau intoleransi
saluran cerna, nausea dan muntah sangat jarang terjadi.
Reaksi hipoglikemia ringan dengan cepat dapat diatasi dengan mengkonsumsi karbohidrat.
Belum pernah dilaporkan adanya kasus hipoglikemia serius yang berkepanjangan.

Hipoglikemia dapat terjadi bersamaan dengan malaise, kehilangan konsentrasi dan


penurunan kesadaran. Jika pemberian karbohidrat secara oral dirasa tidak praktis, dapat
diberikan dextrose secara intravena. Dapat juga diberikan glukagon (1 mg per subkutan).

Peringatan dan Perhatian:

 Pasien-pasien yang tidak mengkonsumsi makanan (terutama pada usia lanjut atau
yang kondisinya lemah) harus diingatkan untuk tidak menggunakan obat ini dengan
tujuan mengurangi risiko reaksi hipoglikemia.
 Perhatian khusus harus diberikan jika gliquidone diberikan bersamaan dengan
pengobatan lainnya, karena interaksi dengan sulfonilurea umumnya dapat terjadi.

 Efek dari gliquidone dapat meningkat karena kerja fisik.

 Data mengenai pemberian pada anak tidak tersedia.

 Gliquidone diekskresikan melalui ASI.

Interaksi Obat:

 Efek barbiturat, vasopresin dan antikoagulan oral dapat dipotensiasi dengan


pemberian gliquidone.

 Obat-obat yang dapat menggeser gliquidone dari ikatan protein, sementara waktu
dapat mempertinggi kadar obat bentuk bebas dan menyebabkan hipoglikemia.

 Olah raga, alkohol, dan beberapa obat (seperti; salisilat, sulfonamida, fenilbutazon,
obat-obat tuberkulostatik, kloramfenikol, golongan tetrasiklin, turunan kumarin,
siklofosfamid, penghambat MAO, dan obat-obat penghambat ?-adrenergik),
mikonazol, kotrimoksazol, sulfinpirazon, dapat meningkatkan efek penurunan
glukosa darah dari obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea.

 Kontrasepsi oral, klorpromazin, obat-obat simpatomimetik, kortikosteroid, hormon


tiroid, dan produk-produk yang mengandung asam nikotinat yang diberikan pada
saat bersamaan dapat mengurangi efek penurunan glukosa darah dari golongan
sulfonilurea.
Penyimpanan:

Simpan di tempat kering, pada suhu antara 25 - 30 derajat Celsius, terlindung dari

cahaya.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER


Cara Memasang NGT dan Memberi Makan Melalui NGT
1. Pemasangan NGT

a. Definisi

Melakukan pemasangan selang (tube) dari rongga hidung ke lambung (gaster)

b. Tujuan

1) Memasukan makanan cair/obat-abatan cair/padat yang dicairkan

2) Mengeluarkan cairan yang ada di dalam lambung dan gas yang ada di dalam lambung

3) Mengirigasi karena perdarahan ata keracunan di dalam lambung

4) Mencegah/mengurangi nausea dan vomiting setelah pembedahan atau trauma

5) Mengambil specimen dalam lambung untuk studi laboratorium

c. Dilakukan pada

1) Pasien tidak sadar (koma)

2) Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas : stenosis esofagus, tumor mulut/faring/esofagus

3) Pasien tidak mampu menelan

4) Pasien pasca operasi pada mulut/faring/esofagus

d. Persiapan alat

1) Selang NGT no 14/16 (untuk anak-anak lebih kecil ukurannya)

2) Jelly

3) Sudip lidah (tongue spatel)

4) Sepasang sarung tangan

5) Senter

6) Spuit/alat suntik ukuran 50-100 cc


7) Plelater

8) Stetoskop

9) Handuk

10) Tissue

11) Bengkok

e. Prosedur

1) Mendekatkan alat ke samping klien

2) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya

3) Mendekatkan alat

4) Membantu klien pada posisi fowler/semi fowler

5) Mencuci tangan

6) Bersihkan daerah hidung denga menggunakan kassa/lidi kapas

7) Memasang handuk di atas dada klien

8) Buka kemasan steril NGT dan taruhdalam bak instumen steril

9) Memakai sarung tangan

10) Mengukur panjang selang yang aka dimasukan dengan cara menempatkan ujung selang dari hiidung
klien ke ujung telinga atas, lalu lanjutkan sampai processus xipoideus

11) Beri tanda pada selang yang telah diukur dengan plester

12) Beri jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm dari ujung tersebut

13) Minta klien untuk rileks dan bernafas normal. Masukan selang perlahan sampai 5-10 cm. minta klien
untuk menundukkan kepala (fleksi) sambil menelan

14) Masukan selang sampai batas yang ditandai

15) Jangan memasukan selang secara paksa jika ada tahanan

a) Jika klien batuk, bersin, hentikan dahulu lalu diulangi lagi, anjurkan klien menarik nafas dalam

b) Jika tetap ada tahanan, tarik selang perlahan-lahan dan masukan ke hidung yang lain secaa perlahan-
lahan

c) Jika klien terlihat akan muntah, tarik tube dan inspeksi tenggorokan lalu lanjutkan memasukan selang
secara bertahap
16) Mengecek kepatenan

a) Masukan ujung pipa sampai dengan terendam dalam mangkok berisi air, klem dibuka , jika ternyata
sonde masuk dalam lambung maka ditandai dengan tidak adanya gelembung udara yang keluar

b) ,asukan udara dengan spuit 2-3 cm ke dalam lambung sambil mendengarkan dengan stetoskop. Bila
terdengar bunyi berarti posisi sudah benar kemudian udara dikeluarkan kembali dengan menarik spuit

17) Pasang spuit/corong pada pangkal pipa apabila sudah yakin pipa masuk ke lambung

18) Fiksasi selang paa hidung dengan plester

19) Bnatu klien dengan posisi yang nyaman

20) Merapikan dan membereskan alat

21) Melepas sarung tangan

22) Mencuci tangan

23) Mengevaluasi respon klien

24) Melakukan dokumentasi tindakan dan hasil

2. Memberi Makan Melalui Selang NGT

a. Definisi

Member makan pada klien sesuai diit melalui selang NGT

b. Tujuan

1) Untuk memperbaiki dan mempertahankan status nutrisi klien

2) Untuk memberi obat

c. Prinsip

1) Makanan yang dapat diberikan adalah makanan cair, makanan yang diblender halus, dan formula
khusus makanan enteral

2) Residu lambung harus dicek sebelum memberika makanan. Residu >50 cc, tunda pemberian sampai 1
jam. Jika setelah 1 jam jumlah residu tetap, kolaborasi dengan dokter untuk program selanjutnya

3) Hindari mendorong makanan untuk mencegah iritasi lambung. Kecepatan yang direkomendasikan
adalah pemberian denga ketinggian sekitar 45 cm dari abdomen

4) Perhatikan interaksi obat dengan makanan, terutama dengan susu jika ada pemberian obat per oral

d. Persiapan

1) Cairan makanan
2) Syringe 20-50 cc

3) Gelas ukur 60 ml

4) Pompa makanan (jika ada)

5) Tissue

6) Bengkok

e. Prosedur

1) Mengecek program terapi medis

2) Menjelakan tindakan yang akan dilakukan

3) Mencuci tangan

4) Menyiapkan alat disamping tempat tidur

5) Menkaji adanya alergi makanan, bising usus, masalah-masalah yang berkaitan dengan pemberian
makaan melalui NGT (muntah, diare, konstipasi, distensi abdomen )

6) Menyiapkan makanan dan obat (jika ada) yang akan diberikan. Sessuai dengan tempat medis

7) Mejaga privacy klien

8) Membantu klien dalam posisi fowler di tempat tidur atau duduk di kursi. Ika posisi duduk merupakan
kontra indikasi bagi klien, posisi miring kanan dengan kepala agak tinggi boleh dilakukan

9) Mengecek penempatan/ketepatan NGT: menempatkan kateter tip dalam keadan tertutup


pendorongnya di ujung selang NGT. Aspirasi isi lambung, kemudian cek pH

10) Mengkaji residu lambung

11) Member makanan via NGT:

a) Bolus instramen feeding

(1) Klem selang dengan cara menekuk ujung selangdengan menggunakan tangan yag tidak dominan,
melepaskan kateter tip selang dengan tanjgan non dominan, kemudian lepaskan oendorongnya dari
kateter tip

(2) Memasukan kembali suntikan tanpa pendorongnya di ujung selang. Tangan yang tidak dominan tetap
mengklem selang, meninggikan ujung selang sekitar 118 inci atau 45 cm dari abdomen klien

(3) Masukan makanan/formula ke dalam suntikan sampai penuh, kemudian buka klem selang sehingga
makanan masuk melalui selang secara perlahahn-lahan

(4) Mengisi kembali kateter tip ketika makanan /formula dalam suntikan sebelumnya masih sedikit (jangan
sampai kosong benar)
b) Contineus drip method

(1) Menghubungkan selang dengan pengatur kecepatan aliran (seperti selang infus) dengan botol makanan.
Mengalirkan makanan/formula sampai ke ujung selang atau keluar sedikit. Atur klem , gantung botol
makanan sekitar 12 inci atau 30 cm dari hidung

(2) Menghubungkan selang dari botol NGT, kemudian membuka klem dan mengatur alirab

12) Setelah makana/formula habis, bilas denga air putih 60 ml, sisakan air tetap berada di selang NGT.
Lepaskan tip dari selang NGT, lalu mengklem/ menutup selag NGT

13) Membantu klien mengatur posisi yang nyaman sesuai keinginan klien, setelah 30 menit pemberian
makanan

14) Merapikan dan membereskan alat

15) Mencuci tangan

16) Mengevaluasi respon klien

17) Merencanakan tindakan lanjut

18) Melakukan dokumentasi tindakan dan hasil

Bilas lambung, atau disebut juga pompa perut dan irigasi lambung merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk
membersihkan isi perut dengan cara mengurasnya.Prosedur ini sudah dilakukan selama 200 tahun dengan indikasi :
a. Keracunan obat oral kurang dari 1 jam
b. Overdosis obat/narkotik
c. Terjadi perdarahan lama (hematemesis Melena) pada saluran pencernaan atas.
d. Mengambil contoh asam lambung untuk dianalisis lebih lanjut.
e. Dekompresi lambung
f. Sebelum operasi perut atau biasanya sebelum dilakukan endoskopi
Tindakan ini dapat dilakukan dengan tujuan hanya untuk mengambil contoh racun dari dalam tubuh, sampai dengan
menguras isi lambung sampai bersih. Untuk mengetes benar tidaknya tube dimasukkan ke lambung, harus
didengarkan dengan menginjeksekan udara dan kemudia mendengarkannya (Lihat NGT). Hal ini untuk memastikan
bahwa tube tidak masuk ke paru-paru.

Cairan yang digunakan.


Pada anak-anak, jika menggunakan air biasa untuk membilas lambung akan berpotensi hiponatremi karena
merangsang muntah. Pada umumnya digunakan air hangat (tap water) atau cairan isotonis seperti Nacl 0,9 %. Pada
orang dewasa menggunakan 100-300 cc sekali memasukkan, sedangkan pada anak-anak 10 cc/kg dalam sekali
memasukkan ke lambung pasien.
Bagaimana tindakan dilakukan
Sebuah pipa dimasukkan kedalam lambung melalui mulut atau hidung lalu ke esophagus. Dan berakhir di lambung.
Kadang-kadang obat anti nyeri/anastesi harus diberikan untuk mengurangi rasa sakit dan iritasi pada pasien. Dan
mencegah pasien untuk memuntahkan kembali tube/pipa yang sedang di masukkan. Peralatan suction di siapkan
apabila terjadi aspirasi isi perut. Bilas lambung terus diulangi pada pasien yang keracunan sampai perutnya bersih.
Pada pasien yang tidak sadar dan tidak dapat menjaga jalan nafas mereka, sebelum dilakukan bilas lambung/
menginseresikan tube untuk bilas lambung, terlebih dahulu pada pasien dipasang intubasi.
Persiapan pelaksanaan Prosedur.
Pada keadaan darurat, misalnya pada pasien yang keracunan, tidak ada persiapan khusus yang dilakukan oleh
perawat dalam melaksanakan bilas lambung, akan tetapi pada waktu tindakan dilakukan untuk mengambil specimen
lambung sebagai persiapan operasi, biasanya dokter akan menyarankan akan pasien puasa terlebih dahulu atau
berhenti dalam meminum obat sementara.
Kontraindikasi
Pada pasien yang mengalami cedera/injuri pada system pencernaan bagian atas, menelan racun yang bersifat
keras/korosif pada kulit, daln mengalami cedera pada jalan nafasnya, serta mengalami perforasi pada saluran cerna
bagian atas.
komplikasi
a. Aspirasi
b. Bradikardi
c. Hiponatremia
d. Epistaksis
e. Spasme laring
f. Hipoksia dan hiperkapnia
g. Injuri mekanik pada leher, eksofagus dan saluran percernaan atas
h. Ketidakseimbangan antara cairan dan elektrolit
i. Pasien yang berontak memperbesar resiko komplikasi

Source : Catatan Kuliah, Kalo ada yang kurang dan salah mohon diluruskan kirim email ke :
aglocoon@gmail.com
Tag : Pengertian Bilas lambung, Mekanisme bilas lambung, Prosedur Bilas lambung, Cairan yang digunakan,
Persiapan Pelaksanaan Bilas Lambung,Prosedur Bilas Lambung

PENATALAKSANAAN GAWAT DARURAT (1)


February 11, 2010 at 11:56am

SATUAN ANAK MUDA PECINTA ALAM


(SAMPALA)
Jl. Cisangkir Rt.04 / Rw.05 Kel. Kotabaru Kec. Cibeureum Kota Tasikmalaya

PENATALAKSANAAN
GAWAT KHUSUS
1.1 Latar Belakang
Istilah penatalaksanaan kedaruratan secara tradisional mengacu pada perawatan yang diberikan
pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun, departemen kedaruratan rumah sakit (unit
gawat darurat / UGD) dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen.
Kemudian filosofi dari perawatan kedaruratan adalah apapun yang pasien atau keluarga
pertimbangkan sebagai kedaruratan. Petugas pelayanan kesehatan kedaruratan mempunyai
kewajiban untuk menangani pasien dengan pengertian dan menghargai perasaan cemas. Sejumlah
besar orang mencari pertolongan kedaruratan untuk kondisi-kondisi yang mengancam kehidupan
seperti gagal jantung akut, edema paru dan lain-lain serta salah satunya adalah akibat dari gigitan
dan keracunan. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik baik kecelakaan dna karena
kesengajaan, merupakan kondisi bahaya kesehatan. Sekitar 7% dari semua pengunjung
departemen kedaruratan datang karena masalah toksik.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini diantaranya mencakup:
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat khusus: gigitan dan keracunan.

2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan tentang cara
b. Menjelaskan cara penanganan/ penatalaksanaan gawat khusus akibat gigitan
c. Menjelaskan cara penanganan/ penatalaksanaan gawat khusus akibat keracunan.

TINJAUAN TEORITIS
PENATALAKSANAAN GAWAT KHUSUS

2.1 GAWAT KHUSUS: KERACUNAN


1. Definisi
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit atau dihasilkan di
dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi
kimia (Brunner & Suddart).
Racun menurut Taylor adalah setiap bahan/ zat yang dalam jumlah relatif kecil bisa masuk ke dalam
tubuh akan menimbulkan reaksi bio kimiawi/ patofisiologik yang akan menyebabkan penyakit dan
atau kematian (Kapsel Kedokteran).
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagai racun, tergantung dosis dan cara pemberiannya,
karena gejala yang timbul sangat bervariasi, kita harus mengenal gejala yang ditimbulkan oleh
setiap agens agar dapat bertindak dengan cepat dan tepat pada setiap kasus dengan dugaan
keracunan.

Seseorang dicurigasi menderita keracunan bila:


a. Seorang yang sehat mendadak sakit.
b. Gejalanya tak sesuai dengan suatu keadaan patologik tertentu.
c. Gejala menjadi progresif dengan cepat karena dosis yang besar dan intolerabel.
d. Anamnestik menunjukan ke arah keracunan, terutama pada kasus bunuh diri/ kecelakaan.
e. Keracunan kronik dicurigai bila digunakan obat dalam waktu lama atau lingkungan pekerjaan
yang berhubungan dengan zat-zat kimia.

Juga perhatikan benda-benda sekitar penderita dan simpan semua zat yang ada di situ, hal ini
terutama pada kecurigaan pembunuhan/ bunuh diri. Meskipun sampai sekarang kira-kira 85% kasus
keracunan tidak dikenal antidotumnya, pengobatan simtomatik yang segera sering cukup efektif.

Bila jumlah zat dalam tubuh tidka dapat dipastikan, maka kematian akibat keracunan dapat diduga
keras dari:
a. Mati mendadak atau mati tidak jelas sebabnya.
b. Anamnesis ada kontak dengan zat yang dicurigai.
c. Gejalanya sesuai dengan racun yang dipakai.
d. Pada orang-orang yang berhubungan dengan obat-obatan.

2. Berbagai jenis keracunan


a. Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi setelah
menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi.

1) Bongkrek
Bisa dari tempe bungkil maupun ampasnya (bahan sisa minyak kelapa) umumnya dari jamur
golongan rhizopus (kurang beracun), namun kemudian mengalami suberkontaminasi jamur
“pseudomonjas cocovenas” yang membentuk racun toksoflavin (dari gliserin) dan asam bongkrek
(dari asam lemak) yang tahan terhadap pemanasan.
Gambaran klinis: inkubasi 1-4 jam, sakit kepala, mual/ muntah, deprersi nafas dan koma.
Terapi: atasi gejala yang ada antidotum: sulfas atrofin.

2) Jengkol
Terbentuk asam jengkolat yang membuat anuria/ payah ginjal akut.

3) Makanan kaleng
Pada kaleng yang telah rusak/ menggelembung kemasannya.
Inkubasi : beberapa jam. Racun: berasalk dari bakteri “clostridium perfrangens”.

Penatalaksanaan:
Prinsip: 1) Mencegah/ menghentikan penyerapan racun.
2) Mengeluarkan racun yang telah diserap.
3) Pengobatan simtomatik.
4) Pengobatan spesifik dan antidotum.
Yang mana dari keempat hal tersebut yang paling penting, berbeda-beda pada setiap kasus, oleh
karena itu urutan di atas bukanlah menyatakan urutan tindakan yang pasti, melainkan berubah-ubah
tergantung mana yang lebih darurat.
1) Menentukan sumber dan tipe keracunan makanan.
2) Kumpulkan makanan, isi lambung, muntah, serum dan feses untuk pemeriksaan.
3) Pantau tanda-tanda vital terus menerus

a) Kaji pernafasan, TD, sensori, tekanan vena sentral dan aktivitas otot.
b) Timbang BB pasien untuk perbandingan.

4) Dukungan sistem pernafasan.


5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Koreksi dan kontrol hipoglikemia.
7) Kontrol mual

a) Berikan obat antiemetik, secara parenteral jika pasien tidak menoleransi caran atau pengobatan
peroral.
b) Berikan teh ringan, minuman karbonat atau air biasa untuk mual ringan.
c) Berikan cairan ringan 12-24 jam setelah mual dan muntah.

Untuk mencegah/ menghentiukan penyerapan racun:


1) Bila racun ditelan
a) Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi penyerapannya. Cairan yang
dapat dipakai: air biasa, susu dan/ telur mentah, activated char coal (Norit) 2 sendok teh penuh
dalam 1 gelas air, universal antidot terdiri dari: (2 bagian activated charcoal dapat diganti dengan roti
yang dibakar hangus), 1 bagian asam tanat (dapat diganti dengan teh pekat), 1 bagian Mgo (dapat
diganti dengan antisida).
b) Kosongkan lambung

Efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun ditelan.


• Emesis, dilakukan dengan cara:
- Mekanik: dengan merangsang dinding farings dengan jari dapat dikombinasi dengan pemberian
emetik.
- Obat-obatan (air garam/ mustard pekat, apomorfin, CuSo4, ZnSo4.).

Kontra indikasi:
- Keracunan zat korosif asam/ basa kuat, fenol, striknin.
- Keracunan senyawa hidrokarbon, minyak tanah, bensin.
- Penurunan kesadaran.
- Kejang.

• Bilas lambung
Cara:
- Penderita telungkup dengan kepala dan bahu lebih rendah.
- Pasang mouth gag dan bila terdapat penurunan kesadaran atau bahaya aspirasi iritan dan
dipasang cuffed endotracheal tube.
- Gunakan pipa lambung yang cukup besar.
- Cairan pembilas yang dapat digunakan: air, kalium permanganat, asam asetat/ sitrat 5%, natrium
bikarbonat 5%, laruytan activated charcoal (Norit).
- Bilas dengan cairan pembilas yang hangat ± 250 ml setiap kali sampai kira-kira 20 kali cairan yang
terakhir dimasukkan ditinggalkan saja dalam lambung.

Kontraindikasi:
- Keracunan zat korosif.
- Kejang.

• Bilas usus besar dengan:


- Pencahar: Natrium sulfat/ magnesium sulfat 20 gr dalam 200 ml air, untuk anak 3-4 gr dalam 200
ml air peroral.
- Klisma: air sabun/ gliserin perektal.

2) Bila racun melalui melalui kulit/ mata


a) Pakaian yang terkena kontaminasi dilepas.
b) Cuci/ bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun dapat digunakan asam cuka encer atau
natrium bikarbonat encer untuk netralisasi basa atau asam kuat.
c) Perhatikan jangan sampai penolong ikut terkontaminasi.

3) Bila racun melalui inhalasi


a) Pindahkan penderita ke tempat yang aman.
b) Pernafasan buatan untuk mengeluarkan udara beracun yang terhisap.

4) Bila racun melalui suntikan


a) Pasang tornikuet proksimal tempat suntikan, juga agar denyut arteri bagian distal masih teraba
dan lepaskan selama 1 menit setiap 15 menit.
b) Beri efinefrin 1/100 dengan dosis 0,3-0,4 mg/IM atau kompres dingin di tempat suntikan.

Untuk mengeluarkan racun yang telah diserap:


1) Forced diuresis
a) Furosemid (lasix) 40 mg IV.
b) Larutan manitol mula-mula 50 ml larutan 25% IV, diikuti dengan infus larutan 5-10% dengan
kecepatan 5-10 ml/menit.

2) Dialisa: hemodialisa atau dialisa peritoneal.


3) Exchange transfusion.

Pengobatan simtomatik:
1) Fungsi pernafasan dan sirkulasi:
a) Berikan resusitasi bila perlu
b) Edema laring diatasi dengan (epinefrin 1/100 0,3 mg Sk, JR).
c) Akeotomi
d) Edema paru diatasi dengan (O2, deksametason).
e) Cegah dan atasi syok dan hipotensi.

2) Fungsi susunan saraf pusat:


a) Bil;a terdapat gejala penekanan (depresi) tidak perlu dioberi obat stimulan atau analgetik, kecuali
bila disebabkan oleh keracunan narkotik.
b) Bila terdapat gejala rangsangan (stimulasi) berikan diazepam atau fenobarbital.
c) Edema otak diatasi dengan manitol atau dexametason.

3) Nyeri: berikan
a) Salisilat (aspirin)
b) Kodein.
c) Meperidin (pethidine).

b. Keracunan melalui inhalasi

1) Keracunan karbon monoksida


a) Bisa disebabkan karena bencana alam, kecelakaan industri, lalulintas dan sebagainya.
b) Gejala klinis: sakit kepala, kelemahan otot, palpitasi, pusing.

2) Keracunan karbondioksida
a) Bisa disebabkan karena kecelakaan industri atau di rumah.
b) Gejala klinis: nyeri kepala, bisa menyebabkan kematian.

3) Keracunan sianida
Gejala: nyeri kepala, mual, mengantuk, hipotensi, takikardi, dispnea, kejang, koma.

4) Keracunan insektisida
Gejala: sakit kepala, lemah, hipersekresi kelenjar, kejang, koma.

5) Keracunan arsen
Gejala: muntah, oliguri, hematuri dan lain-lain.

Penatalaksanaan umum:
1) Bawa pasien ke udara segar dengan segera buka semua pintu dan jendela.
2) Longgarkan semua pakaian ketat.
3) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlukan.
4) Cegah mengigil: bungkus pasien dalam selimut.
5) Pertahankan pasien setenang mungkin.
6) Jangan berikan alkohol dalam bentuk apapun.

Penatalaksanaan kedaruratan:
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengembalikan oksigenasi serebral dan hipoksia miokard
dan untuk mempercepat eliminasi karbon monoksida.
1) Berikan O2 100% pada atmosfer/ tekanan hiperbarik untuk menanganai hipoksia dan
peningkatan eliMinasi CO2.
2) Ambil darah untuk kadar karboksi hemoglobin.
3) Observasi pasien secara konstan.
4) Hubungi depkes ketika terjadi keracunan CO yang tidak disengaja.
5) Minta konsul psikiatri jika keracunan atau usaha bunuh diri.

c.Keracunan bahan-bahan korosif


Keracunan zat korosif meliputi alkalin dan agens asam yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan setelah kontak dengan membran mukosa.
1) Produk alkalin: pembersih toilet, detergen dan lain-lain.
2) Produk asam: pembersih logam, penghilang karat, asam baterai.

Penatalaksanaan kedaruratan:
1) Berikan air (susu) untuk pengenceran.
a) Pencairan tidak diusahakan jika pasien mengalami edema jalan nafas akut atau obstruksi atau
jika terdapat bukti klinis perforasi esofagus, lambung atau usus.
b) Jangan rangsang muntah jika pasien telah mengkonsumsi asam, basa kuat atau zat korosif lain.

2) Pasien biasanya dibawa ke RSU untuk observasi dan rencana endoskopi untuk evaluasi daerah
yang terbakar dan ulserasi dalam.

3) Minta evaluasi psikiatrik jika keracunan atau upaya bunuh diri.

d. Keracunan kontaminasi kulit (l;uka bakar kimiawi)


Cedera karena pemajanan pada bahan kimia masih menantang karena jumlah yang besar dari
agens dengan kerja yang berbeda dan efek metabolik. Keparahan luka bakar kimia ditentukan oleh
mekanisme kerja, kekuatan penetrasi, konsentrasi dan jumlah durasi pemajanan zat kimia ke kulit.

Penatalaksanaan kedaruratan:
1) Basahi kulit dengan air mengalir dari pancuran, pipa penyiram atau kran.
2) Berikan bilas yang lebih lama dengan sejumlah air hangat.
3) Tentukan identitas dan karakteristik agens kimia untuk tindak lanjut.
4) Berikan tindakan luka bakar standar yang tepat untuk ukuran dan lokasi luka (tindakan
antimikroba, tetanus profilaksis.
5) Instruksikan pasien untuk memeriksa kembali area yang terkena pada 24 dan 72 jam dan hari ke-
7.
e. Keracunan alkohol
Alkohol atau obat psikotropik yang mempengaruhi alam perasaan (mood), penilaian, tingkah laku,
konsentrasi dan kesadaran.
Penatalaksanaan kedaruratan pasien intoksikasi akut. Penanganan meliputi detoksifikasi keracunan
akut, pemulihan atau “drying out” dan rehabilitasi.

f. Keracunan obat
Tujuan penatalaksanaan untuk pasien yang menderita takar lajak obat adalah menyokong fungsi
pernafasan dan kardiovaskuler dan meningkatkan pembersihan agens.

Penatalaksanaan:
1) Kaji keadekuatan pernafasan. Dapatkan kontrol jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi.
2) Stabilkan sistem CV.
3) Berikan antagonis khusus sesuai ketentuan jika obat diketahui.
4) Singkirkan obat dari lambung sesegera mungkin (rangsang muntah, bilas lambung dan lain-lain).
5) Dapatkan pemeriksaan fisik untuk menghilangkan kemungkinan syok insulin, meningitis,
hematoma subdural, stroke dan penyebab lain.
6) Coba untuk mendapatkan riwayat penggunaan obat.
7) Masukan pasien ke unit perawatan intensif jika tidak sadar.
8) Buat usaha untuk dapat mendaftarkan pasien pada program penanganan obat (detoksifikasi dan
rehabilitasi).

2.2 GAWAT KHUSUS : GIGITAN DAN SENGATAN


Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang sedikit lebih besar dari pada luka biasa. Individu
mungkin mempunyai sensitivitas yang ekstrim terhadap bisa dari sengatan. Alergi bisa diperkirakan
menjadi reaksi humoral IgE dengan resiko kedaruratan akut. Sengatan pada daerah kepala dan
leher adalah hal yang serius, meskipun sengatan pada area tubuh dapat menyebabkan anafilaksis.
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise, ansietas, sampai edema laring,
bronkospasme berat syok dan kematian.

Pertolongan pertama: cucilah bagian yang tergigit baik-baik dengan air hangat dengan sedikit
antiseptik. Bila ada perdarahan segera dirawat dan dibalut.

1. Gigitan Ular
Gigitan ular berbisa sangat berbahaya 11% penderita akan meninggal dunia akibat bisa ular yang
dapat bersifat hematotoksik, neurotoksik atau histaminik. Bisa (racun) ular menyebabkan kira-kira
8000 dari 45000 gigitan ular yang terjadi setiap tahun menyebabkan kematian. Bisa ular terdiri dari
terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luar atau bervariasi. Sistem multiorgan,
terutama neurologik, kardiovaskuler, sistem pernafasan mungkin terpengaruh.

Apabila seseorang digigit ular, evaluasi awal yang digunakan adalah:


a. Menentukan apakah ular berbisa atau tidak.
b. Menentukan dimana dan kapan gigitan terjadi dan sekitar gigitan.
c. Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala (bekas gigi, nyeri, edema dan eritema jaringan
yang digigit dan didekatnya).
d. Menentukan keparahan dampak keracunan.
e. Memantau tanda-tanda vital.
f. Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan atau area pada beberapa titik.

Tanda dan gejala:


a. Bekas gigitan yang khas, yaitu dua luka tusuk dengan jarak tertentu, dapat disertai luka bekas
gigitan gigi bawah yang lebih dangkal.
b. Ekimosis, edema dan perdarahan lokal, dapat disertai nyeri setempat.
c. Gejala lanjut berupa depresi pernafasan dan sirkulasi dan atau gejala neurologik.

Penatalaksanaan:
Pada gigitan ular tak berbisa, lakukan seperti pada gigitan binatang lainn, tetapi karena hampir
sukar diketahui ular berbisa atau tidak, maka sebaiknya semua gigitan ular dianggap sebagai gigitan
yang berbisa.

Caranya:
a. Cegah penyebaran bisa darei daerah gigitan.
1) Tourniquet diproksimal daerah gigitan/ pembengkakan untuk membendung sebagian aliran limfe
dan vena tetapi tidak menghalangi aliran arteri.
2) Letakkan daerah gigitan lebih rendah dari tu8buh.
3) Boleh diberikan kompres es lokal.
4) Usahakan penderita setenang mungkin, bila perlu berikan petidin 50 mg IM untuk menghilangkan
nyeri.

b.Perawatan luka
1) Hindari kontak luka dengan l;arutan asam, KMno4, yodium atau benda panas.
2) Zat anestetik disuntikan di sekitar luka jangan ke dalam lukanya.

c. Bila mungkin berikan suntikan anti bisa (anti venin)


Teknik:
1) Tes sensitivitas
2) Bila sensitif dapat diberikan secara besredka, bila tidak 1 ampul antivenin diberikan sebagaio
berikut: 5 ml disekitar luka SK/IM, sisanya di tempat lain IM/drip.
3) Pemberian berikutnya diberikan secara IM/drip.

d. Perbaikan sirkulasi dengan:


1) Kopi pahit pekat.
2) Kafein Na-benzoat 0,5 g IM/IV.
3) Bila perlu diberikan pula vasokontriktor, misalnya: efedrin 10-15 mg dalam 500-1000 ml cairan per
drip.
e. Obat lain-lain:
1) ATS 1500-3000 U
2) Toksoid tetanus 1 ml.
3) Antibiotik misal: PS 4:1.

2. Gigitan Laba-Laba
Kebanyakan gigitan laba-laba termasuk gigitan tarantula (laba-laba besar), menimbulkan sakit tetapi
tidak membahayakan jiwa, gigitan laba-laba berbisa sering menimbulkan rasa sakit.

Penatalaksanaannya:
a. Berikan aspirin dan mintalah pertolongan dokter
1) Suntikan 10% calcium gluconat, 10 ml yang disuntikan secara intravena dengan perlahan-lahan,
sekali selama 10 menit akan mengurangi spasme otot.
2) Juga diazepam.
3). Sengatan kalajengking
Beberapa jenis kalajengking lebih berbahaya dari pada jenis yang lain.

Tindakan:
a. Minumlah aspirin dan kompres lkuka sengatan dengan es (emetine yang disuntikan di sekitar luka
akan sangat membantu mengurangi rasa sakit).
b. Untuk perasaan kebal (mati rasa) dan sakit yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-
bulan, penggunaan kompres hangat mungkin membantu.
Untuk anak-anak yang berumur di bawah 5 tahun sengatan kalajengking bisa membahayakan
jiwanya.

Tindakan:
a. Berikan antitoksin dengan disuntikan dalam waktu 2 jam setelah disengat oleh kalajengking.
b. Berikan aspirin/ acetaminophen untuk menghentikan rasa sakitnya.
c. Apabila anak berhenti bernafas, lakukan pernafasan mulut ke mulut.
d. Jika anak yang disengat itu masih sangat kecil atau bagian yang disengat adalah bagian tubuh
yang penting, atau jika kalajengking yang menyengat ialah jenis yang berbahaya, mintalah
pertolongan dokter secepatnya.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagai racun, tergantung pada dosis dan cara
pemberiannya, karena gejala yang timbul sangat bervariasi, kita harus mengenal gejala yang
ditimbulkan oleh setiap kasus dengan dugaan keracunan. Tujuan utama kedaruratannya adalah
untuk menghilangkan atau menginaktifkan racun sebelum diabsorpsi untuk memberikan perawatan
pendukung, untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidot spesifik untuk menetralkan
racun dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorpsi.
Begitu juga dengan atau mengenai gigitan dan sengatan, perlu penanganan segera. Pada
umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang sedikit lebih besar daripada luka biasa. Pertolongan
pertamanya: cucilah bagian yang tergigit baik-baik dengan air hangat dengan sedikit antiseptik, bila
ada perdarahan segera dirawat dan kemudian dibalut.

3.2 Saran
1. Sebaiknya kita harus mengenal gejala yang ditimbulkan oleh setiap agens/ gigitan/ sengatan agar
kita dapat bertindak dengan cepat dan tepat pada setiap kasus.
2. Perhatikan benda-benda sekitar dan simpan semua zat yang dapat membahayakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suddarth & Brunner, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
2. Werner David, 1989, Apa yang Anda Kerjakan Bila Tidak Ada Dokter (Where There is no Doctor),
Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
3. Purwadianto Agus & Budi Sampurna, 2000, Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan
Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
4. Junaidi Purnawan, dkk, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi II, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta.

http://www.scribd.com/doc/169132587/Macam-Makanan-Cair-Penuh-Dan-Indikasi-Pemberian````

Anda mungkin juga menyukai