Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

secara tajam. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke - 4 di

dunia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun

2015 mencapai 255.461.686 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 % per tahun.

Pemerintah berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan salah satu

program yang dikenal dengan Keluarga Berencana (KB).1

Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ada 8.500.247 PUS (Pasangan Usia Subur)

yang merupakan peserta KB baru dan hampir separuhnya (48,56 %) menggunakan

metode kontrasepsi suntikan, sedangkan dilihat dari jenis kelamin, metode

kontrasepsi perempuan yang digunakan jauh lebih besar dibanding dengan metode

kontrasepsi laki-laki. Metode perempuan sebesar 93,66 % sementara metode laki-laki

hanya sebesar 6,34 %. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi laki-laki dalam

penggunaan alat kontrasepsi masih sangat kecil. Penggunaan alat kontrasepsi masih

dominan dilakukan oleh perempuan.2

Keberhasilan KB sangat terkait dengan penggunaan kontrasepsi, namun

kurangnya keterlibatan pria dalam kontrasepsi dapat menyebabkan KB kurang efektif.

Hal ini terjadi karena masih banyak keraguan mengenai potensi kontrasepsi pria dan

saat ini belum ada produk kontrasepsi pria yang memenuhi persyaratan, yaitu efektif,

1
aman, nyaman, reversible, murah dan dapat diterima.3 Alat kontrasepsi yang ideal

untuk pria harus dapat mencegah terjadinya fertilisasi, aman, mempunyai kinerja

cepat, tanpa efek samping dan tidak mempengaruhi potensi seks dan libido. Salah

satu hal yang sedang dikembangkan saat ini adalah penggunaan tanaman obat alami

Indonesia sebagai alternatif kontasepsi pria.4

Salah satu tanaman tradisional yang digunakan sebagai kontrasepsi pria adalah

buah pare (Momordica charantia L). Sejak diketahui bahwa tanaman pare berkhasiat

terhadap kesehatan maka beberapa peneliti berusaha mengetahui dan mengisolasikan

bahan yang terkandung dalam tanaman pare. Sebagai tumbuhan bangsa

cucurbitaceae, pare juga mengandung bahan yang tergolong dalam glikosida triterpen

atau kukurbitasin.5 Senyawa aktif kukurbitasin diduga bekerja menghambat

perkembangan sel spermatogenik melalui efek sitotosik dan melalui efek hormonal.6

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma menyatakan bahwa pemberian ekstrak

buah pare pada tikus jantan selama satu siklus spermatogenesis dapat menurunkan

motilitas spermatozoa dan meningkatkan morfolgi abnormal spermatozoa tikus jantan

strain wistar.7

Tanaman tradisional lain juga digunakan sebagai kontrasepsi pria yaitu biji

pepaya (Carica papaya L). Pepaya merupakan jenis tanaman yang bernilai ekonomis.

Hampir semua bagian tanaman papaya (dari daun sampai akarnya) dapat

dimanfaatkan dalam kehidupan manusia, namun manfaat biji pepaya masih belum

banyak diketahui masyarakat kecuali sebagai bibit. Penelitian dari Satriyasa

membuktikan bahwa biji pepaya mempunyai efek antifertilitas. Biji pepaya

2
mengandung senyawa alkaloid yang bersifat antifertilitas dan dapat digunakan

sebagai bahan kontrasepsi pria.8

Berdasarkan dua tanaman tersebut yang mempunyai fungsi sama yaitu dapat

digunakan sebagai bahan kontrasepsi pria, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian perbandingan kualitas spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus) yang

diberi ekstrak buah pare (Momordica charantia L) dengan ekstrak biji pepaya

(Carica papaya L). Perbandingan tersebut meliputi konsentrasi spermatozoa,

motilitas spermatozoa, dan morfologi spermatozoa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan “Bagaimana

perbandingan kualitas spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diberi

ekstrak buah pare (Momordica charantia L) dengan ekstrak biji pepaya (Carica

papaya L)?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui perbandingan kualitas spermatozoa tikus wistar (Rattus

norvegicus) yang diberi ekstrak buah pare (Momordica charantia L) dengan

ekstrak biji pepaya (Carica papaya L).

3
2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah pare (Momordica charantia

L) terhadap konsentrasi spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

b. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah pare (Momordica charantia

L) terhadap motilitas spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

c. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah pare (Momordica charantia

L) terhadap morfologi spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

d. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L)

terhadap konsentrasi spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

e. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L)

terhadap motilitas spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

f. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L)

terhadap morfologi spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

g. Mengetahui perbandingan konsentrasi spermatozoa tikus wistar (Rattus

norvegicus) yang diberi ekstrak buah pare (Momordica charantia L)

dengan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L).

h. Mengetahui perbandingan motilitas spermatozoa tikus wistar (Rattus

norvegicus) yang diberi ekstrak buah pare (Momordica charantia L)

dengan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L).

i. Mengetahui perbandingan morfologi spermatozoa tikus wistar (Rattus

norvegicus) yang diberi ekstrak buah pare (Momordica charantia L)

dengan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L).

4
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk pembaca dan

sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya tentang pengaruh ekstrak buah pare

(Momordica charantia L) dengan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L) terhadap

kualitas spermatozoa.

2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh ekstrak

buah pare (Momordica charantia L) dengan ekstrak biji pepaya (Carica papaya

L) terhadap kualitas spermatozoa sehingga dapat dikembangkan sebagai

kontrasepsi pada pria.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Spermatogenesis

Spermatogenesis dimulai sejak pubertas, pada usia sekitar 13 tahun dan

berlangsung seumur hidup. Sel-sel benih di tubulus seminiferus, yaitu

spermatogonia mulai berproloferasi (mitosis).9 Sebagian dari sel anak tetap

menjadi spermatogonia dan yang lainnya berjalan ke lumen tubulus seminiferus

dan membesar menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan menjalani

pembelahan miosis sehingga terbentuk dua spermatosit sekunder. Masing- masing

spermatosit sekunder akan menjalani pembelahan miosis yang kedua, yang

menghasilkan dua spermatid. Dengan demikian, satu spermatogonia akan menjadi

empat sperma. Setelah itu, tidak terjadi pembelahan lebih lanjut dan masing-

masing spermatid akan menjalani proses pematangan dan berdiferensiasi menjadi

sperma yang matang dengan bagian-bagian kepala, leher, badan dan ekor.9

Spermatogenesis berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan setelah masa

pubertas. Sperma disimpan di epididimis dan vasa deferens dan kesuburannya

dapat bertahan sampai 42 hari. Jika sperma tidak dipancarkan keluar atau tidak

terjadi ejakulasi, diperkirakan spermatozoa akan diserap oleh tubuh. Setelah

ejakulasi, sperma paling lama dapat bertahan selama 24 sampai 72 jam dalam

suhu tubuh. Pada suhu yang lebih rendah semen dapat disimpan selama bertahun-

tahun.9

6
Gambar 1. Proses spermatogenesis pada manusia

Sumber: Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Kedokteran. EGC. 2007

2. Hormon-hormon dalam proses spermatogenesis

Pusat pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu

hipotalamus-hipofisis. Dibawah pengaruh berbagai hal seperti keturunan,

lingkungan, rangsangan kejiwaan dan kadar hormon yang bersirkulasi,

hipotalamus memproduksi gonadotropic hormone-releasing hormone (GnRH).

Hormon-hormon ini adalah follicle-stimulating hormone-releasing hormone

(FSHRH) dan luteinizing-hormone (LH) yang pada pria lebih umum dikenal

sebagai interstitial cell-stimulating hormone (ICSH). Hormon-hormon

gonadotropin disekresi dalam kadar yang tetap pada pria.9

Testosteron, disekresi oleh sel-sel Leydig yang terletak di interstisium

testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis yang

7
merupakan tahap pertama pembentukan sperma. LH yang disekresi oleh kelenjar

hipofisis anterior merangsang sel-sel Leydig untuk menyekresi testosteron. FSH

yang juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel

Sertoli. Tanpa rangsangan ini, pengubahan spermatid menjadi sperma tidak akan

terjadi. Estrogen, dibentuk dari testosteron oleh sel-sel Sertoli dirangsang oleh

hormon-hormon FSH yang mungkin juga penting untuk spermatogenesis.

Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi

metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara spesifik meningkatkan

pembelahan awal spermatogonia itu sendiri. Bila tidak terdapat hormon

pertumbuhan, spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama sekali

sehingga menyebabkan infertilitas.10

3. Analisa Sperma

Sperma adalah suatu zat setengah cair yang keluar melalui uretra pada pria

dewasa, terdiri dari dua bagian yaitu plasma sperma dan spermatozoa. Sperma

disebut juga semen, air mani atau ejakulat.11

Beberapa aspek yang digunakan dalam penilaian kualitas sperma meliputi

penilaian secara makroskopik dan mikroskopik.

Saat sperma sampai di laboratorium segera lakukan pemeriksaan dengan

cara pengamatan makroskopik, yaitu:11

a. Pencairan (likuefaksi). Sperma normalnya tampak homogen dan tidak ada

gumpalan mucin (seperti agar).

8
b. Warna. Warna sperma umumnya berwarna putih kelabu. Sperma akan tampak

lebih jernih bila mengandung sedikit sperma atau tidak ada sperma, berwarna

merah atau kecoklatan bila ada sel darah merah (hemospermia), dan berwarna

putih keruh bila terjadi infeksi berat (leukospermia).

c. Bau. Bau khas sperma seperti seperti larutan encer hipoklorit. Bau yang

menyengat atau busuk menandakan kemungkinan adanya infeksi. Bau yang

khas pada sperma disebabkan adanya spermin yang dihasilkan oleh kelenjar

prostat.

d. Konsistensi (viskosias). Semen normal yang sudah mengalami likuefaksi akan

menetes sebagai tetesan kecil-kecil yang pelan.

e. pH. Nilai pH normal semen 7,2 - 7,8.

f. Volume. Volume semen normal berkisar 2 - 5 ml. Apabila kurang dari 2 ml

dikatakan hipospermia dan apabila lebih dari 5 ml dikatakan hiperspermia

atau polispermia.

Untuk pemeriksaan mikroskopik ini sperma harus memenuhi syarat yaitu

sudah mengalami proses likuefaksi sempurna dan sperma harus homogen atau

tercampur rata.

a. Konsentrasi. Pemeriksaan ini dilakukan setelah terjadi pengenceran cairan

semen. Jumlah spermatozoa normal adalah ≥ 15 juta spermatozoa per mL.

Bila jumlahnya < 15 juta spermatozoa/mL maka disebut sebagai oligospermia.

Azoospermia dapat disebabkan oleh gangguan yang terjadi saat

spermatogenesis berlangsung, disfungsi ejakulasi atau karena adanya

9
obstruksi. Toleransi jumlah sperma terendah yang masih dikatakan normal

adalah ≥ 15 juta sperma/mL atau jumlah sperma total ≥ 39 juta/ejakulasi.12

b. Motilitas. Motilitas spermatozoa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

Progressive motility (PR), dimana spermatozoa bergerak bebas, baik lurus

maupun lingkaran besar dalam kecepatan apapun. Non-progressive motility

(NP), dimana semua jenis spermatozoa yang tidak memiliki criteria progresif,

seperti berenang dalam lingkaran kecil, ekor atau flagel sulit menggerakkan

kepala atau hanya ekor saja yang bergerak. Immotility (IM), bila spermatozoa

tidak bergerak sama sekali. Motilitas dikatakan normal jika Progressive

motility ≥ 32 % atau PR + NP ≥ 40 %.12

c. Morfologi. Morfologi sperma menunjukkan persentasi bentuk abnormal yang

ditemukan dalam semen. Morfologi spermatozoa dapat dikatakan normal

apabila 4 % spermatozoa memiliki bentuk dan struktur normal. Abnormalitas

dari morfologi spermatozoa dibagi menjadi 4, yaitu abnormalitas kepala,

abnormalitas leher dan midpiece (bagian tengah), abnormalitas principal piece

(bagian utama), dan excess residual cytoplasm (ERC).13 Morfologi

spermatozoa normal dapat dilihat pada gambar berikut.

10
Gambar 2. Morfologi sperma normal 10

Morfologi spermatozoa tikus wistar jantan (Rattus norvegicus) normal

dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Morfologi spermatozoa tikus wistar normal 13

Terdapat dua klasifikasi yang digunakan untuk menentukan morfologi

sperma yaitu berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO), dan

kriteria Kruger’s strict.

11
Tabel 1. Klasifikasi Morfologi Spermatozoa

WHO Kruger’s Strict Criteria


Kisaran referensi nomal ≥ 4% > 14%
Kepala
Bentuk Oval Oval, pinggiran halus
Akrosom 40%-70% dari permukaan 40%-70% dari permukaan
kepala kepala
Ukuran Panjang 4-5, 5 mm, lebar 2, Panjang 3-5mm
5-3, 5 mm, P/l 1,5-1,72 Lebar 2-3 mm
Vakuola <20% area kepala ≤ 1/4 area kepala
Bagian tengah
Bentuk Lurus regular, melengkung Kurus, lurus regular,
aksial melengkung aksial
Ukuran <1/3 area kepala Lebar < 1mm, panjang 1,5 x
kepala
Droplet sitoplasma <1/3 area kepala <1/3 area kepala
Ekor
Tampilan Lebar Kurus , tidak melengkung Bentuk sama, tidak
melengkung, lebih kurus
dari bagian tengahnya
Panjang >45 mm 10 x kepala

Sumber: Campbell-Walsh Urology Vol. 1-4, 10th ed

12
Tabel 2. Batasan Nilai Normal Sperma

Normal

Volume ≥ 1,5 ml

pH ≥ 7,2 - ≥7,8

Konsentrasi ≥ 15 juta spermatozoa / ml

Spermatozoa total ≥ 40 juta spermatozoa / ejakulat

Motilitas ≥ 25 % tipe A atau A + B ≥ 30 %

Morfologi ≥ 4 % bentuk normal

Leukosit < 1 juta / ml

Sumber: World Health Organization. Laboratory Manual 5th ed. 2010

4. Buah Pare (Momordica charantia L).

Pare (Momordica charantia L) sinonim dengan Momordica balsamina

Blanco, Momordica balsamina Descourt, Momordica cylindrica Blanco,

Momordica jagorana C.Koch, Momordica operculata Vell, Cucumis africanus

Lindl merupakan tanaman tropis, hidup di dataran rendah dan dapat

dibudidayakan atau ditanam liar di tanah kosong. Bila dibudidayakan dapat

ditanam di ladang, halaman rumah, dirambatkan pada anjang-anjang bambu, atau

dipohon dan pagar. Pare mudah tumbuh dan memerlukan banyak sinar matahari,

sehingga dapat tumbuh subur di tempat yang teduh dan terlindung dari sinar

matahari. Tanaman semusim berumur hanya setahun perambat dengan sulurnya

mirip spiral membelit kuat untuk merambat mempunyai banyak cabang dan

13
batangnya segi lima. Pare berdaun tunggal, berjajar diantara batang berselang-

seling, bentuknya bulat panjang dengan panjang 3,5 - 8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi

menjari 5 - 7, pangkal berbentuk jantung, warnanya hijau tua.14

Taksonomi buah pare adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Violales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Momordica

Spesies : Momordica charantia L

Gambar 4. Buah Pare ( Momordica Charantia L ) 14

14
5. Pengaruh Buah Pare Terhadap Kualitas Spermatozoa

Rasa pahit buah pare disebabkan oleh kandungan kukurbitasin

(momordikosida K dan L), dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan

sel.14 Sebagai tumbuhan bangsa cucurbitaceae, pare juga mengandung bahan yang

tergolong dalam glikosida triterpen atau kukurbitasin. Kukurbitasin yang

digolongkan dalam glikosida triterpen memiliki struktur dasar siklopentan

perhidrofenantrena yang juga, dimiliki oleh steroid. Dari penelitian Jackson dan

Jones, steroid dapat menyebabkan menghambatnya spermatogenesis dan bersifat

reversibel. Dengan dasar ini maka, bila ekstrak buah Pare diberikan pada mamalia

jantan, akan dapat menghambat spermatogenesis. Namun, belum diketahui

dengan pasti apakah momordikosida tersebut bekerja secara steroid atau secara

sitotoksik. 15,16

Penelitian yang dilakukan oleh Jaya menyatakan bahwa pemberian ekstrak

buah dan daun pare pada mencit jantan dengan dosis buah pare (0,7 - 0,8

mg/ekor/hari) dan dosis daun pare (0,9 - 1,0 mg/ekor/hari) cukup efektif

menurunkan kualitas spermatozoa secara nyata. Penurunan kualitas spermatozoa

tersebut diperlihatkan pada penurunan motilitas, konsentrasi, viabilitas dan

peningkatan morfologi abnormalitas spermatozoa. Hal ini mungkin disebabkan

oleh bahan aktif golongan glikosida triterpen yang terkandung dalam buah pare.17

15
6. Pepaya (Carica papaya L)

Tanaman pepaya (Carica papaya L ) merupakan tanaman buah dari famili

Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan sekitar

kawasan Meksiko dan Costa Rika. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik

daerah tropis maupun sub tropis.18

Pepaya saat ini dibudidayakan di banyak negara di seluruh dunia. Secara

normal tanaman ini dapat mencapai ketinggian hingga 8 meter. Pohon pepaya

umumnya tidak bercabang, dengan daun dan buah-buahan tumbuh langsung dari

batang pohon yang berdiameter hingga 20 cm. Pohon pepaya tumbuh sangat cepat

dan berkayu lunak. Tanaman tropis ini tidak tahan dingin, bila suhu mendekati nol

akan mati.18

Taksonomi buah papaya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperma

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Caricales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica papaya

Spesies : Carica papaya Linnaeus

16
a. b.

Gambar 5. Pepaya (Carica papaya L ) a. buah pepaya, b. biji papaya19

7. Pengaruh Biji Pepaya Terhadap Kualitas Spermatozoa

Biji pepaya mengandung protein, beberapa enzim seperti papain, karpasemin,

myrosin, alkaloid caricacin, oleanolic glycoside (sinigrin), carpain, β-sitosterol,

dan glukosinolat.20 Penelitian yang dilakukan Laksman dan Cangamma,

menyatakan sinigrin dalam biji pepaya berefek anti-spermatogenesis yaitu dengan

terjadinya penurunan steroidogenesis (keseimbangan hormon terganggu) dalam

testis tikus yang diberi ekstrak pepaya.21 Papain juga diduga dapat menurunkan

total lipid pada jaringan testis dan epididimis. Lipid adalah sumber energi bagi sel

mamalia. Ekstrak pepaya menurunkan aktivitas lipase pada testis dan epididimis

yang menunjukkan penghambatan aktivitas lipase lipoprotein dan penghambatan

absorpsi nutrisi dari gastrointestinal. Energi tersebut dibutuhkan pada proses

spermatogenesis di testis dan pematangan spermatozoa di epididimis.22

Ekstrak biji pepaya juga mempengaruhi proses transportasi spermatozoa, yaitu

dengan menggumpalkan semen sehingga motilitas dan viabilitas spermatozoa

menurun. Mekanisme ekstrak biji pepaya dalam menginduksi inhibisi motilitas

17
spermatozoa kemungkinan disebabkan karena kandungan glikosinolat pada

ekstrak biji pepaya yang mempengaruhi pembentukan plasma semen.23

B. Kerangka Teori

Ekstrak buah Ekstrak biji


pare pepaya

Kukurbitasin Enzim papain Enzim sinigrin Glikosinolat

Keseimbangan Menghambat Keseimbangan Mempengaruhi


hormon testosteron aktivitas lipase pada hormon pembentukan
terganggu lipoprotein dan testosteron plasma semen
absorpsi nutrisi terganggu
Menghambat
pertumbuhan dan Menurunkan total
perkembangan sel lipid pada testis dan
epididimis

Kualitas spermatozoa

18
C. Kerangka Konsep

Ekstrak buah Tikus wistar jantan Ekstrak biji


pare pepaya

Kualitas spermatozoa

D. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbandingan antara ekstrak buah pare (Momordica

charantia L ) dengan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L ) terhadap

kualitas spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

H1 : Terdapat perbandingan antara ekstrak buah pare (Momordica charantia

L ) dengan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L ) terhadap kualitas

spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan post

test only control group design.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi Manado dari bulan September sampai November

2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah tikus wistar jantan (Rattus norvegicus).

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus wistar jantan (Rattus

norvegicus) berumur 12 - 14 minggu dengan berat badan 150 - 200 gram.

a. Kriteria inklusi

i. Tikus Wistar jantan (Rattus norvegicus)

ii. Umur 12 - 14 minggu

iii. Berat badan 150 - 200 gram

b. Kriteria eksklusi

i. Tikus wistar jantan yang sakit

20
c. Besar sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 9 ekor

tikus wistar jantan (Rattus norvegicus).

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas : Ekstrak buah pare (Momordica charantia L ) dan ekstrak

biji pepaya (Carica papaya L ).

Variabel tergantung : Kualitas spermatozoa tikus wistar (Rattus norvegicus).

E. Definisi Operasional

1. Tikus wistar (Rattus norvegicus) merupakan hewan yang masuk dalam

kelompok mamalia (hewan mamalia). Tikus wistar jantan yang digunakan

adalah tikus wistar dewasa yang berumur 12 - 14 minggu dengan berat badan

150 - 200 gram. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat dan belum

pernah diberikan perlakuan untuk penelitian.

2. Ekstrak buah pare (Momordica charantia L ) yang digunakan adalah Kapsul

Pare/Paria (Momordica charantia) dengan bahan murni buah pare. Dosis yang

digunakan adalah 70mg/kgBB/hari.

3. Ekstrak biji pepaya (Carica papaya L ) yang digunakan adalah Kapsul Biji

Pepaya dengan bahan murni biji papaya. Dosis yang digunakan adalah

70mg/kgBB/hari.

4. Kualitas sperma yang dinilai adalah konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan

morfologi spermatozoa.

21
F. Instrumen Penelitian

1. Alat

a. Kandang perlakuan berjumlah tiga, berukuran 36,5 cm x 30 cm x 23 cm

yang terbuat dari bahan plastik. Dasar kandang diberikan sekam. Kandang

ditutup dengan anyaman kawat besi.

b. Peralatan untuk melakukan pengamatan kualitas spermatozoa: bilik hitung

hemasitometer Improved Neubauer, dissecting kit, cawan petri, pipet tetes,

kaca objek, kaca penutup, pengaduk kaca, pinset, jarum pentul, kasa,

counter (alat hitung), cutter, gunting bedah, mikroskop cahaya.

c. Sonde lambung

d. Timbangan digital.

e. Kamera digital.

2. Bahan

a. Tikus wistar sebanyak 9 ekor berusia 12 - 14 minggu.

b. Makanan dan minuman untuk tikus wistar berupa pellet AD2 dan air

ledeng.

c. Ekstrak buah pare

d. Ekstrak biji pepaya

e. Bahan untuk pengamatan kualitas spermatozoa: larutan NaCL (Natrium

Klorida) 0,9 %, metanol, safranin, crystal violet, dan aquades.

22
G. Prosedur Penelitian

1. Perlakuan dan Pemeliharaan

Wistar yang sehat ditempatkan pada masing-masing kandang secara

terpisah. Perlakuan pemberian ekstrak buah pare dan ekstrak biji papaya

dilakukan secara tepisah, dengan pembagian kelompok pelakuan sebagai

berikut:

Kelompok kontrol : Tanpa perlakuan.

Kelompok perlakuan I : Pemberian larutan ekstrak buah pare dengan dosis

70mg/kgBB/hari.

Kelompok perlakuan II : Pemberian larutan ekstrak biji pepaya dengan

dosis 70mg/kgBB/hari.

Pemberian larutan ekstrak buah pare dan ekstrak biji papaya diberikan

dengan dosis yang sama dan dilakukan setiap hari dengan frekuensi

pemberian satu kali dalam sehari selama 50 hari. Pada hari ke - 51 semua

hewan percobaan diterminasi untuk selanjutnya dilakukan pengambilan

sampel. Pemberian pakan dan minum tikus wistar secara ad libitum.

2. Pengambilan Sampel

Hewan percobaan diterminasi dan kemudian dibedah menggunakan

dissecting kit untuk mengambil organ testis dan kauda epididimis. Epididimis

dipisahkan dengan cara memotong bagian proksimal korpus epididimis dan

bagian distal vas deferens. Selanjutnya, epididimis dimasukkan ke dalam

cawan petri yang berisi 5 tetes larutan NaCl 0,9 %, kemudian epididimis

dipotong sedikit dengan gunting lalu ditekan hingga sekresi cairan epididimis

23
keluar dan tersuspensi dengan larutan NaCl 0,9 %. Suspensi sperma ini dapat

digunakan untuk pengamatan kualitas spermatozoa yang meliputi konsentrasi,

motilitas, dan morfologi spermatozoa.

3. Pengamatan Sampel

a. Konsentrasi spermatozoa

- Organ testis beserta epididimis sebelah kanan diambil. Cauda

epididimis dipisahkan dengan cara memotong bagian proksimal corpus

cauda epididimis dan bagian distal duktus deferens.

- Potongan cauda epididimis diambil dan dimasukkan ke dalam cawan

petri yang telah diisi 3 ml larutan NaCl 0,9%.

- Cauda epididimis dipotong-potong sampai halus dan diaduk dengan

gelas pengaduk sampai terbentuk suspensi spermatozoa.

- Suspensi spermatozoa yang telah diperoleh diaduk dengan hati-hati

menggunakan gelas pengaduk agar suspensi menjadi homogen.

- Suspensi spermatozoa dihisap dengan pipet leukosit sebanyak 0,5 ml

sampel, setelah itu hisap cairan pengencer dalam pipet sampai tanda

11.

- Suspensi spermatozoa diteteskan pada bilik hitung hemasitometer

Improved Neubauer kemudian ditutup menggunakan kaca penutup.

- Bilik hitung hemasitometer Improved Neubauer diletakkan di bawah

mikroskop.

- Lensa objek diatur pada pembesaran 100 kali kemudian dibuat garis

imajiner yang membagi satu lapang pandang menjadi empat kuadran.

24
- Jumlah spermatozoa dalam setiap kuadran dihitung kemudian

dijumlahkan.

- Jumlah spermatozoa yang diperoleh dari empat kuadran dikalikan

50.000 sehingga didapatkan konsentrasi spermatozoa per milliliter

suspensi.

Rumus penentuan konsentrasi spermatozoa adalah sebagai berikut:

Konsentrasi spermatozoa = 50000 X N spermatozoa/ml

Keterangan N = jumlah total spermatozoa dihitung pada kotak A, B, C, D

b. Motilitas spermatozoa

- Suspensi spermatozoa diteteskan pada kaca objek kemudian ditutup

menggunakan kaca penutup.

- Kaca objek diamati di bawah mikroskop pada pembesaran 100 kali

kemudian dilakukan penilaian kualitas spermatozoa berdasarkan

motilitasnya dengan kategori a, b, c, d sebagai berikut:

a: bergerak cepat dan maju lurus.

b: bergerak lambat atau sulit maju lurus.

c: bergerak di tempat.

d: tidak bergerak.

- Periksa 4 - 6 lapangan pandang untuk mendapatkan 100 spermatozoa

secara berurutan yang kemudian diklasifikasikan sehingga

menghasilkan presentase setiap kategori motilitas.

25
c. Morfologi spermatozoa

- Suspensi spermatozoa diteteskan diatas gelas objek kemudian dibuat

preparat hapus dan dikeringkan di udara.

- Sediaan hapus difiksasi dengan methanol selama 5 menit kemudain

dikeringkan.

- Sediaan hapus diwarnai dengan safranin selama 5 menit kemudain

dibilas dengan air mengalir.

- Sediaan hapus diwarnai dengan crystal violet selama 3 menit. Setelah

itu, sediaan dibilas denga air mengalir kemudian dikeringkan.

- Preparat diamati dengan mikroskop pembesaran 400 kali untuk

mengamati adanya kelainan bentuk atau abnormalitas kemudian

diambil tiga lapang pandang untuk menentukan presentase morfologi

spermatozoa normal dan abnormal pada satu preparat.

- Dari tiga lapang pandang yang diamati, presentase morfologi

spermatozoa normal dan abnormal dihitung kemudian spermatozoa

yang abnormal diklasifikasikan jenis kelainannya, apakah termasuk

kelainan kepala, leher atau ekor.

26
H. Analisis Data

Seluruh data di analisis dengan menggunakan program komputer meliputi:

1. Analisis Deskriptif

2. Analisis Normalitas

Analisis normalitas data tiap kelompok dilakukan dengan Shapiro - Wilk.

3. Analisis Homogenitas

Analisis homogenitas tiap kelompok dilakukan dengan Levene’s test.

4. Analisis komparabilitas

Analisis komparabilitas antar kelompok dilakukan dengan independent

sample t-test.

27

Anda mungkin juga menyukai