Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Birobuli merupakan salah satu puskesmas yang terletak di


Kecamatan Palu Selatan dan berada di ibukota Provinsi Sulawesi Tengah.
Puskesmas birobuli memiliki luas wilayah kerja 11.06 Km2 dan jumlah KK
sebesar 8.441 yang secara administrasi terdiri dari 3 (tiga) kelurahan yatu :
kelurahan birobuli utara, kelurahan lolu utara dan kelurahan lolu selatan.

Tabel BPS Kota palu 2015 menunjukkan bahwa distribusi penduduk


menurut kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Birobuli untuk tahun 2016, terlihat
bahwa jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan Birobuli Utara yakni
sebesar 17.839 jiwa, adapun jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2015 sebesar
20.743 jiwa dan perempuan sebesar 20.712 jiwa.

2. Deskripsi Karakteristik Responden


Responden yang mengikuti penelitian mempunyai jenis kelamin yang
berbeda Dibawah ini adalah tabel distribusi frekuensi menurut jenis kelamin
responden.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin Pasien IMS
Responden di PKM irobuli
Jenis Kelamin Responden
N Persentase (%)
Laki-laki 45 75
Perempuan 15 25
Jumlah 60 100
Sumber : Data primer (kuesioner)

23
Berdasarkan data pada tabel 2, kelompok Jenis Kelamin terbanyak yang
mengikuti penelitian adalah pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 45 responden
(75%) kemudian perempuan sebanyak 15 responden (25%).

3. Analisis Data Univariat


3.1 Tingkat Pengetahuan
Hasil uji tingkat pengetahuan pasien di PKM Birobuli Palu tentang
Infeksi Menular Seksual dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Tingkat Pengetahuan Responden
di PKM Birobuli
Variabel Kategori N Persentase
Baik 34 56,67
Pengetahuan
Kurang 26 43,33
Total 60 100
Sumber : Data primer (kuesioner)

Berdasarkan tabel 3, pengetahuan responden tentang IMS sebagian besar


adalah kategori baik yaitu sebanyak 34 responden (56,67%), sedangkan
responden lainnya termasuk dalam kategori kurang sebanyak 26 responden
(43,33%).
3.2. Analisis Data Bivariat
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Tingkat Pengetahuan Responden
dengan Kejadian IMS di PKM Birobuli
Kejadian IMS
Pengetahuan Total
Positif Negatif
Baik 10 24 34
Kurang 20 6 26
Total 30 30 60
Sumber : Data Primer (kuesioner)

24
Berdasarkan analisis hubungan antara pengetahuan tentang penyakit IMS
dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang
mengalami IMS dengan pengetahuan yang baik (33,33%) lebih kecil
dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan yang kurang (66,6%).
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai p = (p < 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang penyakit IMS
dengan kejadian IMS pada pasien PKM Birobuli.
Analisis data bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
hubungan antara tingkat pengetahuan tentang IMS dan Kejadian IMS di PKM
birobuli. Sebelum menentukan uji statistik yang akan digunakan, dilakukan uji
normalitas terlebih dahulu, dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan
adalah uji Kolmorgorov-Smirnov. Kemudian uji statisik yang digunakan
berdasarkan hasil dari uji normalitas yaitu uji korelasi Spearman. Dari hasil
perhitungan uji tersebut, didapatkan hasil yang tertera pada Tabel 6 berikut.
Tabel 4. Hubungan antara Tingkat pengetahuan dan Kejadian IMS di
PKM Birobuli Tahun 2017
Variabel Variabel Nilai p Nilai r
Dependen Independen
Tingkat Kejadian IMS 0,001 0,416
Pengetahuan
Keterangan:
p : Nilai Korelasi, dikatakan berkorelasi apabila nilai p <0,05
r : Nilai Kekuatan korelasi, dikatakan kuat berkorelasi apabilai nilai r >0,5
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai p pada hubungan tingkat pengetahuan
dan kejadian IMS adalah 0,001 yang artinya terdapat korelasi antara tingkat
pengetahuan dan kejadian IMS. Nilai koefisien korelasi (r) Spearman pada analisis
data pada penelitian adalah sebesar 0,416 yang berarti korelasinya sedang. Arah

25
korelasi yang didapatkan adalah positif yang memiliki makna semakin tinggi
tingkat pengetahuan seseorang maka kejadian IMS semakin rendah.

B. Pembahasan

1. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS


Analisis uji korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan Tingkat
Pengetahuan dan kejadian IMS berdasarkan hal tersebut uji analisis yang
digunakan adalah uji korelasi Spearman. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan,
didapatkan nilai p sebesar 0,001 yang artinya tidak terdapat korelasi antara tingkat
Pengetahuan dengan kejadian IMS di PKM Birobuli Palu. Oleh sebab itu,
hipotesis kerja pada penelitian ini ditolak. Nilai koefisien korelasi (r) Spearman
pada analisis data pada penelitian adalah sebesar 0,416 yang berarti korelasinya
sedang. Hasil serupa juga didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Choiriyah dkk (2014), yang bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dan kejadian IMS pada wanita pekerja seks.
Tidak adanya hubungan pengetahuan dengan upaya pencegahan HIV/AIDS
dapat terjadi karena kurangnya kesadaran akan hal-hal berisiko akan infeksi HIV.
Sesuai pendapat Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan terdiri dari enam
tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi,sintesis, analisis dan evaluasi. Mengacu
pada tingkat pengetahuan pasien di PKM birobuli, baru sampai pada tahap tahu
dan belum bisa mengevaluasi pengetahuan tersebut.
Menurut Hidayat (2012), bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan
mahasiswa tentang bahaya IMS, maka semakin baik pula seorang individu dalam
mengendalikan perilakunya. Bila dihubungkan dengan penelitian ini dimana
mayoritas responden yang tidak terdiagnosis IMS memiliki tingkat pengetahuan
dengan kategori baik engan kategori baik. Notoatmodjo (2005) dalam Siwy
(2007) menyatakan bahwa dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang

26
didasarkan oleh pengetahuan akan lebih efektif daripada perilaku yang tidak
didasarkan oleh pengetahuan.
Salah satu pengetahuan yang harus dimiliki oleh remaja adalah pengetahuan
tentang HIV/AIDS karena Data Statistik nasional mengenai penderita HIV/AIDS
di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 75% terjangkit HIV/AIDS pada usia
remaja akibat pergaulan bebas. Usia 15 sampai 24 tahun menyumbang 40%
perkiraan dari semua infeksi HIV baru di kalangan orang dewasa di seluruh dunia
pada tahun 2008. Setiap hari 2500 lebih remaja terinfeksi dan seluruhnya ada lebih
dari 5,7 juta remaja yang hidup dengan HIV/AIDS (Judanwarto, 2010).
Menurut Erfandi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
adalah pendidikan, media massa atau informasi, sosial budaya dan ekonomi,
lingkungan, pengalaman dan usia. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang tersebut menerima
informasi, sehingga pengetahuan menjadi lebih baik. Semakin majunya teknologi
akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru, sehingga pengetahuan menjadi baik.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk, dengan demikian seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukannya. Status ekonomi seseorang juga
akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperoleh untuk kegiatan
tertentu, sehingga status ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Pengalaman adalah sumber pengetahuan yaitu suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Lingkungan juga
mempengaruhi pengetahuan remaja karena perilaku seseorang dalam lingkup
masyarakat dapat mempengaruhi dan akan ditiru oleh remaja lain. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang
berbeda dalam lingkungan tersebut. Usia dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang, semakin bertambahnya usia akan semakin berkembang pula daya

27
tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin
membaik.
Pada penelitian Djannah (2009) dikatakan bahwa semakin tinggi atau semakin
baik pengetahuan seseorang terhadap sesuatu obyek maka akan semakin baik pula
sikap seseorang tersebut terhadap obyek itu. Pengetahuan dan sikap seseorang
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain pendidikan, pengalaman, dan fasilitas.
Dengan pendidikan maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan
informasi, baik dari orang lain maupun media massa, semakin banyak informasi
yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat
sejalan dengan bertambahnya usia.
Sudradjat (2007) dalam Mahmuda (2009) menyatakan bahwa dengan
mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi, diharapkan
remaja dapat bekal pengetahuan yang cukup agar dapat memahami tahapan usia
yang mereka lalui dan tidak terjerumus ke hal-hal yang negative.

28

Anda mungkin juga menyukai