Anda di halaman 1dari 14

BRONKOPNEUMONIA

MOHAMMAD WILDAN, Dr, SpA

ILMU KESEHATAN ANAK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN

2009
BRONKOPMEUMONIA

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu


peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-
anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing.

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada


juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

DEFENISI

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-


paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia
Anderson, 1994).

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang


melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution).

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang


mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak
(Smeltzer,2000).
EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
system respirasi, terutama pneumonia

ETIOLOGI

Penyebab bronkopneumonia yang sering di jumpai adalah:

 Faktor infeksi
1. Pada neonatus : Steptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)
2. Pada bayi :
a) Virus: Virus parainfluensa,virus influinza, adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
b) Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocystis.
c) Bakteri: Streptokokuspneumoni, haemofilus influinza, Mycobacterium
tuberculosis, B. Pertusis.
3. Pada anak-anak :
a) Virus : Parainfluinsa, Influinza virus, Adenovirus, RSV
b) Organisme tipikal : Mycoplasma pneumonia
c) Bakteri : Pneumokokus, Mycobacterium tuberculosa.
4. Pada anak besar – dewasa muda:
a) Organisme tiptikal : Mycoplasma pneumonia,C.trachomatis
b) Bakteri : Pneumokokus, B. pertusis, M. tuberculosis.

 Faktor non infeksi


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin).

2. Brokopneumoni lipoid :
Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan
pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan.

Selain faktor diatas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan
anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

BAKTERI PENYEBAB PNEUMONIA

UMUR BAKTERI

Grup B streptococcus
< 1 Bulan Gram negativ
E. Coli
Kebsiella
Chlammydia
1 – 3 Bulan Staphilococcus aureus
Grup B streptococcus
H. Influenzae
S. Pneumoniae
3 Bulan – 5 Tahun S. Aureus
Grup A streptococcus
Mycoplasma
Mycoplasma
5 – 10 Tahun S. Aureus
Grup A Streptococcus
Mycoplasma
S. Pneumonia
> 10 Tahun Mycoplasma
Grup A streptoccus
Klebsiella
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.

 Pembagian secara anatomis :


1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3. Pneumonia intersisialis (brokiolitis)
 Pembagian secara etiologi :
1. Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenza.
2. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenza virus, Adenovirus.
3. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis.
4. Corpus alienum
5. Aspirasi
6. Pneumonia hipostatik

PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi
penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui


berbagai cara, antara lain :

1. Inhalasi langsung dari udara


2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :

1. Susunan anatomis rongga hidung.


2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret
lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya.

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses


peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang


berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.

B. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.

D. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
GAMBARAN KLINIS

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40oC dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

- Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,


retraksi sela iga.
- Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
- Perkusi : Sonor memendek sampai beda.
- Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras )disertai ronki
basah halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya


daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.
Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai
sedang.Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3


dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma.

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).

5. Analisa gas darah(AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada


stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

6. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi


langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya,
tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.

7. Foto toraks bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau


beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.

TIPE NEKROTIK EMPIEMA


DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang


sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan
penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau
beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti
pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke
arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah
leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya
normal atau sedikit menurun.Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan
mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan
dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh
karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :

 Bronkopneumonia sangat berat :


Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
 Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat
dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan
identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri

DIAGNOSIS BANDING

- Bronkiolitis
- Aspirasi pneumonia
- Tb paru primer

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan


hasil dari pemeriksaan sputum,yang mencakup:

· Bila sesak nafas diberikan oksigen (1-10l/menit) tergantung derajat sesaknya

· Cairan intravena sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi

· Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi


tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama,
maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah
dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampicilin.

Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromisin


4 x 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari. Obat-obatan ini meringankan
dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat
penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan
interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik
seperti :

1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.


2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, dapat diberikan
bronkodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab
yang mempunyai spektrum sempit.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps


paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

PROGNOSIS

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat
untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.


Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-
duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi
dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi
dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

PENCEGAHAN

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan


penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan , beristirahat yang cukup,
rajin berolahraga dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain:
a. Vaksinasi Pneumokokus
b. Vaksinasi H. Influenza
c. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah
d. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Nelson Texbook of Pediatrics 2008

Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease


Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume


I.Jakarta : EGC

Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI

Murray,nedel’s.2005.Text Book of Respiratory Medicine,Edisi 1,Volume1.


United State of America :Elseiver Saunders.

Zul Dahlan.2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai