Seorang perempuan usia 60 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan dada berdebar-debar
sejak 4 jam yang lalu. Keluhan disertai dengan perasaan sulit bernafas. Pasien tidak mengeluh nyeri
dada. Pasien tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu.
1
BAB I
KATA SULIT
1. SPO2 :
a. Perbandingan antara hemoglobin yang mengandung O2 dibanding dengan hemoglobin total
dalam darah.
b. Dengan menggunakan alat pulse oksimeter. Untuk mengetahui hipoksia maupun tidak,
sehingga tidak perlu menunggu warna kulit menjadi biru.
2
BAB II
RUMUSAN MASALAH
3
BAB III
BRAINSTORMING
4
a. Seiring bertambah usia, elastisitas pembuluh darah yang menurun, dengan demikian usia
berpengaruh terhadap keluhan pasien. Hipertensi yang dialami pasien juga memperparah
penyakitnya.
b. Hipertensi 10 tahun (cukup lama) merupakan faktor resiko penyakit jantung struktural
di bagian atrium rusak karena remodelling (menyebabkan fibrilasi) fibrilasi recurrent.
c. Ukuran jantung wanita lebih kecil dari pria. Kerja jantung wanita lebih berat daripada pria.
Jenis kelamin pun berpengaruh pada penyakit pasien.
4. Apa hubungan riwayat pasien hipertensi dengan keluhan pasien saat ini?
a. Karena rekurensi fibrilasi yang diakibatkan dari remodelling atrium yang rusak.
5. Mengapa tekanan darah pasien menurun?
a. Karena adanya gagal jantung karena hipertensi (jantung payah), menyebabkan jantung
(ventrikel kiri) tidak kuat lagi untuk memompa darah.
6. Mengapa denyut nadi tinggi dan iramanya irreguler?
a. Terdapat gangguan penghantaran impuls jantung jantung semakin cepat. Selain itu
irama jantung yang irregular dikarenakan gangguan denyut jantung atrium gagal
mengalirkan darah ke ventrikel.
b. Tekanan darah turun dan O2 yang meningkat bentuk kompensasi tubuh yaitu jumlah
nadi yang meningkat untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi.
c. Kompensasi dengan sistem baroreseptor, Tekanan darah turun aktivitas simpatis
mengeluarkan NE NE berikatan dengan reseptor beta adrenergik Na dan K kecepatan
meningkat takikardi
d. Mengirimkan ke traktus solitarius memberi perintah rangsangan simpatis meningkat.
Rangsang simpatis yang terlihat yaitu napas cepat dan denyut jantung yang cepat.
e. Adanya remodelling antara serabut otot dan serabut konduksi gangguan elektris anatara
kedua serabut konduksi beberapa gelombang menjadi acak tidak searah, menyebar,
tanpa ada aturan menyebabkan irama jantung hilang, kembali lagi, hilang (irreguler).
7. Mengapa frekuensi napas pasien meningkat?
a. Frekuensi napas yang tinggi (sulit bernapas), karena hipertensi yang sudah kronis
menyebabkan gagal jantung kontraksi meningkat (ventrikel menanggung beban
berat) hipertrofi miokardium (namun tidak ada penambahan O2) iskemik relatif
daya kontraksi menurun. Jika berlanjut jantung melemah (jantung payah) gagal
memompa (gagal jantung kiri) saturasi menurun Kemoreseptor yang memantau
saturasi menyampaikan impuls ke KRV dan KRD respon berupa meningkatkan
respiratory rate (sulit bernapas).
b. Kontraksi yang tidak sempurna disebabkan oleh kerusakan nodus SA yang akhirnya
penyaluran O2 yang tidak sempura, sehingga perlu mengambil O2 dari luar lebih banyak.
5
c. Jantung yang mengalami kepayahan jumlah darah yang terpompa sedikit kurangnya
jumlah pasokan O2 RR naik.
8. Mengapa SPO2 pasien menurun? Apa hubungan SPO2 dengan keluhan pasien saat ini?
a. Jantung yang mengalami kepayahan jumlah darah yang terpompa sedikit kurangnya
jumlah pasokan O2 RR naik.
9. Mengapa iktus kordi teraba pada ICS 5 1 cm lateral midclavicula sinistra?
a. Kompensasi tubuh karena riwayat 10 tahun hipertensi pergeseran ictus kordis
(perbesaran ventrikel kiri)
10. Apa maksud dari JVP +1 cmH2O?
a. Masih normal, tinggi jika lebih dari 5 cmH2O
b. Tekanan vena akan turun bila volume darah turun, atau output ventrikel kiri menurun,
karena terjadi penurunan volume darah yang dipompa ventrikel, menyebabkabkan tekanan
vena jugularis menurun.
11. Mengapa S1S2 irreguler?
a. Komunikasi antara atrium dan ventrikel yang tidak baik menyebabkan irama irreguler,
karena masalah dari impuls jantung terutama pada nodus SA yang berperan sebagai pace
maker jantung. Waktu refrakter yang berkurang juga menyebabkan irama yang irreguler.
12. Mengapa murmur tidak dapat dievaluasi?
a. Denyut nadi yang terlalu tinggi, dokter tidak dapat mendengar murmur pada pasien saat
itu.
b. Tidak bisa dievaluasi karena konduktivitas yang terganggu sehingga suara tidak terlalu
jelas. Suara yang terlalu cepat dan juga irreguler dapat menjadi faktor murmur tidak dapat
dievaluasi.
13. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pasien?
a. Tekanan darah hipotensi, denyut nadi takikardi, frekuensi napas meningkat (takipneu),
SPO2 saturasi rendah (hipoksia).
b. JVP normal, jantung cardiomegali, S1S2 irreguler, murmur tidak dapat dievaluasi karena
denyut nadi tinggi, pemeriksaan abdomen normal.
14. Bagaimana interpretasi dari EKG pasien?
a. Dari gambaran EKG, V1 gelombang P digantikan gelombang f (gelombang flutter).
b. Gambaran lead 1 gelombang R secara irregular, jarak antar R tidak konstan.
c. QRS lebih tinggi dari normal. QRS lebih lancip sumber supraventrikular ( SA node /
nodus AV).
d. Abnormalitas V1 (ICS 4 parasternal kanan) tempat atrium kanan.
15. Apa diagnosis dari pasien tersebut?
a. Gangguan sebelum QRS permasalahan pada atrium. Bentuk tidak gergaji Atrial
Fibrilasi, bentuk gergaji atrial flutter.
6
b. Hilangnya gelompang p yang digantikan dengan gelombang f, gelombang R yang irregular
pada lead II.
c. Dx : atrial fibrilasi rapid ventrikel respon (denyut nadi (laju ventrikel) lebih dari 100 kali).
Ddx atrial flutter.
7
Faktor
Risiko
Perempuan
60 tahun
UGD Epidemiologi
Patofisiologi Prognosis,
Etiologi
PEMERIKSAAN
patofisiologi, FOTO RONTGEN THORAX
Pemeriksaan
ANAMNESA PEMERIKSAAN LABORATORIUM ELEKTROKARDIOGRAM
Gejala klinis FISIK komplikasi Penunjang
Pemeriksaan Fisik:
-Dada berdebar sejak 4 jam lalu - - - Adanya P waves yang digantikan oleh F waves
Komplikasi -Keluhan sulit bernafas
Leher: JVP tdk sama dgn 1 cmH2O (rendah dari
batas normal) chaos di V1 tampak jelas
-Tidak nyeri dada Patofisiologi - Irregular R waves
-Tidak pernah sebelumnya Jantung : ictus cordis tidak tampak, teraba di SIC Patofisiologi,
Faktor -Riwayat hipertensi sejak 10 tahun lalu V 1 cm lateral mid clavicularis sinistra, S1S2
komplikasi
irreguler, murmur tidak dapat dievaluasi
risiko Pemeriksaan TTV: Patofisiologi
Tekanan darah: 90/50 mmHg (rendah)
Komplikasi Denyut nadi: 145x/menit (takikardi), ireguler
8
Frekuensi napas: 26x/menit (tinggi)
SPO2: 91% on room air (sedikit turun)
BAB IV
PETA MASALAH
DIAGNOSIS
Kriteria
Diagnosis
Fibrilasi atrial
Klasifikasi Prognosis
Diagnosis
PENATALAKSANAAN
banding
Tatalaksana
Rawat inap 10 hari
Pemberian obat
kontrol rutin
Pencegahan
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
9
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
10
Sedangkan FA sekunder yang berkaitan dengan penyakit katup disebut FA
valvular.
Klasifikasi FA menurut laju respon ventrikel :
1. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali
permenit
2. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60
kali permenit
3. AF respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.
Klasifikasi FA menurut keadaan Hemodinamik saat AF muncul :
1. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark miokard
akut)
2. AF dengan hemodinamik stabil
11
Tabel Penyebab Atrial Fibrilasi
Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi beberapa faktor-
faktor, diantaranya yaitu :
a. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium
1) Peningkatan katub jantung
2) Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3) Hipertrofi jantung
4) Kardiomiopati
5) Hipertensi pulmo (chronic obstructive purmonary disease dan cor pulmonary chronic)
6) Tumor intracardiac
b. Proses Infiltratif dan Inflamasi
1) Pericarditis atau miocarditis
2) Amiloidosis dan sarcoidosis
3) Faktor peningkatan usia
c. Proses Infeksi (Demam dan segala macam infeksi)
d. Kelainan Endokrin (Hipertiroid, Feokromotisoma)
e. Neurogenik (Stroke, Perdarahan Subarachnoid)
f. Iskemik Atrium (Infark miocardial)
g. Obat-obatan (Alkohol, Kafein)
h. Keturunan atau Genetik
4. Faktor resiko atrial fibrilasi
a. usia (di atas 50 tahun)
b. predisposisi genetik (sindrom QT pendek, sindrom QT panjang dan sindrom Brugada)
c. hipertensi
12
d. obesitas
e. penyakit paru obstruktif kronik
f. gagal jantung
g. penyakit katub jantung
h. penyakit jantung koroner
i. pasien yang melakukan operasi pintas koroner
Selain itu, untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian atrial fibrilasi
tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan di
luar jantung. Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan atrial fibrilasi dibagi berdasarkan:
Kelainan Jantung yang berhubungan dengan AF :
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Kardiomiopati Dilatasi
c. Kardiomiopati Hipertrofik
d. Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik
e. Aritmia Jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus
syndrome.
f. Perikarditis
Kelainan di luar Jantung yang berhubungan dengan AF :
a. Diabetes militus
b. Hipertiroidisme
c. Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal primer, emboli paru
akut.
d. Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien sensitif melalui
peninggian tonus vagal atau adrenergik.
(Ameican Heart Association)
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya FA masih belum sepenuhnya dipahami dan
dipercaya bersifat multifaktorial. Dua konsep yang banyak dianut tentang mekanisme FA adalah
1) adanya faktor pemicu (trigger); dan 2) faktor-faktor yang melanggengkan. Pada pasien dengan
FA yang sering kambuh tetapi masih dapat konversi secara spontan, mekanisme utama yang
mendasari biasanya karena adanya faktor pemicu (trigger) FA, sedangkan pada pasien FA yang
tidak dapat konversi secara spontan biasanya didominasi adanya faktor-faktor yang
melanggengkan.
Perubahan patofisiologis yang mendahului terjadinya FA
13
Berbagai jenis penyakit jantung struktural dapat memicu remodelling yang perlahan
tetapi progresif baik di ventrikel maupun atrium. Proses remodelling yang terjadi di atrium
ditandai dengan proliferasi dan diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas yang dapat
meningkatkan deposisi jaringan ikat dan fibrosis di atrium. Proses remodelling atrium
menyebabkan gangguan elektris antara serabut otot dan serabut konduksi di atrium, serta menjadi
faktor pemicu sekaligus faktor yang melanggengkan terjadinya FA. Substrat elektroanatomis ini
memfasilitasi terjadinya sirkuit reentri yang akan melanggengkan terjadinya aritmia.
Sistem saraf simpatis maupun parasimpatis di dalam jantung juga memiliki peran yang
penting dalam patofisiologi FA, yaitu melalui peningkatan Ca2+ intraselular oleh sistem saraf
simpatis dan pemendekan periode refrakter efektif atrium oleh sistem saraf parasimpatis
(vagal).10 Stimulasi pleksus ganglionik akan memudahkan terangsangnya FA melalui vena
pulmoner (VP), sehingga pleksus ganglionik dapat dipertimbangkan sebagai salah satu target
ablasi. Namun, manfaat ablasi pleksus ganglionik sampai sekarang masih belum jelas. Setelah
munculnya FA, perubahan sifat elektrofisiologis atrium, fungsi mekanis, dan ultra struktur
atrium terjadi pada rentang waktu dan dengan konsekuensi patofisiologis yang berbeda. Sebuah
studi melaporkan terjadinya pemendekan periode refrakter efektif atrium pada hari-hari pertama
terjadinya FA.12 Proses remodelling elektrikal memberikan kontribusi terhadap peningkatan
stabilitas FA selama hari-hari pertama setelah onset. Mekanisme selular utama yang mendasari
pemendekan periode refrakter adalah penurunan (downregulation) arus masuk kalsium (melalui
kanal tipe-L) dan peningkatan (up-regulation) arus masuk kalium. Beberapa hari setelah kembali
ke irama sinus, maka periode refrakter atrium akan kembali normal.
Gangguan fungsi kontraksi atrium juga terjadi pada beberapa hari setelah terjadinya FA.
Mekanisme yang mendasari gangguan ini adalah penurunan arus masuk kalsium, hambatan
pelepasan kalsium intraselular dan perubahan pada energetika miofibril.
Mekanisme elektrofisiologis
Awitan dan keberlangsungan takiaritmia membutuhkan adanya pemicu (trigger) dan
substrat. Atas dasar itu, mekanisme elektrofisiologis FA dapat dibedakan menjadi mekanisme
fokal karena adanya pemicu dan mekanisme reentri mikro (multiple wavelet hypothesis) karena
adanya substrat (gambar 1). Meskipun demikian, keberadaan kedua hal ini dapat berdiri sendiri
atau muncul bersamaan.
Mekanisme fokal
Mekanisme fokal adalah mekanisme FA dengan pemicu dari daerah-daerah tertentu,
yakni 72% di VP dan sisanya (28%) bervariasi dari vena kava superior (37%), dinding posterior
atrium kiri (38,3%), krista terminalis (3,7%), sinus koronarius (1,4%), ligamentum Marshall
(8,2%), dan septum interatrium. Mekanisme seluler dari aktivitas fokal mungkin melibatkan
mekanisme triggered activity dan reentri. Vena pulmoner memiliki potensi yang kuat untuk
14
memulai dan melanggengkan takiaritmia atrium, karena VP memiliki periode refrakter yang
lebih pendek serta adanya perubahan drastis orientasi serat miosit.
Pada pasien dengan FA paroksismal, intervensi ablasi di daerah pemicu yang memiliki
frekuensi tinggi dan dominan (umumnya berada pada atau dekat dengan batas antara VP dan
atrium kiri) akan menghasilkan pelambatan frekuensi FA secara progresif dan selanjutnya terjadi
konversi menjadi irama sinus. Sedangkan pada pasien dengan FA persisten, daerah yang
memiliki frekuensi tinggi dan dominan tersebar di seluruh atrium, sehingga lebih sulit untuk
melakukan tindakan ablasi atau konversi ke irama sinus.
Mekanisme reentri mikro (multiple wavelet hypothesis)
Dalam mekanisme reentri mikro, FA dilanggengkan oleh adanya konduksi beberapa
wavelet independen secara kontinu yang menyebar melalui otot-otot atrium dengan cara yang
kacau. Hipotesis ini pertama kali dikemukakan oleh Moe yang menyatakan bahwa FA
dilanggengkan oleh banyaknya wavelet yang tersebar secara acak dan saling bertabrakan satu
sama lain dan kemudian padam, atau terbagi menjadi banyak wavelet lain yang terus-menerus
merangsang atrium. Oleh karenanya, sirkuit reentri ini tidak stabil, beberapa menghilang,
sedangkan yang lain tumbuh lagi. Sirkuit-sirkuit ini memiliki panjang siklus yang bervariasi tapi
pendek. Diperlukan setidaknya 4-6 wavelet mandiri untuk melanggengkan FA.
15
itu pada pasien yang mengalami FA paroksismal dapat berkembang menjadi FA persisten atau
permanen.
Predisposisi genetik
Fibrilasi atrium memiliki komponen herediter, terutama FA awitan dini.16 Selama
beberapa tahun terakhir, banyak sindrom jantung bawaan terkait dengan FA telah diidentifikasi.
Sindrom QT pendek dan QT panjang, serta sindrom Brugada berhubungan dengan
supraventrikular aritmia, termasuk FA.17 Fibrilasi atrium juga sering terjadi pada berbagai
kondisi yang diturunkan (inherited), termasuk kardiomiopati hipertrofi, dan hipertrofi ventikel
kiri abnormal yang terkait dengan mutasi pada gen PRKAG. Bentuk herediter lain dari FA
berhubungan dengan mutasi pada gen yang mengode peptida atrial natriuretik,18 mutasi loss-of-
function pada gen kanal natrium SCN5A,19 atau gain-of-function pada gen kanal kalium. Selain
itu, beberapa lokus genetik yang dekat dengan gen PITX2 dan ZFHX3 berhubungan dengan FA
dan stroke kardioembolik.
Konsekuensi klinis FA
Konduksi atrioventrikular
Pada pasien FA dengan sistem konduksi yang normal (tidak adanya jaras tambahan
maupun disfungsi serabut His-Purkinje), nodus atrioventrikular (NAV) berfungsi sebagai
filter untuk mencegah laju ventrikel yang berlebihan. Mekanisme utama yang membatasi
konduksi atrioventrikular adalah periode refrakter intrinsik dari NAV dan konduksi
tersembunyi (concealed). Pada konduksi tersembunyi, impuls listrik yang mencapai NAV
mungkin tidak diteruskan ke ventrikel, tetapi dapat mengubah periode refrakter NAV
sehingga dapat memperlambat atau menghambat denyut atrium berikutnya. Fluktuasi tonus
simpatis dan parasimpatis menyebabkan perubahan kecepatan konduksi impuls listrik
melalui NAV. Hal ini menimbulkan variabilitas laju ventrikel selama siklus diurnal atau saat
latihan. Laju ventrikel dengan variabilitas yang tinggi ini secara terapeutik sering menjadi
tantangan sendiri. Digitalis, yang berefek memperlambat laju ventrikel dengan
meningkatkan tonus parasimpatis, merupakan terapi yang efektif untuk mengendalikan laju
jantung saat istirahat, tetapi kurang efektif saat aktifitas. Penghambat reseptor beta dan
antagonis kanal kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperlambat laju ventrikel
baik saat istirahat maupun saat latihan.
Pada pasien FA dengan sindrom preeksitasi (sindrom WolffParkinson-White/WPW)
16
Perubahan hemodinamik
Faktor yang mempengaruhi fungsi hemodinamik pada pasien FA meliputi hilangnya
kontraksi atrium yang terkoordinasi, tingginya laju ventrikel, ketidakteraturan respon
ventrikel, penurunan aliran darah miokard, serta perubahan jangka panjang seperti
kardiomiopati atrium dan ventrikel. Hilangnya fungsi koordinasi mekanikal atrium secara
akut pada saat terjadinya FA dapat mengurangi curah jantung sampai dengan 5-30%.22 Efek
ini terlihat lebih jelas pada pasien dengan penurunan daya regang (compliance) ventrikel
oleh karena pada pasien ini kontraksi atrium memberi kontribusi besar dalam pengisian
ventrikel. Laju ventrikel yang cepat mengurangi pengisian ventrikel karena pendeknya
interval diastolik. Laju ventrikel yang cepat (>120 – 130 kali per menit) dapat
mengakibatkan terjadinya takikardiomiopati ventrikel bila berlangsung lama.23
Pengurangan laju jantung dapat menormalkan kembali fungsi ventrikel dan mencegah
dilatasi lebih lanjut.
Tromboemboli
Risiko stroke dan emboli sistemik pada pasien dengan FA didasari sejumlah
mekanisme patofisiologis, yaitu 1) abnormalitas aliran darah, 2) abnormalitas endokard, dan
3) unsur darah. Abnormalitas aliran darah ditandai dengan stasis aliran darah di atrium kiri
akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran pada aurikel atrium kiri (AAK) yang dapat
terlihat sebagai spontaneous echo-contrast pada ekokardiografi. Pada FA non-valvular, AAK
merupakan sumber emboli yang utama (>90%). Abnormalitas endokard terdiri dari dilatasi
atrium yang progresif, denudasi endokard, dan infiltrasi fibroelastik.
a. FA dimulai dari pasien yang mengalami faktor resiko sel cedera/hipertrofi khususnya
di otot atrium (hipertensi atau penuaan) remodelling (sel otot diganti fibrosis (jaringan
ikat)) (jaringan ikat tidak bisa menghantarkan listrik) penjalaran serabut konduksi ke
17
kontraktil terhambat penurunan Ca 2+ jalur plateu memendek memendekan
periode refrakter(membuat jantung terisi dengan sempurna) kekacauan di atrium.
b. Proses remodelling fibroblast poliferasi gangguan serabut otot konduksi dan
kontaksi terbentuk accessory pathway (jalur tambahan) siklus reentry refrakter
yg absolut, refrakter memendek aritmia
c. Hipertensi lama gagal jantung(ventrikel bekerja terus-menerus, ventrikel hipertrofi)
pasokan O2 tetap iskemik relatif kontraktilitas yang menurun mekanisme
frank starling (semakin meregang, tinggi kontraksinya) ictus sedikit bergeser
jantung payah gagal memompa curah jantung yang memadai curah jantung turun
TD turun penurunan baroreseptor impuls ke otak menurun aktivitas simpatis
naik, parasimpatis turun berikatan dengan NE membran istirahat lebih positif
self exitation aritmia
d. (Reentry fokal hanya pada satu tempat, Reentenry multple wavefelt terdapat di beberapa
tempat)
Reentry yang dapat mengganggu kerja atrium, yang menyebabkan darah yang masuk ke
ventrikel lebih sedikit stroke volume sedikit cardiac output turun saraf simpatis
terangangsang untuk meningkatkan denyut jantung berhubungan daengan reseptor
beta 1 adrenergik.
e. Ventrikel kiri berdilatasi jantung paru sesak napas dan rhonki basah
f. Iskemik relatif penurunan kontraktilitas memicu plasminogen activastion inhibitor
1 plasminogen diubah jadi plasmin dibantu MMP sel endotel remodelling
semakin tebal inflamasi trombus abnormalitas darah dan. sel otot jantung
dilatasi progresif infiltrasi matriks ekstraseluler jalan tambahan
g. Reentry dipengaruhi 3 hal kecepatan induksi, periode refrakter, besarnya ruang atrium.
h. Trombus menyumbat PD di otak stroke
18
2) Tanda vital
a) Denyut nadi : iregular cepat (110-140x/menit)
3) Kepala dan leher
a) Eksoftalmus (Etiologi : Hipertiroidisme)
b) Pembesaran tiroid (Etiologi : Hipertiroidisme)
c) Sianosis
d) Peningkatan JVP (Jugular Vein Pressure)
e) Bruit arteri karotis (Komorbiditas penyakit jantung koroner)
4) Paru
a) Mengi (Etiologi : penyakit paru kronik PPOK, asma)
b) Pemanjangan ekspirasi (Etiologi : penyakit paru PPOK, asma)
5) Jantung
a) Pergeseran punctum maximum (Indikasi : pembesaran ventrikel dan peningkatan
tekanan ventrikel kiri)
b) Bunyi jantung tambahan-S3 (Indikasi : pembesaran ventrikel dan peningkatan
tekanan ventrikel kiri)
c) Bunyi II (P2) mengeras (Indikasi : hipertensi pulmonal)
d) Pulsus defisit (terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju
jantung)
6) Abdomen
a) Asites (Indikasi : gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik)
b) Hepatomegali (Indikasi : gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik)
c) Kapsul hepar teraba mengencang (Indikasi : gagal jantung kanan atau penyakit hati
intrinsik)
d) Nyeri kuadran kiri atas (Etiologi : Infark limpa akibat embolisasi perifer)
7) Ekstremitas bawah
a) Sianosis
b) Edema
c) Ekstremitas dingin (Indikasi : embolisasi perifer)
d) Melemahnya nadi perifer (Indikasi : penyakit arterial perifer atau curah jantung
menurun)
8) Neurologis
a) Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular
terkadang dapat ditemukan pada pasien FA.
b) Peningkatan refleks (Etiologi : hipertiroidisme)
19
a. Anamnesis
Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga syok
kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50% episode FA tidak
menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin
dikeluhkan pasien antara lain:
1) Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang, gemuruh
guntur, atau kecipak ikan di dalam dada
2) Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
3) Presinkop atau sinkop
4) Kelemahan umum, pusing
5) Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik, kardiomiopati yang
diinduksi oleh takikardia, dan tromboembolisme sistemik. Penilaian awal dari pasien
dengan FA yang baru pertama kali terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas
hemodinamik dari pasien.
Pertanyaan yang relevan untuk ditanyakan pada pasien yang dicurigai atau diketahui FA:
1) Apakah irama jantung saat episode serangan terasa teratur atau tidak teratur ?
2) Apakah terdapat faktor pencetus seperti aktivitas fisik, emosi atau asupan alkohol ?
3) Apakah gejala selama episode terasa sedang atau berat? (derajat keparahan dapat
diekspresikan dengan menggunakan skor EHRA)
4) Apakah episode yang dirasakan sering atau jarang, dan apakah singkat atau cukup lama
?
5) Apakah terdapat riwayat penyakit penyerta seperti: hipertensi, penyakit jantung koroner,
gagal jantung, penyakit vaskular perifer, penyakit serebrovaskular, stroke, diabetes atau
penyakit paru kronik ?
6) Apakah ada riwayat penyalahgunaan alkohol ?
7) Apakah ada riwayat keluarga dengan FA ?
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan ABC
20
2) Tanda vital
b) Denyut nadi : iregular cepat (110-140x/menit)
3) Kepala dan leher
f) Eksoftalmus (Etiologi : Hipertiroidisme)
g) Pembesaran tiroid (Etiologi : Hipertiroidisme)
h) Sianosis
i) Peningkatan JVP (Jugular Vein Pressure)
j) Bruit arteri karotis (Komorbiditas penyakit jantung koroner)
4) Paru
c) Mengi (Etiologi : penyakit paru kronik PPOK, asma)
d) Pemanjangan ekspirasi (Etiologi : penyakit paru PPOK, asma)
5) Jantung
e) Pergeseran punctum maximum (Indikasi : pembesaran ventrikel dan peningkatan
tekanan ventrikel kiri)
f) Bunyi jantung tambahan-S3 (Indikasi : pembesaran ventrikel dan peningkatan
tekanan ventrikel kiri)
g) Bunyi II (P2) mengeras (Indikasi : hipertensi pulmonal)
h) Pulsus defisit (terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju
jantung)
6) Abdomen
e) Asites (Indikasi : gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik)
f) Hepatomegali (Indikasi : gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik)
g) Kapsul hepar teraba mengencang (Indikasi : gagal jantung kanan atau penyakit hati
intrinsik)
h) Nyeri kuadran kiri atas (Etiologi : Infark limpa akibat embolisasi perifer)
7) Ekstremitas bawah
e) Sianosis
f) Edema
g) Ekstremitas dingin (Indikasi : embolisasi perifer)
h) Melemahnya nadi perifer (Indikasi : penyakit arterial perifer atau curah jantung
menurun)
8) Neurologis
c) Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular
terkadang dapat ditemukan pada pasien FA.
d) Peningkatan refleks (Etiologi : hipertiroidisme)
c. Pemeriksaan Penunjang
21
Utama :
1) Elektrokardiogram (EKG)
a) Laju ventrikel bersifat ireguler
b) Tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan gelombang F ireguler dan acak,
diikuti kompleks QRS yang ireguler pula
c) Laju jantung berkisar 110-140x/menit
d) Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) setelah siklus
interval R-R panjang-pendek (fenomena Ashman)
e) Preeksitasi
f) Hipertrofi ventrikel kiri
g) Blok berkas cabang
h) Tanda infark akut/lama
2) Foto Thoraks
a) Biasanya normal
b) Tanda-tanda parologi parenkim atau vaskular paru (mis. emboli paru, pneumonia)
Tambahan :
3) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap (anemia, infeksi)
b) Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal)
c) Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai pencetus
FA)
d) Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi dengan
FA. Level plasma dari peptida natriuretik tersebut meningkat pada pasien dengan
FA paroksismal maupun persisten, dan menurun kembali dengan cepat setelah
restorasi irama sinus.
e) D-dimer (bila pasien memiliki risiko emboli paru)
f) Fungsi tiroid (tirotoksikosis)
g) Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas)
h) Uji toksikologi atau level etanol
4) Ekokardiografi
a) Ekokardiografi transtorakal (ETT) terutama bermanfaat untuk :
Evaluasi penyakit jantung katup
Evaluasi ukuran atrium, ventrikel dan dimensi dinding
Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi trombus ventrikel
Estimasi tekanan sistolik paru (hipertensi pulmonal)
Evaluasi penyakit perikardial
22
b) Ekokardiografi transesofageal (ETE) terutama bermanfaat untuk :
• Trombus atrium kiri (terutama di AAK)
• Memandu kardioversi (bila terlihat trombus, kardioversi harus ditunda)
5) Computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI)
Pada pasien dengan hasil D-dimer positif, CT angiografi mungkin diperlukan untuk
menyingkirkan emboli paru. Teknologi 3 dimensi seperti CT scan atau MRI seringkali
berguna untuk mengevaluasi anatomi atrium bila direncanakan ablasi FA. Data
pencitraan dapat diproses untuk menciptakan peta anatomis dari atrium kiri dan VP.
6) Monitor Holter atau event recording
Monitor Holter dan event recording dapat berguna untuk menegakkan diagnosis FA
paroksismal, dimana pada saat presentasi, FA tidak terekam pada EKG. Selain itu, alat
ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi dosis obat dalam kendali laju atau kendali
irama.
7) Studi Elektrofisiologi
Studi elektrofisiologi dapat membantu mengidentifikasi mekanisme takikardia QRS
lebar, aritmia predisposisi, atau penentuan situs ablasi kuratif.
23
adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi
sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan
irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion).
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah
adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis
antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi
mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta
cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah
pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses
pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.
Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai
puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas
100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi
(bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama
kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2
ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di
dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi
dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat
menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan
darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis
kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
1. Digitalis
24
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih
efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang
abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan
pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut
jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi
kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas
jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler
melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan
irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi
menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan
pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat
logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR
(nodus sinus rhythm).
3. Operatif
25
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan
sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam
pembuluh darah utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung
kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi
pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi
untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di
jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsional : bonam
26
12. Komplikasi atrial fibrilasi
a. Stroke.
Ritme detak jantung yang tidak beraturan ketika terjadinya fibrilasi atrium akan
mengakibatkan darah untuk menumpuk dalam atrium jantung dan membentuk gumpalan
beku. Gumpalan darah yang membeku akan menghalau aliran darah untuk melewati darah
dan mengalir ke otak. Adanya penghambatan pada aliran darah akan mengakibatkan stroke.
Risiko untuk terkena stroke yang disebabkan oleh fibrilasi atrium tergantung oleh umur
(individu yang berumur tua mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena stroke) dan
tergantung apabila anda memiliki penyaki lain seperti tekanan darah yang tinggi, diabetes,
gagal jantung, atau stroke yang diderita pada waktu lampau.
Obat seperti pengencer darah dapat secara signifikan mengurangi risiko untuk terkena
stroke atau kerusakan organ yang disebakan karena pembekuan darah.
Seorang pasien dengan fibrilasi atrium dua kali lebih mungkin mengembangkan stroke
dibandingkan dengan orang lain. 5% pasien dengan atrial fibrilasi mendapatkan stroke setiap
tahun. Risikonya semakin besar, semakin tua pasiennya. Faktor-faktor berikut meningkatkan
risiko stroke bahkan lebih untuk pasien dengan atrial fibrilasi:
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Diabetes
Gagal jantung
Riwayat pembekuan darah (embolisme)
Stroke bisa parah dan dapat menyebabkan kelumpuhan bagian tubuh, masalah bicara, dan
bahkan kematian.
b. Gagal jantung.
Fibrilasi atrium, apabila tidak dikontrol, akan melemahkan kinerja jantung dan akan
berdampak pada gagal jantung, kondisi di mana jantung tidak mampu mensirkulasikan darah
yang mencukupi kebutuhan tubuh. Gagal jantung adalah ketika jantung tidak memompa
darah ke seluruh tubuh secara efisien atau semestinya. Sisi kiri pasien, sisi kanan, atau
bahkan kedua sisi tubuh dapat terpengaruh.
c. Penyakit Alzheimer
Ada hubungan kuat antara fibrilasi atrium dan perkembangan penyakit Alzheimer,
menurut para peneliti di Peneliti di Intermountain Medical Center di Salt Lake City.
27
c. Tidak merokok
d. Menghindari makanan makanan berlipid
e. Tidak mengkonsumsi alkohol
Dzikir dalam Al Qur’an dijelaskan sebagai penenang hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : (yaitu) orang-orang yang beriman serta hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, cuma dengan mengingat Allah hati jadi tenteram.(QS. Ar Ra’du :
28).
Beberapa peneliti menemukan, stres kronis menyebabkan produksi sel darah putih terlalu
berlebih. Sel darah putih yang berlebihan ini lalu mengumpul pada dinding sisi dalam arteri,
membatasi aliran darah, serta mendorong pembentukan bekuan yang menghalangi sirkulasi,
atau jadi pecah serta menebar ke sisi badan yang lain.
Saat berdzikir, ia menetralkan kemelut yang dihadapi oleh pelakunya, hingga keadaan
kejiwaannya jadi stabil serta enjoy. Pada orang yang keadaannya tak tegang, dzikir makin
mendamaikan hatinya. Waktu keadaan badan tenang serta damai, produksi sel serta sel darah
putih jalan secara normal. Tak kurang, juga tak terlalu berlebih/surplus. Dengan hal tersebut,
tak ada jaringan ikat yang terganggu, juga tak muncul rusaknya plak.
Keadaan jiwa yang tenang dengan dzikir membuat fisik menjadi tenang, termasuk juga
denyut jantung, denyut nadi serta peredaran darah. Denyut jantung, denyut nadi serta peredaran
darah yang normal relatif bikin badan lebih terbangun serta system kekebalan badan lebih
efisien bekerja. Imunitas jadi lebih kuat.
Jadi, dzikir relatif dapat melindungi seorang dari penyakit yang disebabkan oleh depresi
terutama penyakit jantung serta stroke.
28
nanurunep
lairta
wolf
seiticolev
n akb ab eyn em n ak a irik muirt a id h ar ad n aril a sis ats
h ar ad n aril a s atil amronbA
irik muirt a dp n aril a n at ap ec ek n anurun ep
fis ergorp gy muirt a is at alid KITOBMORTITNA
k ite
1- at eb igr en erdA rotp es eR sit apmis rotp es eror aB nurun em kim anidom eH n ah abur eP r alukirtn evoirtA iskudnoK k adit n ah abm at s ar aj
ps ide
is iso neg
n at abm alr ep im al agn em
rp
u atn apid ir etr a id 2OP
29
gnusgnalreb
k ad iT rotp es erom ek h elo
dht n arbm em s atilib a emr eP amal sit apmis sunot is autkulF
fisnops er r efir ep is anidrookr et gy muirt a isk artnok ayngn aliH -
ki an K & aN noi l ekirtn ev uj al ayniggniT - sit apmis ar ap n ad l ekirtn ev uj aL
BAB VII
l aisn etop n at ap ec ek n at akgnin eP k adit kitit i ap acn eM l ekirtn ev n ad muirt a gnutn aj h aruc n at ap ec ek n ah abur eP
i alin ujun em kilots aid n arbm em ap mo m e m t ap ad ig a l l akin ak em is anidrook isgnuf ayngn alih - nurun em kirtsil slupmi iskudnok mordnis AF
gn ab m a pucnuk es emulov r aul ek AF t a as tuk a ar ac es muirt a %03-5 VA sudon iul al em is atisk e- erp
l amron
)VRK & DRK( alud em id
Pemeriksaan Fisik:
Kepala dan Leher : JVP +1 cmH2O (rendah), goitter (-) exopthalmus (-) bruit karotis (-)
Jantung : ictus cordis tidak tampak, teraba di SIC V 1 cm lateral mid clavularis sinistra
(kardiomegali), S1S2 irreguler , murmur tidak dapat dievaluasi, gallop (-)
Paru : vesikuler, sonor, wheezing (-/-), ronkhi (-/-) (dbn)
Abdomen : supel , nyeri tekan (-) (dbn)
Extremitas : akral hangat, edema (-) (dbn)
EKG:
30
- Rapid Ventricle Response (denyut nadi > 100 kali)
- P waves digantikan oleh F ‘Flutter’ Wave yang chaos
- Irregular R waves
Assessment 1
WDx: Fibrilasi Atrium
DDx: Multifocal atrial tachycardia (MAT), Frequent premature atrial contraction (PAC), Atrial
Flutter
Planning 1
1. EKG (gelombang P tidak jelas, irama irreguler)
2. Rontgen Thoraks
3. Laboratorium darah
4. Holter:
Diagnosis FA paroksismal, dimana pada saat presentasi, FA tidak terekam pada
EKG
Evaluasi dosis obat dalam kendali laju atau kendali irama
5. Studi Elektrofisiologi:
Identifikasi mekanisme takikardia QRS lebar, aritmia predisposisi, atau
penentuan situs ablasi kuratif.
Assessment 2
Fibrilasi atrium
Planning 2
Planning Monitoring
Kesadaran, ABCDE, EKG
Planning KIE
Mengenali tanda dan gejala secara mandiri
Tindakan yang harus dilakukan
Tata Laksana Farmakologis
Untuk kondisi akut:
1. Hemodinamik stabil
2. ABC, Bedrest, O2, IV FD
3. Skor Resiko Pendarahan
Tanpa terapi anti trombotik
4. Kendali laju jantung
31
Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam sampai 1,5 mg. Atau
Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv dalam 10 menit, dilanjutkan 0,35 mg/kgBB iv.
Atau
Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus dalam 2 menit sampai 3 kali dosis. Atau
Amiodaron 5 mg/kgBB dalam satu jam pertama, dilanjutkan 1 mg/ menit dalam 6
jam, kemudian 0,5 mg/ menit dalam 18 jam via vena besar. Atau
Verapamil 0,075-0,15 mg/kgBB dalam 2 menit.
5. Kendali Irama Jantung
Tatalaksana Jangka Panjang
Strategi kontrol irama (Dianoderon, Amodaron)
Tata Laksana Non-Farmako
a. Mengenali tanda dan gejala secara mandiri (mengajarkan menghitung nadi
ireguler/reguler, mengukur tekanan darah, mengeluh berdebar, rasa melayang seperti akan
pingsan)
b. Tindakan yang harus dilakukan (Tahapan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda
dan gejala: istirahat, minum obat yang dianjurkan, ketika keluhan tidak hilang harus
segera ke pelayanan kesehatan terdekat)
c. Tindakan lanjut/terapi definitif: Untuk menghilangkan penyakit (tentang terapi:
radiofrekuensi ablasi)
Penutupan aurikula
Planning Follow-up : EKG
32
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. “Atrial Fibrillation (for Professionals)”., Inc. 2008-12-04. Archived
from the original on 2009-03-28.
Bender JR, Russell KS, Rosenfeld LE, et al. 2011. Oxford American Handbook of Cardiology.
Oxford University Press: New York
Ismudiati L. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
PERKI. 2014. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.
Robbins SL, Cotran R, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta : EGC.
Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam III Edisi V. Jakarta :
Internal Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
33