Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 1


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 2
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 3
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
MATERIAL KAPAL KECIL ................................................................................. 4
2.1 Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) ............................................................. 4
2.2 Komposit ....................................................................................................... 6
2.3 Kayu ......................................................................................................... 8
2.4 Aluminium..................................................................................................... 9
BAB III.................................................................................................................. 12
REGULASI ........................................................................................................... 12
3.1 Regulasi Pada Kapal FRP ............................................................................ 12
3.2 Regulasi Pada Kapal Komposit ................................................................... 13
3.3 Regulasi Pada Kapal Kayu .......................................................................... 13
3.4 Regulasi Pada Kapal Aluminium ................................................................ 15
BAB IV ................................................................................................................. 16
PROSES PEMBUATAN ...................................................................................... 16
4.1 Proses Pembuatan Kapal Alumunium ......................................................... 16
4.2 Pembuatan Kapal Fiber ............................................................................... 18
4.3 Proses Pembuatan Kapal Kayu ................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bentuk fisik Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) dalam panel. ........ 4
Gambar 2.2 Kapal dengan bahan FRP. ................................................................... 5
Gambar 2.3 Bentuk fisik material komposit. .......................................................... 6
Gambar 2.4 KRI Klewang merupakan salah satu kapal di Indonesia yang
menggunakan bahan komposit. ............................................................................... 7
Gambar 2.5 Terbakarnya KRI Klewang. ................................................................ 8
Gambar 2.6 Kapal dengan bahan kayu. .................................................................. 9
Gambar 2.7 Kapal dengan bahan aluminium. ....................................................... 10
Gambar 3.1 Sampul rules BKI terkait kapal FRP................................................. 12
Gambar 3.2 Tampilan aturan dari BKI mengenai kapal komposit. ...................... 13
Gambar 3.3 Peraturan untuk kapal kayu dari BKI. ............................................... 14
Gambar 3.4 Contoh sambungan yang tidak sesuai dengan haluan. ...................... 15
Gambar 3.5 Peraturan kapal aluminium dari DNV. .............................................. 15
Gambar 4.1 Alur Pembuatan Kapal Aluminium ................................................... 16
Gambar 4.2 Pembuatan Cetakan ........................................................................... 18
Gambar 4.3 Proses Pengerjaan Lapisan ................................................................ 20
Gambar 4.4 Frame pada kapal fiber .................................................................... 21
Gambar 4.5 Proses pemasangan deck dan outfiting.............................................. 21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berkembangnya teknologi kebutuhan akan inovasi dan
pembaruan dalam material kapal sangat bertambah dan terus berkembang.
Terutama pada kapal-kapal kecil yang umumnya lebih mudah dikembangkan
dari segi material. Pada saat ini banyak ditemui berbagai jenis dan penggunaan
kapal kecil dalam berbagai sektor seperti perikanan hingga sektor pariwisata.
Dan karena kebutuhan yang terus berkembang itulah banyak dijumpai kapal
kecil dengan berbagai material pembuatnnya. Ada berbagai material yang
umum dijumpai pada kapal kecil seperti material Fiberglass Reinforced
Plastic (FRP) yang biasa dijumpai pada kapal-kapal kecil di sektor pariwisata,
ada juga kapal dengan material kayu yang biasa dijumpai pada kapal-kapal
dalam sektor perikanan, selain itu ada juga kapal dengan material komposit.
Oleh karena itu, dengan terus berkembangnya teknologi dan inovasi
material pada kapal kecil, mahasiswa yang terutama mengambil matakuliah
Perancangan Kapal Kecil diharapkan dapat mengetahui berbagai
perkembangan material-material yang digunakan untuk membangun kapal
kecil. Selain itu dengan pengetahuan yang didapatkan saat ini diharapkan hal
itu dapat digunakan pada saat mahasiswa sudah memasuki dunia kerja kelak.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tulisan ini adalah yang pertama untuk memenuhi
tugas matakuliah Perancangan Kapal Kecil, selain itu dibuatnya tulisan ini
juga untuk menambah pengetahuan mahasiswa yang mengambil matakuliah
Perancangan Kapal Kecil dalam material-material yang dapat digunakan untuk
membangun kapal kecil. Dalam hal ini diharapkan pengetahuan yang
didapatkan saat ini diharapkan hal itu dapat digunakan pada saat mahasiswa
sudah memasuki dunia kerja kelak
BAB II

MATERIAL KAPAL KECIL

2.1 Fiberglass Reinforced Plastic (FRP)


Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) adalah material Kapal yang
terdiri dari bahan polyester resin dan bahan serat fiberglass (rfi-marine.com,
2018). Pada saat ini kapal dengan bahan FRP memiliki tempat tersendiri
dalam industri perkapalan, material ini umumnya digunakan pada kapal-kapal
cepat dan kecil. Memang pada saat sebelum adanya penggunaan FRP sebagai
material pada kapal kecil, tentu penggunaan kayu sangat sering dijumpai
dalam pembangunan kapal kecil. Namun seiring dengan langkanya kayu dan
banyaknya kerusakan hutan yang terjadi, maka material ini mampu menjadi
material alternatif dalam pembangunan kapal kecil.

Gambar 2.1 Bentuk fisik Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) dalam panel.
Sumber : panelcenter.com

Bahkan hingga saat ini material FRP masih menjadi alternatif dalam
pembuatan kapal di Indonesia, hal ini terlihat dari banyaknya kapal ikan
berbahan FRP pesanan KKP pada tahun 2016 (Marzuki, 2016). Banyak
keunggulan atau kelebihan serta keuntungan yang bisa diperoleh jika sebuah
kapal dibangun menggunakan material FRP. Kelebihan kapal yang terbuat
dari bahan FRP jika dibandingkan dengan kapal yang terbuat dari kayu antara
lain, bahan fiberglass lebih tahan terhadap proses pelapukan sehingga usia
atau masa pakai kapal dari bahan FRP tentu lebih lama, selain itu perawatan
kapal FRP juga lebih mudah dan lebih minim. Jangka waktu pembuatan kapal
dari FRP lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan kapal
kayu. Selain itu, dengan ketebalan yang sama, kapal yang terbuat dari bahan
FRP memiliki kekuatan yang lebih dibandingkan dengan kapal yang terbuat
dari kayu. Selain itu bobot kapal yang dibuat dari bahan FRP jelas lebih
ringan namun cukup kuat, sehingga kerja dari motor atau mesin penggerak
baling baling pendorong atau kipas dapat bekerja secara maksimal
(produkfiber.com, 2013).

Gambar 2.2 Kapal dengan bahan FRP.


Sumber : dosenkapal.com

Namun, kekuatan konstruksi lambung kapal FRP sering menjadi


penyebab terjadinya kecelakaan di laut. Hasil survey di beberapa galangan
kapal FRP pada tahun 2009 menunjukkan bahwa, desain konstruksi dan
proses laminasi lambung kapal FRP umumnya tidak mengacu pada
persyaratan kelas, sehingga kekuatan konstruksinya sulit dijamin. Selain itu,
galangan kapal tidak memiliki standar engineering mengenai penggunaan
material atau bahan, komposisi dan prosedur laminasi yang dapat memenuhi
persyaratan kelas (Ma’ruf, 2011).
2.2 Komposit
Menurut Royal Society of Chemistry, material komposit adalah
material yang dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih material, dimana
material tersebut sering kali memiliki sifat yang berbeda. Kemudian kedua
material tersebut saling bekerja untuk memberikan sifat komposit. Dalam
material komposit, material-material tersebut akan lebih mudah dibedakan
karena mereka merupakan material yang berbeda yang tidak larut atau berbaur
satu sama lain. Pada dasarnya FRP yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya juga merupakan salah satu jenis material komposit yang
merupakan komposit sintetis. Namun dalam hal ini penggunaan FRP memiliki
ruang tersendiri dalam industri perkapalan, sehingga dalam pembahasannya
dibedakan. Selain komposit yang sifatnya sintetis, juga ada komposit yang
sifatnya alami atau natural composites. Komposit alami tersebut terkandung
dalam hewan dan tumbuhan, salah satu komposit yang dapat ditemui adalah
komposit yang ada pada kapas yang terdiri dari selulosa dan lignin (rsc.org,
2017).

Gambar 2.3 Bentuk fisik material komposit.


Sumber : wikipedia.id
Penggunaan komposit pada pembuatan kapal merupakan salah satu
bahan alternatif yang dapt digunakan hingga sekarang. Dalam hal ini
penggunaan komposit sebagai bahan pembuatan kapal bukanlah tanpa dasar,
tentu penggunaan komposit ini memiliki tujuan yaitu, yang pertama adalah
untuk memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu, kemudian
penggunaan komposit juga dapat mempermudah design yang sulit pada
manufaktur, selain itu komposit juga memberikan kemudahan dalam hal
keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya. Dan yang
paling penting juga adalah penggunaan komposit pada kapal dapat menjadikan
kapal lebih ringan.
Salah satu kapal di Indonesia yang menggunakan material komposit
adalah KRI Klewang. Kapal siluman ini adalah kapal yang menggunakan
bahan komposit berupa serat karbon. Tidak hanya itu, pengembangan
komposit tidak berhenti disitu, terdapat pengembangan komposit untuk
material kapal seperti penggunaan serat kulit rotan yang dapat memberikan
alternatif lain dan mengurangi penggunaan serat sintetis yang dimana dalam
hal ini masih impor (Jokosisworo, 2009).

Gambar 2.4 KRI Klewang merupakan salah satu kapal di Indonesia yang
menggunakan bahan komposit.
Sumber : militermeter.com
Bahan komposit mempunyai beberapa kelebihan berbanding dengan
bahan konvensional seperti logam. Bahan komposit mempunyai density yang
jauh lebih rendah berbanding dengan bahan konvensional. Ini memberikan
implikasi yang penting dalam konteks penggunaan karena komposit akan
mempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi dari bahan
konvensional. Implikasi kedua ialah produk komposit yang dihasilkan akan
mempunyai kerut yang lebih rendah dari logam. Pengurangan berat adalah
satu aspek yang penting dalam industri pembuatan seperti automobile dan
angkasa lepas. Ini karena berhubungan dengan penghematan bahan bakar
(Nayiroh, 2012).
Namun selain kelebihan diatas, komposit tentu juga memiliki
kekurangan. Bahan komposit tidak terlalu tahan dengan beban kejut, berbeda
seperti bahan logam. Selain itu bahan komposit juga tidak terlalu elastis.
Tidak hanya itu, bahan komposit juga rentan terhadap api, dimana hal ini
dapat dilihat dalam peristiwa terbakarnya KRI Klewang.

Gambar 2.5 Terbakarnya KRI Klewang.


Sumber : kompasiana.com

2.3 Kayu
Kayu merupakan material yang sudah sejak lama digunakan dalam
pembuatan kapal. Pada saat belum ditemukannya penggunaan logam dalam
membuat kapal, maka penggunaan kayu inilah yang paling sering dijumpai
pada pembuatan kapal. Namun seiring berkembangnya teknologi penggunaan
logam dan penggunaan komposit, maka penggunaan kayu sebagai material
kapal mulai ditinggalkan. Selain itu keberadaan kayu yang mulai langka
dikarenakan kerusakan hutan pada saat ini menyebabkan penggunaannya juga
mulai ditinggalkan. Namun meskipun begitu, pada saat ini masih dapat
dijumpai penggunaan kayu dalam pembuatan kapal seperti kapal ikan dan
kapal-kapal kecil lainnya. Dalam penggunaannya, berbagai macam kayu dapat
digunakan untuk membuat kapal, seperti kayu meranti, kayu bungur, kayu
laban dan kayu jati.

Gambar 2.6 Kapal dengan bahan kayu.


Sumber : Jawapos.com

2.4 Aluminium
Aluminium adalah logam yang memiliki kekuatan yang relatif rendah
dan lunak. Pada pembuatan kapal, aluminium dapat digunakan sebagai bahan
alternatif untuk menggantikan baja. Dalam pembuatan kapal kecil tentu saja
penggunaan aluminium sangatlah diperlukan terutama dari segi ringannya
konstruksi dan mudahnya perawatan.
Gambar 2.7 Kapal dengan bahan aluminium.
Sumber : aluminium-marine.com
Aluminium merupakan logam yang ringan dan memiliki ketahanan
korosi yang baik, hantaran listrik yang baik dan sifat - sifat lainnya.
Sedangkan dalam kapal material yang memiliki ketahanan terhadap korosi
yang baik dan ringan sangat penting dan bermanfaat untuk digunakan. Karena
ketahanan terhadap korosi akan mengurangi proses repairing pada kapal dan
ringannya aluminium akan mengurangi bobot kapal. Keunggulan-keunggulan
tersebut yang menyebabkan aluminium saat ini sering digunakan pada
berbagai industri termasuk industri perkapalan. Namun dari segi kekuatan,
tentu saja aluminum kalah apabila dibandingkan dengan baja.

2.4 Bambu
Material berupa kayu seiring perkembangan zaman terus mengalami
kelangkaan dan kenaikan harga. Sampai saat ini kayu jati masih merupakan
jenis kayu yang paling banyak dipakai sebagai bahan utama untuk
pembangunan kapal kayu. Hal ini dikarenakan sifat dari kapal kayu yang
apabila terkena air kayu tersebut akan semakin kuat. Kayu jati sebagai
material dasar pembangunan kapal kayu terus mengalami kenaikan harga.
Bambu Betung (Dendrocalamus asper) sebagai material alternatif memiliki
keunggulan sifat mekanis yang baik, laju pertumbuhan yang cepat, dan mudah
dibudidayakan (Supomo, 2013).
Bambu tentu saja memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan denan
material seperti kayu terutama dari segi keringanan dan biaya produksinya.
Bambu dari segi sifat fisis dan mekanisnya memiliki perbandingan yang baik,
selain itu bambu lebih mudah diperoleh dan mudah dalam
membudidayakannya sehingga biaya produksinya tidak besar. Walaupun
bambu banyak mempunyai beberapa keunggulan dibidang sifat fisis dan sifat
mekanis, maka yang perlu diperhatikan adalah ketahanan bambu terhadap
seranggan serangga atau binatang laut. Bambu atau kayu yang tidak diawetkan
dan digunakan dilaut atau diair tawar cepat menjadi rusak karena dirusak atau
diserang oleh organisme perusak kayu. Penyerangan organisma perusak ini,
terutama yang berupa binatang laut dapat berlangsung dengan sangat cepat,
sehingga dalam waktu yang relatif pendek bambu atau kayu sebagai bahan
pembuatan kapal akan menjadi rusak dan hancur (Widodo, 2014).
BAB III

REGULASI

3.1 Regulasi Pada Kapal FRP


Dalam pembuatan kapal berbahan FRP, diharuskan untuk
mempertimbangkan dan memperhatikan aturan-aturan yang ada terkait hal
itu. Misalkan apabila kapal tersebut dibangun di Indonesia tentu saja aturan-
aturan dari Biro Klasifikasi Indonesia harus diperhatikan. Hal ini dapat dilihat
pada BKI Rules Part 3 : Special Ships Volume 5 Rules For Fibreglass
Reinforced Plastic Ships, dimana dalam aturan ini diatur mengenai berbagai
macam aturan seperti konstruksi kapal FRP, kekuatan memanjang, hingga
proses survei nya.

Gambar 3.1 Sampul rules BKI terkait kapal FRP.


Sumber : armada.bki.co.id

Selain aturan dari kelas, maka juga perlu diperhatikan pula regulasi
yang bersifat internasional seperti High Speed Craft (HSC) Code. Dalam
HSC Code Annex 3.1 dijelaskan bahwa material yang digunakan diharuskan
mampu untuk menahan semua beban dan mampu memberikan kekuatan yang
cukup pada kapal. Maka dari itu penggunaan FRP pada kapal perlu
diperhatikan apakah material tersebut mampu memberikan kekuatan yang
memadai pada kapal tersebut.
3.2 Regulasi Pada Kapal Komposit
Tidak hanya kapal FRP saja, namun pembuatan kapal dengan bahan
komposit juga memiliki atura tersendiri. Dalam hal ini aturan tersebut dibuat
oleh Biro Klasifikasi Indonesia, dan aturan tersebut dapat dilihat pada BKI
Rules Part 3 : Volume VII Rules For Small Vessel Up To 24 M Section 1 C.
Dimana dalam regulasi tersebut diatur mengenai kekuatan memanjang dan
bagian-bagian penting yang harus diperhatikan dalam membangun kapal
komposit.

Gambar 3.2 Tampilan aturan dari BKI mengenai kapal komposit.


Sumber : armada.bki.co.id

3.3 Regulasi Pada Kapal Kayu


Dalam pembangunan kapal kayu juga harus memperhatikan dan
mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh kelas. Dalam hal ini aturan yang
pernah dibuta di Indonesia salah satunya adalah aturan dari Biro Klasifikasi
Indonesia. Peraturan mengenai kapal kayu dapat dilihat pada BKI Peraturan
Kapal Kayu 1996, yang mengatur mengenai berbagai aspek penting dalam
pembangunan kapal kayu. Beberapa aspek yang diatur dalam peraturan yang
dibuat oleh BKI antara lain mengenai pembautan, pemakuan, pengeleman,
dan pelapisan kulit luar pada kapal kayu.
Gambar 3.3 Peraturan untuk kapal kayu dari BKI.
Sumber : armada.bki.co.id

Peraturan ini sangat penting untuk diikuti dikarenakan sering


ditemukannya berbagai masalah pada kapal kayu di Indonesia. Berdasarkan
temuan dari Food and Agricultural Organization (FAO) dan Kementerian
Kelautan didapatkan berbagai masalah terutama masalah konstruksi yang ada
pada kapal kayu yang tentu saja dapat mengurangi tingkat keselamatan kapal
kayu tersebut. Masalah-masalah tersebut antara lain adanya masalah pada
sambungan yang tidak sesuai dengan haluan dan pembautan yang kurang
tepat. Hal ini terjadi dikarenakan pembuat kapal tidak mengetahui aturan
yang sesuai dengan kelas.
Gambar 3.4 Contoh sambungan yang tidak sesuai dengan haluan.
Sumber : FAO

3.4 Regulasi Pada Kapal Aluminium


Dalam pembangunan kapal dengan material aluminium maka juga
diharuskan untuk memperhatikan dan mengikuti peraturan yang telah dibuat
oleh beberapa kelas yang ada. Dalam hal ini seorang desainer kapal dapat
mengacu pada peraturan dari Biro Klasifikasi Indonesia atau dapat juga
mengacu pada kelas lain misalkan Det Norske Veritas. Dalam regulasi yang
dibuat oleh BKI dapat dilihat pada BKI Rules Part 3 : Volume VII Rules For
Small Vessel Up To 24 M Section 1 F. Sedangkan dalam peraturan dari Det
Norske Veritas dapat dilihat pada DNV Rules For Classification Of High
Speed, Light Craft And Naval Surface Craft Part 3 Chapter 3 Hull Structural
Design, Aluminium Alloy.

Gambar 3.5 Peraturan kapal aluminium dari DNV.


Sumber : rules.dnvgl.com
BAB IV

PROSES PEMBUATAN

4.1 Proses Pembuatan Kapal Alumunium


Proses pembangunan sebuah kapal Aluminium dapat dilakukan dengan
beberapa metode pembangunan. Pembangunan sebuah kapal Aluminium dapat
dimulai dari pemasangan gading dan wrang beserta pembujur terlebih dahulu,
baru kemudian dipasangkan pelat lambung. Atau dapat juga dilakukan dengan
pemasangan pelat alas terlebih dahulu , dan kemudian dilanjutkan dengan
pemasangan gading dan pembujur, dan terakhir baru dipasangkan pelat lambung
seperti yang dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini:

Gambar 4.1 Alur Pembuatan Kapal Aluminium

4.1.1 Marking dan Cutting Pelat


Pada tahap ini pelat dipotong sesuai dengan bentuk bentangan dari
masing-masing bagian lambung kapal seperti pelat alas dan pelat sisi,
demikian juga beberapa konstruksi yang terbentuk dari lembaran pelat
ditandai dan dipotong seperti wrang, transom, gading dan lainnya.

4.1.2 Pemasangan pelat alas, pembujur alas tengah, dan transom


Setelah proses pemotongan terhadap semua bentuk konstruksi,
maka langkah selanjutnya adalah penggabungan beberapa konstruksi
dengan urutan sedemikian rupa sehingga mempermudah pengerjaan dan
menghasilkan konstruksi yang kuat . Langkah awal pada tahap
pemasangan konstruksi ini adalah dimulai dari pengelasan pelat alas kiri
dan kanan kapal dengan pembujur alas tengah serta dengan konstruksi
wrang tengah/transom. Dengan penyambungan konstruksi ini diharapkan
bentuk dasar lambung kapal telah terbentuk, dan selanjutnya dapat
diletakkan konstruksi penguat lambung lainnya, seperti wrang, gading dan
pembujur lainnya.

4.1.3 Hull Fabrication (Pemasangan gading, wrang, dan pembujur)


Setelah bentuk dasar dari lambung kapal terbentuk, selanjutnya
dapat dipasangkan penguat konstruksi lambung yaitu gading, wrang, dan
pembujur alas samping. Pembujur sisi juga dapat dipasang dengan di las
titik pada gading. Pemeriksaan jarak antar konstruksi pada tahap ini sangat
penting dilakukan untuk mempertahankan bentuk lambung kapal sesuai
perancangan. Disamping jarak antar konstruksi, perlu diperiksa
kesetimbangan atau leveling dari konstruksi pada sisi starboard dan
portside untuk menjamin agar lambung tetap simetris. Pada proses ini
posisi kapal dibalik dengan keel di posisi atas
Langkah akhir dari pembangunan lambung kapal Aluminium
adalah pemasangan pelat lambung untuk bagian sisi, sekaligus
penyambungan antara pelat alas dengan pelat lambung sisi kapal.

4.1.4 Turning and upper part welding


Pada bagian ini lambung kapal yang sudah jadi di balik posisi
semula untuk dilakukan pemasangan kontruksi bangunan atas

4.1.5 Pengecatan
Setelah hull dan super structure sudah selesai dikerjakan tahap
selanjutnya adalah pemasangan machinary dan outfiting

4.2 Pembuatan Kapal Fiber

4.2.1 Membuat Cetakan


Pertama kita buat dahulu mold (wadah cetak) sebuah lambung kapal
(sebaiknya dibuat di lokasi dekat laut/sungai besar) dengan kayu dan
teriplek seperti gambar dibawah (mold/cetakan)

Gambar 4.2 Pembuatan Cetakan

4.2.2 Proses Pengerjaan


Setelah
mold (cetakan) selesai , terlebih dahulu permukaan dalam dari
mold (cetakan) dilumasi dahulu dengan polish untuk memudahkan
pembukaan mold setelah proses pembuatan kapal selesai , lalu cat
dengan cat plincoat sebagai proses pewarnaan lambung kapal (
warna cat disesuaikan dengan keinginan), cat plincoat dihasilkan
dari campuran talk, cat acrilic serta minyak resin (dalam proses ini
penggunaan katalis di campur pada adonan cat plincoat pada saat
digunakan saja / saat proses pengejaan saja). setelah cat plincoat
pada cetakan kering dan telah dihaluskan dengan amplas disc
dengan menggunakan gerinda, proses pembuatan lambung kapal
pun siap dimulai,lapisan pertama dengan balutan mat/mesh (serat
halus) dan yg kedua dengan roving (serat kasar) serta balutan
terakhir dengan mat lagi,semua lapisan balutan serat itu
dilumuri/dicor dengan minyak resin yang telah dicampur katalis
dengan menggunakan kuas roll, takara campuran minyak
resin+katalis tergantung lamanya proses pengeringan yang hendak
diinginkan,contoh: 5 liter minyak resin dilaruti oleh 5 cc cairan
katalis memerlukan waktu pengeringan 3-5 menit(dengan asumis
cuaca cerah), ketebalan lambung kapal tergantung dari besar dan
kecilnya ukuran kapal yang dibuat ,semakin besar sebuah kapal
harus semakin tebal pula lambung kapalnya,spesifikasinya lapisan
lambung kapal adalah sbb : mat-roving-mat, proses pembuatan
lambung kapal dikerjakan secara kontinyu harus sekaligus jadi
jangan di sambung kecuali untuk proses penebalannya.

Gambar 4.3 Proses Pengerjaan Lapisan

4.2.3 Proses Penguatan


.Setelah proses tahap diatas selasai lambung kapal diberi tulang
tulang fiber untuk memberi kekuatan pada lambung kapal, selanjutnya
kepada tahap pembuatan ruangan-ruangan pada kapal sesuai dengan
design gambar yang dibuat dengan pembuatan kembali mold atau bisa
juga dengan langsung dibuat dengan plat fiber, pembuatan plat fiber
maupun tulang fiber sama dengan proses pembuatan lambung kapal tetapi
mold (cetakan) sebuah flat fiber bentuknya seperti sebuah lantai dan mold
dari tulang fiber bentuknya seperti tiang kayu. Ruangan yang perlu dibuat
didalam lambung kapal adalah tangki bahan bakar,ruangan mesin (kalau
menggunakan mesin dalam) instalasi kemudi (haluan) lainya, untuk tangki
air bersih sebaiknya dibuat diatas atap kapal

Gambar 4.4 Frame pada kapal fiber

4.2.4 Proses Lanjutan

Dalam proses ini setelah hull selesai dibuat lalu dibuat bagian deck
dan outfiting lainnya.sampai Proses terakhir yaitu finishing body kapal
(pendempulan dan pengecatan) serta memasang mesin ( untuk mesin
penggerak yang di instalasi didalam lambung kapal harus disertai dengan
pemasangan blower atau kipas pendingin) , dan kasesoris lainya.

Gambar 4.5 Proses pemasangan deck dan outfiting


4.3 Proses Pembuatan Kapal Kayu
4.3.1 Persiapan Bahan Baku
Pemilihan bahan umumnya didapatkan mungkin diperoleh dari
daerah di mana perahu dibangun. Hal ini ini bertujuan menghemat biaya
pembuatan. Jika untuk jenis kayu tertentu yang dibutuhkan tidak diperoleh,
akan didatangkan bahan kayu dari daerah lain. Seperti kayu meranti yang
tidak tumbuh di Pulau Jawa, jika dipertimbangkan perlu untuk mendatangkan
material tersebut karena tidak memperoleh substitusi material yang tepat,
maka kebutuhan kayu dapat dipenuhi dari daerah penghasil kayu tersebut,
misal Kalimantan atau Sumatera.

4.3.2 Pengolahan Kayu


Sebelum proses perakitan atau pembangunan kapal dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan pengolahan kayu mentah yang telah disediakan.
Tujuan dari pengolahan kayu adalah untuk mendapatkan profil-profil
konstruksi untuk kebutuhan sistem kerangka dan papan-papan untuk
kebutuhan kulit lambung maupun geladak. Profil-profil konstruksi dan kulit
tersebut dibentuk dengan cara memotong, membelah, melakukan proses
penyambungan, dan mengetam untuk mendapatkan permukaan yang halus.
Sebelumnya dilakukan pemrosesan terlebih dahulu dari material mentah
menjadi material siap untuk dibentuk, dengan menggunakan alat mekanis
bertenaga mesin. Setelah itu dilakukan pembentukan profil konstruksi sesuai
fungsinya. Pekerjaan detail konstruksi dapat secara manual atau dipercepat
dengan bantuan peralatan mekanis bertenaga listrik, seperti gergaji listrik, alat
ketam dan gerinda listrik, bor listrik, dan sebagainya.

4.3.3 Pembangunan Kapal


Proses perakitan atau pembangunan kapal tradisional pada umumnya
dimulai dari peletakan lunas. Profil lunas ini memegang peranan penting
terutama dalam perkiraan biaya produksi atau pembuatannya, umumnya
biaya produksi dapat diperkirakan menurut panjang lunas. Untuk langkah
berikutnya lunas ini akan disambung dengan profil kayu dari linggi haluan
dan buritan. Setelah linggi haluan dan buritan terpasang pada lunas, tahap
berikutnya dapat dilakukan pemasangan kulit lambung. Hingga ketinggian
tertentu sebelum pemasangan kulit sampai pada tinggi geladak maksimum,
pemasangan profil gading dapat dilaksanakan dari sisi dalam lambung kapal
mulai dari alas kapal. Penyempurnaan dari setiap bentuk gading dalam kapal
dapat berjalan seiring penyelesaian dari pemasangan kulit lambung. Setelah
proses perakitan lambung selesai (profil gading telah terpasang sempurna
dengan kulit), langkah selanjutnya adalah pembuatan konstruksi geladak.
Keberadaan konstruksi geladak ini akan memberikan kekuatan memanjang
yang cukup besar dari kapal. Konstruksi geladak dibangun dengan
mempertimbangkan bukaan bukaan dalam kapal, seperti ambang palka,
bukaan kamar mesin, dan sebagainya. Setelah konstruksi geladak selesai
dibangun, proses selanjutnya dapat dimulai pembangunan rumah geladak.
Rumah geladak ini selain difungsikan sebagai ruang navigasi, dengan
perluasan tertentu dapat digunakan sebagai ruang akomodasi ABK.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Composite Materials. London : Royal Society of Chemistry.

BKI. 1996. Peraturan Kapal Kayu. Jakarta : Biro Klasifikasi Indonesia.

BKI. 2013. Rules Part 3 : Volume VII Rules For Small Vessel Up To 24 M.
Jakarta : Biro Klasifikasi Indonesia.

BKI. 2016. Rules Part 3 : Special Ships Volume 5 Rules For Fibreglass
Reinforced Plastic Ships. Jakarta : Biro Klasifikasi Indonesia.

DNV. 2011. Rules For Classification Of High Speed, Light Craft And Naval
Surface Craft Part 3 Chapter 3 Hull Structural Design, Aluminium Alloy.
Hovik : Det Norske Veritas.

Jokosisworo, Sarjito. 2009. Pengaruh Penggunaan Serat Kulit Rotan Sebagai


Penguat Pada Komposit Polimer Dengan Matriks Polyester Yukalac 157
Terhadap Kekuatan Tarik Dan Dan Tekuk. Semarang : Universitas
Diponegoro.

Ma’ruf, Buana. 2012. Permasalahan Kapal Berbahan Fiberglass (FRP).


Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Marzuki, Ismail. 2017. Kajian Penerapan Aturan Klasifikasi Pada Laminasi


Struktur Konstruksi Lambung Kapal Ikan Fiberglass 3 Gt. Surabaya :
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Nayiroh, Nurun. 2012. Teknologi Material Komposit. Malang : Universitas Islam


Negeri Malang.

Sahlan. 2012. Kajian Disain Kapal Cepat Berbahan Aluminium Sebagai Sarana
Transportasi Sungai Dan Laut Yang Aman, Nyaman Dan Ramah
Lingkungan. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sarvins, Mike. 2005. Masalah Kualitas Kapal Nelayan di Nanggroe Aceh
Darussalam dan Wilayah Bencana Tsunami. Aceh : FAO Fisheries Team.

Supomo, Heri. 2013. Studi Penggunaan Bambu sebagai Material Alternatif


Pengganti Kayu untuk Bahan Pembuatan Bangunan Atas dengan Metode
Wooden Ship Planking System. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

Widodo, Akhmad. 2014. Keunggulan Laminasi Bambu Sebagai Bahan


Pembangunan Kapal Perikanan. Surabaya : Universitas Hang Tuah
Surabaya.

http://rfi-marine.com/fiberglass/. (Online, 31 Maret 2018)

http://www.produkfiber.com/berbagai-keunggulan-yang-dimiliki-oleh-kapal-
fiberglass/. (Online, 31 Maret 2018)

http://www.rsc.org/Education/Teachers/Resources/Inspirational/resources/.
(Online, 31 Maret 2018)

Anda mungkin juga menyukai