Spine CD Tech
Spine CD Tech
PENDAHULUAN
Gambar 2.2
Longsoran Bidang (Planar Failure)
3. Longsoran Baji (Wedge Failure)
Kondisi yang menyebabkan terjadinya longsoran baji adalah pada saat
terdapat dua bidang diskontinyu yang saling berpotongan satu sama lain yang
ada pada muka lereng.
Gambar 2.3.
Longsoran Baji (Wedge Failure)
4. Longsoran Guling (Toppling Failure)
Longsoran guling terjadi pada blok batuan yang keras yang diakibatkan
gaya berat lebih besar daripada gaya geser dan arah bidang lemah berlawan
dengan arah kemiringan lerengnya.
Gambar 2.4
Longsoran Guling (Toppling Failure)
Berikut ini merupakan pertimbangan lain yang menyatakan kemungkinan
bahwa suatu blok akan meluncur, atau blok akan menggeser, atau blok tersebut akan
mengguling.
Gambar 2.5
Skema Kemungkinan Longsoran yang Terjadi
Elemen-elemen suatu jenjang terdiri daritinggi, lebar dan kemiringan yang
penentuan dimensinya dipengaruhi oleh:alat-alat berat yang dipakai (terutama alat
gali dan angkut), kondisi geologi, sifat fisik batuan, selektifitas pemisahan yang
diharapkan antara bijih dan buangan, laju produksi dan iklim. Tinggi jenjang adalah
jarak vertical diantara level horizontal pada pit ,lebar jenjang adalah jarak horizontal
lantai tempat di mana seluruh aktifitas penggalian, pemuatan dan pengeboran-
peledakan dilaksanakan,dan kemiringan jenjang adalah sudut lereng jenjang.
Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertimbangkan aspek
kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau akibat hujan.
Gambar 2.6
Geometri Lereng
Untuk menyatakan suatu lereng dikatakan aman atau tidak ditentukan
dengan dengan nilai faktor keamanan (FK). Dalam teoritis, nila faktor keamanan
yang menyatakan suatu lereng itu stabil adalah FK > 1. Namun, disebabkan kondisi
batuan yang berbeda-beda disetiap daerah maka FK aman disusuaikan dengan
karakteristik batuan di daerah tersebut.
Metode yang digunakan untuk mengalisis kestabilan suatu lereng
bermacam-macam, diantaranya: metode Fellenius, metode Bishop, metode Janbu,
dan analisis dengan menggunakan metode elemen hingga atau metode elemen beda.
Namun, untuk keperluan praktis misalnya untuk kajian geoteknik pada analisis
kelayakan pendahuluan dapat menggunakan metode Hoek & Bray dengan
menggunakan sebuah diagram.
Dengan menggunakan metode Hoek & Bray, analisis kestabilan dapat
dilakukan dengan sangat mudah, cepat dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Metode ini juga dapat dipakai untuk desain awal dari suatu lereng dimana Faktor
Keamanan yang dihasilkan masih sangat global. Longsoran yang terjadi
menggunakan bidang luncur berupa busur lingkaran. Metode ini sangat tergantung
pada : tinggi permukaan air tanah pada lereng, jenis material, dan karakteristik
batuan (densitas/bobot isi batuan (, kohesi (C), dan sudut geser dalam (ɸ)). Dalam
metode ini material (tanah/batuan) dianggap homogen dan kontinyu. Akan tetapi
jika memang terdapat suatu struktur besar seperti sesar yang membagi lereng
tersebut, maka parameter dapat ditentukan dengan mempertimbangkan tebal dari
bidang tersebut.
Nilai bobot isi tanah atau batuan () akan menentukan besarnya beban yang
diterima pada permukaan bidang longsor, di nyatakan dalam satuan berat per
volume. Bobot isi batuan juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan air dalam batuan
tersebut. Semakin besar bobot isi pada suatu lereng tambang maka gayagese
rpenyebab kelongsoran akan semakin besar. Bobot isi di ketahui dari pengujian
laboratorium. Nilai bobot isi batuan untuk analisa kestabilan lereng terdiridari 3
parameter yaitu nilai Bobot isi batuan pada kondisi asli (n), kondisi kering (d) dan
Bobot isi pada kondisi basah (w).
Kohesi (C) adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan,
dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar
jika kekuatan gesernya makin besar. Nilaikohesi (c) di peroleh dari
pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser langsung (direct shear strength
test) dan pengujian triaxial (triaxial test).
Sudut geser dalam (ɸ) merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara
tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Sudut
geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai
tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar
sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima
tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.
Untuk mengetahui kestabilan dari suatu lereng, maka perlu diadakan suatu
pemantauan guna mengetahui apakah lereng tersebut masih dalam kondisi aman
atau tidak. Selama kegiatan operasional tambang berlangsung maka lereng batuan
juga akan mengalami pergerakan, pergerakan tersebut mungkin saja masih dapat
membuat kondisi lereng dalam keadaan stabil, akan tetapi dalam waktu tertentu
pergerakan tersebut dapat bertambah besar sehingga menyebabkan keruntuhan
pada lereng. Dikarenakan ketidakpastian pergerakan lereng tersebut mka
diperlukan adanya suatu pemantauan untuk mengantisipasi bahaya yang akan
ditimbulkan dari pergerakan tersebut.
Dengan adanya pemantauan lereng, maka akan lebih mudah untuk mengatur
dan mempertahankan stabilitas dari lereng tersebut karena kita dapat memberikan
perlakuan khusus dari setiap pergerakan lereng yang terlihat dari hasil pemantauan
tersebut. Namun, banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
instrumen pemantauan lereng termasuk didalamnya waktu yang diperlukan untuk
pemasang sistem monitoring, tingkat dari pergerakan lereng, situs aman untuk
pemasangan alat, biaya alat pemantau, biaya instalasi dan juga pemeliharaan.
Berikut ini merupakan instrumen pemantauan lereng yang biasa digunakan
pada tambang terbuka, yaitu:
1. Crack Width Monitor
Rekahan tarik merupakan ciri utama yang paling umum muncul pada
lereng dan menjadikan pemantauan menjadi lebih mudah. Lebar dari rekahan
tarik tersebut akan dijadikan dasar dalam pemantauan lereng. Pengukuran
dengan metode ini merupakan cara yang paling sederhana dimana pemantauan
dilakukan dengan cara mengukur lebar rekahan tarik dengan menggunakan pita
baja. Stasiun pengukuran terletak didaerah yang stabil diluar daerah rekahan dan
kabel berada disepanjang tiang yang terletak di puncak lereng. Kabel
dikencangkan dengan erat, dan gerakan diukur dengan kabel yang ada pada plat
baja tersebut. Jika gerakan melebihi ukuran pada plat baja kabel dapat
diperpanjang dengat mengatur penyeimbang yang terletak pada ujung kiri plat
baja. Apabila pergerakan rekahan tarik telah melewati batas maka akan memicu
alarm untuk aktif yang memberi peringatan memburuknya kondisi stabilitas
lereng.
Gambar 2.7
Crack Width Monitor
2. Laser Imaging
Pemantauan dilakukan dengan menggunakan pencitraan laser yang
kemudian diinterpretasikan dalam peta tiga dimensi. Laser akan diarahkan pada
bagian muka lereng yang akan diamati dan secara otomatis sistem akan
mengirimkan data hasil scan dari laser dan data akan diolah menjadi peta kontur.
Pengamatan dilakukan secara berulang-ulang pada titik pengamatan yang sama
kemudian data dari hasil pengamatan dibandingkan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi.
3. Tiltmeters
Alat ini dipasang dengan merekatkan pada plat baja yang ditanamkan pada
dasar batuan disekitar lereng. Instrumen dapat dipasang secara permanen pada
permukaan sehingga pembacaan hasil pergerakan lereng dapat dibaca setiap
saat, atau dapat diletakkan pada dasar plat yang mana pembacaan hanya dapat
dilakukan pada saat pemasangan plat tersebut.
Kelebihannya dari tiltmeters adalah pengukuran dari pergerakan lereng
dapat dengan cepat dibaca dan darimana arah pergerakan juga dapat
diprediksikan. Kekurangannya adalah harga instrumen yang mahal, dan
mungkin sulit untuk membaca pergerakan yang kecil. Tiltmeters biasanya
digunakan pada bendungan dan dinding penahan batuan.
4. Global Positioning System (GPS)
Global positioning system (GPS) merupakan metode yang cocok untuk
melakukan pemantauan pergerakan lereng dimana mampu mencakup area yang
cukup luas. Stasiun pengamatan ditempatkan disekitar lereng dan frekuensi
pengukuran koordinat dapat diatur dengan menggunakan unit ini. Akurasi
pengukuran akan lebih baik apabila stasiun diletakkan di area yang stabil diluar
lereng. Pembacaan koordinat lereng oleh GPS kemudian dikirim ke base stasiun.
5. Synthetic Apertur Radar
Synthetic apertur radar merupakan teknik pemantauan pergerakan lereng
dengan cakupan daerah pengamatan yang luas. Instrument ini menggunakan
radar satelit dengan teknik penginderaan jarak jauh. Teknik ini dikenal sebagai
interferometric synthetic apertur radar yang menangkap gambar dari permukaan
tanah. Gambar yang didapat dari pengamatan yang berbeda dalam satu titik
pengamatan kemudian dibandingkan untuk mengetahui pergerakan relatif tanah.
6. Borehole Probes
Borehole probes merupakan metode pemantauan yang sederhana dimana
batang atau plat baja sepanjang 2m dimausukkan kedalam lubang bor dengan
menggunakan tali. Jika lubang tersebut terpotong oleh bidang geser, maka
kondisi lubang akan berpindah sehingga plat baja tersebut tidak akan dapat
ditarik lagi ke atas. Kelebihan dengan menggunakan cara ini biayanya murah
dan mudah dilakukan, tetapi hanya memberi sedikit informasi terhadap tingkat
pergerakan lereng.
7. Time-Domain Reflectometry
Time-domain reflectometry merupakan cara lain untuk mengetahui
pergeseran suatu lereng serta dapat juga memonitor tingkat pergerakannya.
Metode ini juga membutuhkan lubang bor untuk memasukkan kabel sebagai
konduktor ke dalam lubang. Ketika gelombang kejut dikirim melalui kabel,
maka perubahan yang terjadi akibat pergeseran disetiap titik akan tercermin.
Pemantulan terjadi karena terjadinya perubahan pada kabel. Pergerakan bidang
geser akan menyebabkan kabel menjadi semakin menegang dan instrument akan
dapat mendeteksi lokasi gerakan.
8. Inclinometers
Inclinometers merupakan instrument yang tepat untuk pemantauan dalam
jangka panjang. Pembacaan inclinometers dilakukan dalam waktu yang
berulang-ulang untuk dapat memantau tingkat gerakan dari suatu lereng. Syarat
utama untuk mendapatkan hasil pemantauan yang akurat adalah memperdalam
lubang bor sampai pada dasar batuan yang berada dalam kondisi stabil.
Berdasarkan analisis dan pengamatan yang dilakukan terhadap pergerakan
lereng melalui pemantauan yang dilakukan, maka akan diketahui tindakan apa yang
tepat dilakukan untuk menanggulangi bahaya longsor yang akan terjadi.
Kemungkinan longsor yang akan terjadi dapat dicegah dengan melakukan
perkuatan batuan pada lereng tersebut. Berikut ini merupakan cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya kelongsoran pada lereng batuan:
1. Tumpuan Beton
Batuan yang menggantung akibat tererosi atau pelapukan dapat
ditanggulangi dengan dua cara, yaitu meruntuhkan batuan yang menggantung
atau menyangga dengan tumpuan beton. Apabila penanggulangan dengan
meruntuhkan batuan yang menggantung dapat membahayakan daerah
pemukiman atau lalu lintas, maka untuk menghindari bahaya runtuhan dilakukan
penanggulangan dengan tumpuan beton.
Gambar 2.8
Tumpuan Beton
2. Pemasangan Jangkar Batuan (Rock Anchor)
Jangkar batuan terutama berfungsi sebagai penguat (armature) dan
pengikat (confining) batuan.
Gambar 2.9
Pemasangan Jangkar Batuan (Rock Anchor)
3. Pemasangan Beton Tembak (Shotcrete)
Beton tembak digunakan untuk memperkuat permukaan batu yang
berkekar dan batuan lapuk atau batu yang bersifat meluruh. Beton tembak
biasanya dipasang bersama-sama dengan anyaman kawat baja (wire mesh).
Gambar 2.10
Pemasangan Beton Tembak (Shotcrete)
4. Baut Batuan
Baut batuan dipasang untuk memperkuat massa batu yang terbentuk oleh
adanya diskontinuitas agar lereng menjadi mantap atau stabil.
5. Jala Kawat (Wire Mesh)
Jala kawat dipasang pada lereng untuk menjaga agar tidak terjadi runtuhan
batu atau bongkah-bongkah batu yang berpotensial runtuh atau jatuh dapat
ditahan.
Gambar 2.11
Jala Kawat (Wire Mesh)
6. Tembok Penahan Batuan
Tembok penahan batu dipasang pada bagian kaki lereng untuk menahan
fragmen batuan yang runtuh dari atas, agar tidak menimbulkan bahaya.
Gambar 2.12
Tembok Penahan Batuan
7. Pemasangan Dinding Penahan (Retaining Wall)
Dinding penahan biasanya dibuat dari tembok pasangan batu biasa atau
beton bertulang yang dipasang pada muka lereng sebagai penahan lereng.
Penguatan dengan cara ini hanya cocok diterapkan pada batuan yang sangat
lapuk atau batuan yang bersifat seperti tanah. Gambar bentuknya dapat dilihat
pada tembok penahan pada lereng tanah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pernyataan Masalah
Mengetahui faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng.
Perumusan Data
Analisis
Faktor apa saja yang mempengaruhi pada kestabilan lereng.
Rangkuman
1. Kegiatan geoteknik tambang terbuka.
2. Memonitoring lereng tambang terbuka.
3. Teknologi yang digunakan dalam geoteknik.
4. Faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng.
Kesimpulan
Gambar 3.1
Diagram Penelitian Rencana Kegiatan Kerja
3.3. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
1. Tempat Kerja Praktek
Kerja Praktek bertempat di PT Laskar Semesta Alam (Balangan
Coal), Desa Murung Ilung, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan,
Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Waktu pelaksanaan Kerja Praktek
Kegiatan kerja praktek ini akan kami usulkan selama ± 30 hari
(1 bulan) dimulai dari tanggal 04 September 2017 sampai tanggal 04
Oktober 2017. Apabila karena suatu hal yang tidak dapat dihindarkan
maka pelaksanaan Kerja Praktek dapat menyesuaikan dengan jadwal
perusahaan yang bersangkutan atas persetujuan bersama.
Tabel 3.1
Jadwal Peleksanaan Kerja Praktek Mahasiswa
Minggu Ke-
Kegiatan Kerja Praktek
1 2 3 4
Orientasi Lapangan
Pengambilan Data
Pembuatan Laporan
Presentasi
3.4. PESERTA
Peserta adalah Mahasiswa jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Lambung Mangkurat berjumlah 2 orang yaitu:
1. Muhammad Rezeky Ramadhan (H1C114043)
2. Ahmad Zuliansyah (H1C114252)
BAB IV
PENUTUP
CURRICULUM VITAE
A. IDENTITAS
Nama : Muhammad Rezeky Ramadhan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Kandangan, 10 Februari 1996
Alamat : Kecamatan Loktabat Utara, Banjarbaru
Telepon : 087816175704
Email : rezekyramadhan@gmail.com
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
B. Riwayat Pendidikan
- SD : SDN I Seranggan
- SLTP : SLTP Negeri 1 Kandangan
- SMA : SMAN 1 Kandangan
- Perguruan tinggi : S1 Teknik Pertambangan UNLAM (sedang
menjalani)
C. Seminar & Kursus
- Program Persiapan Belajar Fakultas Teknik Universitas Lambung
Mangkurat (2014)
- Pengenalan Lingkungan Tambang (PELITA) ke-8 (2015)
- Seminar Nasional KSMC 3 (Kalimantan Students Mining Competition)
yang bertemakan “Inovasi dan Aplikasi Teknologi Pertambangan untuk
Negeri Ke-II” (2015)
- Studi Excurse PT Arutmin Indonesia Site Asam-asam (2017)
- Peserta Kalimantan Student Mining Competition 4
- Stadium General KSMC 4 (Kalimantan Students Mining Competition) “
Prospek Tambang Bawah Tanah di Kalimantan” (2017)
CURRICULUM VITAE
A. IDENTITAS
Nama : Ahmad Zuliansyah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Banjarbaru, 08 Juli 1996
Alamat : Komplek Wira Pratama III Blok D No.16,
Banjarbaru
Telepon : 082292938672
Email : ahmadzulians@gmail.com
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
B. Riwayat Pendidikan
- SD : SDN 4 Kurun
- SLTP : SMPN 1 Kurun
- SMA : SMAN 1 Kurun
- Perguruan tinggi : S1 Teknik Pertambangan UNLAM (sedang
menjalani)
C. Seminar & Kursus
- Program Persiapan Belajar Fakultas Teknik Universitas Lambung
Mangkurat (2014)
- Pengenalan Lingkungan Tambang (PELITA) ke-8 (2015)
- Seminar Nasional KSMC 3 (Kalimantan Students Mining Competition)
yang bertemakan “Inovasi dan Aplikasi Teknologi Pertambangan untuk
Negeri Ke-II” (2015)
- Studi Excurse PT Arutmin Indonesia Site Asam-asam (2017)
- Stadium General KSMC 4 (Kalimantan Students Mining Competition)
“Prospek Tambang Bawah Tanah di Kalimantan” (2017)
LAMPIRAN 3
Nama : ______________________________
NIM : ______________________________
Topik : ______________________________
______________________________
Pembimbing Lapangan,
( )
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto, L. 2005. Diktat Kuliah Ilmu Ukur Tambang. Program Studi Teknik
Pertambangan FT UNLAM. Banjarbaru.
Subagio. 2003. Pengetahuan Peta. ITB. Bandung.
Wongsotjitro, S. 1985. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius Yogyakarta.