Anda di halaman 1dari 55

POKOK BAHASAN 5

PENDANAAN PERUSAHAAN

TUJUAN PEMBAHASAN

Setelah membaca dan mempelajari isi dari Bab 5 buku ini, yang membahas
tentang pendanaan atau pembiayaan perusahaan, diharapkan pembaca mampu:
1) Menjelaskan pengertian dari kebijakan pendanaan atau kebijakan struktur
modal sebagai salah satu kebijakan fundamental dalam manajemen
keuangan.
2) Menjelaskan tujuan dan pentingnya kebijakan pendanaan bagi perusahaan
dalam upaya menciptakan dan meningkatkan nilai perusahaan.
3) Mengidentifikasi dan menjelaskan masing-masing jenis sumber pendanaan
yang tersedia di pasar keuangan serta karakteristik dari masing-masing.
4) Menjelaskan kelebihan dan keterbatasan masing-masing jenis sumber
pendanaan yang ada.
5) Menjelaskan prosedur pendanaan melalui initial public offering dan
penempatan langsung.
6) Menjelaskan dua indikator struktur modal dan mampu menggunakannya
untuk menganalisis struktur modal perusahaan.

ILUSTRASI KASUS

Kasus 1:
Untuk memenuhi pesatnya pertumbuhan permintaan terhadap produk air minum
kemasan, PT TIRTA ABADI yaitu sebuah perusahaan yang memproduksi

Pendanaan Perusahaan 223


minuman air mineral kemasan, pada tahun 20xx melakukan perluasan produksi
dengan mendirikan pabrik baru di suatu daerah yang tersedia bahan baku air
mineral melimpah. Investasi terhadap pabrik baru tersebut menghabiskan dana
sebesar Rp 70 milyar yang sebagian besar didanai dengan menerbitkan saham
biasa baru dan sisanya dipenuhi dari saldo laba yang tidak dibagikan ke pemegang
saham. Dengan beroperasinya pabrik baru tersebut, perusahaan terbukti mampu
meningkatkan laba sebelum bunga dan pajak (Earning before Interest and
Tax/EBIT) dari semula Rp 14,6 milyar menjadi Rp 21,5 milyar per tahun. Namun
demikian meningkatnya pendapatan tersebut ternyata tidak berdampak kepada
peningkatan Earning per Share (EPS) yang diharapkan. EPS sebelum perluasan
Rp 1.250 sedangkan setelah perluasan menjadi Rp 1.252. Lebih lanjut harga saham
perusahaan juga tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Kasus 2:
Sebuah perusahaan bernama PT GRIYAINDAH bergerak di bidang usaha
pengembang rumah hunian untuk kalangan kelas menengah kebawah. Perusahaan
tersebut tergolong sebagai pemain baru di lingkungan industri rumah hunian. Pada
saat ini perusahaan beroperasi dengan total modal Rp 150 milyar dengan rasio
struktur modal Debt to Total Asset Ratio 85%. Dalam beberapa tahun operasinya
volume penjualan yang dicapai perusahaan relatif konstan dan bahkan pada tahun
tertentu justru menurun. Dengan kurang tercapainya hasil yang diharapkan,
beberapa tahun belakangan perusahaan tersebut mengalami tekanan finansial
karena perusahaan dihadapkan kepada tingginya jumlah kewajiban utang yang
jatuh tempo. Beberapa di antaranya tidak bisa dipenuhi sehingga semakin
memperberat beban perusahaan karena harus menanggung penalti akibat tidak
terpenuhinya kewajiban tepat waktu. Kondisi yang dialami perusahaan tersebut
semakin meperbesar risiko keuangan yang pada gilirannya berdampak kepada
menurunnya harga saham perusahaan.

Dua ilustrasi kasus di atas memberikan gambaran tentang bagaimana


perusahaan mengalami tekanan terhadap menurunnya nilai perusahaan sebagai
dampak dari kebijakan pendanaan yang diambil. Pada kasus PT TIRTA ABADI
(Kasus 1), perusahaan telah memutuskan menggunakan sumber dana dari modal
sendiri yaitu penerbitan saham biasa dan saldo laba untuk membiayai perluasan
produksi. Kebijakan penerbitan saham biasa baru dengan jumlah lembar yang

Pendanaan Perusahaan 224


diterbitkan tampaknya justru menghambat kenaikan dari EPS sendiri dan pada
gilirannya kebijakan perluasan produksi menggunakan dana modal sendiri tersebut
tidak berdampak kepada penciptaan atau peningkatan nilai perusahaan sesuai yang
diharapkan.
Pada kasus yang kedua, tekanan finansial yang dialami oleh PT
GRIYAINDAH juga bersumber dari kebijakan pendanaan yang diambil oleh
perusahaan. Perusahaan yang belum banyak berpengalaman di bidang usaha yang
dijalankan tersebut terlalu banyak menyandarkan modal operasional dari sumber
utang. Kurangnya dukungan dari kemampuan perusahaan menghasilkan
pendapatan (cashflow) secara konsisten menjadikan utang sebagai sumber
pendanaan sangat berisiko. Utang merupakan salah satu sumber dana yang
membawa konsekuensi kewajiban-kewajiban keuangan tetap yang terdiri dari
pembayaran kembali pokok pinjaman dan bunga periodik, disamping beban denda
yang juga harus ditanggung oleh perusahaan jika terjadi kegagalan pemenuhan
kewajiban tepat waktu.
Pengalaman dari PT TIRTA ABADI dan PT GRIYAINDAH di atas
memberikan gambaran tentang pentingnya melakukan analisis cermat terhadap
pilihan-pilihan sumber pendanaan yang tersedia sebelum diambil sebagai suatu
kebijakan. Perusahaan hendaknya tidak hanya bergantung kepada satu sumber
pendanaan hanya karena alasan misalnya penerbitan saham baru merupakan cara
yang lebih mudah untuk memperoleh pendanaan. Penggunaan sumber dana
alternatif seperti utang untuk kasus PT TIRTA ABADI bisa jadi justru
memberikan hasil yang lebih menjanjikan dibanding modal sendiri dalam rangka
mendorong kanaikan EPS. Untuk kasus PT GRIYAINDAH, penggunaan modal
sendiri (ekuitas) yang tidak mengandung beban tetap seperti utang, mungkin akan
lebih bijak mengingat perusahaan belum memiliki pengalaman yang memadahi di
bidangnya sehingga kemampuan perusahaan menghasilkan pendapatan masih
perlu diuji.
Kedua kasus tersebut di atas memberikan ilustrasi bagaimana pendanan
yang dilakukan oleh perusahaan tidak mampu menciptakan nilai perusahaan yang
diharapkan tetapi justru merongrongnya. Disinilah pentingnya perusahaan atau
manajemen memiliki pemahaman yang memadahi tentang kebijakan pendanaan

Pendanaan Perusahaan 225


agar pendanaan yang dilakukan mampu berkontribusi terhadap peningkatan
profitabilitas dan penciptaan nilai perusahaan.

PENGERTIAN DAN PENTINGNYA KEBIJAKAN


PENDANAAN

Kebijakan pendanaan (Financiang Policy) merupakan salah satu dari tiga


kebijakan fundamental manajemen keuangan, di samping kebijakan investasi dan
kebijakan dividen. Kebijakan pendanaan merupakan keputusan tentang pemilihan
alternatif yang paling menguntungkan (rasional) dalam pemenuhan kebutuhan
dana perusahaan. Kebijakan ini mencakup dua hal yaitu penentuan pilihan jenis
sumber dana dan penentuan jumlah dana yang sebaiknya diperoleh dari sumber
yang bersangkutan. Alternatif yang dianggap paling menguntungkan adalah
alterntif pendanaan yang dianggap memiliki kontribusi paling tinggi bagi
penciptaan atau peningkatan nilai perusahaan. Periksa kembali konsep tentang
nilai perusahaan di bab sebelumnya.
Di pasar keuangan tersedia berbagai alternatif sumber yang bisa
dimanfaatkan oleh peerusahaan untuk memperoleh dana yang dibutuhkan.
Perusahaan hendaknya tidak hanya bergantung kepada satu sumber pendanaan
melainkan perlu mencermati peluang alternatif lainnya yang tersedia kemudian
dipilih yang dianggap paling menguntungkan bagi perusahaan, termasuk
kemungkinan pemilihan alternatif gabungan dari beberapa sumber dana sekaligus.
Di sinilah pentingnya kebijakan pendanaan diambil secara cermat dengan
melibatkan analisis yang rasional. Pemilihan sumber dana yang rasional tersebut
bisa dilihat dari berbagai kriteria berdasarkan faktor-faktor pertimbangan yang
akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Kebutuhan dana secara garis besar bisa dipenuhi dari dua kelompok
sumber yaitu sumber utang atau sumber modal sendiri (ekuitas). Kebijakan
pendanaan harus menghasilkan ketetapan pilihan pendanaan, apakah kebutuhan
dana tertentu dipenuhi dari sumber utang atau dari modal sendiri atau kombinasi
dari keduanya. Jika dipenuhi dari modal sendiri misalnya apakah harus dipenuhi
melalui penerbitan saham preferen atau saham biasa, atau menggunakan saldo

Pendanaan Perusahaan 226


keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemilik perusahaan (pemegang saham).
Jika harus dipenuhi dari sumber utang apakah utang jangka pendek atau utang
jangka panjang.
Jika yang dipilih misalnya jenis utang jangka panjang maka apakah
kebutuhan tersebut harus dipenuhi dengan menerbitkan obligasi dengan tingkat
bunga tertentu atau dipenuhi dari pinjaman jangka panjang langsung misalnya dari
bank atau dari perusahaan-perusahaan pembiayaan lainnya. Jika kebutuhan dana
dipenuhi menggunakan kombinasi berbagai alternatif sumber, berapa porsi dari
masing-masing sumber tersebut. Dalam praktik, kegiatan pendanaan biasanya
merupakan upaya untuk merealisasikan rencana-rencana investasi yang sudah ada.
Dalam hal ini kebijakan pendanaan diambil setelah tersedia pilihan-pilihan
investasi yang telah ditetapkan melalui formulasi kebijakan investasi.

SUMBER-SUMBER PENDANAAN

Pasar keuangan menyediakan berbagai jenis sumber pendanaan yang bisa


dimanfaatkan oleh perusahaan yang dalam hal ini sebagai pihak yang
membutuhkan dana. Sumber pendanaan yang tersedia bisa tergolong sebagai
sumber pendanaan jangka pendek atau jangka panjang, tergolong sebagai
kelompok modal asing (utang) atau kelompok modal sendiri, dan bisa tergolong
sebagai sumber pendanaan internal atau pendanaan eksternal. Penyajian masing-
masing sumber pendanaan berikut terutama dikelompokkan berdasarkan jangka
waktunya yaitu kelompok sumber pendanaan jangka pendek dan kelompok sumber
pendanaan jangka panjang,

SUMBER DANA JANGKA PENDEK


Sumber pendanaan jangka pendek (Sources of Short-term Financing)
adalah jenis sumber pendanaan yang memiliki jangka waktu dan penggunaan yang
umumnya tidak lebih dari satu tahun dan biasanya melibatkan jumlah dana yang
relatif kecil. Karena sifatnya jangka pendek maka jenis sumber pendanaan ini
biasanya digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja (asset lancar) atau

Pendanaan Perusahaan 227


kebutuhan operasional sehari-hari perusahaan, seperti pengadaan kas, persediaan,
pembelian perlengkapan, pembayaran gaji karyawan, pembiayaan piutang dagang,
pembayaran sewa, dan kebutuhan operasonal lainnya. Sumber pendanaan jangka
pendek beragam jenisnya antara lain kredit dagang, pinjaman jangka pendek
perbankan, fasilitas overdraft, kredit rekening koran, commercial paper. Masing-
masing sumber dana tersebut diuraikan sebagai berikut.

1) Kredit Dagang (Trade Credit)


Ketika perusahaan memanfaatkan fasilitas pembelian secara kredit seperti
pembelian secara kredit barang dagangan, bahan baku, perlengkapan, dan jenis
persediaan lainnya, maka pada dasarnya perusahaan telah memanfaatkan
pendanaan yang bersumber dari kredit perdagangan yang disediakan oleh pihak
supplier. Dalam transaksi pembelian secara kredit tersebut perusahaan sebagai
pembeli membayar kewajibannya biasanya dalam jangka waktu misalnya 15 hari
sampai dengan misalnya 60 hari setelah transaksi pembelian dilakukan. Hal ini
sama halnya perusahaan telah memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek
dalam bentuk kredit dagang dengan jangka waktu misalnya 15 hari hingga
misalnya 60 hari, guna mendanai pengadaan atau pembelian persediaan.
Penyedia sumber pendanaan dalam bentuk kredit dagang ini adalah pihak
supplier atau penjual barang. Bagi pihak penjual atau supplier, pemberian fasilitas
kredit dagang dalam penjualan produknya adalah untuk meningkatkan volume
penjualan dengan menarik pihak pembeli melalui strategi penjualan kredit dengan
alasan tidak banyak perusahaan pembeli yang memiliki kesiapan melakukan
pembelian persediaan secara tunai. Dalam kredit dagang ini penyedia dana tidak
menyediakan dana dalam bentuk kas melainkan dalam bentuk fasilitasi pembelian
kepada perusahaan tanpa harus melakukan pembayaran pada saat transaksi
pembelian terjadi.
Kredit dagang ini tidak memerlukan jaminan dalam bentuk asset dari
pembeli melainkan biasanya berdasarkan kepercayaan dan rekam jejak dari
pembeli atau pelanggan. Dalam kredit dagang cukup ditetapkan syarat pembayaran
(term of payment) yang mencakup jatuh tempo pembayaran dan insentif potongan
jika pembeli mampu melakukan pembayaran lebih awal dari jatuh temponya.

Pendanaan Perusahaan 228


Pernyataan syarat pembayaran tersebut biasanya dituangkan dalam pernyataan
misalnya 2/10, n/30. Syarat pembayaran tersebut bermakna jangka waktu
pembayaran kredit adalah 30 hari tetapi jika pembeli melakukan pembayaran
dalam waktu tidak lebih dari 10 hari dia akan memperoleh dengan insentif
potongan sebesar 2% dari nilai kredit.

2) Kredit Jangka Pendek Perbankan


Dari karakteristik dasarnya, kredit jangka pendek yang disediakan oleh
perbankan kepada perusahaan terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai
berikut.

a. Pinjaman jangka Pendek (Short-term Loans)


Kredit perbankan jangka pendek dalam bentuk pinjaman (short-term loan)
ini memiliki karakteristik umum antara lain
 Diberikan dalam suatu jumlah tertentu yang bersifat tetap.
 Nilai pinjaman yang disepakati dibayarkan sekaligus kepada penerima.
 Pembayaran kembali pinjaman bisa dilakukan sekaligus pada saat jatuh
tempo atau dibayar dalam beberapa kali pembayaran.
 Bunga atas pinjaman ditetapkan berdasarkan nilai nominal pinjaman.
 Biasanya didukung dengan jaminan berupa asset perusahaan.
Contoh dari jenis kredit perbankan ini misalnya pada tanggal 10 Januari 20xx
sebuah bank memberikan kredit pinjaman jangka pendek senilai Rp 100 juta
kepada sebuah perusahaan dengan jangka waktu 10 bulan atau jatuh tempo pada
tanggal 10 November 20xx. Tingkat bunga atas pinjaman tersebut sebesar 15% per
tahun.

b. Kredit Rekening Koran


Koran berasal dari kata dalam bahasa Belanda “courant” atau “current”
dalam bahasa Inggris, yang berarti yang sedang berjalan. Rekening koran berarti
rekening berjalan. Pada kredit yang diberikan dalam bentuk pinjaman jangka
pendek (short-term loan) dana diberikan sekaligus dalam jumlah tertentu dan
dibayar kembali oleh nasabah pada waktu yang juga sudah ditetapkan. Di sisi lain,

Pendanaan Perusahaan 229


pada kredit yang diberikan dalam bentuk rekening koran, penerima bisa
melakukan penarikan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan dan melakukan
pembayaran kembali juga sewaktu-waktu seperti halnya transaksi pada rekening
tabungan atau rekening giro dimana penabung bisa melakukan penarikan sesuai
jumlah yang dibutuhkan dan melakukan penyetoran sewaktu-waktu. Namun
demikan jumlah penarikan aktif kredit rekening koran dibatasi sampai jumlah
tertentu yang ditetapkan oleh bank yang disebut sebagai batas atau pagu kredit
(credit limit).
Batas kredit ini bisa diperbarui yaitu ditingkatkan atau diturunkan sesuai
hasil evaluasi atas rekam jejak kredit tersebut pada periode sebelumnya. Suku
bunga atas kredit ini dikenakan atas nilai yang benar-benar ditarik oleh penerima
bukan atas nilai batas kredit yang ditetapkan dan dihitung secara periodik,
misalnya setiap bulan, semester, atau setiap tahun. Namun demikian besar kecilnya
suku bunga yang dikenakan biasanya bergantung kepada besarnya batas kredit
yang ditetapkan. Dalam kredit rekening koran ini biasanya bank juga meminta
jaminan berupa asset perusahaan penerima.
Sebagai contoh, pada tanggal 1 April 20xx sebuah bank menyetujui
memberikan kredit rekening koran kepada sebuah perusahaan dengan batas kredit
sampai dengan Rp 100 juta dengan tingkat bunga 10% per tahun. Atas fasilitas
kredit yang diterimanya tersebut perusahaan melakukan mutasi dalam bentuk
penarikan dan pembayaran kembali dalam 3 bulan pertama sehingga tampak
dalam buku bank sebagai berikut.

Tgl Keterangan Mutasi Saldo


Debit Kredit
5/4 Penarikan 25.000.000 - 25.000.000
10/5 Penarikan 30.000.000 - 55.000.000
30/5 Pembayaran - 20.000.000 35.000.000
15/6 Penarikan 20.000.000 55.000.000
dst...

Kredit rekening koran ini sangat bermanfaat sebagai salah satu sumber untuk
memenuhi kebutuhan dana dalam rangka membiayai transaksi operasional
perusahaan sehari-hari yang sangat fleksibel.

Pendanaan Perusahaan 230


c. Fasilitas Overdraft
Kata overdraft berarti penarikan lebih. Fasilitas overdraft diberikan oleh
bank kepada penerima sebagai nasabah simpanan di bank yang bersangkutan
seperti simpanan dalam bentuk rekening giro. Simpanan dalam bentuk giro
merupakan jenis simpanan yang sewaktu-waktu bisa disetor dan ditarik
menggunakan bilyet giro atau cek. Jika perusahaan memiliki rekening giro di bank
dan perusahaan memperoleh fasilitas overdraft berarti perusahaan sebagai nasabah
giro boleh melakukan penarikan melampaui saldo simpanannya sampai batas
tertentu yang ditetapkan oleh bank. Namun biasanya ada persyaratan dasar bahwa
rekening simpanan yang diberikan fasilitas overdraft tersebut harus memiliki saldo
kredit (saldo positif) paling tidak misalnya setiap akhir bulan. Dalam fasilitas
overdraft ini bank mengenakan bunga atas jumlah yang ditarik lebih dengan
tingkat bunga yang umumnya lebih kecil dibanding tingkat bunga pinjaman jangka
pendek.
Fasilitas overdraft ini sangat bermanfaat sebagai sumber dana jangka
pendek bagi perusahaan terutama untuk memenuhi kebutuhan pembayaran biaya-
biaya operasional sehari-hari atau kebutuhan modal kerja pada saat saldo simpanan
perusahaan di bank sementara belum mencukupi. Di samping itu lebih fleksibel
dan tidak memerlukan jaminan asset. Biasanya fasilitas kredit semacam ini cukup
di dasarkan pada hubungan baik dan teruji antara bank dengan perusahaan sebagai
nasabah.Dalam praktiknya fasilitas pendanaan jangka pendek yang disediakan oleh
perbankan sangat beragam dengan syarat-syarat yang bervariasi antar bank.
Namun di antara mereka yang paling populer bagi perusahaan adalah jenis kredit
dalam bentuk pinjaman jangka pendek (short-term loan) dan kredit rekening
koran.

3) Commercial Paper
Commercial paper adalah instrumen keuangan yang berisi janji tertulis dari
penerbitnya untuk membayar sejumlah tertentu kepada pemegangnya sesuai nilai
nominal yang tertulis di dalamnya pada tanggal jatuh tempo yang tidak lebih dari
satu tahun. Instrumen ini termasuk kategori instrumen utang dalam bentuk
promissory note dan ada juga yang menyebutnya sebagai obligasi jangka pendek.

Pendanaan Perusahaan 231


Untuk memperoleh dana dari sumber ini perusahaan melakukan penerbitan dan
menjualnya kepada masyarakat atau ke lembaga atau perusahaan-perusahaan
pembiayaan. Commercial paper tidak dijamin dengan asset sebagaimana jenis
utang lainnya. Namun demikian, biasanya hanya terbatas perusahaan-perusahaan
yang tergolong perusahaan blue chip yaitu perusahaan yang sudah relatif mapan
dan memiliki credit rating (peringkat kredit) yang tinggi dari lembaga
pemeringkat terpercaya, yang mampu menerbitkan commercial paper.
Commercial paper tidak memberikan bunga, untuk memberikan
pendapatan (bunga) kepada pemegangnya, commercial paper umumnya dijual
berbasis diskon. Pendapatan yang diperoleh dari harga diskon tersebut
menggantikan pendapatan bunga. Sebagai contoh sebuah commercial paper
memiliki nilai nominal Rp 1000 per lembar dengan tingkat diskonto (discount
rate) sebesar 10%. Hal ini berarti commercial paper tersebut dijual dengan harga
Rp 900. Dengan membeli seharga Rp 900 pemegang commercial paper tersebut
pada saat jatuh tempo akan menerima sebesar nilai nominalnya yaitu Rp 1000.
Selisih antara harga beli dan harga tebusan sebesar Rp 100 tersebut pada dasarnya
merupakan pendapatan bunga yang diperoleh oleh pemegang sebagai pendapatan
investasinya ke dalam instrumen commercial paper. Tingkat pendapatan investasi
yang diperoleh dari commercial paper yang disebut commercial paper yield
ditentukan dengan rumus berikut.

N  P 360
Ycp  x
P n
Ycp = yield dari commercial paper
N = nilai nominal
P = harga jual
n = jangka waktu (hari)
Jika commercial paper tersebut berjangka waktu 300 hari maka tingkat pendapatan
investasi (yield) per tahun yang diperoleh oleh pemegangnya adalah:
1000  900 360
Ycp  x
900 300
= 13,3%

Pendanaan Perusahaan 232


Bagi investor (pemegang commercial paper), dengan nilai investasi sebesar Rp
900 ke dalam commercial paper selama 300 hari, dan dengan memperoleh
pendapatan bunga sebesar Rp 100 pada saat jatuh tempo, adalah sama dengan
memperoleh tingkat pendapatan investasi atau yang disebut yield dari commercial
paper tersebut sebesar 13,3% per tahun.
Bagi perusahaan penerbit, tingkat pendapatan investasi sebesar 13,33% tersebut
merupakan biaya modal atas dana yang diperoleh dari sumber pendanaan
commercial paper. Biaya bunga atas commercial paper pada umumnya lebih
rendah dari bunga pinjaman lainnya dari bank.

Kelebihan Commercial Paper


Bagi perusahaan pendanaan jangka pendek dari commercial paper
memiliki beberapa kelebihan di antaranya:
 Memungkinkan perusahaan memperoleh dana dalam jumlah yang relative
besar dibanding pendanaan jangka pendek lainnya karena commercial
paper bisa dijual secara luas.
 Memiliki biaya modal yang relatif rendah karena dengan rating kredit yang
tinggi menunjukkan tingkat risiko dari sumber dana tersebut rendah.
 Tidak memerlukan jaminan khusus berupa asset perusahaan.
Namun demikian, karena commercial paper melibatkan jumlah dana yang relatif
besar dan melibatkan pihak-pihak yang lebih luas, biasanya penerbitan commercial
paper diatur secara lebih ketat guna memberikan perlindungan kepada
pemegangnya.

4) Debt Factoring
Sumber pendanaan jangka pendek alternatif yang semakin berkembang
dewasa ini adalah debt factoring yaitu penjualan piutang yang belum jatuh tempo
kepada pihak ketiga yang disebut “factor” atau perusahaan factoring dengan
tujuan untuk memperoleh dana cepat sebelum jatuh tempo piutang tersebut. Pada
saat transaksi terjadi, perusahaan factor (pembeli) akan membayar perusahaan
sejumlah kas yang biasanya dibatasi misalnya 75% dari nilai nominal piutang,

Pendanaan Perusahaan 233


sisanya (25%) akan dibayarkan ketika perusahaan factor menerima pembayaran
dari debitur atas piutang tersebu. Ketika piutang jatuh tempo dan factor menerima
pembayaran sebesar nilai nominal dari debitur sisa nilai piutang (25%) dibayarkan
kepada penjual dipotong fee sebesar misalnya 5% dari nilai nominal piutang
sebagai pendapatan dari factor. Debt factoring merupakan cara praktis
memperoleh dana karena memungkinkan perusahaan bisa memperoleh dana yang
dibutuhkan segera tanpa harus menunggu sampai dengan tanggal jatuh tempo
piutang. Dalam praktiknya ada dua jenis perjanjian debt factoring, yaitu recourse
dan non-recourse factoring.
Recourse factoring, merupakan jenis perjanjian debt factoring di mana jika pihak
factor tidak berhasil menagih piutang yang diambil alih sampai dengan batas
waktu yang telah disepakati maka piutang tersebut dikembalikan lagi kepada
perusahaan penjual. Dalam hal ini perusahaan penjual mengembalikan uang muka
yang telah diterimanya dari pihak factor.
Non-recourse factoring, merupakan jenis perjanjian debt factoring di mana risiko
kegagalan penagihan dari debitur ditanggung oleh pihak factor, sehingga
perusahaan penjual terbebas dari risiko piutang ragui-ragu. Namun sebagai
konsekuensinya pada non-recourse factoring pihak factor akan membebankan fee
yang lebih besar dibanding pada recourse factoring.

SUMBER DANA JANGKA PANJANG

Sumber pendanaan jangka panjang (Sources of Long-term Financing)


adalah jenis sumber pendanaan yang memiliki jangka waktu keterikatan dana
umumnya lebih dari satu tahun dan biasanya melibatkan jumlah dana yang relatif
besar. Karena sifatnya jangka panjang, jenis sumber pendanaan ini biasanya
digunakan untuk membiayai proyek-proyek investasi jangka panjang misalnya
pembangunan pabrik baru, pembelian atau akuisisi perusahaan lain, atau
pengadaan asset tetap seperti pembelian tanah, pabrik, kendaraan, peralatan
produksi, peralatan kantor, penyertaan ke dalam surat berharga saham atau
obligasi perusahaan lain, dan bisa juga untuk membiayai bagian modal kerja yang

Pendanaan Perusahaan 234


bersifat permanen. Sumber pendanaan jangka panjang beragam jenisnya baik yang
bersumber dari utang maupun dari modal sendiri.

1) Sumber Dana Jangka Panjang dari Utang


Sebagian pihak menyebut sumber dana jangka panjang yang berasal dari
utang atau dari kreditor ini sebagai modal asing sedangkan sumber dana atau
modal yang berasal dari pemilik perusahaan sendiri dinamakan modal sendiri.
Sumber dana jangka panjang yang berasal dari utang yang umumnya tersedia di
pasar keuangan di antaranya adalah utang hipotik, kredit perbankan lainnya, dan
utang obligasi. Masing-masing jenis sumber utang jangka panjang tersebut
dijelaskan secara garis besar berikut.

a. Utang Hipotik (Mortgage)


Utang hipotik adalah pinjaman jangka panjang (term loan) dengan nilai
dan tingkat bunga tertentu yang diberikan oleh bank dengan jaminan harta tak
bergerak milik peminjam, seperti tanah, bangunan, peralatan, dan sejenisnya.
Pembayaran kembali jenis utang ini dilakukan melalui angsuran berkala yang
dibayarkan bersama dengan kewajiban bunga berkala. Dalam perjanjian ditetapkan
bahwa jika penerima pinjaman gagal memenuhi kewajibannya maka bank sebagai
pemberi pinjaman berhak untuk menjual harta milik peminjam yang dijaminkan
dan hasilnya digunakan untuk menutup kewajiban yang belum dipenuhi oleh
peminjam. Perusahaan bisa memanfaatkan sumber dana ini karena lebih mudah
diperoleh selama perusahaan memiliki asset yang bisa dijaminkan. Kewajiban
perusahaan sebagai debitur adalah membayar angsuran pokok dan bunga utang
secara berkala.
Jumlah dana yang bisa diperoleh bergantung kepada nilai harta atau asset
yang dijaminkan. Semakin tinggi nilai jual asset yang dijamnikan semakin tinggi
pula dana yang bisa diperoleh, karena bank biasanya menetapkan batas maksimal
pinjaman yang bisa diberikan misalnya tidak lebih dari 75% dari taksiran nilai jual
dari harta yang dijaminkan. Penetapan batas maksimal nilai pinjaman yang lebih
rendah dari taksiran nilai jual asset jaminan dimaksudkan untuk melindungi bank
dari risiko turunnya nilai jual asset sehingga tidak mampu menutup jumlah yang

Pendanaan Perusahaan 235


harus dipenuhi oleh peminjam. Sebagai contoh, jika perusahaan mengajukan asset
berupa tanah untuk jaminan utang dengan taksiran nilai jual sebesar Rp 10 milyar,
maka bank mungkin menetapkan jumlah dana yang bisa diberikan maksimal
sebesar Rp 7,5 milyar.
Bagi perusahaan utang hipotik ini membatasi kewenangan perusahaan
terhadap asset yang dijaminkan karena bank akan memberikan batasan-batasan
tertentu guna menghindari kemungkinan gagalnya asset tersebut memenuhi
persyaratan sebagai harta jaminan di kemudian hari. Sebagai contoh, jika bank
menyetujui menerima jaminan berupa harta berupa peralatan produksi maka
mungkin bank akan memberikan batasan misalnya perusahaan tidak boleh
mengoperasikan peralatan tersebut melampaui kapasitas tertentu yang ditetapkan
oleh bank. Batasan tersebut dimaksudkan agar perusahaan tidak mengoperasikan
peralatan di luar batas yang ditetapkan yang berisiko menyebabkan kerusakan
sehingga akan menurunkan nilai jual dari peralatan tersebut.

b. Kredit Jangka Panjang Perbankan Lainnya


Dewasa ini banyak ragam kredit jangka panjang yang disediakan oleh
perbankan termasuk paket-paket kredit yang disponsori oleh pemerintah yang
peruntukannya terutama untuk mendukung aspek permodalan perusahaan-
perusahaan kecil dan menengah. Nama, spesifikasi, dan persyaratan yang
ditetapkan untuk kredit permodalan ini sangat beragam antar bank namun
prinsipnya persyaratan tersebut lebih fleksibel dan lebih terjangkau karena tidak
seperti utang hipotik yang harus dengan asset jaminan berupa harta tak bergerak.
Jaminan untuk kredit permodalan ini biasanya cukup berupa usaha yang
dibiayainya dan rekam jejak dari pengusaha. Jika bank menilai usaha yang akan
dibiayai dengan dana kredit memiliki prospek yang menjanjikan dan tidak ada
catatan negatif dari pengusaha yang mengajukan kredit, maka itu sudah cukup
untuk memberikan kredit yang diajukan oleh peminjam (pengusaha).

c. Utang Obligasi (Bonds)


Obligasi merupakan surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh pihak
yang berutang yaitu perusahaan atau pemerintah, yang di dalamnya berisi janji dari

Pendanaan Perusahaan 236


pihak yang menerbitkan untuk membayar sejumlah tertentu sebesar nilai
nominalnya pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan dan bunga periodik
kepada pihak pembeli atau pemegang obligasi. Obligasi bisa dipindahtangankan,
sehingga pihak pemegang obligasi bisa menjualnya sewaktu-waktu untuk
memperoleh dana kembali tanpa harus menunggu jatuh temponya. Obligasi
merupakan surat utang yang bisa dijual secara luas ke publik, sehingga bagi
perusahaan yang sudah go-public memungkinkan untuk memperoleh dana jangka
panjang dalam jumlah besar melalui penerbitan obligasi.

Karakteristik Obligasi
Surat utang obligasi memiliki beberapa karakteristik atau spesifikasi sebagai
berikut.
1. Nilai nominal (face value) adalah nilai rupiah yang tertulis pada surat
obligasi yang merupakan jumlah yang harus dibayar oleh penerbit kepada
pemegangnya pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.
2. Kupon bunga (coupon rate) adalah nilai bunga obligasi yang dibayarkan
oleh penerbit kepada pemegangnya secara periodik, lazimnya kuartalan,
semesteran, atau tahunan dan dengan nilai yang tetap. Walaupun
dibayarkan kuartalan atau semesteran, bunga obligasi dinyatakan dalam
persentase per tahun dari nilai nominalnya. Misalnya obligasi dengan nilai
nominal Rp 1000 dengan kupon 5%, jika bunga dibayarkan tiap semester
berarti tiap semester pemegang obligasi menerima Rp 25 per lembar, yaitu
(Rp 1000 x 5%) x 6/12. Obligasi termasuk surat berharga berpenghasilan
tetap (fixed income security).
3. Tanggal kupon (coupon dates) adalah tanggal jatuh tempo pembayaran
bunga periodik yang biasanya bisa kuartalan, semesteran, atau tahunan.
4. Jatuh tempo (maturity date) adalah tanggal jatuh tempo obligasi dimana
penerbit membayar sebesar nilai nominal obligasi kepada pemegang
obligasi.

Pendanaan Perusahaan 237


5. Penerbit obligasi (bond issuer) adalah pihak yang menerbitkan obligasi dan
sekaligus sebagai pihak yang berutang. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya obligasi bisa diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah.

Harga Obligasi
Sebagaimana saham, obligasi bisa dijual dengan tiga kemungkinan harga
jual yang biasanya dinyatakan dalam persentase dari nilai nominalnya, yaitu:
1. At par, yaitu obligasi terjual dengan harga sebesar nilai nominalnya atau
terjual dengan harga 100%. Misalnya obligasi dengan nilai nominal Rp
1000 per lembar dijual pada harga 100%, maka harga jual obligasi tersebut
adalah 100% x Rp 1000 = Rp 1000 (sama dengan nilai nominalnya).
2. At premium, yaitu obligasi terjual dengan harga lebih besar dari nilai
nominalnya. Misalnya obligasi dengan nilai nominal Rp 1000 per lembar
dijual pada harga 105%, maka harga jual obligasi tersebut adalah 105% x
Rp 1000 = Rp 1050.
3. At discount, yaitu obligasi terjual dengan harga lebih kecil dari nilai
nominalnya. Misalnya obligasi dengan nilai nominal Rp 1000 per lembar
dijual pada harga 97%, maka harga jual obligasi tersebut adalah 97% x Rp
1000 = Rp 970.
Ada beberapa faktor yang menentukan tinggi rendahnya harga jual
obligasi, di antaranya adalah:

1. Risiko Kegagalan
Risiko kegagalan atau disebut default risk adalah kemungkinan penerbit
obligasi tidak mampu melakukan kewajiban pembayaran bunga periodik dan nilai
nominal obligasi pada tangal jatuh temponya. Default risk ini dapat dilihat pada
peringkat (rating) obligasi yang bersangkutan yang dikeluarkan oleh lembaga
pemeringkat, kalau di Indonesia seperti PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia).
Tinggi rendahnya risiko tersebut bergantung kepada kualitas dan kinerja dari
lembaga atau perusahaan penerbit obligasi. Semakin tinggi peringkat yang
diperoleh mencerminkan semakin rendah default risk dari surat obligasi dan

Pendanaan Perusahaan 238


sebaliknya. Obligasi dengan peringkat kredit yang tinggi akan memiliki harga jual
yang lebih tinggi sehingga memungkinkan dijual di atas nilai nominalnya (at
premium). Obligasi dengan peringkat kredit rendah kemungkinan besar akan
terjual pada harga di bawah nilai nominalnya (at discount).

2. Tingkat Bunga Umum yang berlaku


Obligasi memberikan pendapatan bunga yang bersifat tetap sampai dengan
jatuh temponya. Jika tingkat suku bunga umum yang berlaku di pasar berfluktuasi
maka minat pasar terhadap obligasi juga berubah. Sebagai contoh, sebuah obligasi
dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar memberikan kupon bunga 6% per
tahun. Jika tingkat suku bunga umum yang berlaku 5% maka akan banyak investor
berminat untuk membeli obligasi tersebut karena memberikan pendapatan bunga
lebih tinggi dari bunga pasar. Hal ini akan mendorong harga obligasi meningkat.
Sebaliknya jika suku bunga di pasar 7% maka obligasi tersebut tidak menarik
karena memberikan pendapatan bunga lebih rendah dari suku bunga yang berlaku
di pasar. Kondisi ini pada gilirannya akan mendorong harga obligasi tersebut
turun. Dengan demikian harga pasar obligasi akan berubah berlawanan arah
dengan perubahan tingkat suku bunga umum yang berlaku di pasar.

Bunga Obligasi
Tinggi rendahnya bunga obligasi dientukan oleh dua faktor utama, yaitu
kualitas kredit dan jangka waktu obligasi. Terkait dengan kualitas kredit, semakin
tinggi rating kredit dari perusahaan penerbit maka semakin rendah risiko gagal
(default risk) dari obligasi yang diterbitkan. Jika risiko gagal rendah maka biaya
modal dari obligasi tersebut juga akan rendah dan dengan sendirinya kupon bunga
obligasi yang tidak lain sebagai komponen biaya modal juga akan rendah. Kondisi
sebaliknya akan terjadi pada obligasi dengan rating kredit yang rendah yang
mencerminkan tingkat risiko gagal yang tinggi. Jika risiko gagal tinggi maka biaya
modal obligasi akan tinggi yang berarti pula kupon bunga obligasi yang
bersangkutan juga menjadi tinggi.
Faktor kedua yaitu jangka waktu utang obligasi. Semakin panjang jangka
waktu obligasi maka semakin besar peluang ketidakpastian dari obligasi. Obligasi
dengan jangka waktu yang lebih panjang juga memiliki tingkat likuiditas yang

Pendanaan Perusahaan 239


semakin rendah. Dengan alasan tersebut obligasi yang memiliki jangka waktu atau
jatuh tempo yang panjang menuntut kupon bunga yang lebih tinggi dibanding
obligasi dengan jangka waktu yang lebih pendek.

Jenis-jenis Obligasi
Obligasi yang tersedia di pasar sangat banyak jenis dan ragamnya. Jenis-
jenis obligasi ini bisa dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut.

1. Dilihat dari sisi penerbit


1) Obligasi Perusahaan (Corporate Bonds), yaitu obligasi yang diterbitkan
oleh perusahaan (korporasi) bisa perusahaan swasta atau perusahaan milik
Negara.
2) Obligasi Pemerintah (Government Bonds), yaitu obligasi nyang
diterbitkan oleh pemerintah pusat sedangkan yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah disebut municipal bonds.

2. Dilihat dari sisi hak opsi pemegang


2) Convertible Bonds, yaitu jenis obligasi yang memberikan hak kepada
pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam
sejumlah saham perusahaan penerbit obligasi. Dengan demikian, jenis
obligasi ini memberikan opsi kepada pemegangnya untuk beralih status dari
pemberi pinjaman menjadi penyertaan modal. Alasan perusahaan
menerbitkan convertible bond adalah sebagai pengganti penerbitan surat
ekuitas (saham) yang ditunda. Sebenarnya dalam hal ini perusahaan berniat
menerbitkan saham untuk memenuhi kebutuhan dananya tetapi karena
kondisi tidak memungkinkan seperti harga saham perusahaan di pasar
berada dalam posisi tertekan (sangat rendah) atau jika diterbitkan saham
baru akan segera mengakibatkan penurunan earning per share (EPS) secara
signifikan. Maka sebagai gantinya untuk sementara kebutuhan dana
dipenuhi dengan penerbitan obligasi yang bisa dikonversi ke saham dan
diharapkan pada waktunya utang obligasi tersebut ditukar ke dalam saham

Pendanaan Perusahaan 240


sehingga berubah menjadi ekuitas sebagaimana yang diharapkan semula
oleh perusahaan.
3) Callable Bonds, yaitu jenis obligasi yang memberikan hak kepada penerbit
(emiten) obligasi untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu
sepanjang umur atau sebelum jatuh tempo obligasi tersebut. Alasan syarat
pembelian kembali tersebut diatur dalam perjanjian utang (debt covenant)
misalnya karena terdapatnya kondisi di mana tingkat suku bunga umum
menurun tajam.
4) Putable Bonds, yaitu obligasi yang memberikan hak kepada pemegangnya
yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga
tertentu sepanjang umur atau sebelum jatuh tempo obligasi tersebut. Alasan
penjualan kembali kepda penerbit tersebut di atur dalam perjanjian kredit,
misalnya karena terdapatnya kenaikan yang signifikan pada suku bunga
umum. Karakteristik putable bonds ini persis kebalikannya callable bonds.

3. Dilihat dari sistem kupon bunga


1) Zero Coupon Bonds, yaitu jenis obligasi yang tidak melakukan pembayaran
bunga secara periodik. Sebagai gantinya, obligasi dijual berbasis diskon (at
discount) dan pada saat jatuh temponya penerbit akan membayar sejumlah
nilai nominal obligasi yang besangkutan. Pendapatan dari pemegang
obligasi zero coupon berasal dari selisih harga beli pada harga diskon
dengan nilai tebus obligasi sebesar nilai nominalnya. Sebagai contoh,
sebuah obligasi zero coupon bernilai nominal Rp 1.000 dengan jangka
waktu 5 tahun dijual dengan hara diskon Rp 800 per lembar. Pendapatan
dari pemegang obligasi tersebut jika mempertahankan kepemilikan obligasi
tersebut selama 5 tahun adalah Rp 200 yang akan direalisasi ketika
menerima pembayaran nilai nominal Rp 1.000 pada tanggal jatuh tempo.
Semakin mendekati tanggal jatuh tempo, harga pasar obligasi jenis ini akan
bergerak mendekati nilai nominalnya, sehingga pada saat jatuh tempo harga
pasar dan nilai nominalnya akan sama. Misalnya tiga tahun kemudian
obligasi tersebut dijual dengan harga Rp 925, berarti pemegang baru
obligasi tersebut akan meperoleh pendapatan sebesar Rp 75 per lembar pada

Pendanaan Perusahaan 241


saat jatuh tempo. Sedangkan pemegang lama memperoleh pendaptan Rp
125 yang direalisasi saat ia menjualnya pada tahun ketiga usia obligasi.
2) Fixed Coupon Bonds, yaitu jenis obligasi dengan tingkat kupon bunga
tertentu yang telah ditetapkan dan dibayarkan secara periodik sehingga
memberikan pendapatan tetap secara periodik kepada pemegangnya. Jenis
obligasi ini adalah yang paling umum. Sebagai contoh, sebuah obligasi
dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar memiliki kupon bunga 8% yang
dibayarkan per semester. Atas dasar ini pemegang obligasi akan menerima
pendapatan bunga tetap per semester sebesar Rp 40 per lembar yaitu (8% x
Rp 1.000)/2.
3) Floating Coupon Bonds, yaitu jenis obligasi dengan tingkat kupon bunga
tidak tetap. Bunga yang dibayarkan pada jenis obligasi ini berfluktuasi
berdasarkan suatu acuan tertentu seperti misalnya average time deposit
(ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito berjangka dari
bank.

Yield Obligasi
Bagi pemegang obligasi, pendapatan yang diperoleh dari investasinya ke
dalam obligasi baik yang berasal dari pendapatan kupon bunan maupun
pendapatan dari selisih nilai nominal dan harga beli disebut yield. Yield dinyatakan
dalam persentase per tahun sehingga yield mencerminkan tingkat pengembalian
(return) surat berharga obligasi per tahun yang diperoleh pemegangnya. Ada dua
jenis yield yang biasanya dihitung sebagai pendapatan dari pemegang obligasi.
1) Currrent yield adalah tingkat pendapatan investasi yang diperoleh
pemegangnya, dengan asumsi pemegang tidak mempertahankan
kepemilikannya sampai jatuh tempo obligasi. Currrent yield dihitung
berdasarkan jumlah kupon bunga yang diterima selama satu tahun. Jika kupon
bunga tidak dibayarkan per tahun melainkan misalnya tiap semester maka
kupon bunga tersebut harus disetahunkan. Persamaan untuk menghitung
current yield sebagai berikut.

Pendanaan Perusahaan 242


Bunga tahunan
Current yield =
Harga beli obligasi

Contoh:
Sebuah obligasi yang diterbitkan oleh PT ABC dengan jangka waktu 5 tahun
dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar memberikan kupon kepada
pemegangnya sebesar 10% per tahun. Harga harga obligasi tersebut adalah
96% atau Rp 960 per lembar.

Rp 100
Current yield =
Rp 960
= 10,42%

Jika harga beli obligasi sama dengan nilai nominalnya (at par) maka current
yield obligasi sama dengan persentase kupon bunga per tahun.
2) Yield to maturity (YTM) adalah yield yang mencerminkan tingkat
pengembalian (return) yang diperoleh investor per tahun apabila investor
mempertahankan kepemilikan obligasi sampai jatuh temponya. Karena
kepemilikan obligasi sampai dengan jatuh temponya, maka pemegang obligasi
selain memperoleh pendapatan berupa kupon bunga juga pendapatan berupa
selisih antara harga beli dengan nilai nominal (nilai tebus) yang diterima pada
saat obligasi jatuh tempo. YTM ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

( N  P) / n
YTM  I  x100%
( N  P) / 2

Keterangan:
I = kupon bunga
n = periode waktu yang tersisa (tahun)
N = nilai nominal obligasi
P = harga beli obligasi

Pendanaan Perusahaan 243


Contoh:
Jika pemegang obligasi PT ABC pada contoh di atas membelinya pada awal
tahun pertama dari jangka waktu obligasi tersebut dan berniat
mempertahankan kepemilikan obligasi tersebut sampai dengan jatuh
temponya atau selama 4 tahun ke depan, maka YTM per tahun atas obligasi
tersebut dapat ditentukan sebagai berikut.

(1000  960) / 4
YTM  10%  x100%
(1000  960) / 2
= 10% + 1,02%
= 11,02%

Contoh tersebut menghasilkan YTM per tahun lebih besar dari currrent yield
karena harga beli obligasi lebih rendah dari nilai nominalnya. Dalam hal ini
pemegang obligasi membeli obigasi senilai Rp 960 tetapi pada saat jatuh tempo ia
menerima tebusan sebesar nilai nominal yaitu Rp 1.000. Dengan demikian,
pemegang obligasi selain memperoleh pendapatan bunga sebesar 10%, pada saat
jatuh tempo ia juga memperoleh pendapatan berupa selisih lebih nilai nominal di
atas harga belinya (nilai investasinya) yaitu Rp 40 atau Rp 10 per tahun selama 4
tahun ke depan. Sebaliknya, jika harga beli lebih besar dari nilai nominal maka
pada saat jatuh tempo pemegang obligasi akan menerima nilai tebusan yang lebih
kecil dari harga beli (nilai investasinya). Dalam hal ini jika pemegang obigasi
mempertahankan kepemilikannya sampai dengan jatuh tempo akan rugi dan
menjadikan YTM lebih kecil dari current yield. Sebagai contoh, misalkan harga
beli dari obligasi tersebut Rp Rp 1.040 maka YTM per tahun adalah:

(1000−1040)/4
𝑌𝑇𝑀 = 10% + 𝑥 100%
(1000+1040)/2

= 10% - 0,98%
= 9,02%

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan YTM yang dihasilkan sebesar


9,02% adalah lebih kecil dibanding current yield sebesar 10,42%. Jika harga beli

Pendanaan Perusahaan 244


obligasi sama dengan nilai nominalnya, maka pendapatan berupa selisih lebih nilai
nominal di atas harga beli menjadi tidak ada. Kondisi ini akan menyebabkan YTM
sama dengan currrent yield dan cara menghitungnya juga sama. Yang
membedakan YTM dengan currrent yield adalah faktor pendapatan/kerugian atas
selisih nilai nominal (nilai tebus) dengan harga beli obligasi. Jika pendapatan
ekstra tersebut tidak ada maka YTM sama dengan currrent yield. Bagi perusahaan
penerbit obligasi (emiten), YTM merupakan biaya modal atas utang obligasi.

Sumber Dana Utang dan Keuntungan Pajak


Salah satu kelebihan dari sumber dana utang, yang seringkali menjadi bahan
pertimbangan dalam pemilihan alternatif pendanaan adalah keuntungan pajak (tax
benefit) yang dihasilkan dari penggunaan sumber dana utang. Utang membawa
beban atau biaya tetap berupa bunga, sementara sumber dana lainnya (ekuitas)
tidak. Sebagai unsur biaya, bunga mengurangi besarnya laba kena pajak sehingga
laba kena pajak menjadi lebih kecil dibanding jika tidak ada biaya bunga. Dengan
jumlah laba kena pajak yang lebih kecil maka beban pajak yang ditanggung
perusahaan menjadi lebih kecil, sehingga terjadi penghematan beban pajak.
Perhatikan ilustrasi berikut.
Dua buah perusahaan, A dan B, memperoleh laba bersih sebelum bunga dan
pajak (EBIT) yang sama besarnya yaitu Rp 100.000.000. Tarip pajak yang
dikenakan kepada kedua perusahaan tersebut juga sama yaitu 25%. Perusahaan A
menanggung beban bunga 10% atas penggunaan dana dari utang senilai Rp
200.000.000. Sementara perusahaan B tidak menggunakan dana utang sehingga
tidak memiliki beban bunga. Berikut perhitungan keuntungan pajak yang diperoleh
perusahaan A.
Tabel…. Perhitungan Keuntungan Pajak

Keterangan Perusahaan A Perusahaan B


EBIT 100.000.000 100.000.000
Biaya bunga 10% (20.000.000) -
Laba bersih sebelum pajak 80.000.000 100.000.000
Pajak 25% (20.000.000) (25.000.000)
Keuntungan pajak
5.000.000
Perusahaan A

Pendanaan Perusahaan 245


Tabel......menunjukkan bahwa beban pajak perusahaan B sebesr Rp 25.000.000
sementara perusahaan A hanya sebesar Rp 20.000.000. Dengan demikian
perusahaan A diuntungkan penghematan arus kas keluar berupa penghematan
pajak sebesar Rp 5.000.000. Penghematan pajak tersebut diperoleh karena
perusahaan A menggunakan dana utang dengan beban bunga 10%.
Keuntungan pajak tersebut bisa dinikmati oleh perusahaan sepanjang
perusahaan berkewajiban membayar pajak. Jika perusahaan dalam posisi rugi
sehingga tidak ada kewajiban membayar pajak, maka keuntungan pajak dari utang
menjadi tidak efektif (hilang). Keuntungan pajak berbanding lurus dengan
besarnya keuntungan dan beban bunga. Semakin tinggi keuntungan dan beban
bunga semakin besar keuntungan pajak yang diperoleh, dan sebaliknya.

2) Sumber Dana Jangka Panjang dari Ekuitas


Sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari ekuitas adalah sumber
dana yang berasal dari pemilik (Owners’ equity) sehingga dana yang diperoleh
dari sumber ini biasa juga disebut sebagai modal sendiri. Sumber dana dari ekuitas
ini terdiri dari saham, saldo laba, dan dana-dana cadangan yang dibentuk oleh
peruahaan.

a. Saham
Saham merupakan bukti atau surat kepemilikan suatu perusahaan yang
umumnya memiliki nilai nominal tertentu tetapi tidak memiliki jangka waktu atau
jatuh tempo sebagaimana obligasi. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan
sesuai porsi jumlah saham yang dimilikinya. Semakin besar jumlah lembar saham
yang dimiliki oleh pemegang semakin besar porsi kepemilikannya atas perusahaan
penerbit saham yang bersangkutan, dan sebaliknya. Perusahaan memperoleh dana
dari saham dengan cara menerbitkan dan menjualnya kepada investor.
Sebagaimana surat obligasi, surat saham bisa dijual dengan tiga kemungkinan
harga jual yaitu sama dengan nilai nominalnya (at par), atau di atas nilai nominal
(at premium), atau di bawah nilai nominalnya (at discount).
Ada dua jenis saham yang beredar di pasar keuangan yaitu saham preferen
dan saham biasa.

Pendanaan Perusahaan 246


1) Saham Preferen
Saham preferen (preferred stock) merupakan jenis saham yang memiliki
hak-hak istimewa dan sekaligus keterbatasan-keterbatasan tertentu dibanding
saham biasa. Keistimewaan yang diperoleh oleh pemegang saham preferen
terdapat pada tiga hal berikut.
a) Hak istimewa dalam pembagian dividen. Pemegang saham preferen Memiliki
hak untuk memperoleh dividen dalam jumlah yang tetap yang tidak bergantung
kepada besar kecilnya keuntungan yang diperoleh perusahaan. Atas dasar ini
saham preferen termasuk surat berharga berpenghasilan tetap (fixed income
security) sebagaimana obligasi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan
menerbitkan saham preferen 12% dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar.
Hal ini berarti pemegang saham preferen tersebut berhak atas pendapatan
dividen sebesar 12% dari nilai nominalnya atau sebesar Rp 12 per lembar per
tahun tak terkecuali berapapun besar kecilnya keuntungan perusahaan pada
periode yang bersangkutann. Namun demikian, dalam praktiknya terdapat
beberapa jenis saham preferen dilihat dari hak atas dividen yang diperolehnya,
yaitu:

1. Saham Preferen Komulatif


Jenis saham preferen ini memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima secara akumulatif dividen yang tidak terbayarkan pada tahun-
tahun sebelumnya karena kondisi keuangan perusahaan. Sebagai contoh,
pada tahun kelima dan keenam perusahaan tidak membayarkan dividen
kepada pemegang saham preferen sebesar prosentase yang telah ditetapkan
karena kondisi keuangan perusahaan. Pada tahun ketujuh ketika perusahaan
mampu membayarkan dividen maka dividen tahun kelima dan keenam harus
juga harus dibayarkan di tahun ketujuh tersebut, sehingga pada tahun ketujuh
pemegang saham preferen menerima dividen akumulatif untuk tiga tahun
sekaligus.

Pendanaan Perusahaan 247


2. Saham Preferen Non-Komulatif
Sesuai namanya, pemegang saham preferen non-komulatif tidak memiliki
hak atas dividen akumulatif. Pada contoh di atas, jika misalnya perusahaan
tidak membayarkan dividen di tahun kelima dan keenam karena alasan
kondisi keuangan perusahaan, maka di tahun ketujuh ketika perusahaan
mampu membayarkan dividen yang dibayarkan hanya dividen tahun ketujuh,
sedangkan dividen tahun kelima dan keenam menjadi hangus atau tidak
dibayarkan lagi.
3. Saham Preferen Partisipatif
Pemegang saham preferen partisipatif ini memiliki hak tambahan dibanding
pemegang saham preferen lainnya. Selain memiliki hak atas dividen dalam
jumlah yang tetap tiap tahun, pemegang jenis saham preferen partisipatif
juga berhak atas bagian laba yang dibagiakan dalam bentuk dividen ekstra,
yang berasal dari perolehan laba pada periode yang bersangkutan yang lebih
besar dari yang diharapkan.
4. Saham Preferen Komulatif Partisipatif
Pemegang saham preferen jenis ini selain memiliki hak dividen akumulatif
sekaligus juga memiliki hak dividen partisipatif. Dengan demikian, di antara
jenis-jenis saham preferen yang ada jenis saham preferen ini merupakan
yang paling istimewa.
b) Hak istimewa dalam likuidasi. Dalam hal perusahaan dilikuidasi seluruh asset
perusahaan dijual atau direalisasikan menjadi kas. Hasil penjualan asset tersebut
terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi kewajiban seluruh utang-utang
perusahaan. Jika masih ada sisa, maka pemegang saham preferen berhak untuk
memperoleh terlebih dahulu bagian hasil penjualan asset likuidasi tersebut
sebelum pemegang saham biasa. Bagian yang bisa diterima oleh pemegang
saham preferen maksimal sebesar nilai nominalnya.
c) Hak konversi ke dalam saham biasa. Ada jenis saham preferen tertentu yang
juga memberikan hak kepada pemegangnya untuk menukarkan saham preferen
yang dimiliki dengan saham biasa berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan.

Pendanaan Perusahaan 248


Disamping beberapa keistimewaan di atas, saham preferen walaupun
merepresentasikan bukti kepemilikan perusahaan juga memiliki keterbatasan di
antaranya pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara dalam perusahaan
seperti yang dimiliki oleh pemegang saham biasa. Saham preferen yang memiliki
pendapatan dividen tetap tetapi tidak memiliki hak suara dalam perusahaan
sebenarnya lebih menyerupai surat utang seperti obligasi yang juga memperoleh
pendapatan tetap berupa bunga. Mengingat karakteristik yang menyerupai surat
utang tersebut maka saham preferen juga disebut sebagai hybrid security atau
sebagai surat berharga gabungan antara ekuitas dan utang.

2) Saham Biasa
Saham biasa (common stock) merupakan jenis saham yang pada umumnya
diterbitkan oleh perusahaan sehingga kalau tidak disebut secara khusus yang
dimaksud dengan saham adalah jenis saham biasa. Dibanding saham preferen,
karakteristik yang melekat pada saham biasa antara lain sebagai berikut.
a) Memperoleh dividen yang nilainya ditentukan oleh besar kecilnya laba yang
diperoleh oleh perusahaan dan kebijakan keuangan perusahaan lainnya seperti
kebijakan pendanaan. Bisa jadi walaupun perusahaan memperoleh laba tetapi
karena alasan kebutuhan pendanaan pada tahun tersebut tidak ada pembagian
dividen kepada pemegang saham biasa. Dengan demikian dividen saham biasa
cenderung berfluktuasi dari period ke periode.
b) Memiliki hak suara terkait dengan penentuan kebijakan-kebijakan penting
perusahaan. Penyaluran hak suara ini biasanya dilakukan melalui forum Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Ketentuan umumnya adalah per lembar
saham berhak atas satu suara (one vote per share) walaupun jumlah hak suara
tidak harus selalu proporsional dengan jumlah lembar saham yang dimiliki.
Ada kalanya saham biasa diterbitkan berdasarkan kelas, misalnya saham biasa
kelas A, saham biasa kelas B, dan saham biasa kelas C. Saham kelas A per
lembarnya misalnya memiliki 10 hak suara sedangkan untuk saham kelas B per
lembarnya hanya memiliki hak satu suara. Sementara kelas C tidak memiliki
hak suara sama sekali. Saham kelas A biasanya dimiliki oleh para pemilik

Pendanaan Perusahaan 249


utama atau para pendiri perusahaan dengan tujuan agar mereka bisa tetap
mempertahankan kendali perusahaan.
c) Adakalanya pemegang saham biasa diberikan hak prioritas untuk membeli
saham baru jika perusahaan menerbitkan kembali saham biasa baru sesuai
(proporsional) dengan jumlah lembar saham yang dimiliki dan dengan harga
yang lebih rendah dari harga pasar yang berlaku. Hak ini disebut preemptive
right yang bertujuan memberikan kesempatan kepada pemegang saham lama
untuk mempertahankan proporsi kepemilikannya sehubungan dengan adanya
pertambahan jumlah saham yang beredar atau untuk menghindari terjadinya
dilusi kepemilikan. Dilusi kepemilikan (ownership dilution) adalah menurunnya
porsi kepemilikan. Untuk kepentingan ini perusahaan akan menerbitkan bukti
hak beli saham baru yang disebut right dan diberikan kepada pemegang saham
lama. Sebagai contoh, saham biasa yang sudah beredar 1.000.000 lembar dan
perusahaan memutuskan untuk menerbitkan saham baru sebanyak 500.000
lembar. Dengan demikian setiap 2 lembar saham lama memiliki hak beli saham
baru 1 lembar (2:1). Jika seorang pemegang saham memiliki 100.000 lembar
saham lama atau 10% kepemilikan berarti dia akan memperoleh 50.000 lembar
right. Jika pemegang saham tersebut merealisasikan right yang dimiliki maka ia
akan membeli saham baru sebanyak 50.000 lembar sehingga kepemilikanya
menjadi 150.000 lembar dan porsi kepemilikannya tetap bertahan 10% karena
jumlah saham beredar keseluruhan dari perusahaan tersebut sekarang menjadi
1.500.000 lembar. Jika pemegang saham tersebut tidak merealisasikan right
yang dimiliki atau merealisasikan hanya sebagian maka porsi kepemilikannya
akan menurun sehingga ia mengalami dilusi kepemilikan. Jika hak beli saham
baru (right) tidak digunakan maka right sebagai surat bukti hak beli saham baru
tersebut bisa dijual kepada pihak lain dengan harga tertentu. Right termasuk
salah satu surat berharga derivatif (turunan) saham.
d) Dalam hal perusahaan dilikuidasi, saham biasa akan menerima bagian hasil
penjualan asset likuidasi pada urutan yang terakhir setelah kreditur dan
pemegang saham preferen. Jika pemegang saham preferen menerima bagian
hasil penjualan asset likuidasi maksimal sebesar nilai nominalnya, untuk bagian
saham biasa tidak terbatas. Artinya selama ada sisa dari hasil penjualan asset
tersebut berapapun nilainya akan menjadi hak dari pemegang saham biasa. Jika

Pendanaan Perusahaan 250


tidak ada sisa maka berarti pemegang saham biasa tidak menerima bagian sama
sekali. Dalam hal ini pemegang saham biasa bisa menerima lebih kecil dari nilai
nominal saham atau tidak menerima sama sekali atau bisa lebih besar dari nilai
nominal dengan jumlah maksimal tak terbatas.

Penerbitan Saham Biasa tanpa Nilai Nominal


Saham biasa umumnya diterbitkan dengan nilai nominal. Nilai nominal (par
value) merupakan nilai rupiah per lembar saham yang tertulis pada warkat saham.
Namun demikian harga pasar atas saham pada umumnya tidak sama dengan
nilai nominalnya bisa di bawah atau di atas nilai nominal. Dalam hal tertentu,
saham bisa diterbitkan tanpa nilai nominal (no par value). Dalam hal ini, tidak ada
nilai per lembar saham yang tertulis pada warkat saham. Nilai dari modal saham
yang dilaporkan di neraca didasarkan atas hasil penjualan saham berdasarkan
harga jual yang berlaku di pasar setelah dikurangi biaya-biaya atas terkait dengan
penjualan saham tersebut. Sebagai contoh, jika perusahaan menjual 1 juta lembar
saham tanpa nilai nominal dengan harga jual Rp 1.000 per lembar, maka modal
saham dari transaksi tersebut sama dengan Rp 1 milyar.
Alasan perusahaan menerbitkan saham tanpa nilai nominal salah satunya
adalah untuk menghindari dampak jatuhnya harga saham di bawah nilai nominal.
Jika saham perusahaan diterbitkan dengan nilai nominal, sementara harga pasarnya
di bawah nilai nominal, maka umumnya investor enggan untuk membeli saham
tersebut. Hal ini akan menimbulkan kendala bagi upaya pendanaan perusahaan
dari sumber eksternal. Dengan saham tanpa nilai nominal tidak ada harga di bawah
atau di atas nilai nominal, yang terjadi hanyalah berupa penurunan atau kenaikan
harga saham.

Saham Biasa sebagai Equity of The Last Resort


Sebagaimana disebutkan sebelumnya dalam hirarki pembagian hasil
penjualan asset likuidasi, saham biasa berada pada urutan terakhir dan sekaligus
berrrfungsi sebagai benteng terkahir dalam menanggung risiko kebangkrutan.
Dengan karakteristik semacam ini maka saham biasa disebut sebagai Equity of

Pendanaan Perusahaan 251


The Last Resort. Untuk memberikan ilustrasi fungsi tersebut perhatikan contoh
kasus likuidasi berikut. Ilustrasi prosedur pembagian hasil realisasi asset dalam
rangka likuidasi di sini hanya sekedar untuk memberikan gambaran umum tentang
fungsi saham biasa sebagai equity of the last resort. Prosedur likuidasi lebih
lengkap dan detail baik untuk perusahaan dalam bentuk persekutuan maupuan
perseroan terbatas diatur dalam peraturan perundangan terkait, silahkan diperiksa
lebih lanjut.
PT INDOPANGAN dinyatakan pailit (bangkrut) dan karena itu seluruh
assetnya harus direalisasi atau dikonversi ke dalam kas dan hasilnya digunakan
untuk memenuhi seluruh kewajiban utang dan sisanya didistribusikan kepada
pemegang saham. Posisi keuangan terakhir dari perusahaan tersebut tampak pada
neraca ringkas berikut.

PT INDOPANGAN
Neraca Per 31 Desember 20xx
Aktiva Lancar 50 Utang Lancar & Panjang 70
Aktiva Tetap 100 Ekuitas Pemilik :
Saham Preferen 30
Saham Biasa 50
Total aktiva 150 Total Pasiva 150

Ilustrasi ini menggunakan empat asumsi nilai realisasi asset yaitu Rp 60, Rp 85,
Rp 130, dan Rp 200. Pembagian hasil penjualan asset tersebut kepada pemegang
klaim (utang dan ekuitas) dilakukan sebagai berikut.
a. Jika asset perusahaan hanya terealiasi dengan nilai Rp 60.
Dengan hasil penjualan asset sebesar Rp 60 maka seluruh hasil penjualan
tersebut hanya dibagikan untuk memenuhi kewajiban utang yang sebenarnya
totalnya Rp 70. Dengan demikian akibat dari pembagian ini pihak-pihak yang
tidak menerima bagian adalah sebagian dari utang perusahaan senilai Rp 10 dan
seluruh pemegang saham baik saham preferen maupun saham biasa. Ketentuan
tentang siapa saja di antara kreditur perusahaan yang wajib didahulukan haknya
diatur dalam peraturan perundangan.

Pendanaan Perusahaan 252


b. Jika asset perusahaan hanya terealiasi dengan nilai Rp 85.
Dengan hasil penjualan asset sebesar Rp 85 maka seluruh hasil penjualan
asset tersebut dibagikan untuk memenuhi seluruh kewajiban utang perusahaan
sebesar Rp 70. Sedangkan sisasnya Rp 15 dibagikan kepada pemegang saham
preferen sesuai proporsi atau jumlah lembar saham yang dimiliki. Akibat dari
pembagian ini pihak kreditur menerima haknya secara penuh, sedangkan saham
preferen hanya menerima sebagian dari nilai haknya yaitu Rp 15 dari Rp 30 yang
menjadi total haknya. Di sisi lain dengan hasil realisasi asset tersebut saham biasa
belum bisa menerima haknya sama sekali sebagaimana hasil realisasi sebelumnya.
c. Jika asset perusahaan hanya terealiasi dengan nilai Rp 130.
Dengan hasil penjualan asset sebesar Rp 130 maka seluruh hasil penjualan
asset tersebut dibagikan untuk memenuhi seluruh kewajiban utang perusahaan
sebesar Rp 70 dan untuk memenuhi seluruh hak saham preferen senilai Rp 30.
Sisanya Rp 30 dibagikan kepada pemegang saham biasa sesuai proporsi atau
jumlah lembar saham yang dimiliki masing-masing pemegang saham. Akibat dari
pembagian ini baik pihak kreditur maupun pemegang saham preferen telah
menerima haknya secara penuh sesuai nilai nominalnya, sedangkan pemegang
saham biasa hanya menerima sebagian yaitu Rp 30 dari total nilai penyertaannya
sebesar Rp 50.
d. Jika asset perusahaan hanya terealiasi dengan nilai Rp 200.
Dengan hasil penjualan asset sebesar Rp 200 maka seluruh hasil penjualan
asset tersebut dibagikan untuk memenuhi seluruh kewajiban utang perusahaan
sebesar Rp 70 dan untuk memenuhi seluruh hak saham preferen senilai Rp 30.
Sedangkan sisanya Rp 100 dibagikan seluruhnya kepada pemegang saham biasa
sesuai proporsi atau jumlah lembar saham yang dimiliki masing-masing pemegang
saham. Akibat dari pembagian ini pihak kreditur maupun pemegang saham
preferen telah menerima haknya secara penuh sesuai nilai nominalnya, sedangkan
pemegang saham biasa dalam hal ini menerima bagian ;ebih besar atau melebihi
nilai penyertaannya yang hanya sebesar Rp 50.
Dari ilustrasi di atas ditunjukkan bahwa saham biasa menerima haknya di
urutan terakhir. Konsekuensinya adalah jika hasil realisasi asset lebih kecil dari
nilai bukunya (nilai buku asset perusahaan Rp 150) maka risiko yang ditanggung

Pendanaan Perusahaan 253


oleh pemegang saham biasa adalah mereka bisa tidak menerima sama sekali hasil
penjualan asset likuidasi atau kalaupun menerima mungkin hanya sebagian saja
dari total nilai penyertaannya. Sedangkan jika asset perusahaan terjual di atas nilai
bukunya, pemegang saham biasa akan menerima sisa pembagian yang jumlahnya
lebih besar dari nilai buku penyertaannya secara tidak terbatas. Sementara pihak
kreditur dan pemegang saham preferen menerima haknya maksimal sebesar nilai
nominalnya.
Dengan perannya sebagai equity of the last resort maka risiko yang
ditanggung saham biasa lebih besar dibanding risiko yang ditanggung sumber dana
utang dan saham preferen. Sehubungan dengan hal tersebut pemegang saham biasa
akan menuntut tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding kreditur dan
pemegang saham preferen. Hal inilah yang menyebabkan biaya modal atas saham
biasa (cost of equity) umumnya lebih tinggi dari biaya modal atas utang (cost of
debt) atau biaya modal atas saham preferen (cost of preferred stock).

b. Saldo Laba
Saldo laba merupakan salah satu jenis sumber dana dari kelompok ekuitas
(equity financing). Saldo laba merupakan akumulasi dari bagian laba atau
keuntungan yang ditahan di perusahaan (retained earning) atau tidak dibagikan
sebagai dividen kepada pemilik atau pemegang saham. Saldo laba atau disebut
juga laba ditahan merupakan sumber dana yang berasal dari internal perusahaan
karena dibentuk sendiri oleh perusahaan. Oleh karena itu, saldo laba merupakan
sumber dana yang paling sederhana dan fleksibel dari sisi prosedur
memperolehnya dibanding sumber-sumber dana lainnya seperti utang dan ekuitas
saham dan tidak memerlukan biaya eksplisit berupa biaya penerbitan. Di samping
itu, sumber dana internal ini tidak menimbulkan dilusi kemilikan sebagaimana
yang bisa ditimbulkan oleh penerbitan saham sehingga dengan alasan ini
pemenuhan dana dari sumber internal ini lebih disukai oleh pemegang saham.
Semakin besar porsi kebutuhan dana yang bisa dipenuhi dari keuntungan
atau saldo laba menunjukkan semakin kuat basis pembiayaan atau pendanaan
perusahaan dan sekaligus menunjukkan semakin kuat kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kebutuhan dananya dari kekuatan sendiri (self financing).

Pendanaan Perusahaan 254


Saldo Laba dan Kebijakan Dividen
Dividen merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemegang saham atau pemilik perusahaan. Dengan demikian kebijakan
dividen sangat berpengaruh terhadap kebijakan pendanaan yang memanfaatkan
sumber internal atau saldo laba. Semakin besar porsi laba yang disisihkan untuk
dibagikan sebagai dividen berarti semakin kecil porsi laba yang tersedia sebagai
sumber dana bagi perusahaan dan sebaliknya.
Perusahaan yang menganut kebijakan stabilitas dividen biasanya lebih
memprioritaskan kepentingan pembagian dividen daripada memperlakukan saldo
laba sebagai prioritas pemenuhan kebutuhan pendanaan. Dengan kebijakan dividen
stabil (stable dividend policy) perusahaan ingin menjaga reputasinya dalam
pembagian dividen sehingga perusahaan senantiasa berupaya untuk membayarkan
dividen secara konsisten dari periode ke periode.
Kebijakan dividen stabil mengindikasikan upaya manajemen untuk
menghindari adanya penurunan nilai dividen (dividend cut) apalagi tidak
membayarkan dividen pada periode berjalan karena hal ini bisa merusak reputasi
manajemen di mata pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen akan berupaya
agar dividen periode berjalan nilainya adalah sama atau bahkan lebih besar
daripada dividen periode sebelumnya. Dengan kebijakan dividen stabil maka
pemanfaatan saldo laba sebagai sumber dana internal menjadi subordinasi dari
pembagian dividen. Artinya menempatkan pembaian dividen lebih penting dari
pada peran saldo laba sebagai sumber pendanaan internal untuk memenuhi
kebutuhan dana perusahaan.
Sebaliknya, dalam praktik sering perusahaan menganut kebijakan dividen
yang sebaliknya yaitu kebijakan dividen residual (residual dividend policy).
Dengan jenis kebijakan dividen tersebut, perusahaan akan membayarkan dividen
jika kebutuhan dana untuk kepentingan investasi dan kebutuhan lainnya yang lebih
penting bagi perusahaan sudah dipenuhi termasuk dengan memanfaatkan saldo
laba sebagai sumber dana internal. Dengan kata lain dividen baru bisa dibayarkan
jika ada sisa dari laba setelah digunakan untuk mencukupi kebutuhan dana
perusahaan. dengan kebijakan dividen residual maka pemanfaatan saldo laba

Pendanaan Perusahaan 255


sebagai sumber dana internal menjadi superordinasi dari pembagian dividen.
Artinya menempatkan saldo laba sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan dana
perusahaan lebih penting daripada dibagikan sebagai dividen.

3) Sumber Dana Jangka Panjang Lainnya


5) Modal Ventura (Venture Capital)
Bagi perusahaan yang baru berdiri (start-up firms) biasanya tidak langsung
bisa mengakses sumber-sumber pendanaan yang biasa digunakan oleh perusahaan
yang sudah berjalan atau mapan. Hal ini terkait dengan besarnya risiko dari
perusahaan yang baru berdiri mengingat kinerja perusahaan dalam bidang usaha
yang dipilih belum teruji. Biasanya bagi perusahaan yang baru akan menjalankan
usahanya tetapi diproyeksi memiliki potensi pertumbuhan tersedia sumber
pendanaan yang bisa dimanfaatkan yang disebut dengan modal ventura.
Sesuai dengan sebutannya modal ventura merupakan jenis sumber dana
yang bersedia menanggung risiko besar dibanding sumber-sumber pendanaan
lainnya yang tersedia di pasar modal atau perbankan umumnya. Sebagai
imbalannya modal ventura biasanya menuntut tingkat pendapatan atau imbal hasil
yang tinggi pula. Penyedia modal ventura ini terutama berasal dari perusahaan-
perusahaan pembiayaan ventura dan bank-bank investasi yang memiliki keahlian
khusus dalam pembiayaan ventura.
Pembiayaan dengan modal ventura bisa melalui cara-cara berikut antara
lain:
1. Penyertaan modal (equity participation)
Dalam hal ini investor memasukkan dananya ke dalam perusahaan mitra
sebagai penyertaan modal sehingga menjadi bagian dari kepemilikan atau
ekuitas perusahaan mitra.
2. Penyertaan melalui pembelian obligasi konversi
Dalam hal ini investor memasukkan dananya melalui pembelian obligasi
konversi yang diterbitkan oleh perusahaan mitra dan diharapkan di kemudian

Pendanaan Perusahaan 256


hari bisa dikonversi menjadi penyertaan modal (ekuitas). Dengan demikian,
modal ventura jenis ini merupakan bagian dari sumber dana utang.
3. Penyertaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha (profit sharing)
Dengan cara ini investor memasukkan dananya ke perusahaan mitra
berdasarkan perjanjian bagi hasil dengan proporsi atau rasio perbandingan yang
disepakati kedua belah pihak. Modal ventura jenis ini berarti dikategorikan
sebagai sumber dana dari kelompok ekuitas.
Lazimnya penyedia modal ventura memiliki keahlian di dalam pengelolaan
perusahaan yang baru memulai usahanya atau berada pada tahap start-up. Mereka
biasanya memberikan bimbingan dan pendampingan manajemen sampai dengan
perusahaan yang dibiayai mampu berjalan secara mandiri. Dalam hal ini modal
ventura berfunsi sebagai inkubator perusahaan yang dibiayai.

6) Leasing
Ketika perusahaan membutuhkan asset-asset tetap terutama seperti
peralatan dan mesin-mesin produksi, kendaraan, dan sejenisnya tetapi tidak
memiliki dana yang cukup untuk membeli secara langsung maka peerusahaan bisa
menggunakan fasilitas pembiayaan leasing dari perusahaan leasing (leasing
company). Leasing pada dasarnya merupakan perjanjian sewa guna atau sewa beli
asset-asset tetap atau barang modal (capital goods) dari perusahaan leasing
(lessor) kepada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan atau penyewa (lessee).
Leasing merupakan alternatif pembiayaan jangka menengah dan panjang karena
perusahaan bisa memperoleh atau menggunakan asset-asset tetap yang dibutuhkan
dengan memanfaatkan pembiayaan yang disediakan oleh perusahaan leasing.
Dengan leasing perusahaan bisa memperoleh dan menggunakan asset tetap yang
dibutuhkan dalam jangka waktu tertentu dengan tidak harus membeli melainkan
melalui sewa. Perusahaaan penyedia jasa leasing (lessor) biasanya adalah
perusahaan yang khusus bergerak di bidang jasa leasing atau bisa juga dilakukan
oleh produsen dari asset tetap leasing.

Jenis-jenis Leasing
1) Kontrak Beli Sewa (Hire Purchase)

Pendanaan Perusahaan 257


Dengan kontrak beli sewa, setelah angsuran sewa berakhir maka
perusahaan penyewa (lessee) menjadi pemilik dari asset yang disewa. Sebagai
contoh, sebuah perusahaan melakukan kontrak beli sewa sebuah kendaraan dengan
jangka waktu 5 tahun dan angsuran sewa tiap bulan sebesar Rp 4 juta. Di akhir
tahun kelima ketika angsuran berakhir maka kendaraan terebut otomatis menjadi
hak milik perusahaan penyewa. Selama periode angsuran hak milik kendaraan
tersebut di tangan perusahaan leasing (lessor) namun biaya perawatan dan
pemeliharaan menjadi tanggung jawab perusahaan penyewa. Ada kalanya
kepemilikan asset di akhir kontrak oleh perusahaan penyewa hanya merupakan
opsi jadi tidak wajib memiliki. Biasanya dalam hal perusahaan berkeinginan untuk
memperoleh hak milik ada biaya tambahan yang harus dibayar oleh perusahaan.

2) Kontrak Jual dan Sewa kembali (Sale and Leaseback Leasing)


Kontrak leasing jenis ini biasanya dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan
asset tetap atau peralatan dan sekaligus kebutuhan terhadap kas. Sebagai solusinya,
perusahaan membeli asset tetap yang diperlukan kemudian menjualnya kembali ke
perusahaan leasing untuk memperoleh kas yang dibutuhkan. Selanjutnya asset
tersebut tetap bisa digunakan oleh perusahaan yang mencakup seluruh umur
ekonomisnya di bawa kontrak sewa dengan perusahaan leasing. Perusahaan
selanjutnya berkewajiban membayar uang sewa secara periodik ke perusahaan
leasing.

3) Leasing Operasional (Operating Leasing)


Jika perusahaan hanya memerlukan peralatan atau asset tetap lainnya
dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang misalnya hanya 2 atau 3 tahun
maka operating leasing mungkin solusinya. Dalam kontrak leasing jenis ini pihak
lessee hanya membayarkan uang sewa tanpa ada opsi untuk memperoleh hak milik
atas asset yang disewa. Setelah berakhirya jangka waktu sewa bisa dilakukan
kontrak sewa baru sebagai perpanjangan atau kontrak diakhiri dan pihak lessor
bisa mengadakan kontrak sewa asset yang bersangkutan dengan perusahaan
lainnya atau menjualnya di pasar asset bekas pakai (secondhand market). Pada
leasing jenis ini lessee memperlakukan sewa yang dibayarkan secara periodik

Pendanaan Perusahaan 258


sebagai pengeluaran periodik (periodical expenditure) dan dilaporkan di laporan
laba rugi.

4) Leasing Financial (Financial Leasing)


Jika perusahaan dalam kontrak leasing memiliki hak untuk menggunakan asset
leasing untuk sebagian besar atau seluruh dari umur ekonomisnya dan di samping
itu ia memiliki hak opsi untuk memiliki asset leasing yang bersangkutan maka
kontrak leasing demikian tergolong jenis financial leasing atau disebut juga
capital leasing. Oleh karena itu dalam pembukuan pihak lessee, asset leasing
diakui sebagai asset tetap perusahaan dan kewajiban pembayaran sewa selama
kontrak leasing diakui sebagai kelompok utang jangka panjang. Atas dasar ini
jenis hire purchase leasing dan sale and leaseback leasing termasuk kategori
financial leasing.
Alternatif lain yang juga termasuk financial leasing adalah perusahaan
penyewa mengajukan jenis asset yang dibutuhkan misalnya kendaraan kepada
perusahaan leasing, selanjutnya perusahaan leasing akan membelikan asset
kendaraan tersebut dan diserahkan kepada perusahaan untuk digunakan.
Kewajiban perusahaan sebagai lessee adalah membayar secara periodik biaya sewa
yang telah disepakati. Jangka waktu kontrak leasing jenis ini biasanya mencakup
hampir atau seluruh umur ekonomis dari asset tetap yang disewa. Kepada
perusahaan penyewa diberikan opsi memiliki atau hak beli asset leasing yang
bersangkutan di akhir kontrak leasing seharga nilai sisa asset tersebut yang
disepakati.
Pada jenis financial leasing, perusahaan lessor akan membebankan seluruh
harga perolehan asset (full cost recovery) di tambah jumlah tertentu sebagai
pendapatan ke dalam nilai sewa yang harus dibayar oleh perusahaan penyewa.
Sebagai contoh jika harga beli kendaraan senilai Rp 200 juta dan perusahaan
leasing menginginkan pendapatan sebsar Rp 25 juta atau 12,5% selama kontrak
leasing 5 tahun. Maka nilai total sewa yang ditanggung oleh perusahaan penyewa
adalah Rp 225 juta yang didistribusikan dalam bentuk pembayaran sewa periodik
selama 5 tahun. Paa leasing jenis ini, biaya sewa yang dibayarkan diperlakukan
sebagai pengelusaran modal (capital expenditure) dan asset yang disewa diakui
sebagai asset leasing yang dilaporkan di neraca pada kelompok asset tetap.

Pendanaan Perusahaan 259


Sumber pendanaan dari leasing dewasa ini semakin menarik karena beberapa
alasan antara lain:
a) Tingkat pendapatan yang dibebankan oleh lessor ke dalam angsuran sewa
yang ditanggung lessee biasanya lebih rendah dibanding tingkat bunga
yang diterapkan pada sumber dana utang atau perbankan. Dengan demikian
biaya modal dari pembiayaan leasing relatif lebih kecil dibanding dari
sumber lain.
b) Pembiayaan terhadap asset tetap berupa pembayaran angsuran sewa
periodik bisa dipenuhi dari arus kas yang dihasilkan dari asset yang
bersangkutan.
c) Jangka waktu pembiayaan asset yang relatif lebih fleksibel dibanding dana
pinjaman dari perbankan.
d) Sangat membantu bagi perusahaan dengan basis modal yang relatif
terbatas karena kebutuhan asset tetap tidak harus dilakukan melalui
pembelian langsung.
e) Tidak menggangu modal kerja yang ada karena leasing tidak memerlukan
pengeluaran kas untuk membeli asset tetap yang dibutuhkan.
f) Umumnya tidak menuntut pembatasan-pembatasan kepada perushaan
sebagaimana yang terjadi pada perjanjian-perjanjian pendanaan dengan
utang.
g) Perusahaan tidak menaggung risiko keusangan atas asset yang disewa.
Berbeda dengan jika asset dibeli dan dimiliki sendiri jika terjadi
ketinggalan jaman dari asset harus ditanggung oleh perusahaan sebagai
pemilik sebagaimana tercermin pada nilai sisa asset yang bersangkutan.
Dengan kelebihan-kelebihan tersebut pembiayaan dengan leasing dewasa
ini semakin popular tidak hanya di lingkungan bisnis atau perusahaan tetapi
semakin banyak dimanfaatkan di lingkungan lembaga pemerintahan, bahkan juga
di sektor konsumtif atau rumahtangga. Seringkali dijumpai di lapangan
pembiayaan dengan leasing banyak terjadi pada jenis asset tetap seperti peralatan
produksi, alat-alat berat, sarana transportasi seperti kendaraan operasional,
termasuk kendaraan dinas di lingkungan lembaga pemerintahan, pesawat udara

Pendanaan Perusahaan 260


oleh maskapai penerbangan, peralatan kantor seperti komputer personal, dan
sejenisnya.

SUMBER DANA INTERNAL DAN EKSTERNAL


Sumber dana internal adalah sumber dana yang berasal dari dalam
perusahaan dan dibentuk sendiri oleh perusahaan. Contoh pendanaan dari sumber
internal adalah saldo laba atau keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan dana dari keuntungan sendiri
(sumber internal) menunjukkan kemandirian perusahaan dalam hal pendanaan atau
pembiayaan (self financing) perusahaan. Di sisi lain sumber dana eksternal
merupakan pendanaan yang berasal dari luar perusahan. Sumber dana yang bersala
dari utang dengan segala jenisnya seperti utang perbankan, utang hipotik, obligasi,
commercial paper, dan sumber dana ekuitas dalam bentuk saham adalah termasuk
kategori sumber dana eksternal. Kelebihan sumber dana internal adalah lebih
fleksibel dan sederhana dilihat dari prosedur perolehannya dan tidak memerlukan
biaya penerbitan seperti sumber dana eksternal seperti saham dan obligasi.

PENDANAAN MELALUI INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)


DAN PENEMPATAN LANGSUNG

Initial Public Offering (Ipo)


Ketika perusahaan masih baru berdiri sulit bagi perusahaan memperoleh
kepercayaan publik, akses ke sumber pendanaan sangat terbatas. Sumber dana
yang bisa diakses untuk perusahaan yang masih memulai usahanya ini biasanya
dengan memanfaatkan modal ventura sebagaimana yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Bagi perusahaan yang sudah berkembang akses pendanaan semakin
terbuka, bahkan memiliki kesempatan untuk memperoleh pendanaan dari
masyarakat luas atau publik terutama melalui penerbitan dan penjualan surat
berharga utang (obligasi) atau surat berharga ekuitas (saham) kepada publik.
Pemanfaatan pendanaan dari publik ini dilakukan dengan prosedur go-
public melalui penawaran umum perdana atau yang disebut dengan initial public

Pendanaan Perusahaan 261


offering (IPO). IPO adalah penawaran atau penjualan pertama kali surat berharga
utang atau ekuitas yang diterbitkan oleh perusahaan kepada investor atau
masyarakat umum (publik) sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan
perundangan. Tata cara go-public melalui IPO diatur berdasarkan undang-
undang pasar modal dan peraturan pelaksanaannya serta dibawa pengendalian
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Dengan demikian, perusahaan yang
ingin memanfaatkan pendanaan dari masyarakat luas atau publik harus merubah
statusnya dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (Tbk.) atau
perusahaan go-public.
Secara empiris, porsi kepemilikan perusaaan yang dilepas ke publik
umumnya tidak lebih dari 40% dari total kepemilikan. Sebagai contoh jika total
modal disetor perusahaan yang dimiliki pemegang saham lama sebelum go-public
berjumlah 1 juta lembar, maka jumlah lembar saham yang dilepas ke publik
melalui IPO tidak lebih dari 400 ribu lembar. Hal ini mungkin dimaksudkan agar
para pemilik lama tetap memiliki kendali dominan di perusahaan walaupun
berubah statusnya sebagai perusahaan go-public.
Secara garis besar tahapan proses go-public melalui IPO dan pihak-pihak
terkait yang terlibat dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tahap Persiapan:
 Memperoleh persetujuan untuk go-public dari para pemilik (pemegang
saham) lama perusahaan.
 Penunjukan profesi penunjang yang diperlukan dalam rangka
mempersiapkan dokumen pendaftaran emisi ke BAPEPAM terutama:
akuntan publik, konsultan hukum, perusahaan appraisal (penilai asset),
notaris, dan lainnya, dalam rangka memastikan bahwa semua persyaratan
dipenuhi sesuai aturan dari pihak otoritas (BAPEPAM). Langkah persiapan
ini memerlukan proses due diligent artinya review menyeluruh terhadap
semua aspek perusahaan yang terkait dengan upaya memenuhi aturan yang
ditetapkan untuk go-public seperti aspek hukum, akuntansi, keuangan,
manajemen, dan aspek lainnya yang terkait.

Pendanaan Perusahaan 262


 Penunjukan perusahaan penjamin emisi efek (underwriter), yang berperan
sebagai pihak yang menjamin dan melaksanakan penjualan efek yang
diterbitkan oleh emiten kepada publik.
Ada dua jenis kontrak antara emiten dan penjamin emisi terkait dengan
tugas dan tanggung jawab penjamin emisi dalam menjualkan efek yang
diterbitkanoleh emiten kepada publik, yaitu:
1) Best Effort, yaitu bentuk perjanjian (kontrak) penjaminan emisi dimana
penjamin emisi bertanggung jawab untuk memasarkan efek yang
diterbitkan oleh emiten sebatas pada kemampuannya berdasarkan
upaya terbaik. Jika terdapat sisa efek yang tidak terjual maka hal ini
menjadi tanggung jawab emiten bukan tanggung jawab penjamin emisi.
2) Full Comitment, yaitu bentuk perjanjian (kontrak) penjaminan emisi
dimana penjamin emisi bertanggung jawab penuh untuk memasarkan
dan menjual efek yang diterbitkan oleh emiten. Jika terdapat sisa efek
yang tidak terjual maka hal ini menjadi tanggung jawab penjamin emisi
dan berkewajiban membeli sisa efek yang belum terjual.
 Menyusun prospektus penawaran umum yang berisi semua informasi
penting tentang prospek perusahaan emiten yang bermanfaat bagi para
calon investor dalam mengambil keputusan investasi dalam IPO. Jenis
informasi yang dimuat dalam propektus paling tidak mencakup aspek
bidang usaha, prospek usaha ke depan, manajemen, laporan keuangan
periode sebelum dan sesudah IPO (proyeksi), prospek rencana pemanfaatan
dana yang diperoleh dari IPO, dan lainnya yang dianggap pnting.
 Melaksanakan sosialisasi rencana IPO kepada publik dalam bentuk public
expose dan road show termasuk expose terbatas di hadapan BAPEPAM.
 Melakukan pendaftaran IPO dan menyerahkan semua dokumen
pendaftaran yang dipersyaratkan kepada BAPEPAM. Jika dinyatakan
lengkap pendaftaran akan dinyatakan efektif oleh BAPEPAM.

Pendanaan Perusahaan 263


Tahap Pelaksanaan:
Mekanisme pelasanaan penjualan efek (saham atau obligasi) dalam IPO dilakukan
melalui dua tahap. Tahap pertama, transaksi penjualan efek di pasar perdana dan
tahap kedua transaksi penjualan di pasar sekunder.
Transaksi di Pasar Perdana:
Sebelum surat berharga (efek) yang diterbitkan oleh perusaaan emiten
diperjualbelikan secara terbuka untuk umum melalui bursa efek (pasar sekunder),
terlebih dahulu ditawarkan melalui pasar perdana. Pasar perdana merupakan pasar
dimana efek yang ditawarkan melalui IPO dijual pertama kali secara terbatas oleh
penjamin emisi (underwriter) kepada para investor besar yang berminat. Investor
yang terlibat di pasar perdana umumnya terdiri dari investor institusional seperti
perusahaan asuransi, dana pension, dan perusahaan-perusahaan pembiayaan dan
bukan berasal dari investor umum. Adapun proses di pasar perdana secara garis
besar sebagai berikut.
 Emiten melalui penjamin emisi (underwriter) melakukan publikasi melalui
mediamassa seperti surat kabar berskala nasional, tentang tata cara
pemesanan saham atau obligasi, harga penawaran, jumlah lembar saham
atau obligasi yang ditawarkan, jangka waktu penawaran, dan informasi
lainnya yang terkait dan penting. Publikasi ini juga dilakukan melalui
pendistribusian prospektus penawaran umum ke publik.
 Investor yang berminat melakukan pemesanan (subscribtion) kepada
penjamin emisi atau melalui agen penjual yang ditunjuk dengan
mengajukan jumlah lembar efek yang dipesan dan harga yang bersedia
untuk dibayar.
 Dalam hal jumlah yang dipesan melampaui jumlah yang ditawarkan
(oversubscribed) maka dilakukan penjatahan (allotment) kepada investor
pemesan sehinga mereka tidak memperoleh lembar efek sesuai jumlah
yang dipesan. Sebaliknya jika terjadi jumlah yang dipesan lebih kecil dari
jumlah lembar yang ditawarkan (undersubscribed) semua investor akan
menerima jumlah lembar yang dipesan.

Pendanaan Perusahaan 264


 Proses yang terjadi di pasar perdana harus selesai dalam jangka waktu
paling lama 2 bulan sejak pendaftaran emisi dinyatakan efektif oleh
BAPEPAM.
 Harga jual efek yang harus diayar oleh pemesan di pasar perdana akhirnya
ditetapkan oleh pihak penjamin emisi berdasarkan kesepakatan dengan
pihak emiten. Harga jual tersebut biasanya ditetapkan berdasarkan analisis
terhadap harga beli yang masuk yang diajukan oleh para investor pemesan.
Dalam hal terjadi kondisi oversubscribed terhadap efek yang ditawarkan
harga jual akan menjadi tinggi, sebaliknya jika terjadi kondisi
undersubscribed. Sebagai acuan dasar dalam penetapan harga jual efek
misalnya saham adalah price earning ratio (PER). PER adalah rasio antara
harga saham yang berlaku di pasar dibagi dengan earning per share (EPS)
atau laba per lembar saham. Misalnya diketahui PER rata-rata industri
adalah 10 kali berarti jika sebuah perusahaan yang berada di kelompok
industri tersebut memiliki EPS Rp 100, harga pasar saham perusahaan
tersebut kurang lebih Rp 100 x 10 = Rp 1000 per lembar. Dalam hal ini
harga jual saham ditentukan oleh besar kecilnya kemampuan perusahaan
menghasilkan laba (earning)

Transaksi di Pasar Sekunder:


Setelah efek selesai diperjualbelikan di pasar perdana, selanjutnya para
investor besar yang berhasil membeli efek melalui pasar perdana bisa menjualnya
kembali efek yang dimiliki melalui pasar sekunder. Pasar sekunder adalah pasar di
mana efek yang ditawarkan dalam IPO diperjualbelikan secara terbuka bagi
investor umum setelah selesai diperjualbelikan di pasar perdana. Jika transaksi di
pasar perdana terjadi secara terbatas antara pihak penjamin emisi sebagai penjual
dan para investor besar sebagai pembeli, transaksi di pasar sekunder terjadi antar
investor secara terbuka berdasarkan mekanisme yang ada.
Transaksi jual beli efek di pasar sekunder ini dilakukan di bursa efek. Di
Indonesia pasar sekunder dilaksanaan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Agar efek
yang diterbitkan oleh perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder atau
bursa efek perusahaan tersebut harus didaftarkan di bursa efek yang bersangkutan.
Jenis efek yang bisa diperdagangkan di bursa efek meliputi surat berharga utama

Pendanaan Perusahaan 265


yaitu saham dan obligasi dan surat berharga turunanya (surat berharga derivatif)
yang mencakup right, warrant, option, futures, reksa dana, dan sejenisnya.
Investor yang menjual kembali efek yang diperolehnya di pasar perdana berharap
bisa memperoleh keuntungan dari harga jual yang lebih tinggi di pasar sekunder.

Mekanisme Perdagangan Efek Di Pasar Sekunder (Bursa Efek)


Mekanisme perdagangan efek di bursa efek (pasar sekunder) tidak dilakukan
langsung oleh investor penjual dan pembeli melainkan melalui jasa perantara
perdagangan yang disebut pialang (broker). Jasa pialang ini umumnya dilakukan
oleh perusaaan efek atau dealer efek (securities dealer). Dealer efek selain bisa
menjalankan fungsi pialang yaitu menjalankan transaksi jual beli efek atas nama
atau atas order dari kliennya (investor) juga bisa menjalankan transaksi atas
namanya sendiri atau sebagai investor. Pialang di bursa efek harus terdaftar
sebagai anggota bursa efek di bursa efek yang bersangkutan.
Jika seorang pemegang saham hendak menjual sahamnya melalui bursa
efek maka ia harus menghubungi pialang untuk memberikan order jual sesuai
jumlah dan harga yang diinginkan. Begitu juga calon pembeli harus berhubungan
dengan pialang untuk memberikan order beli sesuai jumlah dan harga yang
diinginkan. Selanjutnya para pialang tersebut berupaya mencarikan penawaran jual
untuk memenuhi order beli dari investor klien dan mencarikan penawaran beli
untuk memenuhi order jual dari investor klien. Dengan demikian, di bursa efek
interaksi langsung jual beli efek terjadi antar pialang bukan antar investor pembeli
dan penjual. Selanjutnya, investor baik penjual maupun pembeli tinggal menunggu
laporan dari perusahaan pialang tentang realisasi pesanannya.

Jenis-jenis Trandaksi Perdagangan Di Bursa Efek


1) Pasar Reguler
Perdagangan di pasar regular dilakukan menggunakan mekanisme lelang
(auction) yang sekaligus menjadi mekanisme utama perdagangan efek di bursa
efek. Dengan sistem lelang, order beli dengan harga tertinggi dan atau terdahulu
yang akan diprioritaskan untuk dipenuhi. Sebagai contoh A melakukan order beli
1.000 lembar saham PT ABC dengan harga Rp Rp 1.550 per lembar, sedangkan

Pendanaan Perusahaan 266


investor B juga melakukan order beli terhadap saham yang sama tetapi dengan
harga Rp 1.500 per lembar. Dengan sistem lelang, maka order beli dari investor A
yang akan dipenuhi terlebih dahulu karena ia bersedia membeli dengan harga yang
lebih tinggi. Jumlah lembar efek yang dipedagangkan menggunakan satuan lot di
mana satu lot sama dengan 500 lembar. Dengan demikian jumlah minimal efek
yang bisa diperdagangkan di pasar regular adalah 1 lot. Penyelesaian transaksi
yang mencaup serah terima efek dan pembayaran tunai dilakukan tiga hari setelah
transaksi (T+3). Harga yang terbentuk di pasar regular ini merupakan harga yang
digunakan untuk menghitung Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

2) Pasar Negosiasi
Selain mekanisme pasar reguler, di bursa efek juga bisa dilakukan
perdagangan efek menggunakan mekanisme pasar negosiasi. Di pasar negosiasi
perdagangan efek dilakukan bukan berdasarkan mekanisme lelang yang digunakan
pada pasar reguler, melainkan dengan cara negosiasi (kesepakatan) harga secara
langsung antara pialang jual dan pialang beli. Harga yang terbentuk di pasar
negosiasi ini bisa berbeda dari harga yang terbentuk di pasar reguler. Di pasar
negosiasi ini memungkinkan dilakukan transaksi perdagangan efek dalam jumlah
kecil yang tidak bisa diperdagangkan di pasar reguler, misalnya karena jumlah
efek yang diperdagangkan kurang dari 1 lot atau disebut odd lot. Di samping itu,
pembayaran atau penyelesaian transaksi dimungkinkan bisa dilakukan secara tunai
(T+0) yaitu dihari itu juga.

3) Over-The-Counter Market
Proses jual beli untuk surat berharga (efek) pasar modal yang tidak tercatat
di bursa efek dilakukan melalui mekanisme yang disebut dengan Over-The-
Counter Market (OTC). Namun belakangan, mekanisme OTC bisa dilakukan juga
terhadap efek yang tercatat di bursa efek. Mekanisme OTC berada di luar
mekanisme pasar reguler dan berbasis negosiasi artinya transaksi jual beli
dilakukan melalui kesepakatan yang dicapai antara penjual dan pembeli atau antar
dealer efek, bukan berbasis lelang yang terjadi di pasar regular. Demikian juga
tidak ada batasan tentang jumlah minimal lembar efek yang diperdagangkan.

Pendanaan Perusahaan 267


Penyelesain Transaksi Di Bursa Efek
Di bursa efek terdapat sebuah lembaga penunjang pasar modal dalam
bentuk perusahaan namanya PT KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Lembaga ini berfungsi untuk mengadministrasikan dan menyimpan fisik efek yang
diperdagangkan oleh para investor atau pialang. Di bursa, efek yang dibeli atau
dijual tidak dibawa oleh investor atau pialang melainkan disimpan dan dipelihara
oleh PT KSEI. Dengan demikian setiap terjadi transaksi jual beli antar anggota
bursa (pialang) hasilnya akan tercatat di PT KSEI. Jika pialang investor tertentu
melalui pialangnya membeli 1.000 lembar efek tertenu maka jumlah lembar
kepemilikan efek tersebut atas nama investor (pialang) tersebut di PT KSEI
bertambah 1000 lembar dan sekaligus di pihak penjual akan berkurang sejumlah
tersebut.
Saat ini di bursa efek termasuk di Indonesia ada 2 (dua) sistem
perdagangan efek yaitu perdagangan berbasis fisik atau berbasis warkat
(scripbase), dalam bentuk sertifikat efek (misalnya sertifikat saham atau obligasi)
dan berbasis non fisik atau nonwarkat (scripless). Untuk efek yang diterbitkan
dalam bentuk warkat atau sertifikat penyelesaian transaksi disertai dengan serah
terima antar anggota bursa atas warkat efek yang bersangkutan melalui PT KSEI.
Sedangkan jika berbasis nonwarkat penyelesaian transaksi hanya berupa
pemindahbukuan yang dilakukan oleh PT KSEI. Masing-masing anggota bursa
(pialang) memiliki rekening di PT KSEI untuk mencatat kepemilikan efek dari
mereka atas nama kliennya (investor).

Indikasi Keberhasilan Go-Public


Ada dua indikator yang bersifat jangka pendek yang menunjukkan
keberhasilan IPO dalam rangka go-publik yang dilakukan perusahaan, antara lain:
 Jika di pasar perdana terjadi oversubscribe yaitu permintaan lebih besar
dari jumlah lembar efek yang ditawarkan oleh emiten mengindkasikan
banyaknya peminat untuk berinvestasi pada efek yang diterbitkan oleh
perusahaan emiten. Kondisi ini akan mendorong harga efek yang
ditawarkan menjadi tinggi.

Pendanaan Perusahaan 268


 Ketika efek yang diterbitkan sudah diperdagangkan di pasar sekunder,
jumlah trandaksi perdagangan terhadap efek tersebut sangat tinggi. Dengan
kata lain likuiditas dari efek tersebut tinggi, sehingga mendorong tren harga
efek tersebut terus meningkat.
Perlu diperhatikan oleh penjamin emisi dan emiten dalam hal penetapan harga jual
di pasar perdana. Jika harga jual ditetapkan terlalu tinggi dengan alasan terjadi
oversubscribe, hal ini bisa menjadi bumerang ketika dengan tingkat harga yang
tinggi tersebut menjadikan investor di pasar sekunder kurang berminat. Kondisi ini
bisa menekan harga efek tersebut di pasar sekunder dan menurunkan likuiditasnya.

Manfaat Pendanaan melalui IPO


Pendanaan perusahaan dengan cara menjadi perusahaan go-public melalui
mekanisme IPO memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut.
1) Memperoleh dana dalam jumlah besar dengan biaya modal yang relatif murah
dibanding pendanaan dari kredit perbankan. Sekali menjadi perusahaan go-
public memungkinkan perusahaan memperoleh dana dalam jumlah besar
dengan melakukan penawaran umum berikutnya (secondary offering)
misalnya jika perusahaan memiliki proyek-proyek investasi besar seperti
ekspansi, akuisisi, dan sejenisnya.
2) Image perusahaan menjadi jauh lebih baik dengan menjadi perusahaan go-
public karena menjadi perusahaan yang secara luas dikenal oleh masyarakat.
Terlebih bagi perusahaan go-public yang berukuran relatif kecil, mereka akan
dipersamakan statusnya dengan perusahaan go-public besar. Dengan
meningkatnya citra perusahaan di mata masyarakat akan lebih memudahkan
perusahaan dalam melakukan pengembangan usahanya ke depan.
3) Memungkinkan perusahaan meningkatkan nilainya melalui kapitalisasi pasar.
Jika misalnya saham yang dilepas ke publik yang diperdagangkan di bursa
efek mengalami kenaikan harga maka nilai dari seluruh saham perusahaan
tersebut termasuk yang tidak dilepas ke publik juga meningkat, sehingga nilai
perusahaan atau kekayaan pemilik secara keseluruhan memingkat.

Pendanaan Perusahaan 269


4) Perusahaan dituntut lebih terbuka (transparan) dan akuntabel sehingga
mendorong pengelolaan perusahaan untuk lebih professional kearah
terciptanya good corporate governance. Dengan demikian dengan go-public
memungkinkan perusahaan lebih sustainable dan mempekuat going concern.
5) Kepemilikan oleh publik atau masyarakat biasanya tidak cukup
mempengaruhi posisi kendali perusahaan dari pemilik lama karena motivasi
penyertaan oleh masyarakat biasanya bukan dimaksudkan untuk ikut
mengendalikan manajemen perusahaan.
Selain memperoleh manfaat sebagaimana disebutkan di atas, menjadi
perusahaan go-public membawa konsekuensi yaitu perusahaan harus mematuhi
dan memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai perusahaan go-public sesuai
peraturan yang ada. Di antara kewajiban tersebut misalnya secara periodik
perusahaan harus mempublikasikan laporan keuangannya.

Tujuan Pendanaan melalui IPO


Pendanaan perusahaan melalui IPO umumnya bertujuan untuk memperoleh
dana dalam jumlah besar dan murah untuk:
1) Mendanai proyek-proyek investasi utama seperti perluasan usaha misalnya
berupa perluasan pabrik atau pembangunan pabrik baru, akuisisi perusahaan
lain, dan sejenisnya.
2) Memperbaiki atau memperkuat struktur modal perusahaan, misalnya dengan
melunasi sebagaian utang perusahaan atau memperbesar komponen modal
sendiri (ekuitas) dalam rangka memperbaiki debt ratio dan memperkecil
risiko peluang terjadinya tekanan-tekanan keuangan (financial distress) di
masa yang akan datang.

Pendanaan Melalui Penempatan Langsung


Penerbitan surat berharga (efek) baik surat berharga utang (obligasi)
maupun surat berharga ekuitas (saham) sebagai alternatif pendaaan bisa dilakukan
melalui cara IPO sebagaimana dijelaskan sebelumnya atau bisa juga menggunakan

Pendanaan Perusahaan 270


cara penjualan langsung atau disebut penempatan langsung. Penempatan lansung
(direct placement) adalah penjualan surat berharga (saham atau obligasi) yang
diterbitkan langsung kepada investor secara terbatas dan tidak melalui mekanisme
IPO. Para investor yang terlibat dalam penempatan langsung ini umumnya terdiri
dari investor besar atau institusional, seperti perusahaan-perusahaan pembiayaan,
perusahaan asuransi, dana pension, dan sejenisnya.
Jika perusahaan menjual surat berharga yang diterbitkannya melalui IPO
maka konsekuensinya statusnya berubah menjadi perusahaan go-public. Di sisi
lain dengan cara penempatan langsung tidak merubah status perusahaan menjadi
perusahaan go-public. Dengan demikian penempatan langsung tidak mengikuti
prosedur sebagaimana yang dilakukan pada IPO. Investor yang membeli surat
beharga melalui penempatan langsung ini biasanya untuk tujuan investasi dengan
maksud untuk memperoleh pendapatan rutin dari investasinya. Sedangkan investor
yang membeli surat berharga melalui pasar perdana dalam IPO biasanya untuk
tujuan dijual kembali melalui pasar sekunder dengan harapan memperoleh
keuntungan dari naiknya harga surat berharga yang bersangkutan ketika
diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek).

Rasio Struktur Modal


Sebagaimana disebutkan sebelumnya kebijakan pendanaan terkait dengan
pemilihan alternatif pendanaan yang paling menguntungkan bagi perusahaan dari
berbagai sumber dana yang tersedia di pasar keuangan. Kebijakan pendanaan yang
diambil oleh perusahaan tercermin pada struktur modal perusahaan. Oleh karena
itu, kebijakan pendanaan ini juga lazim disebut sebaga kebijakan struktur modal.
Kebijakan struktur modal pada dasarnya merupakan kebijakan tentang komposisi
pendanaan perusahaan artinya dari sumber apa saja pendanaan perusahaan
diperoleh dan bagaimana komposisi jumlah dana dari sumber-sumber pendanaan
yang digunakan tersebut. Struktur modal berdasarkan pengertian ini disajikan
secara detail pada sisi pasiva neraca perusahaan yang mengungkapkan satu per
satu sumber dana yang digunakan dan jumlah rupiah dari masing-masing sumber
dana. Mulai dari komponen-komponen utang jangka pendek, utang jangka
panjang, sampai dengan komponen-komponen ekuitas pemilik.

Pendanaan Perusahaan 271


Seringkali, konsep struktur modal menggunakan pengertian yang hanya
fokus kepada komposisi pendanaan jangka panjang yang mencakup utang jangka
panjang dan ekuitas atau modal sendiri. Sementara utang jangka pendek
dikeluarkan dari pengertian struktur modal tersebut. Mengapa demikian, karena
kebijakan struktur modal terutama terkait dengan jumlah dana yang reatif besar
dan terikat dalam jangka waktu panjang, sehingga bermakna strategik bagi
perusahaan. Sementara utang jangka pendek biasanya timbul bukan sebagai akibat
dari kebijakan struktur modal atau kebijakan pendanaan, melainkan sebagai
konsekuensi normal dari operasi perusahaan sehari-hari. Sebagai contoh,
timbulnya utang dagang biasanya sebagai akibat mekanisme pembelian barang
dagangan atau bahan baku dengan sistem pembayaran di belakang. Utang pajak
timbul sebagai akibat perhitungan beban pajak periode berjalan. Berdasarkan hal
tersebut, struktur modal hanya terkait dengan komposisi atau perbandingan antara
utang jangka panjang dan modal sendiri.
Struktur modal perusahaan diindikasikan atau diukur menggunakan
indikator rasio struktur modal. Ada dua jenis rasio struktur modal yang lazim
digunakan, yaitu Debt to Asset Ratio yang merupakan perbandingan antara total
utang dengan total asset dan Debt to Equity Ratio yang merupakan perbandingan
antara total utang dengan total ekuitas. Kedua rasio utang tersebut ditentukan
sebagai berikut.

Total Utang
Debt to Asset Ratio = x 100%
Total Asset

Total Utang
Debt to Equity Ratio = x 100%
Total Ekuitas

Jika konsep struktur modal yang digunakan hanya terkait dengan pendanaan
jangka panjang, maka rasio struktur modal tersebut tidak memasukkan unsur utang
jangka pendek. Rasio struktur modal lebih dikenal dengan sebutan rasio utang,
karena kedua rasio di atas pada dasarnya membandingkan dana utang dengan
komponen lainnya yaitu asset atau ekuitas. Rasio utang seringkali juga disebut
dengan rasio leverage, karena utang merupakan sumber pendanaan yang
membawa beban tetap yang berfungsi sebagai leverage. Fungsi beban tetap

Pendanaan Perusahaan 272


sebagai leverage dibahas pada Bab.....Dengan demikian, baik rasio utang
maupun rasio leverage, merupakan sebutan lain dari rasio struktur modal.
Debt to asset ratio menggambarkan seberapa besar porsi dari asset
perusahaan yang dibiayai atau didanai dari sumber dana utang. Sedangkan debt to
equity ratio lebih mengindikasikan tentang berapa pendanaan yang dipenuhi dari
utang relatif terhadap pendanaan yang berasal dari ekuitas. Pada prinsipnya
semakin tinggi rasio struktur modal tersebut mengindikasikan semakin besar porsi
pendanaan perusahaan yang dipenuhi dari dana utang atau semakin kecil porsi
pendanaan yang dipenuhi dari dana ekuitas, dan sebaliknya. Kedua rasio struktur
modal tersebut mencerminkan kebijakan pendanaan perusahaan. Bagi manajemen
dan juga calon investor, rasio struktur modal sering digunakan untuk melihat risiko
keuangan yang diakibatkan oleh kebijakan pendanaan perusahaan. Semakin tinggi
rasio tersebut semakin tinggi risiko keuangan yang mungkin dihadapi oleh
perusahaan, dan sebaliknya. Yang dimaksud dengan risiko keungan di sini
terutama terkait dengan peluang kegagalan perusahaan di dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban utangnya yang bisa mengarah kepada peluang terjadinya
kebangkrutan. Untuk memberikan ilustrasi tentang keuda rasio utang tersebut
perhatikam kembali contoh neraca dari PT MAKMUR berikut.

PT MAKMUR
Neraca
Per 31 Desember 20xx
(Rp 000.000)
Aktiva Pasiva

Aset Lancar: Utang Lancar:


Kas 3.000 Utang Usaha 6.000
Surat Berharga 5.000 Utang Biaya 2.000
Piutang Usaha 12.000 Utang Jk. Panjang:
Persediaan 6.000 Utang Bank 15.000
Biaya Dimuka 2.000 Obligasi 25.000
Investasi ke dlm PT ABC 10.000 Ekuitas Pemilik:
Aset Tetap: Saham Biasa (5 jt lbr) 50.000
Tanah 25.000 Agio Saham 12.000
Pabrik 50.000 Saldo Laba 8.000
Peralatan Kantor 4.000
Aset Tetap Lainnya 1.000

Total 118.000 Total 118.000

Pendanaan Perusahaan 273


Berdasarkan neraca di atas rasio struktur modal PT MAKMUR dapat ditentukan
sebagai berikut.
Rp 48.000
Debt to Asset Ratio = x 100%
Rp 118.000
= 40,7%
Rp 48.000
Debt to Equity Ratio = x 100%
Rp 70.000
= 68,6%

Dengan debt to asset ratio sebsar 40,7% dapat diinterpretasikan bahwa sebanyak
40,7% dari total asset perusahaan PT MAKMUR didanai dari sumber dana utang
sedangkan selebihnya atau sebagian besar yaitu 59,3% total asset dibiayai dari
sumber dana ekuitas pemilik atau modal sendiri. Di sisi debt to equity ratio
diperoleh angka 68,6% yang dapat diinterpretasikan bahwa bagian pendanaan
perusahaan yang dpenuhi dari sumber utang besarnya 68,6% dari porsi penanaan
yang berasal dari ekuitas pemilik. Dengan demikian disimpulkan bahwa kebijakan
pendanaan PT MAKMUR pada umumnya masih lebih besandar kepada pendanaan
dari sumber modal sendiri.

RINGKASAN BAB

Kebijakan pendanaan merupakan keputusan tentang pemilihan alternatif


yang paling menguntungkan (rasional) dalam pemenuhan kebutuhan dana
perusahaan. Kebijakan ini mencakup dua hal yaitu penentuan pilihan jenis sumber
dana dan penentuan jumlah dana yang sebaiknya diperoleh dari sumber yang
bersangkutan. Alternatif yang dianggap paling menguntungkan adalah alterntif
pendanaan yang dianggap memiliki kontribusi paling tinggi terhadap penciptaan
atau peningkatan nilai perusahaan.
Dilihat dari jangka waktunya ada dua kelompok sumber pendanaan, yaitu
sumber pendanaan jangka pendek dan sumber pendanaan janga panjang. Sumber
pendanaan jangka pendek adalah jenis sumber pendanaan yang memiliki jangka
waktu dan penggunaan yang umumnya tidak lebih dari satu tahun dan biasanya
melibatkan jumlah dana yang relatif kecil. Karena sifatnya jangka pendek maka
jenis sumber pendanaan ini biasanya digunakan untuk membiayai kebutuhan

Pendanaan Perusahaan 274


modal kerja (asset lancar) atau kebutuhan operasional sehari-hari perusahaan.
Yang termasuk sumber pendanaan jangka pendek antara lain kredit dagang,
pinjaman jangka pendek perbankan, fasilitas overdraft, kredit rekening koran,
commercial paper, dan yang berkembang belakangan adalah debt factoring.
Sumber pendanaan jangka panjang adalah jenis sumber pendanaan yang
memiliki jangka waktu keterikatan dana umumnya lebih dari satu tahun dan
biasanya melibatkan jumlah dana yang relatif besar. Karena sifatnya jangka
panjang, jenis sumber pendanaan ini biasanya digunakan untuk membiayai
proyek-proyek investasi jangka panjang atau aktiva tetap. misalnya pembangunan
pabrik baru, pembelian atau akuisisi perusahaan lain, atau pengadaan asset tetap
seperti pembelian tanah, pabrik, kendaraan, peralatan produksi, peralatan kantor,
penyertaan ke dalam surat berharga saham atau obligasi perusahaan lain, dan bisa
juga untuk membiayai bagian modal kerja yang bersifat permanen.
Ada dua kelompok sumber pendanaan jangka panjang yaitu sumber dana
utang atau disebut modal asing dan sumber dana ekuitas atau disebut modal
sendiri. Jenis sumber dana jangka panjang yang berasal dari utang antara lain
mencakup utang hipotik, berbagai macam kredit perbankan, dan utang obligasi.
Sumber dana dari ekuitas antara lain terdiri dari saham (saham preferen dan saham
biasa), saldo laba, dan dana-dana cadangan yang dibentuk oleh peruahaan. Sumber
dana jangka pnjang lainnya yang tersedia dan semakin berkembang dewasa ini
antar lain leasing dan venture capital.
Sumber pendanaan juga sering dikelompokkan ke dalam sumber dana
eksternal dan sumber dana internal. Sumber dana eksternal adalah sumber dana
yang berasal dari luar perusahaan mencakup semua jenis sumber dana yang berasal
dari utang dan sumber dana ekuitas khususnya yang berasal dari saham,
Sedangkan sumber dana internal adalah jenis sumber dana yang berasal dari dalam
perusahaan sendiri atau sumber dana yang dibentuk sendiri oleh perusahaan. Satu-
satunya jenis sumber dana internal adalah keuntungan yang dihasilkan perusahaan
atau saldo laba.
Pendanaan perusahaan bisa dilakukan melaui dua cara yaitu melalui initial
public offering (IPO) dan penempatan langsung. Pendanaan melalui IPO
merupakan pendanaan dengan cara menjual surat berharga utang maupun ekuitas
kepada publik secara terbuka. Pendanaan dengan cara IPO ini prosedurnya diatur
secara ketat oleh pihak otoritas pasar modal. Sedangkan pendanaan melalui
penempatan langsung merupakan pendanaan dengan cara menjual surat berharga
utang atau ekuitas secaralangsung kepada pihak-pihak (investor dan kreditor)
tertentu. Pendanaan melalui IPO memungkinkan perusahaan memperoleh dana
dalam jumlah besar dibanding melalui penempatan langsung.

Pendanaan Perusahaan 275


Komposisi pendanaan perusahaan yang disebut dengan struktur modal bisa
ditunjukkan melalui dua indikator dalam bentuk rasio yang selanjutnya disebut
dengan rasio struktur modal atau rasio utang atau sering juga disebut rasio
leverage. Kedua rasio tersebut adalah debt to asset ratio dan debt to equity ratio.
Rasio pertama mengindikasikan berapa porsi pendanaan yang berasal dari utang
dibanding total pendanaan (asset) perusahaan. Sedangkan rasio kedua
menunjukkan berapa porsi pendanaan yang berasal dari utang relatif terhadap total
pendanaan yang berasal dari ekuitas atau modal sendiri.

DISKUSI PEMAHAMAN DAN LATIHAN

Diskusi Pemahaman:
1. Mengapa kebijakan pendanaan penting bagi perusahaan?
2. Menurut Saudara sumber pendanaan dari leasing dan modal ventura termasuk
kelompok sumber dana utang atau modal sendiri, berikan argumentasinya.
3. Jelaskan perbedaan antara curent yield dan yield to maturity pada obligasi!
Kapan kedua ukuran pendapatan atas obligasi tersebut menghasilkan besaran
yang sama dan kapan menghasilkan besaran yang berbeda!
4. Jelaskan mengapa saham biasa disebut equity of the last resort?
5. Jelaskan kelebihan pendanaan melalui IPO dibanding melalui penempatan
langsung!

Latihan:
1. Pada tanggal 1 Maret 20xx Tuan Nico membeli 100.000 lembar commercial
paper seharga Rp 9.000 per lembar. Nilai nominal dari commercial paper
tersebut Rp 10.000 per lembar dan memiliki jatuh tempo pada tanggal 31
Desember 20xx. Tentukan berapa yield dari commercial paper tersebut.
2. Seseorang membeli obligasi yang memiliki nilai nominal Rp 20.000 per lembar
seharga Rp 18.000 per lembar. Obligasi tersebut yang akan jatuh tempo dalam 3
tahun mendatang memberikan kupon bunga 10% per tahun yang dibayarkan per
semester. Tentukan current yield dan yield to maturity dari obligasi tersebut.

Pendanaan Perusahaan 276


3. Jika obligasi pada soal nomor 2 tersebut akan jatuh tempo dalam 2,5 tahun
mendatang, berapa current yield dan yield to maturity dari obligasi tersebut.
4. PT BHAKTI JAYA adalah perusahaan yang sedang dalam proses likuidasi.
Posisi keuangan terakhir dari perusahaan tersebut ditunjukkan pada neraca
berikut.
PT BHAKTI JAYA
Neraca Per 31 Desember 20xx

Aktiva Lancar 1.000 Utang Lancar:


Utang Dagang 200
Aktiva Tetap 1.500 Utang Gaji 300
Utang Pajak 400
Utang Bank 300
Ekuitas Pemilik:
Saham Preferen 500
Saham Biasa 800

Total Aktiva 2.500 Total Pasiva 2.5 00

Asset tetap dengan nilai buku Rp 600 terikat sebagai jaminan atas utang kepada
bank seniai Rp 300. Asset tersebut berhasil direalisasi dengan harga Rp 400.
Lakukan pembagian atas hasil realisasi (penjualan) asset perusahaan tersebut
kepada para pemegang klaim yang berhak berdasarkan masing-masing asumsi
hasil realisasi asset (selain asset jaminan atas utang bank) berikut.
a. Rp 700
b. Rp 1.000
c. Rp 1.500
d. Rp 2.400

Pendanaan Perusahaan 277

Anda mungkin juga menyukai