Selama berjalannya otonomi daerah, otonomi daerah telah menjadi kebutuhan politik
yang penting untuk memajukan kehidupan demokrasi. Bukan hanya kenyataan bahwa
masyarakat Indonesia sangat heterogen dari segi perkembangan politiknya, namun juga
otonomi sudah menjadi alas bagi tumbuhnya dinamika politik yang diharapkan akan
mendorong lahirnya prakarsa dan keadilan. Walaupun ada upaya kritis bahwa otonomi daerah
tetap dipahami sebagai jalan lurus bagi eksploitasi dan investasi , namun sebagai upaya
membangun prakarsa ditengah-tengah surutnya kemauan baik (good will) penguasa, maka
otonomi daerah dapat menjadi “jalan alternative “ bagi tumbuhnya harapan bagi kemajuan
daerah.
Salah satu hal yang dapat dilihat secara langsung produk dari otonomi daerah adalah
terdapatnya desentralisasi pelayanan. Hal ini berdasarkan pandangan dan pemikiran dimana
sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja.
Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Maka dari itu,
perlu kiranya bagi para pemangku kebijakan menetapkan asas dalam mengelola otonomi
daerah yang meliputi :
Penerapan otonomi daerah saat-saat ini mulai memberikan dampak secara langsung,
terutama pasca reformasi. Semangat untuk mengatur secara mandiri daerah pada realitas
lapangan juga menunjukkan seuatu kondisi yang kurang mengenakkan untuk dipandang. Hal
ini diakibatkan sekelumit persoalan yang mengemuka kepermukaan publik. Sebut saja
sekelumit persoalan tersebut adalah menjamurnya perilaku korupsi oleh kepala-kepala
daerah, hal ini dapat kita katakan sebagai akibat dari proses politik yang berlangsung dari
semenjak awal proses demokratisasi yang berlangsung (politik transaksional).
Pada praktiknya persoalan seperti diatas jika ditelusuri secara mendalam, maka hal
tersebut dapat juga sangat berdampak pada keretakan hubungan hidup berbangsa dan
bernegara dalam konteks nasionalisme. Maksud dari pernyataan tersebut adalah dikarenakan
para elit lokal yang mengikuti konstestasi politik dalam merebut hati para pemilih, tidak
jarang menggunakan wacana-wacana semangat kedaerahan. Selanjutnya wacana kedaerahan
tersebut akan dibenturkan dengan kebobrokan-kebobrokan pusat. Tentu saja, hal itu akan
memunculkan semangat-semangat penolakan dengan apa yang dilakukan pusat. Semangat
nasionalisme akan dapat menjadi taruhan, jika sekelumit persoalan yang muncul tidak dapat
segera diatasi.
Pembahasan