Diare
Diare
LAPORAN KASUS
Pulmo (Paru)
Pemeriksaa
Kanan Kiri
n
Inspeksi Gerakan dinding dada Gerakan dinding dada
simetris, retraksi (-) simetris, retraksi (-)
Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler(+), Wheezing (-), Vesikuler(+), Wheezing (-),
ronkhi (-) rhonki (-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) sseluruh kuadran, hepar lien ginjal
tidak teraba.
Perkusi : Hipertimpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Ekstremitas:
Superior : Edema (-/-), akral hangat.
- Enterotoxigenic E.coli
1.14 Manajemen
1. Promotif :
Mengkonsumsi makanan yang bersih dan sehat.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan yang bergizi
Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan.
Segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan jika sakit
berulang
2. Preventif :
Penggunaan air besih yang cukup
Mengkonsumsi makanan yang bersih dan tidak membeli
makanan di pinggir jalan.
Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
1. Kuratif :
Non Farmakologi
Minum air putih yang cukup
Menghindari konsumsi makanan yang asam atau peda
Farmakologi
Oralit
Zinc 20mg
2. Rehabilitatif
Memantau penyakit pasien. Hal ini dilakukan dengan kerja sama
dari pasien tersebut dengan mengikuti saran dokter untuk datang
berobat jika keluhan tidak berkurang.
Memberitahu tanda-tanda dehidrasi pada Ibu pasien dan segera
membawa ke tempat pelayanan terdekat apabila keluhan terjadi.
RESEP PUSKESMAS RESEP ILMIAH 1
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Simpang Kawat Puskesmas Simpang Kawat
Jl. HOS. Cokroaminoto, Kel Payo Lebar, Kec. Jelutung Jl. HOS. Cokroaminoto, Kel Payo Lebar, Kec. Jelutung
Kota Jambi, Jambi 36124 Kota Jambi, Jambi 36124
dr. Novita Dian Syafitri dr. Novita Dian Syafitri
SIP. G1A216085 SIP. G1A216085
STR. 987654 STR. 987654
Tanggal: Tanggal:
Pro : Pro :
Alamat: Alamat:
Umur Umur
Tanggal: Tanggal:
Pro : Pro :
Alamat: Alamat:
Umur Umur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Menurut WHO tahun 1998,
diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan
menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, definisi diare berbeda pada
neonatus dan bayi > 1 bulan serta anak. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi
BAB >4 kali, sedangkan bayi > 1 bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensi
BAB > 3 kali.
2.2 Etiologi
Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang
dibagi lagi atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal,
anatomis, obat-obatan dan lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit
dan jamur, sedangkan non infeksi karena alergi, radiasi. (Lung. McGraw Hill,
2003).
Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air
dan makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.
Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu :
1. Infeksi
A. Virus
Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain
Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus dan
Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa,
sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun terutama
usia dibawah 2 tahun.
B. Bakteri
Ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :
1. E. Coli
2. Shigella
3. Campylobacter yeyuni
4. Salmonella sp.
5. Yersinia
6. Vibrio
C. Parasit
1. Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1%
2. Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun.
3. Crytosporidium. Di negara berkembang Sering terjadi pada
penderita AIDS.
D. Malabsorbsi
Karbohidrat
Lemak
E. Alergi
Diantaranya yaitu :
Alergi susu
Alergi makanan
CMPSE (cow’s milk protein enteropathy).
F. Keracunan
G. Imunodefisiensi
H. Sebab Lain
Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi Hisrchrsprung’s
disease dan Shor Bowel Syndrome.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat.
2.4 Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu ganggan pada proses absorbs atau
sekresi.
2.4.1 Pembagian diare menurut lamanya diare
Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari
Diare kronik berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
Diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca 2+ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan
fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion,
akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa
natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-. Bahan laksatif
dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa
diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa.
Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi seperti
reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Diare karena gangguan motilitas usus
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada
bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga
terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik
neuropathi, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : Berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen.
dan tanda-tanda tambahan lainnya : mata: cekung atau tidak, ada atau tidak
adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillar refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak dikatahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika. Tinja :
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau
P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada
S. typhii mononuklear.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
diare dan pada penderita immunocompromised.
2.7 Penatalaksanaan
Departemen kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan Tata Laksana
pengobatan Diare pada balita yang baru didukung baru didukung oleh ikatan
Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Meperbaiki kondisi
usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk
itu, Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanakan diare bagi
semua kasus diare yangdiderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
13
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua.
Pemberiaan Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare
akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan
fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama
14
diare. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosisi zinc untuk anak-anak:
Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg(1/2 tablet) perhari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg(1tablet) per hari.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang
atau oralit.
Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO tahun
2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana terapi yakni rencana terapi
A untuk penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi
ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi berat.
Rencana Terapi B
(Dehidrasi Ringan – Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan
pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat
diberikan secara intravena sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral
dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya
dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian
cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb
setiap diare atau muntah.
Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana
terapi A. Yaitu :
15
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa
minum oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus
dengan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat
(atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam (Pelayanan
kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009)
16
Setelah 34 jam, Nilai kembali Anak Menggunakan Bagan Penilaian, Kemudian
Pilih Rencana Terapi A,B atau C untuk Melanjutkan Terapi
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang,
anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B
tetapi tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti Rencana Terapi A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti dijelaskan
dalam rencana terapi A
Tunjukkan cara menyiapkan oralit
Jelaskan 3 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti
Memberi makan anak
Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu.
17
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien tinggal di rumah kontrakan, lantai semen, dinding batu, atap seng.
Rumah terdiri dari satu ruang tamu, satu kamar tidur, satu dapur dan satu
kamar mandi. Sumber air bersih berasal dari Sumur dan sumber penerangan
berasal dari PLN.
Tidak ada hubungan antara keadaan rumah pasien dengan penyakit yang
diderita pasien.
Pasien merupakan anak tunggal. Menurut keterangan Ibu pasien, tidak ada
masalah dalam keluarganya dan keharmonisan dalam keluarga baik.
Tidak ada hubungan antara keadaan keluarga dengan penyakit yang diderita
pasien.
18
Ada hubungan antaraperilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan
sekitar dengan penyakit yang diderita pasien.
3.4 Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini:
19
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
1. Endang Poerwati. Determinan Lama Rawat Inap Pasien Balita dengan Diare.
Vol 27. No. 4. Jurnal Kedokteran Brawijaya: Jakarta Timur; 2013.
20
2. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
3. Garna H, Melinda H. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
Edisi ke-3.
4. Bandung: Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RS Dr. Hasan Sadikin.
2005.
5. Depkes. RI Buku saku petugas kesehatan Lintas Diare. Jakarta; Depkes RI:
2011.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Buku Bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Hal 3, 16-
18, 29.
21