Anda di halaman 1dari 19

Bagian Ilmu Bedah Tugas

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

TUGAS UJIAN

DELLA OKTAVIA S 1810029005

PENGUJI
dr. ISTI LUKITA R Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
PENATALAKSANAAN KOLELITIASIS

Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat batu
tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang
dipakai ialah kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai dari obat-
obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam empedu ( asam
ursodeoksikolat), dilusi kontak dan ESWL. Terapi tersebut akan berprognosis baik
apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan kolesterol.

1. Asimptomatik
Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi tidak
dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah:
a. Pasien dengan batu empedu > 2cm.
b. Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko
tinggi keganasan.
c. Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut.

Disolusi batu empedu


Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia,
penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada
empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam
empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi.
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis
harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan
dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol.

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)


Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang
benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.
2. Simptomatik
Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara umum
diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang
terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa kasus empiema
kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk mengeluarkan pus yang
dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru direncanakan kolesistektomi elektif.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma
CBD, perdarahan, dan infeksi. Langkah-langkah pada kolesistektomi terbuka:
a. Insisi
Jenis insisi yang dapat digunakan ialah insisi subkosta kanan atas, insisi kocher,
insisi kocher termodifikasi dan insisi tranverse.

1. Insisi kocher

7. Insisi transverse

Gambar. Jenis insisi pada abdomen


b. Peletakan 2 mop basah
Yang pertama digunakan untuk menyingkirkan duodenum, kolon transversum
dan usus halus. Yang kedua digunakan di kiri common bile duct untuk
menyingkirkan gaster ke kiri.
c. Dapat melihat kandung empedu
Bagian bawah lobus kanan hepar ditarik ke atas menggunakan retracter agar
kandung empedu lebih terekspos.
d. Pengangkatan kandung empedu
Terdapat 2 metode
a. Metode duct first
Yang pertama didiseksi ialah duktus sistikus dan arteri kemudian dipisahkan
setelah kandung empedu diangkat.
Indikasi : tidak ada adhesi atau eksudat pada CBD, CHD dan CD
Kontraindikasi : adanya adhesi dan eksudat
b. Metode fundus first
Diseksi dimulai dari fundus kandung empedu dan kemudian berlanjut pada
duktus sistikus.
Indikasi : adanya adhesi atau eksudat di CBD, CHD dan CD

Laparoskopik kolesistektomi
Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik hanya
membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu, pemulihan pasca operasi juga
cepat. Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di
rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang
berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus
sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot
abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.

Kolesistostomi

Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami empiema dan sepsis,
yang dapat dilakukan ialah kolesistostomi. Kolesistostomi adalah penaruhan pipa
drainase di dalam kandung empedu. Setelah pasien stabil,maka kolesistektomi
dapat dilakukan.
Endoscopic sphincterotomy
Dilakukan apabila batu pada CBD tidak dapat dikeluarkan. Pada prosedur
ini kanula diletakan pada duktus melalui papila vateri. Dengan mennggunkan
spinterectome elektrokauter, dibuat insisi 1 cm melalui sfingter oddi dan bagian
CBD yang mengarah ke intraduodenal terbuka dan batu keluar dan diekstraksi.
Prosedur ini terutama digunakan pada batu yang impaksi di ampula vateri.

HIDROKEL
Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara
lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara
produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

Epidemiologi
Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup dan
lebih sering terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering adalah di sebelah kanan, dan
hanya 10% yang terjadi secara bilateral.
Insidensi PPPVP menurun seiring dengan bertambahnya umur. Pada neonates,
80%-94% memiliki PPPVP. Risiko hidrokel lebih tinggi pada bayi premature dengan
berat badan lahir kurang dari 1500 gram dibandingkan dengan bayi aterm.

Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di
kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma
pada testis/epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang
berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus.
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
1. Hidrokel_primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik
yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel
jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan
menutup dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi.
2. Hidrokel_sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam
suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat
disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang
atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis
menyebabkan terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang
keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Berdasarkan kejadian:
1. Hidrokel akut
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan
berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.
2. Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan
walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan
nyeri.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu
1. Hidrokel testis.
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang
hari.
2. Hidrokel funikulus.
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis,
sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel.
Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
3. Hidrokel Komunikan 
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak
menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan kedalam rongga abdomen 
Patofisiologi

Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun


ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya
rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara
tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan
yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Hidrokel cord terjadi ketika processus
vaginalis terobliterasi di atas testis sehingga tetap terdapat hubungan dengan
peritoneum, dan processus vaginalis mungkin tetap terbuka sejauh batas atas scrotum.
Area seperti kantung di dalam canalis inguinalis terisi dengan cairan. Cairan tersebut
tidak masuk ke dalam scrotum.

Cairan yanng seharusnya merupakan keseimbangan antara produksi dan


reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah
terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di
tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terus-menerus, mengakibatkan
Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi
testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah yang ada di daerah sekitar testis
tersebut.

Selama perkembangan janin, testis terletak di sebelah bawah ginjal, di dalam


rongga peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis inguinalis ke dalam scrotum, testis
diikuti dengan ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung, yang dikenal sebagai
processus vaginalis. Setelah testis turun, procesus vaginalis akan terobliterasi dan
menjadi fibrous cord tanpa lumen. Ujung distal dari procesus vaginalis menetap sebagai
tunika yang melapisi testis, yang dikenal sebagai tunika vaginalis. Normalnya, region
inguinal dan scrotum tidak saling berhubungan dengan abdomen. Organ viscera
intraabdominal maupun cairan peritonel seharusnya tidak dapat masuk ke dalam
scrotum ataupun canalis inguinalis. Bila procesus vaginalis tidak tertutup, dikenal
sebagai persistent patent processus vaginalis peritonei (PPPVP).

Gambar 2. Patogenesis Hidrokel

Bila PPPVP berdiameter kecil dan hanya dapat dilalui oleh cairan, dinamakan
sebagai hidrokel komunikan. Bila PPPVP berdiameter besar dan dapat dilalui oleh usus,
omentum, atau organ viscera abdomen lainnya, dinamakan sebagai hernia. Banyak teori
yang membahas tentang kegagalan penutupan processus vaginalis. Otot polos telah
diidentifikasi terdapat pada jaringan PPPVP, dan tidak terdapat pada peritoneum
normal. Jumlah otot polos yang ada mungkin berhubungan dengan tingkat patensi
processus vaginalis. Sebagai contoh, jumlah otot polos yang lebih besar terdapat pada
kantung hernia dibandingkan dengan PPPVP dari hidrokel. Penelitian terus berlanjut
untuk menentukan peranan otot polos pada pathogenesis ini.

Mekanisme terjadinya PPPVP juga berhubungan dengan adanya peningkatan


tekanan intraabdominal. Keadaan apapun yang menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intraabdominal dapat menghambat atau menunda proses penutupan processus
vaginalis. Keadaan tersebut antara lain batuk kronis (seperti pada TB paru), keadaan
yang membuat bayi sering mengedan (seperti feses keras), dan tumor intraabdomen.
Keadaan tersebut di atas menyebabkan peningkatan risiko terjadinya PPPVP yang dapat
berakibat sebagai hidrokel maupun hernia.

Gambar 3. Jenis-jenis Hidrokel

Gambaran Klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi
kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada
hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit
melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel
komunikan. Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang
akan dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.
Gambar 4. Hidrokel komunikans (pada anak)

Gambar 5. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)

Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga


testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di
sebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar
kantong hidrokel. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan
rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada
saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan ke dalam rongga abdomen.

Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri
tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada
tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau
hernia.
Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan
tekanan intaabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh
pasien meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan
tekanan pada abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas
kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan.
Pemeriksaan transiluminasi pada scrotum menunjukkan cairan dalam tunika
vaginalis mengarah pada hidrokel. Namun, tes ini tidak sepenuhnya menyingkirkan
hernia.

Gambar 6. Tes Transiluminasi

Pemeriksaan penunjang
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan
massa skrotum..Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan
pada sisi pembesaran skrotum . Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis
normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel .
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan
membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal
(varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.

Diferential Diagnosis
Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang hampir sama
dengan hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu diagnosis banding
hidrokel adalah : 

Hernia scrotalis:
Hidrokel dan hernia inguinalis bermanifestasi klinis sebagai benjolan pada daerah testis
dengan perbedaan utama berupa benjolan pada hernia bersifat hilang timbul, sedangkan
pada hidrokel, benjolan dapat berkurang tapi lama. Dengan melakukan tes
transiluminasi, hidrokel memberikan hasil tes yang positif sedangkan pada hernia
inguinalis hasil tes negatif. Pentingnya membedakan kedua kasus tersebut sehubungan
dengan penanganan yang dilakukan untuk kemudian mengurangi komplikasi yang dapat
terjadi.

Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah
balik vena spermatika interna. 
Gambaran klinis : 
Anamnesa : 
1. Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah. 
2. Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri. 
3. Terasa berat pada testis 
Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava) 
Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam kantung, yang
letaknya di sebelah kranial dari testis, permukaan testis licin, konsistensi elastis.
Pada posisi berbaring, benjolan akan menghilang, sedangkan pada hidrokel tidak hilang,
hanya dapat berkurang tetapi butuh waktu yang lama.
Torsi Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi gangguan
vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan aliran darah daripada
testis. 
Gambaran klinis : 
Anamnesa :
1. Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum. 
2. sakit perut hebat, kadang mual dan muntah. 
3. nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal. 
Pemeriksaan Fisik : 
1. Inspeksi 
testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus
terpuntir dan memendek, testis pada sisi yang terkena lebih tinggi dan lebih horizontal
jika dibandingkan testis sisi yang sehat. 
2. Palpasi teraba lilitan / penebalan funikulus spermatikus

 Pemeriksaan fisik yang paling sensitive pada torsio testis adalah hilangnya reflex
kremaster. Refleks kremaster dilakukan dengan menggores atau mencubit paha
bagian medial, menyebabkan kontraksi musculus cremaster yang akan mengangkat
testis. Refleks kremaster dikatakan positif bila testis bergerak ke arah atas minimal
0.5 cm.
 Pada torsio appendix testis, teraba adanya nodul keras berdiameter 2-3 mm di ujung
atas testis, dapat tampak berwarna kebiruan, yang dikenal dengan “blue dot sign”.
 Prehn’s sign negative mengindikasikan nyeri tidak berkurang dengan pengangkatan
testis dapat menunjukkan adanya torsio testis, merupakan operasi CITO dan harus
dikoreksi dalam 6 jam.

Hematocele
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh trauma. 
Gambaran klinik : benjolan pada testis 
Pemeriksaan Fisik : 
- Masa kistik 
-Transiluminasi (-) 

Tumor testis
Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun. 
Gambaran klinis : 
Anamnesa : 
keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri. 
Terasa berat pada kantong skrotum 
Pemeriksaan Fisik : 
Benjolan pada testis yang padat, keras, tidak nyeri pada palpasi. 

Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri;
tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk
dilakukan koreksi. Mayoritas hidrokel pada neonates akan hilang karena penutupan
spontan dari PPPVP awal setelah kelahiran. Cairan dalam hidrokel biasanya akan
direabsorpsi sebelum bayi berumur 1 tahun. Berdasarkan fakta tersebut, observasi
umumnya dilakukan pada hidrokel pada bayi.
Indikasi operasi perbaikan hidrokel :
o Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun
o Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna
o Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh darah
o Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)
Gambar 7. Hidrokel testis

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus
melakukan herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal
dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman
atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Plikasi kantong hernia (Lord’s
procedure) digunakan untuk hidrokel ukuran kecil sampai medium. Tehnik ini
mengurangi resiko terjadiya hematoma. Eversi dan penjahitan kantong hidrokel
dibelakang testis (Jaboulay procedure) dihubungkan dengan pengurangan kejadian
rekurensi, tetapi tidak mengurangi resiko terjadinya hematom. Pada hidrokel funikulus
dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.

Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel


Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat.
Terapi yang diberikan antara lain :
 Analgetik
 Bayi – Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam; paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam;
hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu
 Anak yang lebih besar – Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8
jam
 Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus dihindari
untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum, dimana dapat
terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder.
 Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.
 Karena kebanyakan operasi hidrokel dilakuakn pada dasar pasien rawat jalan
(outpatient), pasien dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat kenyamanan
memungkinkan (biasanya 1-3 hari post-operasi).

Teknik Operasi Hidrokel (High Ligation)


o Memeriksa anak untuk mengkonfirmasi adanya testis.

o Membuat incisi inguinal kecil


o Masuk ke canalis inguinalis dan diseksi PV, yang merupakan kantung hidrokel,
harus bebas dari vas deferens dan pembuluh darah.
o Keluarkan isi kantung hidrokel (cairan) ke dalam abdomen
o Ligasi kantung pada atau di atas annulus inguinalis interna
o Inspeksi annulus inguinalis interna untuk memastikan seluruh isi kantung telah
dikeluarkan seluruhnya.
o Jahit lapisan fascia dan kulit..
A. Incisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah
lateral dari titik tepat di atas spina pubic.
B. Fascia superfisialis telah diincisi. Musculus obliqus externus
terlihat.
C. Musculus obliqus externus telah diincisi, tampak kantung
hidrokel dan cord.
D. Fascia oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus
cremaster dan fascia spermaticus interna melapisi kantung dan cord.
E. Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis
externa dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian.
Ujung proximal akan dilakukan high ligation pada leher kantung.
F. Ujung proximal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang
selalu ada dan merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada
leher kantung. Setelah dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan
pertama untuk memastikan ligasi yang permanen.
G. Musculus oblique externus dijahit.
H. Menjahit jaringan subcuticular.

Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis.

Prognosis

Dengan terapi operasi, angka rekurensi adalah kurang dari 1%.


DAFTAR PUSTAKA

1. Benson CD, Mustard WT. Pediatric Surgery. Volume 1. 1962. Year Book

Medical Publishers, Inc. USA. p. 580-582

2. Sjamsuhidajat R. dan Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 4, Jakarta, EGC,

1997

3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia.

p 118-129

4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.

McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259  

5. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States


America : McGraw Hill, 2005.826-42.
6. http://www.medindia.net/patients/patientinfo/hydrocele-adult-

surgery.htm#ixzz12zjIvvR5

7. http://emedicine.medscape.com/article/777386-print

8. http://emedicine.medscape.com/article/1015147-print

9. http://emedicine.medscape.com/article/438724-overview

Anda mungkin juga menyukai