Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS II
“KETUBAN PECAH DINI”

OLEH:
PSIK VI B
KELOMPOK IV

AISYAH TURRADIAH (201010420311051)


FIRDAUSI NUZULA (201010420311063)
ISWATUN ULFAH (201010420311078)
HAKIKI (201010420311087)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MALANG
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Maternitas II tentang “Ketuban
Pecah Dini”. Ucapan terimakasih tidak lupa kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing
yang selama ini telah membimbing kami dan teman-teman sekelas yang telah memberi
dukungan kepada kami.

Sebagai manusia biasa tentunya makalah ini tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu
demi tersempurnanya makalah ini kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan diridhai oleh Allah SWT.
Amien.

Malang, Maret 2013

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................................

Daftar Isi.................................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................


1.2. Tujuan...............................................................................................................................
1.3. Manfaat.............................................................................................................................

BAB II: TINJAUAN TEORI...................................................................................................

2.1.Definisi...............................................................................................................................
2.2.Etiologi...............................................................................................................................
2.3.Tanda dan Gejala...............................................................................................................
2.4.Manifestasi Klinik..............................................................................................................
2.5.Patofisiologi.......................................................................................................................
2.6.Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................................
2.7.Penatalaksanaan.................................................................................................................

BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................

3.1.Pengkajian Fokus...............................................................................................................
3.2.Diagnosa............................................................................................................................
3.3.Intervensi............................................................................................................................

BAB VI: PENUTUP................................................................................................................

4.1.Kesimpulan........................................................................................................................
4.2.Saran..................................................................................................................................

Daftar Pustaka..........................................................................................................................
BABI
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion
yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel
mesenkim dan sel trofoblast yang terikat erat dalam metrics kolagen. Selaput ketuban
berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Hal ini
merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta
menyebabkan infeksi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi. Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko
tinggi infeksi dan bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan
perawatannya dianjurkan untuk pemantauan ibu maupun janin dengan ketat.
Insidensi KPD mendekati 10% dari semua persalinan, dan pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu, angka kejadiannya sekitar 4%. Sebagian dari KPD mempunyai
periode lama melebihi satu minggu (Yulaikhah,2008). Dalam keadaan normal 8-10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Kejadian KPD berkisar
5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70%
kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur sebanyak 30%.
Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka
kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada batas angka terendah yang dapat
dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta waktu. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam
terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab.
Normalnya volume cairan ketuban pada usia kehamilan usia 10 – 20 minggu,
sekitar 50 – 250 ml. Ketika memasuki minggu 30 – 40, jumlahnya mencapai 500 –
1500ml.
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas
dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.
Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian
akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju,
partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD
terutama pada pengelolaan konservatif . Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD
dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau
harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan
memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.

1.2.Tujuan
Adapun tujuannya yaitu:
1.2.1. Untuk mengetahui definisi dari ketuban pecah dini.
1.2.2. Untuk mengetahui etiologi dari ketuban pecah dini.
1.2.3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ketuban pecah dini.
1.2.4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari ketuban pecah dini.
1.2.5. Untuk mengetahui patofisiologi dari ketuban pecah dini.
1.2.6. Untuk mengetahui pemeriksaan Penunjang dari ketuban pecah dini.
1.2.7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ketuban pecah dini.

1.3.Manfaat
Untuk mengatasi dampak dari permasalahan Ketuban Pecah Dini (KPD) yang
biasanya menjadi masalah utama para ibu hamil, dan juga sebagai pengetahuan pada
ibu hamil tentang apa itu KPD dan bagaimana cara pencegahannya. Dapat mencegah
kematian perinatal pada saat persalinan.
B A B II
TINJAUAN TEORI

2.1.Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses
persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan (Manuaba,2009).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi
pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
(Saifuddin, 2002).
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina servik (Sarwono, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan,
dan setelah di tunggu satu jam, belum ada tanda persalinan (Yulaikhah, 2008). Waktu
sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah
dini” (periode latern). Kondisi ini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur
dengan segala akibatnya. Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada fase
laten persalinan.
2.2.Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkanlaserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
1. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2. Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin.
2002).
3. Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006).
4. Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan
mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
e. Korioamnionitis: adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah
pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f. Penyakit Infeksi: adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
g. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
h. Riwayat KPD sebelumya.
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.

2.3.Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.

2.4.Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (1999) antara lain:
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi .
c. Janin mudah diraba.
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.

2.5.Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
- Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
- Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler
korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol
oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika
ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.
- Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan
langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik
traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu
sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
PATHWAY KETUBAN PECAH DINI

Kala 1 Persalinan

His yg berulang gg. pd kala 1 persalinan

kontraksi &
pembukaan serviks Kanalis servikalis Kelainan letak Infeksi Serviks Gemeli,
uteri sllu terbuka akibat janin (sungsang) genetalia inkompeten hidramion
kelainan serviks
Mengiritasi nervus uteri (abortus dan
riwayat kuterase Tdk ada bag. Proses Dilatasi Ketegang
pudendalis
terendah yg biomekanik berlebih an uterus
menutupi bakteri serviks berlebih
Mdhnya pengluarn PAP yg mngluarkn
Stimulus nyeri
air ketuban menghalangi enzim
Selaput Serviks
tekanan trhdp proteolitik
ketuban tdk bisa
Nyeri akut membrane
menonjol menahan
bag.bawah
Selaput & mudah tekanan
ketuban pecah intrauterus
Rasa mulas &
mudah
ingin mengejan
pecah

Px. Melaporkan
tdk nyaman
KETUBAN PECAH DINI

Gg. rasa nyaman


Air ketuban terlalu Klien tdk Tdk adanya
banyak keluar mengetahui pxbb pelindung dunia
dan akibat KPD luar dg daerah
rahim
Distoksia (partus kering)
Defisit
pengetahuan Resiko infeksi
Laserasi pd jalan lahir

Kecemasan ibu trhdp


Ansietas keselamatan janin &
dirinya
2.6.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan
pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan
infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sedehana.

2.7.Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau
menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan
kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu
pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan
memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada
KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh
karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan
waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada
janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya perode laten.
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit
ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar
70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah
kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan,dan bila gagal
dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan
dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan
infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD
dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus
tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan
dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan,
sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesaria.
2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di
rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan
paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa
memandang umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi
persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya
pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya
dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada
indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak
maju, dll.
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan
dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm
KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The
National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak
ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg
tiap 12 jam.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada Ketuban Pecah Dini:
a. Konservatif
 Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
 Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
 Umur kehamilan kurang 37 minggu.
 Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
 Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
 Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
 Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau
gawat janin.
 Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada
kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila
pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka
lakukan terminasi kehamilan.
 Induksi atau akselerasi persalinan.
 Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
 Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah
ketuban
Yang harus segera dilakukan:
 Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
 Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini.
Ambil nafas dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
 Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko
terinfeksi kuman.
 Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari,
karena air ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan
pinggang diganjal supaya lebih tinggi.
B A B III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian Fokus


1. Biodata klien.
Biodata klien berisi tentang; Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
2. Keluhan utama
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/kecoklatan sedikit/banyak,
pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering,
inspeksikula tampak air ketuban mengalir/selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
3. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi,
siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus.
4. Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan sah
atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?
5. Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah, urine,
keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya
mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
6. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita
sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic
seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular,
kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga.
8. Kebiasaan sehari –hari
1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan nafsu
makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah
pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah
terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum)
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol blas,
terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa takut luka
episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi,
konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan
pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan KPD di
anjurkan untuk bedrest total
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang
membuat fresh dan relaks.
9. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan kesadaran klien, BB / TB, tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu.
 Head To Toe
- Rambut: warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka lesi /
lecet.
- Mata: sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak, apakah
palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik / tidak,
apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan / tidak. Pada umu nya
ibu hamil konjungtiva anemis.
- Telinga: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat serumen /
tidak, apakah klien menggunakan alt bantu pendengaran / tidak,
bagaimana fungsi pendengaran klien baik / tidak.
- Hidung: apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak, apakah
terdapat serumen / tidak, apakah fungsi penciuman klien baik / tidak.
- Mulut dan gigi: bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab
atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan
pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah klien bersih /
tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak. Pada ibu hamil pada
umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil mengalami
penurunan kalsium.
- Leher: apakah klien mengalami pembengkakan tyroid
- Paru – paru
I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan,
apakah ada terdapat luka memar / lecet, frekuensi pernafasan nya
P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba pembengkakan /
tidak, getaran dinding dada apakah simetris / tidak antara kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
- Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah terlihat /
tidak
P :frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS%
Midclavikula
P : bunyi jantung
A : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien
- Abdomen
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah masuk
PAP / belum
P : bunyi abdomen
A : bising usus klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak
- Payudara: puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna aerola,
kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI
/belum
- Ekstremitas
 Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada oedema /
tidak.
 Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema / tidak
- Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema / tidak pada
daerah genitalia klien
- Intergumen: warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik / tidak
3.2. Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terjadi nya ketegangan otot
rahim
3. Ansietas berhubungan dengan kurang nya pengetahuan atau konfirmasi tentang
penyakit.
4. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik

3.3. Intervensi
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Resiko infeksi Risk Detection: Action Infection Protection:
berhubungan taken to identity personal Prevention and early
dengan pecah health threats. detection of infection in a
ketuban patient at risk.
2x24 hours
Indicators: Activities:
- Recognizes signs and -Monitor vulnerability to
symptoms that indicate infection
risks - Inspect skin and mucous
- Identifies potential health membranes for redness,
risks extreme warmth, or drainage.
- Seeks validation of -Report suspected infections
perceived risks to infection control
- Uses resources to stay personnel.
informed about potential - Report positive cultures to
risks infection control personnel.

Risk control: Actions to Infection Control:


eliminate or reduce actual, Minimizing the acquisition
personal, and modifiable and transmission of
health threats. infectious agents.
2x24 hours Activities:
Indicators: -Shave and prep the area, as
- Acknowledge risk indicated in preparation for
- Monitor environmental invasive procedures and/or
risk factors surgery
- Monitor personal - Promote appropriate
behavior risk factors nutritional intake
- Develops effective risk - Administer antibiotic
control strategies therapy, as appropriate.
Adjust risk control
strategies as needed
- Avoids exposure to
health threats
2 Gangguan rasa Pain Control: personal Pain management:
nyaman : nyeri action to control pain. Alleviation of pain or a
berhubungan reduction in pain to a level of
dengan terjadi nya 2x24 hours comfort that is acceptable to
ketegangan otot -Recognizes causal factors the patient.
rahim - Recognizes pain onset
- Uses analgesics Activites:
appropriately -Perform a comprehensive
- Recognizes symptoms of assessment of pain to include
pain location, characteristics,
- Report pain control onset/duration, frequency,
quality, intensity or severity
of pain, and precipitating
factors.
- Ensure that the patient
receives appropriate
analgesic care.
- Consider type and source of
pain relief, as appropriate.
- Implement the use of
patient-controlled analgesia
(PGA), if appropriate.
- Use pain control measures
before pain.
- Institute and modify pain
control measures on the basic
of the patient’s response.
3 Intoleransi Energy Conversation: Energy Management:
aktifitas b.d. Extent of activity Regulating energy use to
kelemahan fisik management of energy to treat or prevent fatigue and
initiate and sustain optimize function.
activity.
Activity:
2x24 hours -Determine patient’s phsycal
Indicators: limitations.
- Balances activity and rest - Determine causes of fatigue
- Recognizes energy (e.g., treatments, pain, and
limitations medications).
- Uses energy conservation - Determine what and how
techniques much activity is required to
- Adapts lifestyle to energy build endurance.
level - Monitor nutritional intake
- Maintains adequate to ensure adequate energy
nutrition resources
- Endurance level adequate - Monitor location and nature
for activity of discomfort or pain during
movement/activity.
- Plan activities for periods
when the patient has the most
enerdgy.
B A B IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu
dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban dini, karena ia akan diurussesuai
kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda dangejala
korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis,diindikasikan untuk
segera berkonsultasi dengan dokter yang menangani wanita guna menginduksi
persalinan dan kelahiran. Pilihan metode persalinan (melalui vagina atau SC)
bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat korioamnionitis.

4.2. Saran
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan keluarganya.
Bidan harus membantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang menyertai perkiraan
kelahiran janin premature serta risiko tambahan korioamnionitis. Rencana
penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan periode tirah baring dan hospitalisasi
yang memanjang harus didiskusikan dengan wanita dan keluarganya. Pemahaman dan
kerja sama keluarga merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Yulaikhah, Lily. 2008. Kehamilan: Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.


Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta: YBP-SP.
-------2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta:
YBP-SP.
Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. Jakarta: EGC.
Johnson Marion, Maas Meridean, and Moorhead Sue. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition.USA: Mosby.
McCloskey C. Joanne and Bulechek M. Gloria. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. USA: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai