Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia membutuhkan makanan yang akan diubah menjadi energy dan dapat
menunjang aktivitas mereka. Namun makanan yang dikonsumsi tidak serta merta dapat
langsung diubah menjadi energi tanpa adanya rangkaian proses panjang mulai dari
pencernaan dan penyerapan makanan itu sendiri melalui sistem pencernaan. Tiga bahan
utama makanan yang diperlukan tubuh terdiri atas karbohidrat, protein, dan lemak. Dalam
modul ini kami akan membahas bagaimana ketiga bahan utama dan penunjang (vitamin
dan mineral) tersebut mengalami pencernaan dan penyerapan di saluran cerna bawah
sebelum mengalami pengubahan menjadi energi. Sehingga sistem pencernaan merupakan
bagian penting bagi kelangsungan hidup karena sistem ini dalam tubuh manusia
memberikan kehidupan bagi sel-sel. Oleh karena itu penting untuk kita mengetahui
bagaimana proses yang terjadi sebelum makanan dapat diubah menjadi energy.

I.2. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang organ-organ pencernaan bagian
bawah beserta fungsinya
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses-proses mekanik dan kimiawi
yang terjadi di saluran pencernaan bawah.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses penyerapan yang terjadi didalam
saluran pencernaan bawah.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses pengeluaran sisa makanan
(defekasi)

I.3. Manfaat
Dengan mempelajari sistem pencernaan ini, khususnya sistem pencernaan bagian bawah,
Manfaatnya adalah kita lebih bisa memahami anatomi, histologi, dan fisiologi sistem
pencernaan bawah. Mengetahui proses pencernaan,penyerapan hingga proses pengeluaran
makanan secara normal yang terjadi didalam tubuh kita.

1
BAB II

ISI

2.1 SKENARIO

MALABSORPSI

Malabsorpsi adalah tidakn optimalnya absorpsi nutrisi, vitamin, elektrolit, mineral,


dan air. Pada dasarnya, malabsorpsi disebabkan oleh gangguan salah satu fungsi system
pencernaan yaitu : 1. Digesti intraluminal, proses ini terjadi disepanjang saluran cerna dibantu
oleh sekresi enzim pencernaa dan emulsifikasi pleh garam empedu, 2. Digesti terminal,
melibatkan hidrolisis karbohidrat dan peptida di brush border mukosa usus halus, 3. Transpor
transepitelial, nutrisi dan elektrolit di transport melelui epitel usus halus untuk disalurkan ke
dalam darah. (Kasper et al., 2005)

2.2 STEP 1 : IDENTIFIKASI ISTILAH

1. Emulsifikasi : campran dua cairan yang semula tidak campur, dengan membiarkan
salah satunya mendispersi ke dalam cairan lain sebagai partikel kecil.

2. Hidrolisis : proses pemecahan suatu molekul menjadi senyawa yang lebih


sederhana dengan bantuan molekul air

3. Brush border : kumpulan-kumpulan mikrovilus pada permukaan epitel sel


pencernaan

4. Nutrisi : substansi yang diperlukan tubuh untuk menunjang kerja tubuh

5. Transport transepitelial : perpindahan zat makanan yang telah dipecah kebentuk


sederhana dari dalam usus hingga bisa masuk kedalam darah

2.3 STEP 2 : IDENTIFIKASI MASALAH


1. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi saluran cerna bawah?

2
2. Bagaimana proses memecahkan makanan sehingga dapat diserap oleh tubuh?

3. Bagaimana dan dimana terjadinya absorpsi?

4. Bagaimana fungsi normal dari :

a. Digesti intraluminal

b. Digesti terminal

c. Digesti transepitelial

5. Bagaimana pergerakan kimus saat di absorpsi di saluran cerna bawah?

6. Apa yang terjadi setelah sari-sari makanan diabsorpsi?

7. Sekresi apa yang yang ada di setiap organ saluran cerna bawah?

2.4 STEP 3 : BRAIN STORMING


1. Saluran cerna atas dibagi menjadi 2, yaitu :
A. Intestinum tenue (usus halus) yang terbagi menjadi :

- Duodenum : memiliki panjang 25 cm

- Jejenum : memiliki panjang 2,5 m

- Ileum : memiliki panjang 3,6 m

Pada intestinum tenue terdapat plica yaitu plica sirkularis

Fungsi Intestinum tenue (usus halus) adalah untuk tempat penyerapan sari-sari
makanan. Dan terjadi serangkaian proses di usus halus:

a. Motilitas (Segmentasi, Profulsif, MMC) c. Pencernaan


b. Sekresi d. Penyerapan

Segmentasi

- Merupakan motilitas utama usus halus yang bertujuan untuk mencampur dan
mendrong kimus secara perlahan

3
- Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos yang berulang, diantara segmen yang
berkontraksi terdapat daerah rileks.

- Bila suatu rangkaian kontraksi segmentasi berelaksasi, maka akan timbul suatu
rangkaian baru tetapi kontraksi kali ini terjadi di titik sebelum kontraksi sebelumnya

Profulsif

Merupakan gerakan peristaltik usus yang mendorong kimus lebih cepat di usus bagian
proksimal dan lebih lambat di usus bagian usus terminal.

Migrating Motility Complex (MMC)

Terjadi ketika kontraksi segmentasi berhenti dan makanan telah selesai diserap. Setiap
kontraksi yang dihasilkan oleh gelombang peristaltik ini mendorong isi usus halus
menuju kolon.

B. Intestinum crasum (usus besar)

- Caecum - Colon pars descendens

- Appendix Vermiformix - Colon sigmoid

- Colon pars ascendens - Rectum

- Colon pars transversum

Pada intestinum crasum terdapat plica yaitu plica semilunaris

Fungsi Intestinum Crasum (usus besar) adalah sebagai tempat penyerapan air (di ½
bagian proksimal dari usus besar) dan penimbunan feses(di ½ bagian distal dari usus
besar).

Pergerakan sisa makanan di usus besar berjalan lambat sehingga memungkinkan


bakteri untuk berkembang biak.

Apabila sisa makanan sudah menumpuk di colon sigmoid maka akan merangsang
saraf-saraf di sigmoid untuk mempengaruhi gerakan sfingter.

2. Enzim-enzim yang terlibat dalam penyempurnaan pemecahan makanan di usus halus :

a. Enterokinase : mengaktifkan tripsinogen untuk diubah menjadi tripsin

4
b. Disakaridase : mengubah disakarida menjadi monosakarida

c. Amino peptidase : mengubah peptida-peptida menjadi asam amino

3. Makanan dicerna dan kemudian akan diserap dalam bentuk molekul sederhananya di
intestinum tenue (usus halus) dan akan terjadi penyerapan air di intestinum crasum (usus
besar).

4. a. Digesti intraluminal : pencernaan yang terjadi di sepanjang saluran cerna

b. Digesti terminal : melibatkan 3 enzim (enterokinase, dipeptidase, dan


aminopeptidase) dan hidrolisis

c. Digesti transpetitelial : pemindahan molekul sederhana dari epitel saluran cerna ke


endotel darah.

5. Gerakan kimus yang terjadi di usus halus meliputi segmentasi, profulsif, dan MMC,
sedangkan di usus besar akan terjadi gerakan massive movement.

6. Proses yang terjadi apabila telah terjadi penyerapan nutrient di usus halus maka akan
dilanjutkan dengan penyerapan air dan pembusukan yang terjadi di usus besar.

7. Sekresi pada usus halus : setiap hari sel kelenjar endokrin di mukosa usus halus
mensekresikan ke dalam lumen sekitar 1,5 L larutan cair garam dan mucus (sukus enterikus)
dan sekresi ini dapat meningkat setelah makan sebagai respon stimulasi local mukosa usus
halus oleh adanya kimus. Tidak ada enzim pencernaan yang disekresikan kedalam getah usus
ini. Enzim-enzim yang disintesis oleh usus halus bekerja didalam membrane brush border sel
epitel. Sedangkan sekresi di usus besar berupa sekresi mucus basa usus besar yang berfungsi
sebagai pelindung

5
2.5 STEP 4 : MIND MAP

Anatomi

Digesti
Usus Halus Histologi
Intraluminal

Fisiologi Digesti Terminal

Transpor
Anatomi
Transepitelial

Usus Besar Histologi


Motilitas
Fisiologi
Absorpsi air
Defekasi Fisiologi

2.6 STEP 5 : LEARNING OBJECTIVE


1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Saluran Pencernaan Bawah
2. Mekanisme Penyerapan di Usus Halus dan Usus Besar
3. Mekanisme Defekasi
4. Mekanisme Sekresi Saluran Pencernaan Bawah

2.7 STEP 6 : BELAJAR MANDIRI


Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan kegiatan
belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal yang berkaitan
dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi yang bisa didapat. Kegiatan belajar
mandiri ini dilaksanakan dari hari Senin, 17 Februari 2014 sampai dengan hari Rabu, 20
Februari 2014.

2.8 STEP 7 : SINTESIS


Anatomi, Histologi, Fisiologi Saluran Pencernaan Bawah

A. Bagian –bagian Duodenum

6
No Pars Superior Pars Descenden Pars Pars Ascenden
Horizontal
1 Ukuran 2 inc ( 5 cm ) 3 inc ( 8 cm ) 3 inc ( 8 cm ) 2 inc ( 5 cm )
2 Berjalan Ke atas dan Vertikal ke Horizontal ke Ke atas dan ke
belakang pada sisi bawah depan kiri pada kiri ke fleksura
dex VL 1 hilum renal dex planum duodenojejunalis
VL 2 , 3 sucostale, di yang difiksasi
depan oleh
columna Ligamentum
vertebralis Treitz yang
ikuti pinggir melekat pada
bawah caput Crus dex
pankreatis diphragma
3 Hubungan Lobus Quadratus Fundus vesicae Radix Awal radix
ke Hepar dan Vesica biliiaris dan mesenterii, mesenterii dan
anterior Billiaris lobus hepatis arteria dan lengkung
dex, colon venae jejunum
transversum, mesenterica
intestinume superior,
tenue lengkung
jejenum
4 Hubungan Bursa omentalis 1 Hilum renale Ureter dex, Pinggir kiri aorta
ke inci (2,5 cm), arteri dex, ureter dex Musculus dan pinggir
posterior gastroduodenalis, psoas major medial musculs
ductos dex, vena cava psoas major
choledochus, vena inferior dan sinistra
portae dan vena aorta
cava inferior
5 Hubungan Foramen - Caput -
ke epiploicum pancreatis
Superior 7
6 Hubungan Caput pancreatis - Lengkung -
ke jejunum
Inferior
7 Hubugan - Colon - -
ke lateral ascendens,
flexura coli dex,
lobus hepatis
dex
8 Hubungan - Caput - -
ke medial pancreatic,
ductus
choledochus,
ductus
pancreaticus

B. Tunica Mucosa dan Papillae duodenum


Tunica mocosa duodenum sangat tebal. Bagian pertama duodenum halus. Pada bagian
duodenum yang lain, tunica mucosa membentuk banyak lipatan-lipatan circulare yang
dinamakan plica circulares. Pada tempat ductus choledochus dan ductus pancreaticus
menembus dinding medial pada duodenum terdapat peninggian kecil dan bulat yang
disebut papilla duodenii major. Ductus pancreaticus acessorius bermuara di papilla
duodenii minor yang lebih kecil yang jaraknya sekitar 3/4 inci (1,9 cm) di atas papilla
duodenii major.
C. Pendarahan
Arteri : ½ bag. atas duodenum diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis sup.,
cabang arteria gastroduodenalis. ½ bag. bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inf., cabang arteria mesenterica sup.
Venae : Vena pancreaticoduodenalis sup. bermuara ke vena portae hepatica, vena
pancreaticoduodenalis inf. Bermuara ke vena mesenterica sup.
D. Aliran Limfe
Pembuluh limfe mengikuti arteria dan bermuara (a) ke atas melalui nodi
pancreoticoduodenalis ke nodi gastroduodenalis dan kemudian ke nodi coeliacus dan
(b) ke bawah melalui nodi pancreoticoduodenalis ke nodi mesentrica superior.

8
E. Persarafan
Saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis ( vagus ) dari fleksus
coeliacus dan fleksus mesentericus superior.

Jejunum dan Ileum

Jejunum Ileum
Dinding Lebih tebal Lebih tipis
Panjang 2/5 proximal dari 6 meter 3/5 distal dari 6 meter
Plica Circulare Lebih Rapat, banyak Lebih jarang, sedikit
Lengkung Bag.atas cavitas peritonealis di Bag.bawah cavitas
bawah sisi kiri mesocolon peritonealis dan didalam
transversum pelvis
Lumen Lebih lebar Lebih sempit
Warna dinding Lebih merah Kurang merah
Mesenterium Melekat pada dinding posterior Melekat pada dinding
abdomen di atas dan di kiri aorta posterior abdomen di bawah
dan di kanan aorta
Jalur pembuluh darah Satu atau dua arcade dengan cabang Banyak arcade 3, 4 atau
panjang dan jarang di dinding bahkan lebih menerima
Intestinume tenue banyak darahnya pendek.
Penyimpanan lemak Dekat radix dan jarang ditemukan Diseluruh bagian, mulai
didekat dinding jejunum radix sampai dinding ileum
Jaringan limfoid Sel paneth Lempeng peyer
Arteri Cabang berasal dari a.mesenterica superior. Cabang intestinal dari
sisi kiri arteria dan berjalan di dalam mesenterium untuk mencapai
usus. Bagian pertama ileum diperdarahi juga oleh arteria ileocolica.
Venae Sesuai dengan cabang arteria mesentrica superior dan mengalirkan
darahnya ke dalam vena mesenterica superior.
Persarafan Saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
plexus mesentericus superior.
Aliran Limfe Pembuluh limfe berjalan melalui banyak nodi mesentrici dan
akhirnya mencapai nodi mesentrici superior yang terletak di sekitar
pangkal arteri mesentrica superior.

9
A. Anatomi
a) Intestinum Tenue, terdiri dari :
- Duodenum ( 20-25 cm)
- Jejunum (± 2,5 m)
- Ileum (± 3,6 m)

- Duodenum
Bentuknya pada umumnya seperti huruf C, didalam cekungannya terdapat
pancreas ( bagian caput ). Dari pylorus sampai flexura duodeno jejunalis
dibagi 3 bagian : Pars cranialis, pars descenden dan pars ascendens
(termasuk pars horizontalis). Pars cranialis menerima chymus yang asam
dari gaster. Posisi duodenum yaitu tepat disebelah ventral columna
vertebralis, menuju kesebelah kanannya ( Lumbalis I) dan turun sampai
Lumbalis III, lalu ke kiri lagi menyilang columna vertebralis di sebeleh
ventral dan naik sampai Lumbalis II.

Pars cranialis duodeni


Intraperitoneal, bebas dari dinding dorsal abdomen dan terlihat sebagai
duodenal cap pada gambar rontgen. Disebelah ventral terdapat hepar dan
fesica fellea, disebelah dorsal terdapat ductus choleducus, v. porta dan a.
hepatica propria serta pancreas. Vesica fellea sangat erat hubungannya,
sehingga warna pars cranialis ini seringkali hijau oleh perembesan (imbibisi)
empedu dari dinding vesica fellea.

Pars descendens duodeni


Berjalan di sebelah ventral vasa renalis dextra. Di sebelah ventral
terdapat : hepar, dan vesica fellea, colon transversum dengan muscolon
transversum dan intestinum tenue.

Pars ascendens dan horizontalis duodeni


Berjalan ke kiri atas dan menyilang m. psoas major kanan, v. cava
inferior aorta abdominalis dan m.psoas major kiri. Juga menyilang ureter
kanan, vasa ovarica/spermatica interna kanan. Disilang sebelah ventral oleh

10
vasa mesentrica superior dan radix mesostenii. Flexura duodeno-jejunalis
kura-kira setinggi vertebra L.1-2.

• Hanya 10 cm
• Terdiri dari 4 bagian: pars cranialis, pars descenden, pars horizontalis,
pars ascenden
Pada pars cranialis merupakan organ retroperitoneal, sedangkan pars
descendens, horizontalis, ascendense merupakan organ intraperitoneal.

• Menghasilkan enzim yang bersifat basa


• Plika kerkringi banyak dan bercabang – cabang
• Vili lebar-lebar seperti daun
• Krypta dari Lieberkuhn di dalam lamina propria.
• Klenjar Brunner di dalam tunika submukosa dan berwarna lebih
pucat, khas pada duodenum.
• Pada pertengahan duodenum bermuara duktus choleochus dan duktus
pankreatikus.
 Jejunum
• 2/5 bagian oral sisa intestinum tenue
• Banyak plica semisirkularis yang tinggi
• Peyer patch jarang, merupakan organ intraperitoneal

11
• Lebih berperan untuk absorbsi makanan
• Sebenarnya batas dengan duodenum tidak begitu jelas
• Jejunum bagian atas, vili berbentuk seperti lidah, sedangkan pada
bagian jejunum bawah vili seperti jari.
• Krypta Lieberkuhn dan sel goblet lebih banyak dari duodenum.

 Ileum
• 3/5 bagian anal sisa intestinum tenue
• Plica semisirkularis lebih jarang, dan lebih pendek
• Banyak limphonodi agregasi
• Lebih berperan untuk proses imunologi
• Plika Kerkringi makin jarang dan pendek, akhirnya menghilang pada
akhir ileum
• Vili pendek dan atrofis, juga menghilang pada akhir ileum
• Krypta Lieberkuhn dan sel goblet banyak tetapi terkadang sulit
diyemukan di bawah preparat, karena tertutup oleh infiltrasi lymfosit

12
• Di dalam lamina propria terdapat kelompok-kelompok lymfosit (
lymfonoduli agregasi ) yang disebut Peyer Patch yang merupakan
bentukan khas pada ileum.
B. Intestinum Crassum : Caecum, Appendix Viriformis, dan Colon.

Memiliki struktur otot longitudinal ”taenia coli” dan membentuk


lipatan-lipatan disebut ”haustra”.

 Caecum (organ intraperitoneal)


Berbatasan dengan ileum dengan adanya ”sphingter ileosacal” terdiri
dari otot polos yang berfungsi mengatur kimus (makanan) agar memasuki
daerah usus besar dan tidak membuat kimus yang tercampur dengan
bakteri usus.

 Apendix Vermiformis
• Pada penampang melintang , lumen berbentuk segitiga dan pada orang
dewasa terkadang tertutup oleh jaringan ikat akibatnya lumen tampak
kecil.
• Permukaannya dilapisi epitel berlapis silindris dengan striated border
dan sedikit sel goblet, sedangkan pada krypta terdapat sel phaneth.
• Tidak memiliki vili intestinalis.
• Lamiuna propria terdapat Lymfonoduly agregasi
• Muskularis mukosa tidak tumbuh sempurna

13
 Colon
Terdiri dari : colon ascenden, colon transversum, colon descendens,
dan colon sigmoideum. Taenia coli, merupakan ciri khas dari colon yang
merupakan pengumpulan muskulus longitudinal menjadi 3 kelompok dan
pada shigmoid taenia coli menyebar kembali dan pada rektum menjadi
lapisan kontinu.

Serousa merupakan jaringan ikat kendor yang berisi kantong-kantong


lemak yang disebut appendices epiploiceae. Sel goblet banyak, sedangkan
sel paneth tidak ada.

 Rektum
- Dilapisi oleh epitel selapis silindris dengan banyak sekali sel goblet
- Mukosa mempunyai lipatan-lipatan longitudinal yang disebut kolumna
rektalis dari morgagni.
- Muskularis mukosa tidak ada.
- Di dalam lamina propria dan tunika submukosa terdapat vena yang
berliku-liku yang bila terjadi bendungan mengakibatkan penyakit
haemorhoid.
 Anus
Epitelnya : Mulai dari garis rekto-anal sampai garis ano-perineal
dilapisi epitel berlapis pipih tak bertanduk dan selanjutnya yang melapisi
sphingter ani externus dilapisi oleh kulit tipis berambut yang mempunyai
kelenjar lemak dan kelenjar keringat apokrin yang disebut kelenjar sirkum-
analis.

Muskularis sirkularis : Terdiri atas otot polos yang tebal membentuk


sphingter ani internus. Serta ada sphingter ani eksternus yang dibentuk oleh
otot bergaris dari pelvis.

B. Histologi
USUS HALUS
LAPISAN-LAPISAN USUS HALUS 3 bagian

14
 Duodenum (usus 12 jari)
 Jejunum
 Ileum
 Membran Mukosa

Vili usus merupakan penonjolan mukosa (epitel dan lamina propria)


sepanjang 0.5 sampai 1.5 mm dan berproyeksi ke dalam lumen usus halus.
Pada duodenum, vili ini berbentuk daun, tapi berangsur berubah bentuk
menyerupai jari saat mendekati ileum. Vili dilapisi oleh selapis epitel
kolumnar sel absorptif dan sel goblet.

Di antara vili terdapat muara kecil kelenjar tubular simpleks yang


disebut kriptus intestinal atau kriptus Lieberkuhn. Epitel setiap vili
menyatu dengan epitel kelenjar yang mengandung sel absorptif dan sel
goblet yang berdiferensiasi, sel Paneth, sel enteroendokrin, dan sel punca
yang membentuk semua tipe sel tersebut.

Enterosit, yaitu sel absorptif, merupakan sel silindris tinggi, masing-


masing dengan inti lonjong di bagian basal sel. Di apeks sel terdapat
lapisan homogen yang disebut brush (striated) border. Enterosit menyerap
molekul nutrien yang dihasilkan proses pencernaan.

Sel goblet tersebar di antara sel absorptif. Sel ini lebih banyak terdapat
dalam ileum. Sel ini menghasilkan musin glikoprotein yang terhidrasi dan
berikatan-silang membentuk mukus untuk melindungi dan melumasi
lapisan usus.

Sel Paneth di bagian basal kriptus intestinal di bawah sel punca adalah
sel eksokrin dengan granul sekresi eosinofilik berukura besar di sitoplasma
apikal. Sel Paneth berperan penting pada imunitas alami dan dalam
mengatur lingkungan mikro di kriptus intestinal.

Sel-sel enteroendokrin terdapat dalam berbagai jumlah di seluruh area


usus halus, yang menyekresikan berbagai peptida dan menggambarkan
sistem neuroendokrin difus.

15
Sel M (microfold) adalah sel epitel khusus pada ileum yang menutupi
folikel limfoid pada plak Payer. Sel M bertindak sebagai stasiun penguji di
mana materi dalam lumen usus dipindahkan ke sel-sel imun MALT di
lamina propria.

 Lamina Propria Sampai Serosa

Lamina propria usus halus terdiri atas jaringan ikat longgar dengan
pembuluh darah, pembuluh limfe, serabut saraf, dan sel-sel otot polos.
Lamina propria menembus pusat vili usus, yang membawa serta pembuluh
darah dan limfe, dan saraf.

Dalam ileum, lamina propria dan submukosa usus halus


mengandung agregat nodul limfoid yang dikenal sebagai plak Payer, yaitu
komponen penting MALT. Lapisan muskularis berkembang baik di usus
halus, yang terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar, dan
ditutupi oleh lapisan serosa tipis dengan mesotel.

Berfungsi untuk mencerna & absorbsi . Agar absorbsi optimal diperlukan :


1. Plika semisirkularis dari Kerkringi
Lipatan sirkuler atau spiral yg tingginya 1/3 – 2/3
lumen, bercabang-cabang (mukosa dan submukosa),
plika permanen. Makin ke anal makin jarang,
menghilang pada pertengahan ileum.
2. Vili intestinalis
Tonjolan propria di permukaan diantara plika kerkringi . Di tengah vili
terdapat central lacteal. Makin ke arah anal jarang dan hilang pada akhir
ileum.
3. Mikrovili
Tonjolan halus silinder di permukaan Sel absortif. Disebut striated border
(bayang garis dobel)

Agar fungsi cerna baik diperlukan struktur :

16
1. Sel goblet : bentuk gentong, diantara sel-sel epitel permukaan,
menghasilkan mukus  ke anal makin banyak
2. Kelenjar  Kripta Lieberkhun (lamina propria) & Kel. Bruner (tunika
submukosa)
• Tunika mukosa
- Epitel :
Sel absorbtif  silindris tinggi,ada
mikrovili
Sel goblet  piala, mukus
Sel paneth  Silindris,puncak
kecil,didasar kripta, puncak ada granula
eosinofilik
Sel silindris rendah  di atas kripta, banyak mitosis, mengganti sel abs.
& goblet
Sel argentafin  tersebar antara sel yg menutupi vili & kripta, sering
pada duodenum
- Lamina Propria
Terdiri dari Jaringan Ikat kendor dan
mempunyai sabut retikuler, infiltrasi sel limfosit,
Kaya anyaman kapiler , Ikut membentuk vili &
plika Kerkringi
- Muskularis mukosa

Terdiri dari 2 lapis otot polos, dalam sirk & luar long & ikut membentuk
plika Kerkringi
• Tunika submukosa
Terdiri dari jaringan Ikat kendor, memiliki banyak sabut elastic, terdapat
jaringan
Lemak. Selain itu terdapat juga :
Kel. dr Bruner  duodenum
Pleksus submukosus dr meissner  gang. Otonom
Pleksus dr Heller  pleksus p.darah
• Tunika muskularis eksterna

17
Terdiri dari 2 lapis otot polos, mus.
Sirk & musk. Long dan Terdapat
pleksus Auerbach g. otonom
• Tunika adventisia
Terdapat jaringan Ikat kendor tertutup
mesotelium (serosa)

Duodenum
• Plika Kerkringi banyak, bercabang-cabang
• Vili lebar-lebar seperti daun
• Kelenjar Bruner dalam T. submukosa, pucat
• Muara ductus choledochus & pankreatikus (pertengahan duodenum)

Jejunum
• Batas dengan duodenum tidak jelas
• Tidak ada tanda khusus
• Plika Kerkringi banyak & panjang-panjang
• Vili seperti lidah  bagian atas
• Vili seperti jari  bagian bawah

Ileum
• Plika Kerkringi makin jarang & pendek
• Vili pendek dan atrofis
• Kripta Lieberkuhn & sel goblet banyak tertutup
infilt. Lymfosit
• Terdapat Peyer’s patch dlm lamina propria

USUS BESAR
• Tidak ada plika Kerkringi
• Tidak ada vili intestinalis
• Sel paneth tidak ada kecuali pd appendiks

18
• Sel goblet lebih banyak
• Kripta lieberkuhn lebih banyak & dalam
• Terdapat plika semilunaris  dibentuk mukosa, submukosa & musk.
sirkularis

APPENDIKS VERMIFORMIS
• Struktur histologis
• Tunika mukosa
• Epitel selapis torak dengan sel
goblet
• Tidak memiliki Vilus intestinal
• Memiliki banyak Kriptus
Lieberkuhn
• Nodulus limfatikus
• Tunika submukosa
• Jaringan ikat
• Tidak ada Kelenjar
• Tunika muskularis
• Tunika serosa
• Lumen bentuk segitiga (melintang)
• Epitel selapis silindris & striated border
• Sedikit sel goblet & sel paneth
• Pd lamina propria terdapat lymphonoduli agrega si
• Muskularis mukosa tidak tumbuh sempurna
• Berasal dari sekum (bagian awal kolon)

KOLON
 Struktur histologis
 Tunika mukosa
 Epitel selapis silindris dengan
sel goblet
 Vilus (--)

19
 Kriptus Lieberkuhn (+)
 Lamina propria
Otot polos
Noduli limfatikus <<
 Tunika submukosa
 Jaringan ikat longgar
 Tunika Muskularis
 Sirkular & longitudinal
 Taenia coli
 Pleksus Aurbach
 Tunika serosa

• Terdapat taenia coli (kumpulan otot longitudinalis)


• Pada serosa td jar. Ikat kendor berisi kantong2 lemak (appendices epiplo icea)
• Sel goblet banyak

REKTUM
• Dilapisi epitel selapis silindris, banyak sel
goblet
• Punya lipatan2 longitudinal (kolumna rektalis
dr Mo rgagni)
• Tidak ada muskularis mukosa
• Dlm lamina propria & submukosa terdapat
vena berliku2
• Tunika m. eksterna sangat tebal
• M. longitudinalis tersebar lagi, bgn depan & belakang lebih pendek dr
panjang rektum plika transversa (2 di kiri & 1 di kanan)

ANUS
 Struktur Histologis
 Epitel gepeng berlapis
 Tanpa lapisan tanduk
 Dengan lapisan tanduk

20
 Dermis
 Kelenjar sekitar dubur (kelenjar sirkum anal)
Apokrin
 Lapisan muskularis
 Muskulus sfingter ani internum (dalam)
 Muskulus sfingter ani eksternum (luar)
 Tunika adventisia

• Epitel berlapis pipih tak bertanduk


• Terdapat kelenjar apokrin (sirkumanalis)
• Muskularis sirkularis td otot polos tebal sphincter ani internus
sphincter ani externus dibentuk otot bergaris

C. Fisiologi
 Intestinum Tenue (Usus Halus)
Motilitas pada usus halus mencakup gerakan segmentasi dan migrating
motility complex.
a. Segmentasi
Kontraksi segmentasi dimulai oleh sel-sel pemacu usus halus yang
menghasilkan irama listrik basal (BER) seperti pada lambung. Jika BER usus
halus membawa lapisan otot polos sirkular ke ambang, maka terjadilah
kontraksi segmentasi, dengan frekuensi yang mengikuti frekuensi BER.
Tingkat kepekaan otot polos sirkular dan intensitas kontraksi segmentasi dapat
dipengaruhi oleh peregangan usus, oleh hormon gastrin, dan aktivitas saraf
ekstrinsik. Semua faktor ini mempengaruhi eksitabilitas sel otot polos usus
halus dengan menggeser potensial awal di sekitar BER berosilasi mendekati
atau menjauhi ambang. Segmentasi berkurang atau berhenti di antara waktu
makan tetapi menjadi kuat segera setelah makan. Saat makanan pertama
masuk ke usus halus, duodenum dan ileum mulai melakukan kontraksi
segmentasi secara bersamaan. Duodenum mulai melakukan segmentasi
terutama sebagai respons terhadap peregangan local yang ditimbulkan oleh
keberadaan kimus. Segmentasi ileum yang kosong, sebaliknya, ditimbulkan
oleh gastrin yang disekresikan sebagai respons terhadap keberadaan kimus di

21
lambung, suatu mekanisme yang dikenal sebagai refleks gastroileum.
Stimulasi parasimpatis meningkatkan segmentasi, sedangkan stimulasi
simpatis menekan aktivitas segmentasi. (Sherwood, 2011, hal. 676)
Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkular yang berulang dan
berbentuk cincin di sepanjang usus halus, di antara segmen-segmen yang
berkontraksi terdapat daerah-daerah rileks yang mengandung sedikit bolus
kimus. Cincin kontraktil terbentuk setiap beberapa sentimeter, membagi usus
halus menjadi bersegmen-segmen seperti rangkaian sosis. Cincin kontraktil ini
tidak menyapu di sepanjang usus seperti halnya gelombang peristaltic. Setelah
suatu periode singkat, segmen-segmen yang berkontraksi melemas, dan
kontraksi berbentuk cincin ini muncul di bagian-bagian yang sebelumnya
melemas. Kontraksi baru mendorong kimus di bagian yang semula rileks
untuk bergerak ke kedua arah ke bagian-bagian yang kini melemas di
sampingnya. Oleh karena itu, segmen yang baru melemas menerima kimus
dari kedua segmen yang berkontraksi tepat di belakan dan depannya. Segera
setelah itu, bagian-bagian yang berkontraksi dan melemas kembali berganti.
Dengan cara ini, kimus dipotong, digiling, dan dicampur secara merata.
(Sherwood, 2011, hal. 676)
Segmentasi tidak saja melakukan pencampuran tetapi juga secara
perlahan menggerakkan kimus menelusuri usus halus. Kimus secara perlahan
bergerak maju karena frekuensi segmentasi menurun di sepanjang usus halus.
Sel-sel pemacu di duodenum secara spontan mengalami depolarisasi lebih
cepat dibandingkan sel-sel serupa yang ada di bagian hilir usus dengan
kontraksi segmentasi terjadi di duodenum pada kecepatan 12 kali per menit
dibandingkan dengan hanya 9 kali per menit di ileum terminal. Karena
segmentasi terjadi lebih sering di bagian atas usus halus daripada di bagian
bawah, maka secara rerata, lebih banyak kimus yang terdorong maju daripada
yang terdorong mundur. Karenanya, kimus secara perlahan bergerak dari
bagian atas ke bagian bawah usus halus, dengan terdorong maju mundur
selama perjalanannya agar terjadi pencampuran yang merata dan penyerapan.
Mekanisme propulsif yang lambat ini menguntungkan karena menyediakan
waktu yang cukup bagi berlangsungnya proses penyerapan dan pencernaan. Isi
usus halus biasanya memerlukan 3 sampai 5 jam untuk melintasi usus halus.
(Sherwood, 2011, hal. 676-677)

22
b. Migrating motility complex
Ketika sebagian besar makanan telah diserap, kontraksi segmentasi
berhenti dan diganti di antara waktu makan oleh migrating motility complex.
Motilitas ini berbentuk gelombang peristaltic lemah berulang yang bergerak
dalam jarak pendek ke hilir sebelum lenyap. Gelombang berawal di lambung
dan bermigrasi menelusuri usus, setiap gelombang peristaltic baru dimulai di
tempat yang sedikit lebih ke hilir di usus halus. Gelombang peristaltic pendek
ini memerlukan waktu sekitar 100 sampai 150 menit untuk akhirnya
bermigrasi dari lambung ke ujung usus halus, dengan setiap kontraksi
menyapu maju sisa-sisa makanan sebelumnya ditambah debris mukosa dan
bakteri menuju kolon. Setelah akhir usus halus tercapai, siklus dimulai
kembali dan terus berulang sampai kedatangan makanan berikutnya.
Migrating motility complex diperkirakan diatur di antara waktu makan oleh
hormon motilin yang disekresikan selama keadaan tidak makan oleh sel-sel
endokrin mukosa usus halus. Ketika makanan berikutnya datang, aktivitas
segmentasi kembali dimulai dan migrating motility complex terhenti.
Pelepasan motilin dihambat oleh makan. (Sherwood, 2012, hal 677)

c. Pertemuan Antara Ileum dan Colon


Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, bagian terakhir ileum
mengalirkan isinya ke dalam sekum. Dua faktor berperan dalam kemampuan
bagian ini berfungsi sebagai sawar antara usus halus dan usus besar. Pertama,
susunan anatomiknya sedemikian sehingga terbentuk lipatan jaringan
berbentuk katup menonjol dari ileum ke dalam lumen sekum. Ketika isi ileum
23
terdorong maju, katup ileosekum ini dengan mudah terbuka, tetapi lipatan
jaringan ini akan tertutup erat ketika isi sekum berusaha mengalir balik.
Kedua, otot polos di beberapa sentimeter terakhir dinding ileum menebal,
membentuk sfingter yang berada di bawah control saraf dan hormon. Sfingter
ileosekum ini hampir selalu berkonstriksi. Tekanan di sisi sekum sfingter
menyebabkan otot ini berkontraksi lebih kuat, peregangan di sisi ileum
menyebabkan sfingter melemas, suatu reaksi yang diperantarai oleh pleksus
intrinsic di daerah ini. Dengan cara ini, pertemuan ileosekum mencegah isi
usus besar yang penuh bakteri mencemari usus halus dan pada saat yang sama
memungkinkan isi ileum masuk ke dalam kolon. Jika bakteri-bakteri kolon
memperoleh akses ke usus halus kaya nutrient maka mereka akan cepat
berkembang biak. Relaksasi sfingter ditingkatkan oleh pelepasan gastrin pada
permulaan makan, saat terjadi peningkatan aktivitas lambung. Relaksasi ini
memungkinkan serat yang tak tercerna dan zat terlarut yang tidak diabsorpsi
dari makanan sebelumnya terdorong maju sewaktu makanan baru masuk ke
saluran cerna. (Sherwood, 2011, hal. 677-678)

 Intestinum Crassum (Usus Besar)


Motilitas pada usus besar mencakup kontraksi haustra dan gerakan massa.
a. Kontraksi haustra

24
Motilitas utama kolon adalah kontraksi haustra yang dipicu oleh
ritmisitas otonom sel-sel otot polos kolon. Kontraksi ini, yang menyebabkan
kolon membentuk haustra, serupa dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi
jauh lebih jarang. Waktu di antara dua kontraksi haustra dapat mencapai 30
menit, sedangkan kontraksi segmentasi di usus halus berlangsung dengan
frekuensi 9 sampai 12 kali per menit. Lokasi kantung haustra secara bertahap
berubah sewaktu segmen yang semula melemas membentuk kantung mulai
berkontraksi secara perlahan sementara bagian yang tadinya berkontraksi
melemas secara bersamaan untuk membentuk kantung baru. Gerakan ini tidak
mendorong isi usus tetapi secara perlahan mengaduknya maju-mundur
sehingga isi kolon terpajan ke mukosa penyerapan. Kontraksi haustra
umumnya dikontrol oleh refleks-refleks local yang melibatkan plekses
intrinsic. (Sherwood, 2011, hal. 689-690)

b. Gerakan massa
Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi
peningkatan mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon ascendens
dan transversum berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga
sampai tiga perempat panjang kolon dalam beberapa detik. Kontraksi masif
ini, yang disebut gerakan massa, mendorong isi kolon ke bagian distal usus
besar, tempat bahan disimpan sampai terjadi defekasi. Saat makanan masuk ke
lambung, terjadi refleks gastrokolon yang diperantarai dari lambung ke kolon
oleh gastrin dan saraf otonom ekstrinsik, yang menjadi pemicu utama gerakan
massa di kolon. Pada banyak orang, refleks ini paling jelas setelah sarapan dan
sering diikuti oleh rasa ingin buang air besar. Refleks gastroileum
memindahkan isi usus halus yang masih ada ke dalam usus besar, dan refleks
gastrokolon mendorong isi kolon ke dalam rectum, memicu refleks defekasi.
(Sherwood, 2011, hal. 690-691)

2. Mekanisme Absorpsi
Penyerapan Karbohidrat

25
Karbohidrat makanan disajikan ke usus halus untuk diserap terutama
dalam bentuk disakarida maltosa (produk pencernaan polisakarida), sukrosa,
dan laktosa. Disakaridase yang terdapat di brush border usus halus selanjutnya
menguraikan disakarida ini menjadi satuan monosakarida yang dapat diserap,
yaitu glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Monosakarida yang paling banyak
diserap adalah glukosa, mencakup 80% kalori karbohidrat yang diabsorpsi.
Karena glukosa merupakan produk pencernaan akhir dari karbohidrat yang
terbanyak. Sisanya 20% dari monosakarida yang diabsorpsi terdiri dari
galaktosa dan fruktosa (Guyton, 2012).

Penyerapan glukosa terjadi dalam suatu bentuk ko-transpor dengan


transport aktif natrium. Ko-transpor adalah transport suatu zat yang
mengaktifkan transpor zat lain melalui membrane plasma. Ada dua tingkat
transport natrium yang melewati membrane usus. Pertama, transport aktif ion

26
natrium (Na+) melalui membrane basolateral dari sel-sel epitel usus ke dalam
darah, dengan demikian mengurangi natrium di dalam sel epitel. Kedua,
penurunan Na+ di dalam sel epitel menyebabkan Na+ dari lumen usus halus
bergerak melintasi brush border sel-sel epitel ke bagian dalam sel melalui
proses difusi terfasilitasi. Pada difusi ini Na+ bergabung dengan suatu protein
transpor, tetapi protein transpor tidak akan mentranspor Na+ ke dalam sel
sampai protein itu sendiri juga bergabung dengan beberpa zat lain yang tepat,
misalnya glukosa. Glukosa usus juga bergabung secara bersamaan dengan
protein transpor yang sama, dan kemudian keduanya baik Na+ dan molekul
glukosa ditranspor bersama-sama ke bagian dalam sel. Jadi, konsentrasi Na+
yang rendah di dalam sel ini inilah yang menarik natrium ke bagian dalam sel
dan glukosa ikut masuk bersama dengannya pada saat yang sama. Selanjutnya
protein transpor dan enzim-enzim lain menyebabkan difusi terfasilitasi dari
glukosa melalui membran basolateral sel ke dalam ruang paraseluler kemudian
menuju darah (Guyton, 2012).

Galaktosa di transpor melalui mekanisme yang hampir sama dengan


glukosa, namun berbeda dengan fruktosa. Transpor fruktosa tidak terjadi
melalui ko-transpor natrium. Fruktosa ditranspor seluruhnya melalui difusi
terfosforilasi melewati epitel usus tetapi tidak berpasangan dengan transport
natrium.

Penyerapan Protein

27
Baik protein yang dicerna (dari makanan) maupun protein endogen (di dalam
tubuh) yang masuk ke lumen saluran cerna dari tiga sumber berikut dicerna
dan diserap :
1. Enzim pencernaan, yang semuanya adalah protein, yang disekresikan
ke dalam lumen.
2. Protein di dalam sel yang terdorong hingga lepas dari vilus ke dalam
lumen selama proses pertukaran mukosa.
3. Sejumlah kecil protein plasma yang normalnya bocor dari kapiler ke
dalam lumen saluran cerna.
Sekitar 20 sampai 40 g protein masuk ke lumen setiap hari dari ketiga
sumber ini. Jumlah inid dapat berjumlah lebih dari jumlah protein yang
berasal dari makanan. Semua protein endogen harus dicerna dan diserap
bersama degan protein makanan untuk mencegah terkurasny simpanan

28
protein tubuh. Asam – asam amino yang diserap dari protein makanan dan
endogen terutama digunakan untuk membentuk protein baru di tubuh.
Protein yang disajikan ke usus halus untuk diserap terutama berada
dalam bentuk asam amino dan beberapa potongan kecil peptida. Asam
amino diserap menembus sel usus oleh transport aktif sekunder, serupa
dengan penyerapan glukosa dan galaktosa. Karena itu, glukosa, galaktosa
dan asam amino semuanya mendapat “tumpangan gratis” untuk masuk
dari transport Na+ yang membutuhkan energi. Peptida kecil memperoleh
jalan masuk melalui pembawa yang berbeda dan diuraikan menjadi asam –
asam amino konstituennya oleh aminopeptidase di membran brush border
atau oleh peptidase intrasel. Seperti monosakarida , asam amino masuk ke
anyaman kapiler di dalam vilus.

Penyerapan Lemak

Lemak yang dicerna untuk membentuk monogliserida dan asam lemak


bebas yang kemudian larut dalam gugus pusat lipid dari misel empedu. Setelah

29
misel mencapai membrane luminal sel epitel, monogliserida dan asam lemak
bebas secara pasif berdifusi dari misel menembus komponen lemak membrane
sel epitel untuk masuk ke interior sel. Setelah produk lemak meninggalkan misel
dan diserap menembus membrane sel epitel, misel dapat menyerap
monogliserida dan asam lemak bebas lain, yang telah dihasilkan dari hasil
pencernaan molekul-molekul trigliserida lain dalam emulsi lemak.

Setelah berada di interior sel epitel, monogliserida dan asam lemak bebas
diresintesis menjadi trigliserid. Trigliserida-trigliserida ini menyatu menyatu
menjadi butiran lalu dibungkus oleh satu lapisan lipoprotein yang disintesis oleh
reticulum endoplasma sel epitel, yang menyebabkan butiran lemak tersebut larut
air. Butiran lemak besar yang telah dibungkus dikenal sebagai kilomikron,
dikeluarkan oleh eksositosis oleh kedalam cairan interstitium di dalam vilus.
Kilomikron kemudian masuk ke lakteal sentral dan bukan ke kapiler karena
perbedaan struktural kedua pembuluh ini. Kapiler memiliki membrane basal
yang mencegah kilomikron masuk, tetapi pembuluh limfe tidak memiliki
penghalang. Selanjutnya kilomikron menuju aliran darah (Sherwood, 2011).

Garam-garam empedu secara terus menerus mengulangi fungsi melarutkan


lemak di sepanjang usus halus sampai semua lemak terserap. Kemudian garam-
garam empedu itu sendiri direabsorbsi di ileum terminal oleh transport aktif
khusus. Ini adalah suatu proses yang efesien, karena garam empedu dalam
jumlah relative sedikit sudah dapat mempermudah pencernaan dan penyerpan
lemak dalam jumlah besar (Sherwood, 2011).

Penyerapan Kalsium

Jumlah kalsium (Ca2+) yang diserap juga diatur. Penyerapan Ca2+


sebagian dilakukan oleh difusi pasif tetapi umumnya dengan transport aktif.
Vitamin D sangat meningkatkan transport aktif ini. Vitamin D melaksanakan
efek ini hanya setelah ia diaktifkan di hati dan ginjal, suatu proses yang
didorong oleh hormon paratiroid. Karena itu, sekresi hormone paratiroid
meningkat sebagai respons terhadap penurunan konsentrasi Ca2+ dalam darah.
Dalam keadaan normal, sekitar 1000 mg Ca2+ dikonsumsi setiap hari namun
hanya dua pertiga diserap di usus halus dan sisanya keluar melalui tinja.
(Sherwood,2011)

30
Penyerapan Vitamin
Vitamin larut air terutama diserap secara pasif bersama air, sedangkan
vitamn larut lemak dibawa dalam misel dan disecar secara pasif bersama
produk-produk akhir pencernaan lemak. Sebagian vitamin juga dapat diserap
oleh pembawa, jika diperlukan. Vitamin B12 bersifat unik yaitu bahwa bahan
ini harus berikatan dengan factor intrinsic lambung agar dapat diserap melalui
proses endositosis yang diperantarai oleh reseptor di ileum terminal. (
Sherwood, 2011 )
1. Vitamin A, D, E, K
Vitamin ini bersifat larut dalam lemak sehingga absorpsinya sama
dengan absorpsi pada lemak.
2. Vitamin B kompleks dan C, kecuali B12
Vitamin ini bersifat larut dalam air sehingga absorpsinya secara
difusi biasa.
3. Vitamin B12
Vitamin ini harus berikatan terlebih dahulu dengan faktor intrinsik
yang diproduksi oleh sel parietal lambung. Setelah itu, kompleks
vitamin B12-faktor intrinsik akan berikatan dengan reseptor yang
berada di sel absorptif di ileum. Dan kemudian diabsorpsi melalui
receptor mediated endocytosis.

Penyerapan Besi

Besi dalam makanan tidak semuanya diserap ke dalam sel epitel usus
halus, karena penyerapannya berada di bawah pengaturan dan bergantung pada
kebutuhan tubuh akan zat tersebut. Penyerapan besi ke dalam darah melibatkan
dua langkah utama, yaitu: (1) penyerapan besi dari lumen ke dalam sel epitel,
dan (2) penyerapan besi dari sel epitel ke dalam darah. Besi secara aktif
disekresikan dari lumen ke dalam sel epitel. Tingkat penyerapan besi
tergantung pada jenis besi yang di konsumsi, misalnya besi fero (Fe2+) lebih
mudah diserap dari pada besi feri (Fe3+). Setelah diserap secara aktif ke dalam
sel epitel usus halus, besi memiliki dua kemungkinan.

31
Pertama, besi yang segera dibutuhkan untuk produksi sel darah merah
diserap ke dalam darah untuk disalurkan ke dalam sumsum tulang, tempat
pembentukan sel darah. Besi ini diangkut dalam darah oleh protein plasma, dan
disebut sebagai tranferin. Hormon yang berperan merangsang sel darah merah,
hormone eritropoietin, juga berperan dalam meningkatkan penyerapan besi dari
lumen usus halus. Kedua, besi yang tidak dibutuhkan akan tetap tersimpan di
dalam sel epitel dalam bentuk granular yang disebut sebagai feritrin, yang tidak
diserap ke dalam darah. Jika kadar besi dalam darah terlalu tinggi maka
kelebihan besi dapat dibuang dari darah ke sel epitel usus dalam bentuk feritrin
yang tak larut. Besi yang tersimpan sebagai feritin kan keluar melalui tinja
dalam tiga hari, karena sel epitel yang mengandung granula ini terlepas selama
regenarasi mukosa (Sherwood, 2011).

Penyerapan Asam Nukleat

Asam nukleat dicerna di dalam usus halus oleh enzim nuklease yang
mengubah asam nukleat menjadi nukleotida-nukleotida. Setelah itu nukleotida
dipecah di dalam mukosa duodenum menjadi ribosa/deosksiribosa dan
purin/pirimidin serta fosfor oleh enzim nucleosidase dan phosphatase.
Kemudian, hasil pemecahan ini menuju kapiler vili usus dengan transpor aktif.

Penyerapan Natrium
Tenaga penggerak absorpsi natrium disediakan oleh transpor aktif natrium dari
dalam sel epitel melalui bagian basal dan sisi dinding sel masuk ke dalam ruang
paraselular. Sebagian dari natrium diabsorpsi bersama dengan ion Cl- karena
tertarik oleh muatan listrik positif Na+.
Transpor aktif natrium melalui membran basolateral sel mengurangi
konsentrasi natrium di dalam sel sampai ke nilai yang rendah.karena
konsentrasi natrium dalam kimus lebih tinggi daripada dalam sel epitel usus
maka natrium berpindah menuruni gradien elektrokimia yang tinggi dari kimus
menuju sel epitel usus.

32
Penyerapan Air dan elektrolit
Usus halus dalam keadaan normal menyerap sekitar 9 cairan per hari
dalam bentuk H2O dan zat terlarut, termasuk unit-unit nutrient yang dapat
diserap, vitamin , dan elektrolit. Bagaimana hal ini dapat terjadi, ketika
manusia normalnya hanya menelan sekitar 1250 ml cairan dan mengonsumsi
1250 g makanan padat (yang 80%nya adalah H2O)per hari. Setiap hari sekitar
9500 ml H2O dan zat terlarut masuk ke usus halus. Perhatikan bahwa dari 9500
ml ini, hanya 2500 masuk dari lingkungan eksternal . Sisa 7000 ml (7 liter)
cairan adalah getah cairan yang berasal dari plasma. Ingatlah bahwa plasma
adalah sumber sekresi pencernaan, karena sel-sel sekretorik mengekstraksi
bahan-bahan mentah untuk produk skretoriknya dari plasma. Karena
keseluruhan volume plasma hanya sekitar 2,75 liter maka penyerapan harus
mendekati sekresi agar volume plasma tidak turun tajam.
Dari 9500 ml cairan yang masuk ke lumen usus halus per hari, sekitar 95%
atau 9000 ml cairan, normalnya diserap oleh usus halus kembali ke dalam
plasma, dengan hanya 500 ml isi usus halus masuk ke kolon. Karena itu tubuh
tidak kehilangan getah pencernaan. Setelah konstituen-konstituen disekresikan

33
ke dalam lumen saluran cerna dan melaksanakan fungsinya. Konstituen-
konstituen tersebut dikembalikan ke plasma. Satu-satunya produk sekretorik
yang lolos dari tubuh adalah bilirubin, suatu produk sisa yang harus
dieliminasi. (Sherwood ; 687)

3. Mekanisme Defekasi
Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian
adlah akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah
sekitar 20 sentimeter dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan
rektum.
Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum,
segera timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektm dan
relaksasi sfingter anus.

Pendorongan massa feses yang terus menerus melalui anus dicegah


oleh konstriksi tonik dari (1) sfingter ani internus, penebalan otot polos
sirkular sepanjang beberapa sentimeter yang terletak di sebelah dlam anus, dan
sfingter ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunter yang mengelilingi
sfingter internus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh
serabut-serabut saraf dalam nervus pudendus, yang merupakan bagian dari
sistem saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam
keadaan sadar atau setidaknya bawah sadar, secara bawah sadar, sfingter
eksternal biasanya secara terus menerus mengalami konstriksi kecuali bila ada
impuls kesadaran yang menghambat konstriksi.

Refleks Defekasi. Biasanya defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi.


Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh
sistem saraf enterik setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut. Bila feses memasuki rektum, distensi dinding
rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus
mienterikus untuk untuk menimbulkan gelombang peristaltik di dalam kolon
desenden, sigmoid dan rektum, mendorong feses ke arah anus, sfingter ani
internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksusu mienterikus,
jika sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara
volunter pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.

34
Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya
secara normal bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan
defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lan, suatu
refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula spinalis.
Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan
pertama ke dalam medula spinalis dan kemudiansecara refleks kembali ke
olon descendens, sigmoid, rektum, dan anus melalui serabut-serabut saraf
parasimpatis dalam nervus pevikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat
memperkuat gelombang peristaltik dan juga merelaksasikan sfinter ani
internnus, dengan demikian mengubah refleks defekasi miennterik instrinsik
dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat, yang
kadang efektis dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura
splenikus kolon sampai ke anus.
Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke medula spinalis menimbulkan
efek-efek lain, seperti mengambil naoas dalam, penutupan glotis, dan
kontraksi otot-otot dinding abdomen untuk mendorong isi feses dari kolon
turun ke bawah pada saat yang bersaman menyebabkan dasar pelvis
mengalami relaksasi ke bawah dan menarik keluar cincin anus untuk
mengeluarkan feses.
Bila keadaan memungkinkan defekasi unutk defekasi, refleks defekasi
secara sadar dapat diaktifkan dengan mengambil napas dalam untuk
menggerakkan diafragma turun ke bawah dan kemudian mengkontraksikan
otot-otot abdomen untuk meningkatkan tekana dala abdomen, jadi mendorong
isi feses ke dalam rektum untuk menimbulkan refleks-refleks yang baru.
Refleks-refleks yang ditimbulkan dengan cara ini hampir tidak seefektif
seperti refleks yang timbul secara alamiahnya cenderung mengalami
konstipasi berat.
Pada bayi baru lahir dan pada beberapa orang dengan medula spinalis
yang terpotong, refleks defekasi secara otomatis menyebabkan pengosongan
usus bagian bawah pada saat yang tidak tepat sepanjang hari karena hilangnya
latihan kontrol kesadaran melalui konstraksi atau relaksasi volunter sfingter
ani eksternus.

35
4. Sekresi Saluran Pencernaan Bawah

No Nutrien Enzim Sumber Tempat Kerja enzim Nutrient yg


enzim kerja dapat diserap
1 Karbohidra -Amilase - -mulut -hidrolisis -
t glandula dan polisakarida monosakarida
salivariu corpus menjadi khususnya
s gaster disakarida glukosa

-lumen
usus
- halus
pancreas
-Disakaridase eksokrin -brush -hidrolisis
(maltase, sukrase, border disakarida
lactase) usus menjadi
-sel halus monosakarida
epitel
usus
halus

2 Protein -pepsin -chief - -hidrolisis -Asam amino


cell Antru protein menjadi dan beberapa
gaster m fragmen peptide kecil
gaster peptide

-meyerang
-tripsin, fragmen-
kimotripsin, - fragmen
karboksipeptidas pancreas -lumen peptide yang
e eksokrin usus berbeda
halus

36
-hidrolisis
fragmen
-aminopeptidase peptide asam
-sel -brush amino
epitel border
usus usus
halus halus
3 Lemak -lipase - - lumen -hidrolisis Asam lemak
pancreas usus trigliserida dan
eksokrin halus menjadi asam monogliserid
lemak dan a
monogliserida

-garam empedu -lumen -


(bukan enzim) -hati usus mengemulsika
halus n globulus
besar lemak
untuk diserang
lipase pancreas

 Usus Halus
a. Sekresi Mukus oleh Kelenjar Brunner di dalam duodenum
Kelenjar Brunner terletak di dinding di daerah beberapa sentimeter
pertama dari duodenum. Kelenjar ini menyekresi mucus dalam jumlah
besar sebagai respons terhadap rangsangan iritatis dari mukosa duodenum,
rangsangan vagus yang menyebabkan sekresi kelenjar Brunner meningkat
bersamaan dengan meningkatnya sekresi lambung, dan hormon
gastrointestinal khususnya sekretin. Fungsi mucus yang disekresikan oleh
kelenjar Brunner adalah untuk melindungi dinding duodenum dari
pencernaan oleh getah lambung yang sangat asam yang keluar dari
lambung. Selain itu, mucus tersebut juga mengandung sejumlah besar ion-
ion bikarbonat, yang membantu ion-ion bikarbonat dari sekresi pancreas

37
dan empedu hati dalam menetralkan asam hidrokolorida dari lambung
yang masuk ke duodenum. Kelenjar Brunner dihambat oleh rangsangan
simpatis. (Guyton, 2012, hal. 847)

b. Sekresi Getah Pencernaan Usus oleh Kripta Lieberkühn


Kripta Lieberkühn terletak di antara vili usus, ditutupi oleh sejumlah
sel-sel goblet yang menyekresi mucus untuk melumasi dan melindungi
permukaan usus dan sejumlah besar enterosit yang menyekresi sejumlah
besar air dan elektrolit dan, di atas permukaan vili yang berdekatan,
mereabsobsi air dan elektrolit bersama dengan produk akhir pencernaan.
Mekanisme sesungguhnya yang mengatur sekresi cairan encer oleh kripta
Lieberkühn masih belum diketahui. Dianggap bahwa sekresi melibatkan
dua proses sekretoris aktif, yaitu sekresi aktif ion klorida ke dalam kripta,
dan sekresi aktif ion bikarbonat. Sekresi kedua ion ini mengakibatkan
tarikan listrik dan ion-ion natrium bermuatan positif melalui membran ke
dalam cairan yang disekresi. Akhirnya, semua ion ini bersama-sama
menyebabkan terjadinya pergerakan osmotic air. (Guyton, 2012, hal. 847)
Tidak ada enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam getah usus ini.
Usus halus memang mensintesis enzim pencernaan, tetapi enzim-enzim ini
berfungsi di dalam membran brush-border sel epitel yang melapisi bagian
dalam lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen. Membran
plasma brush-border mengandung tiga kategori enzim yang melekat ke
membran:
1. Enterokinase, yang mengaktifkan enzim pancreas tripsinogen.
2. Disakaridase (maltase, sukrase, dan lactase), yang menyelesaikan
pencernaan karbohidrat dengan menghidrolisis disakarida yang
tersisa menjadi monosakarida konstituennya.
3. Aminopeptidase, yang menghidrolisis fragmen-fragmen peptide kecil
menjadi komponen-komponen asam amino sehingga pencernaan
protein tuntas.

38
 Usus Besar
Mukosa usus besar memiliki banyak kripta Lieberkühn, tetapi tidak
memiliki vili. Sel-sel epitel mukosa usus besar hampir tidak mengandung
enzim, tetapi memiliki banyak sel goblet untuk menyekresi mucus. Mukus
ini mengandung ion bikarbonat dalam jumlah sedang yang disekresi oleh
beberapa sel epitel yang tidak menyekresi mucus. Kecepatan sekresi
mucus terutama diatur oleh rangsangan taktil, langsung dari sel-sel epitel
yang melapisi usus besar dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel-sel
mucus pada kripta Lieberkühn. Rangsangan nervus pelvikus dari medulla
spinalis, yang membawa persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua
pertiga bagian distal usus besar, juga dapat mengakibatkan kenaikan
jumlah sekresi mucus yang nyata. Hal ini terjadi bersamaan dengan
peningkatan motilitas peristaltic kolon. (Guyton, 2012, hal. 848)
S
e
l
a
m
a

p
e
r
a
n
g
sangan parasimpatis yang ekstrem, yang seringkali disebabkan oleh
gangguan emosional, kadang begitu banyak mucus bisa disekresikan ke
dalam usus besar sehingga orang tersebut sering mengalami pergerakan
mucus kental dalam usus setiap 30 menit sekali, mucus ini sering hanya
mengandung sedikit atau tidak mengandung feses. Mukus dalam usus
besar melindungi dinding terhadap iritasi dan dari aktivitas bakteri yang
berlangsung di dalam feses. Selain itu, mucus juga menyediakan suatu
39
media yang lengket untuk melekatkan bahan feses bersama-sama, juga
dengan sifat basanya (pH 8,0 yang disebabkan oleh sejumlah besar
natrium bikarbonat) mucus menyediakan suatu sawar untuk menjaga agar
asam yang terbentuk di dalam feses tidak menyerang dinding usus.
(Guyton, 2012, hal. 848)

40
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari hasil Diskusi Kelompok Kecil, kami menyimpulkan :

Pencernaan bawah di bagi menjadi dua, yaitu : intestinum tenue (usus halus) yang berfungsi
sebagai tempat utama untuk pencernaan dan penyerapan, sedangkan intestinum crasum (usus
besar) memiliki fungsi untuk memekatkan dan menyimpan residu makanan yang tidak
tercerna dan bilirubin sampai dapat dieleminasi dari tubuh dalam bentuk feses. Awalnya,
makanan dalam bentuk kimus dikeluarkan dari lambung dan akan menjalani proses
penyerapan yang terjadi di usus halus. Proses penyerapan di usus halus berbeda dengan usus
besar. Pada usus halus terjadi proses penyerapan karbohidrat, lemak, dan protein. Sedangkan
di usus besar terjadi proses penyerapan mineral dan elektrolit. Setelah penyerapan mineral
dan elektrolit maka sebelum dikeluarkan melalui rectum sisa bahan bahan makanan akan
mengalami pembusukkan oleh bakteri-bakteri yang ada di usus besar. Dan kemudian
ditampung di bagian usus besar sebelum akhirnya dikeluarkan melalui rectum (defekasi).
Pada proses defekasi melibatkan refleks mienterik intrinsik yang diatur oleh sistem saraf
enterik pada dinding rektum. Refleks tersebut akan diperkuat oleh refleks defekasi
parasimpatis yang melibatkan segmen sacral pada medulla spinalis.

3.2. Saran
Dengan mempelajari Blok 4 Modul 2 dengan judul skenario “Malabsorpsi” kita mendapatkan
pembelajaran mengenai anatomi,fisiologi,dan histologi mengenai saluran pencernaan bagian
bawah, alangkah lebih baiknya setelah mengetahui fungsi normal saluran pencernaan kita
dapat menerapkannya untuk menjaga pola makan agar sistem pencernaan tetap berlangsung
normal. Tentulah laporan ini belum sempurna, maka kami mengharap kritik dan saran dari
pembaca.

41
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, 31th ed. Retna Neary Elseria, [et
al.] (Terj.). Albertus Agung Mahode, [et al.] (Ed.). Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C., dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th ed. Irawati
[et al.] (Terj.). Luqman Yanuar Rachman [et al.] (Ed.). Jakarta: EGC.
Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas, 12th ed.. Frans Dany
(Terj.). Huriawati Hartanto (Ed.). Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, 6th ed. Brahm U. Pendit
(Terj.). Nella Yesdelita (Ed.). Jakarta: EGC.
Paulsen, F., & Waschke, J. (2007). Sobotta: Atlas Anatomi Manusia (23 ed., Vol. 2). (L.
Sugiharto, Y. J. Suyono, Penyunt., B. U. Pendit, & H. Hartanto, Penerj.) Jakarta: EGC.

42

Anda mungkin juga menyukai