Tuberkulosis Paru (Tb Paru) masih menjadi masalah kesehatan yang cukup besar di dunia.
Prevalensi kasus tuberkulosis paru ini seperti yang telah dicatat oleh WHO mencapai 14 juta,
dengan insidensi mencapai 9,4 juta orang. Saat ini yang menjadi masalah besar adalah pasien
dengan tuberkulosis paru dapat mendapat koinfeksi dengan HIV dan telah banyak berkembang
TB menjadi resisten terhadap pengobatan yang diberikan yang disebut dengan tuberkulosis paru
multidrug-resistant.
Tuberkulosis paru masih menjadi penyebab utama kematian yang berkaitan dengan infeksi
tunggal. Disebutkan 95 % tuberkolusis terjadi di negara sedang berkembang dengan kondisi
ekonomi yang lemah, dan 5 % sisanya terjadi di negara industri. Lebih dari 80 % tuberkolusis di
negara sedang berkembang menyerang populasi usia produktif, sementara di negara maju
mencapai 20 %.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis paru setelah
India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru tuberkulosis paru dan sekitar 140.000
kematian akibat tuberkulosis paru. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu
diantara penyakit menular lainnya dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi tubrkulosis paru di indonesia pada
tahun 2013 ialah sebanyak 0,4% dengan Lima provinsi dengan prevalensi tuberkulosis paru
tertinggi diantaranya adalah jawa barat (0,7%), papua (0,6%), DKI jakarta (0,6%), Gorontalo
(0,5%), Banten (0,4%), dan papua barat (0,4%) (Kemenkes RI, 2013).
B. Tujuan Penulisan
Penulis mendapatkan gambaran yang jelas dan komprehensif dalam melakukan asuhan
keperawatan pada TB Paru.
B. Manfaat Penulisan
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah (Wijaya,
2013, Hal. 137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim paru,
biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, 2014. Hal 525).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101) adalah sebagai mana telah
diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis).
3. Patofisiologi TB Paru
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan
reaksi peradangan. Lekosit polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti
oleh magrofat (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut.
Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian
sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang
mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional
dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini
dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon
lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair lepas ke dalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari
paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran
limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan
tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2 golongan,
gejala respiratorik dan gejala sistemik :
Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak.
Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.
Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura rusak.
Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala
pneumonia\tuberkulosis paru termasuk insidius Wijaya, (2013, Hal. 140)
5. Penatalaksanaan TB Paru
Menurut Ardiansyah (2012. Hal: 309) Penatalaksanaan dari TB dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita :
Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Tindakan ini dilakukan dengan
mengangkat jaringan paru yang rusak.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang
terinfeksi basil tuberkulosis serta mempertahankan asupan nutrisi yang memadai.
Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Menurut Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien dengan
dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
8. Komplikasi TB Paru
Corwin (2009. Hal 547) mengatakan Komplikasi yang serius dan meluas Tuberkulosis Paru saat
ini adalah berkembangnya basil tuberculosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat.
Resistensi terjadi jika individu tidak menyelesaikan program pengobatannya hingga tuntas, dan
mutasi basil mengakibatkan basil tidak lagi responsive terhadap antibiotic yang digunakan dalam
waktu jangka pendek. Basil tuberculosis bermutasi dengan cepat dan sering. Tuberculosis yang
resisten terhadap obat obatan juga dapat terjadi jika individu tidak dapat menghasilkan respons
imun yang efektif sebagai contoh, yang terlihat pada pasien AIDS atau gizi buruk. Pada kasus
ini, terapi antibiotik hanya efektif sebagian. Tenaga kesehatan atau pekerja lain yang terpajan
dengan galur basil ini, juga dapat menderita tuberculosis resistens multi obat, yang dalam
beberapa tahun dapat mengakibatkan morbiditas dan sering bahkan kematian. Mereka yang
mengidap tubrkulosis resisten multiobat memerlukan terapi yang lebih toksit dan mahal dengan
kecendrungan mengalami kegagalan.
A. Pengkajian TB Paru
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012, hal
319-323) adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas/Istirahat
a. Gejala :1) Kelelahan umum dan kelemahan, 2) Napas pendek saat bekerja atau beraktivitas, 3)
Kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam, 4) Setiap hari menggigil dan berkeringat,
serta mimpi buruk
b. Tanda :1) Takikardia, Takipnea atau dispnea pada saat beraktivitas, 2) Kelelahan otot, nyeri
dan sesak (Tahap Lanjutan)
2. Integritas Ego:
a. Gejala1) Adanya faktor stres lama, 2) Masalah keuangan dan rumah tangga, 3) Perasaan tak
berdaya/tak ada harapan, 4) Serta biasa terjadi di bangsa Amerika asli atau imigran dari Amerika
Tengah, Asia Tenggara, dan suku indian.
b. Tanda :1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini), 2) Kecemasan berlebihan, ketakutan,
serta mudah marah.
3. Makanan/Cairan
a. Gejala :1) Kehilangan nafsu makan, 2) Tak dapat mencerna makanan dan terjadi penurunan
berat badan.
b. Tanda :1) Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, 2) Kehilangan otot atau mengecil karena
hilangnya lemak subkutan
4. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : 1) Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
b. Tanda :1) Berhati-hati saat menyentuh atau menggerakkan area yang sakit, 2) Perilaku
distraksi (terganggu) seperti gelisah
5. Pernapasan
a. Gejala : 1) Batuk (produktif/tak produktif), 2) Napas pendek
b. Tanda :1) Peningkatan frekuensi pernapasan, 2) Fibrosis parenkimparu dan pleura yang
meluas, 3) Pasien menunjukkan pola pernapasan yang tak simestris (efusi pleura), 4) Perfusi
pekak dan penurunan fremitus (getaran dalam paru), 5) Penebalan pleura dan bunyi napas yang
menurun, 6) Aspek paru selama inspirasi cepat : namun setelah batuk biasanya pendek (krekels
postusik), 7) Karakteristik sputum (yang berwarna hijau/purulen dan mukoid, kadang kuning dan
disertai dengan bercak darah), 8) Deviasi trakeal (penyebab bronkogenik) menunjukkan sikap
mudah tersinggung yang jelas dan perubahan mental.
6. Keamanan
a. Gejala : Adanya kondisi tekanan pada sistem imun (contoh AIDS, kanker, tes HIV yang
hasilnya positif
7. Interaksi Sosial
a. Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
b. Tanda : Perubahan pola biasa dalam kapasitas fisik untuk melakukan peran
8. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala : 1) Riwayat keluarga Tuberkulosis Paru, 2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan
buruk, 3) Gagal untuk menyembuhkan TB secara total, Tuberkulosis paru sering kambuh dan
tidak mengikuti terapi pengobatan dengan baik.
b.Pertimbangan : DRG menunjukkan bahwa secara lama pasien dirawat di rumah sakit sekitar
6,6 hari.
c. Rencana Pemulangan :
Pasien dengan Tuberkulosis paru dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri serta
pemeliharaan rumah.
B. Diagnosa Keperawatan TB Paru
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012, hal
323-324) adalah sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
hemoptitis, kelemahan fisik, upaya batuk buruk dan edema trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru, atelektasi, kerusakan membran alveolar-kapiler dan edema bronchial.
4. Perubahan nutrisi : kurang asupan nutrisi dari kebutuhan ideal tubuh yang berhubungan
keletihan, anoreksia, dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
5. Kecemasan berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6. Kurang imformasi dan pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya imformasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan
perawatan dirumah.
7. Infeksi dan risiko tinggi penyebaran atau aktivasi ulang kuman Tuberkulosis Paru
berhubungan dengan kerusakan jaringan/infeksi tambahan.
Intervensi keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru menurut
Ardiansyah (2012 Hal. 324-343) adalah sebagai berikut :
Tabel: 3.1
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Bersihan jalan napas tak 1. Kaji fungsi pernapasan1. Penurunan bunyi napas
efektif berhubungan (bunyi napas, kecepatan, menunjukkan
dengan secret kental, atau irama, kedalama dan atelektasis, ronkhi
secret darah. penggunaan otot bantu menunjukkan akumulasi
napas). secret dan tidak
efektifnya pengeluaran
sekresi.
2. Kaji kemampuan2. Pengeluaran dahak
mengeluarkan sekresi, akan sulit bila secret
catat karakter, volume sangat kental (efek
sputum dan adanya infeksi dan hidrasi yang
hemoptisis. tidak memadai).
7. Kortikosteroid.
.
Perubahan nutrisi : kurang1. Kaji status nutrisi1. Memvalidasi dan
asupan nutrisi dari pasien, turgor kulit, berat menetapkan derajat
kebutuhan ideal tubuh badan, derajat penurunan masalah untuk
yang berhubungan berat badan, integritas menetapkan pilihan
keletihan, anoreksia, mukosa oral, kemampuan intervensi yang tepat.
dispnea dan peningkatan menelan, riwayat mual
metabolisme tubuh. atau muntah dan diare.
7. Menilai kemajuan
7. Kolaborasi untuk terapi diet dan
pemeriksaan laboratorium, membantu perencanaan
khususnya BUN (Blood intervensi selanjutnya.
Urea Nitrogen), protein
serum dan albumin.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2001.
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta : DIVA Press.
Somantri I. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika : 2007.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya Medika.