Anda di halaman 1dari 23

Tugas farmakologi blok neuropsikiatri

Oleh :
1. Maria Magdalena Tiansy Meko (1608010049)
2. Reynardo Kurnia Hadiyanto Purba (1608010051)
3. Handrianus Mayestus Buntanus (1608010053)
4. Yoseph Mariano Aprio Ngga (1608010055)
5. Maria Yulia Rosari Saryono (1608010057)
6. Gary Efraim Girsang (1608010059)
7. Jessica Alo (1608010061)
8. William Lie (1608010063)
9. Maria Jozylin Bria Seran (1608010065)

Semester 3
Fakultas kedokteran
Universitas nusa cendana
Gangguan degeneratif sistem saraf pusat
yang termasuk di dalam gangguan degenerative system saraf pusat adalah penyakit
parkinson (parkinson disease, pd), penyakit huntington (huntington disease, hd), penyakit
alzheimer (alzheimer disease, ad), dikarakterisasi oleh kehilangan neuron secara progresif dan
ireversibel pada bagian spesifik di otak. Farmakoterapi untuk gangguan neurodegeneratif ini
terbatas pada pengobatan simtomatik yang tidak mengubah keadaan penyakit penyebabnya.

Kerentanan neuronal selektif


ciri proses-proses penyakit ini yang paling menonjol adalah spesifitasnya terhadap tipe
neuron tertentu. Pada pd terdapat kerusakan luas pada neuron dopaminergik di substansia nigra;
neuron di korteks dan banyak area lain di otak tidak dipengaruhi. Sebaliknya, cedera saraf pada
ad paling parah pada hipokampus dan neokorteks, bahkan sangat bervariasi pada bagian korteks
fungsional yang berbeda. Pada hd, gen mutan yang bertanggung jawab terhadap gangguan ini
diekspresi di sepanjang otak dan di banyak organ lain, namun perubahan patologis paling
menonjol pada neostriatum. Predisposisi genetic berperan dalam etiologi gangguan
neurodegeneratif. Hd ditransmisi oleh pewarisan dominan autosomal, dan dasar molekuler cacat
genetik ini telah ditetapkan. Sebagian besar kasus pd, ad, bersifat sporadik, tetapi terdapat
hubungan familial dan studi pada penyakit familial menghasilkan petunjuk untuk patogenesis
gangguan ini. Mutasi empat protein yang berbeda dapat menyebabkan bentuk pd yang
dideterminasi secara genetik: α-sinuklein, suatu protein sinaptik yang berlimpah; parkin, suatu
ubikuitin hidrolase;uchl1, yang juga berperan dalam degradasi protein yang diperantarai oleh
ubikuitin di dalam otak; dan dj-1, suatu protein yang diduga terlibat dalam respon neuronal
terhadap stress. Mutasi gen yang mengode protein precursor amiloid (app) dan protein yang
dikenal sebagai presenilin, yang terlibat dalam pemrosesan app, yang menyebabkan bentuk ad
yang diwariskan.
alipoprotein e (apoe) merupakan factor resiko genetic untuk ad. Terdapat empat isoform
apoe yang terlibat dalam traspor kolesterol.
(penyakit parkinson sudah dijelaskan secara rinci oleh kelompok 2)
1. Penyakit parkinson
a. Definisi
Parkinson merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai empat gejala pokok:
bradikinesi (lambat untuk memulai gerakan), rigiditas otot, resting tremor (tremor
saat istirahat) serta abnormalitas sikap tubuh dan berjalan.
b. Penggolongan
1. Agonis dopamin (dopaminergik sentral) : levodopa (l-dopa),bromokriptin
2. Agonis dopamin indirek (dopamino-antikolinergik) : amantadin
3. Obat anti muskarinik (antikolinergik) : triheksitenidil
A. Bromokriptin
 Mekanisme kerja :
agonis d2
 Farmakokinetik :
Bromokriptin diabsorbsi dalam jumlah yang beragam dari saluran cerna,
kadar puncak plasmanya dicapai dalam waktu 1-2 jam sesudah dosis oral. Obat ini
diekskresi dalam cairan empedu dan feses
 Efek terapi :
Menghilangkan tremor, rigiditas dan akinesia
 Kontra indikasi
1. Penyakit psikiatrik
2. Penyakit hati
3. Angina berat
4. Infark miocardial
5. Penyakit pembuluh darah perifer
6. Ulkus peptikum

 Efek samping :
1. Hipotensi, mual
2. Halusinasi, delusi, mimpi buruk. Halusinasi visual dan pendengaran lebih
sering terdapat pada bromokriptin daripada levodopa, demikian juga
dengan hipotensi
3. Bromokriptin menyebabkan lebih sedikit diskinesia daripada levodopa
4. Sindrom eritromelalgia : rasa terbakar pada kaki dan lutut, eritema, edema,
memar. Sementara itu, ekstremitas bawah hangat dan hiperemik
5. Transaminasi serum naik
6. Kongesti nasal, nyeri kepala, diplopia, sedasi, aritmia jantung, kambuhnya
angina, vaso spasme jari, perdarahhan saluran cerna
7. Bromokriptin memacu ssp secara non spesifik sehingga obat ini baik untuk
koma akibat ensefalopati hepatika
 Dosis
Tes bromokriptin 1 mg oleh karena ada pasien yang menjadi hipotensi.
Dosis kemudian mulai 3* 2,5 mg tiap 3-4 hari naik 2,5 mg, dosisi terbagi dalam
4-5* perhari. Respon biasanya tercapai pada dosis 40-50 mg perhari, kadang lebih
dari 100 mg. Bila bersama dengan levodopa, dosis levodopa dikurangi karena
stimulasi dopaminergik dapat toksik. Penurunan rata-rata levodopa 40% tapi
secara bertahap.
B. Levodopa
 Mekanisme kerja :
Mengendalikan kadar dopamin substansia nigra, di dalam neuron tsb
levodopa akan berkonversi menjadi dopamin
 Farmakokinetika :
Levodopa mudah di absorbsi dari usus halus, tetapi absorbsinya
bergantung pada kecepatan pengosongan lambung dan ph isi lambung.
Konsentrasi plasma obat mencapai kadar puncak antara 1-2 jam sesudah dosis oral
dan waktu paruhnya berkisar antara 1-3 jam. Dalam 8 jam setelah pemberian dosis
oral sekitar 2/3 dosis dijumpai dalam urin sebagai produk metabolit.sayangnya
hanya sekitar 1-3% dari levodopa yang dapat masuk ke otak tanpa mengalami
perubahan sisanya dimetabolisasi di luar otak, terutama oleh proses dekarboksilasi
menjadi dopamin yang tidak dapat menembus sawar darah otak. Maka levodopa
harus diberikan dalam jumlah besa jika digunakan sebagai obat tunggal. Namun,
jika dikombinasi bersama penghambat dopa dekarboksilase yang tidak menembus
sawwar darah otak, metabolisme perifer levodopa berkurang sehingga kadar
levodopa plasma menjadi lebih tinggi, waktu paruhnya menjadi lebih panjang, dan
lebih banyak dopa yang dapat masuk ke otak.
 Dosis :
Levodopa umumnya diberikan dalam kombinasi dengan karbidopa, yaitu
suatu penghambat dopa dekarboksilase perifer yang menurunkan pengubahan
menjadi dopamin di perifer. Terapi sinemet dimulai dengan dosis kecil yaitu
sinemmet-25 / 100 ( karbidopa 25 mg, levodopa 100 mg ) 3 kali sehari, dan
perlahan-lahan ditingkatkan. Obat ini harus diminum 30-60 menit sebelum makan.
 Efek samping
1. Anoreksia, mual dan kadang-kadang muntah. Ini mungkin disebabkan
adanya penimbunan dopamin di daerah pusat emesis
2. Tekanan darah menurun karena aksi sentral maupun perifer. Aksi sentral
oleh karena efek noradrenalin dan aksi perifer ditimbulkan karena
pengaruh dopamin yang menggangu refleks baroreseptor
3. Diskinesia : koreotetoid pada muka leher,lidah, atau anggota badan
4. Reaksi psikiatri : rasa kurang istirahat, insomnia sampai halusinasi, delusi
dan hipomaniac
5. Aritmia jantung karena penagruh katekolamin yang bertambah di perifer
 Kontraindikasi :
pasien psikotik, pasien dengan riwayat melanoma.
 Efek terapi :
memperbaiki hipokinesia
C. Amantadin
 Mekanisme kerja :
1. Menambah pelepasan dopamin
2. Menghambat pengambilan kembali dopamin
 Farmakokinetik :
Absorbsinya cepat, kadar puncak tercapai dalam 1-4 jam. Waktu paruh 2-4
jam. Sejumlah 86% akan diekskresi tanpa diubah dalam urin
 Efek terapi :
Memperbaiki hipokinesia, tremor dan rigiditas
 Kontra indikasi:
Pasien gagal jantung dan yang memiliki riwayat kejang
 Efek samping :
Rasa kurang istirahat, bingung, halusinasi, perubahan mood, mual, rasa tak
enak di perut, nyeri kepala, pruritus, aritmia jantung. Dosisi berlebihan dapat
menyebabkan konvulsi.
 Dosis :
100 mg perhari dalam dosis terbagi dalam 2* sehari, pagi dan siang,
sesudah makan, untuk menghindari insomnia. Sediaan yang ada berbentuk kapsul
100 mg dan sirup dengan kandungan 50 mg/5 ml.
D. Triheksifenidil
 Mekanisme kerja :
Menghambat aktivitas kolinergik di ssp ( sistem saraf pusat ) dengan cara
memblokir impuls saraf.
 Farmakokinetik :

 Efek terapi :

Memperbaiki tremor dan rigiditas


 Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap triheksifenidil, myasthenia gravis, ibu hamil dan
anak – anak.
 Efek samping :
1. Blokade parasimpatik : gangguan akomodasi mata, dilatasi pupil, salivasi
berkurang, konstipasi urin
2. Efek sentral : bingung, halusinasi, delusi. Efek ini dapat tetap berlangsung
sampai 2 minggu setelah obat dihentikan
3. Diskinesia dapat terjadi, seperti yang dapat ditimbulkan levodopa
 Dosis :
1 mg/hari, dinaikkan bertahap. Dosis pemeliharaan 5-15 mg/hari, terbagi
dalam 3-4 kali pemberian.

2. Penyakit alzheimer
a. Pendahuluan
penyakit ini dapat mengakibatkan gangguan kognitif yang onsetnya bertahap,
tetapi persisten pada perkembangannya. Gangguan ingatan jangka pendek umumnya
merupakan ciri klinis pertama; pengingatan kembali memori yang sudah lama dapat
dipertahankan dengan baik. Ketika kondisi ini terus berlanjut, kemampuan kognitif
lain terganggu, di antaranya adalah kemampuan berhitung, kemampuan melakukan
visuospasial, dan penggunaan objek dan alat umum (ideamotor apraxia). Tingkat
kesadaran atau kewaspadaan pasien tidak dipengaruhi hingga kondisinya sudah
sangat parah, lemah motorik juga tidak terjadi, meskupun kontraktur otot merupakan
ciri yang hamper universal pada tahap lanjut penyakit ini. Kematian, paling sering
diakibatkan oleh komplikasi imobilitas seperti pneumonia atau embolisme pulmoner,
umumnya terjadi dalam 6-12 tahun onset. Diagnosis ad didasarkan pada peantauan
klinis yang saksama terhadap pasien dan uji laboratorium sesuai untuk
mengesampingkan penyakit yang lain berupa ad; saat ini tidak ada uji konfirmasi
langsung sebelum terjadinya kematian.
patofisiologi dari penyakit ini dikarakterisasi oleh atrophy korteks serebral yang
nyata dan hilangnya neuron kortikal dan subkortikal. Tanda patologis ad adalah plak
senil, yang merupakan akumulasi sferis protein ß-amiloid disertai dengan proses
degenerasi neuronal, dan gumpalan neurofibril yang berlimpah, yang terdiri dari
filamen heliks berpasangan dan protein lain. Pada ad stadium lanjut, plak senil dan
neurifibril paling berlimpah di hipokampus dan area korteks yang terkait, sedangkan
di area seperti korteks visual dan motorik relative sedikit. Hal ini berhubungan
dengan ciri klinis gangguan ingatan dan daya pikir abstrak, dengan terjaganya
penglihatan dan pergerakan.
neurokimianya yaitu analisis langsung terhadap kandungan neurotransmitter di
korteks serebral menunjukan penurunan banyak zat transmitter yang seiring dengan
kehilangan neuronal, dengan defisiensi ach yang nyata dan tidak sebanding akibat
atropi dan degenerasi neuron kolinergik subkortikal, terutama yang terdapat di otak
depan basal (basalis nukleus meynert) yang menyediakan persyarafan kolinergik ke
seluruh korteks serebral. Meskipun konseptualisasi ad sebagai sindrom defisiensi
kolinergik sebanding dengan sindrom defisiensi dopaminergik pada pd menyediakan
kerangka dasar yang bermanfaat, deficit pada ad jauh lebih rumit, melibatkan banyak
sistem neurotransmitter, termasuk serotonin, glutamate, dan neuropeptida dengan
destruksi terjadi tidak hanya pada neuron kolinergik, tetapi juga target korteks dan
hipokampus yang menerima masukan kolinergik.

b. Patofisiologi
Pasien umumnya mengalami atrofi kortikal dan berkurangnya neuron
secara signifikan, terutama saraf kolinergik. Kerusakan saraf kolinergik terjadi
terutama pada daerah limbik dan korteks. Kemudian menyebabkan, terjadi
penurunan jumlah enzim kolin asetiltransferase di kortreks serebral dan
hippocampus. Enzim kolin asetiltransferase berperan dalam sintesis asetilkolin,
sehingga jika terjadi penurunan jumlah enzim ini, otomatis juga akan terjadi
penurunan asetilkolin otak. Diotaknya juga dijumpai lesi yang disebut senile
(amyloid) plaques dan neurofibrillary tangles, yang terpusat pada daerah yang
sama dimana terjadi defisit kolinergik (plak tersebut berisi deposit protein yang
disebut beta-amyloid). Amyloid adalah istilah umum untuk fragment protein yang
diproduksi tubuh secara normal. Beta-amyloid adalah fragment protein yang
terpotong dari suatu protein yang disebut amyloid precursor protein (app), yang
dikatalis oleh beta-secretase. Pada otak orang sehat, fragment protein ini akan
terdegradasi dan tereliminasi.
Beta-amyloid sendiri juga dijumpai pada geriatri yang normal, tetapi tidak
terkonsentrasi pada cortex atau sistem limbik. Pada pasien alzheimer, fragment ini
terakumulasi membentuk plak yang keras dan tidak larut. Beta-amyloid
membentuk plak karena berikatan dengan suatu protein yang disebut
apolipoprotein e4 (apoe4)  menjadi insoluble  karena itu, apoe4 terlibat
dalam patofisiologi alzheimer disease.
Neurofibrillary tangles terdiri dari dua serabut terpilin yang tidak larut,
yang terdapat pada sel-sel otak. Serabut2 ini terutama terdiri dari suatu protein
yang disebut tau, yang membentuk bagian dari suatu microtubulus. Pada
penderita alzheimer’s, protein tau ini menjadi tidak normal dan menyebabkan
struktur mikrotubulus menjadi rusak

c. Pengobatan penyakit alzhaimer


Tujuan pengobatan
Memelihara fungsi-fungsi pasien selama mungkin, menunda perkembangan
penyakit, dan mengontrol gangguan yang tidak diinginkan.
Untuk mengobati dementia

pengobatan Alzheimer meliputi usaha untuk meningkatkan fungsi kolinergik di


otak. Precursor sintesis ach, seperti klorin klorida, dan fosfatidil kolin (lesitin)
tidak menghasilkan efek yang signifikan secara klinis, walaupun demikian,
inhibitor asetilkolinesterase/ache menunjukkan efikasi. Empat inhibitor ache yang
saat ini disetujui adalah (untuk ad) yaitu; takrin (1,2,3,4-tetrahidro-9-
aminoakridin; cognex), donepezil (arizept), rivastigmin (exelon), dan galatamin
(razadyne). Takrin merupakan inhibitor ache kerja sentral yang kuat. Takrin oral,
dalam kombinasi dengan lesitin, menghasilkan efek yang sedang pada performa
ingatan, dan efek samping takrin sering signifikan dan membatasi dosis; kram
abdomen, anorexia, mual, muntah, dan diare teramati sehingga sepertiga pasien
yang menerima dosis terapeutik, dan transaminase serum teramati pada 50%
pasien yang diobati. Karena efek samping yang signifkan, takrin tidak banyak
digunakan secara klinis. Donepezil merupakan inhibitor ache selektif pada ssp
dengan sedikit efek pada ache perifer. Obat ini menghasilkan peningkatan yang
sedang pada skor kognitif pada pasien ad dan mempunyai t1/2 yang panjang
memungkinkan obat ini diberikan hanya sekali sehari. Rivastigmin dan
galantamin diberikan 2x sehari dan menghasilkan tingkat perbaikan kognitif yang
sama. Efek merugikan yang berkaitan dengan donepezil, rivastigmin, dan
galantamin memiliki ciri-ciri yang mirip dengan teramati pada takrin, tetapi lebih
jarang dan tidak terlalu parah; mual, diare, muntah, dan insomnia. Donepezil,
rivastigmin, dan galantamin tidak berkaitan dengan hepatotoksisitas yang
membatasi penggunaan takrin.
suatu stretegi alternatif untuk pengobatan ad adalah penggunaan antagonis
reseptor glutamate nmda, yakni memantin (namenda). Memantin menghasilkan
blockade reseptor nmda yang bergantung pada penggunaan. Pada pasien dengan
ad sedang hingga parah penggunaan memantin berkaitan dengan penurunan
kecepatan kemunduran klinis. Walaupun hal ini akibat efek pemodifikas penyakit.
Mungkin penurunan eksitotositas atau merupakan efek simptomatik obat yang
tidak jelas. Efek merugikan pada memantin biasanya ringan dan reversible dan
dapat meliputi sakit kepala atau pening.
Untuk mengobati gejala-gejala emosi penderita.

Obat-obat ini tidak dapat digunakan untuk mengobati demensia pasien, tetapi
obat-obat ini diberikan apabila terdapat gejala-gejala lain emosi/depresi pada
pasien, agar dapat membantu mempertahankan kondisi psikologis pasien.
1. Anti-psikosis (atypical antipsychotic, neuroleptic)
Obat anti-psikosis umumnya digunakan untuk mengobati pasien psikotik dan
apabila penderita alzhemer juga mengindap penyakit psikotik, tetapi obat-obat ini
juga dapat digunakan untuk meningkatkan mood pasien, menurunkan kecemasan,
dan mengobati gangguan tidur, tetapi obat-obat ini bukanlah pilihan terapi pada
pasien yang memiliki gangguan emosi sebagai gangguan primer pada pasien non-
psikotik.
Farmakokinetik anti-psikosis
1) Absorbsi dan distribusi
Sebagian besar obat antipsikotik diserap dengan mudah tetapi tidak
dengan sempurna. Sebagian besar obat antipsikotik sangat larut lemak dan
terikat dengan protein. Obat-obat ini umumnya memiliki masa kerja klinis
yang lebih panjang daripada yang diperkirakan dari waktu paruh plasma
obat tersebut.
2) Metabolisme
Sebagian besar obat anti-psikotik hamper secara sempurna dimetabolisasi
oleh oksidasi atau demtilasi, dikatilisi oleh enzim-enzim sitokrom p450
hati. Interaksi antarobat perlu dipertimbangkan.
Pertimbangan untuk geriatri
Obat-obat ini terbukti berguna pada penderita psikosis, tetapi tidak semuanya
dapat menjamin kesembuhan total dan dosis total obat tidak boleh dinaikan jika ingin
mendapatkan kesembuhan total. Obat-obat ini tidak dapat menyembuhkan demensia
pada penyakit alzheimer. Beberapa obat anti-psikotik seperti haloperidol memiliki
efek samping extra-pyramidal syndrom(eps) sehingga pemberian harus dihindari
pada pasien yang memiliki eps (seperti penyakit parkinson).
Efek samping
• Mulut kering
• Impotensi
• Sindrom parkinson
• Amenore
• Penambahan berat
2. Mood stablizer ( carbamazepine )
Obat ini umumnya digunakan untuk mengobati epilepsy, tetapi sama hal-nya
dengan obat lainnya, obat ini digunakan karena memiliki efek yang dapat mengobati
beberapa efek psikologis pada pasien.
Farmakokinetik carbamezepine
a. Absorbsi
Penyerapan carbamezepine berbeda-beda antar pasien, tetapi penyerapan
total terjadi di semuanya. Level puncak biasa didapatkan 6-8 jam setelah
pemberian.
b. Distribusi
Distribusi obat ini lambat. Sekitar 70% dari obat berikatan ke protein
plasma. Obat ini diketahui memiliki efek yang dapat menginduksi enzim
microsomal.

c. Metabolisme
Karbamazepine dimetabolisme sempurna menjadi beberapa metabolit
seperti carbamazepine-10,11-epoxide, yang telah dibuktikan dapat
memberikan efek anti kejang.
Dosis
Carbamazepine hanya tersedia dalam bentuk oral. Obat ini efektif untuk
anak-anak, dimana dosis 15-25 mg/kg/d cukup. Untuk orang dewasa, dosis harian 1 g
atau 2 g masih dapat ditolerir.
Pertimbangan untuk geriatric
Pada pasien lansia dengan kemampuan pencernaan obat yang menurun, dosis
penuh dari obat ini tidak dapat memberikan kepulihan total terhadap pasien.
Efek samping
Efek yang paling umum yang berkaitan dengan dosis adalah diplopia dan
ataxia. Ada yang perlu dipertimbagkan adalah kemungkinan terjadinya idiosyncratic
blood dyscarias dengan carbamazepine, termasik kasus fatal seperti anemia aplastic
dan agranulocytosis. Kejadian ini sering terjadi pada pasien lansia dengan neuralgia
trigeminal.
3. Anti-depresan
Farmakokinetik
 Absorbsi & distribusi
Menghambat pompa re-uptake sehingga neurontransmiter lebih lama berada pada
reseptor
 Metabolisme dan ekskresi
Menutup jalan degradasi utama untuk neurontransmiter amin,sehingga lebih
banyak menumpuk pada simpanan perisinaptik dan semakin banyak pula untuk
dilepaskan

3. Penyakit huntington
a. Ciri klinis hd
ialah kelainan bawaan yang dominan, dikarakterisasi oleh onset inkoordinasi
motorik secara bertahap dan penurunan kognitif pada pasien paruh baya. Gejala-
gejala berkembang secara perlahan namun membahayakan, baik sebagai gangguan
pergerakan yang dimanifestasi oleh gerakan singkat seperti sentakan pada
ekstremitas, badan, wajah, dan leher (chorea) atau sebagai perubahan kepribadian
atau keduanya. Inkoordinasi motorik halus dan kelainan rapid eye movement
merupakan ciri awal. Terkadang gerakan chorea kurang menonjol. Sedangkan
bradikinesia dan distonia menonjol. Seiring dengan perkembangan penyakit gerakan
tidak sadar menjadi semakin parah, terjadi disartria dan disfagia dan keseimbangan
terganggu. Gangguan kognitif muncul pertama kali sebagai perlambatan proses mentl
dan kesulitan dalam mengatur pekerjaan yang kompleks. Ingatan terpengaruh tetapi
penderita jarang kehilangan ingatak ntentang keluarga, teman, serta situasi yang baru
terjadi. Orang seerti ini menjadi mudah tersinggung, cemas, dan mengalami depresi.
Keadaan paranoia dan delusi lebih jarang timbul. Hasil akhir hd selalu fatal; dalam
jangka waktu 15-30 tahun penderita menjadi lumpuh total dan tidak mampu
berkomunikasi, memerlukan perawatan sepanjang waktu. Kematian terjadi akibat
komplikasi imobilitas.
b. Patofisiologi hd.

Huntington adalah gene yang mengkode “highly conserved” protein huntinyang didistribusi
meluas di neuron dalam cns. Hd disebabkan oleh mutasi gen huntington pada kromosom 4.
Terjadi repetisi cag. Cag adalah kode genetik untuk asam amino glutamin. Repetisi cag
(polyglutamin) mengakibatkan transkripsi dan translasi mutant protein strand yang dinamakan
“milfolded mutant htt” selanjutnya menyebabkan agregasi dalam sel. Terdapat beberapa teori
mengenai penyebab kematian sel neuron pada penyakit huntington :
1) Caspase activation
Translokasi mutant htt di nukleus meregulasi ekspresi caspase yaitu tipe sel death gene
yang meregulasi apoptosis sel. Pada penderita hd, caspase diaktivasi di bagian otak,
menyebabkan proteolytic cleavage dari sel target, selanjutnya menyebabkan disfungsi sel
dan kematian sel neuron (gliosis).
2) Cell excitotoxicity
Excitotoxic agent sepertik kainic acid dan 3-nitroproprionic acid yang menyebabkan influx
kalsium ke dalam sel yang menyebabkan kerusakan mitokondria (impaired energy
metabolism), mengakibatkan excitotoxicity oleh neurotransmiter yaitu glutamte (n-methyl-
d-aspartate) selanjutnya menyebabkan apoptosis sel, juga menyebabkan oksidative stress
pada sel-sel neuron.
3) Decrease inhibition
Apoptosis sel-sel neuron di basal ganglia tersebut menyebabkan pengurangan produksi
inhibitor neurotransmiter, gaba, menyebabkan penurunan inhibisi/peningkatan aktivasi dari
thalamus.

c. Pengobatan simptomatik penyakit huntington

Pengobatan yang ada saat ini tidak ada yang dapat memperlambat perkembangan
hd dan banyak obat dapat menyebabkan gangguan fungsi karena efek sampingnya.
Pengobatan diperlukan bagi pasien yang mengalami depresi, mudah tersinggung,
paranoid, kecemasan berlebih, atau psikotik. Depresi dapat ditangani secara efektif
dengan menggunakan obat antidepresan standar dengan peringatan bahwa obat
dengan profil antikolinergik yang substansial dapat memperparah chorea. Fluoksetin
merupakan obat yang efektif untuk menangani gejala hd yang bermanifestasi sebagai
depresi dan iritabilitas; karbamazepin juga efektif untuk depresi. Paranoia, kondisi
delusional, dan psikosis umumnya memerlukan pengobatan dengan obat antipsikosis,
terapi dosis yang diperlukan lebih rendah daripada dosis yang biasanya digunakan
pada pengobatan gangguan psikiatry primer. Senyawa-senyawa ini juga menurunkan
fungsi kognitif dan mengganggu pergerakan sehingga harus digunakan pada dosis
serendah mungkin dan harus dihentikan ketika gejala psikiatry sudah teredakan. Pada
individu dengan hd yang pada dasarnya sukar ditangani, klozapin kuetiapin, atau
karbamazepin dapat lebih efektif untuk penanganan paranoia, dan psikosis.
gangguan pergerakan pada hd itu sendiri jarang menentukan terapi farmakologis
yang digunakan. Untuk penderita dengan chorea amplitude tinggi yang sering
menyebabkan pingsan dan cedera senyawa pendeplesi dopamine seperti
tetrabenazine dan reserpine dapat dicoba meskipun pasien tetap harus dipantau untuk
hipotensi dan depresi. Senyawa antipsikotik juga dapat digunakan tetapi senyawa ini
biasanya tidak memperbaiki fungsi secara keseluruhan karena senyawa ini
menurunkan sistem koordinasi motorik halus dan meningkatkan kekakuan. Banyak
pasien hd menunjukkan memburuknya gerakan tidak sadar akibat ansietas atau
stress. Pada situasi seperti ini penggunaan sedative atau ansiolitik benzodiazepine
sangat membantu. Pada kasus onset remaja, ketika kekakuan lebih mendominasi
daripada chorea, agonist dopamine dapat memperbaiki kekakuan secara bervariasi.
Individu ini juga kadang mengalami mioklonik dan seizure yang responsive terhadap
benzodiazepine klonazepain, asam valproat, serta antikonvulsan lainnya.
1.Monoamin inhibitors
Bekerja dengan menguras dopamin otak dengan mencegah penyimpanannya dalam
neuron,menekan gerakan abnormal
Farmakokinetik
 Absorbsi :
Obat ini diarbsosi dengan pemberian oral
 Distribusi :
Regenerasi enzim beragam ketika diinaktifkan secara reversibel
 Metabolisme dan ekskresi :
Moai dimetabolisme dan diekskresikan dengan cepat dalam urin
Efek samping obat
 Insomnia
 Iritabilitas
 Kekacauan pikiran
 Depresi
 Halusinasi
 Diare
 Hidung tersumbat

2.Anticonvulsant
Obat dengan kerja-lama yang terbukti efektif
Farmakokinetik
 Absorbsi :
Jika diberikan secara oral akan berlangsung lambat
 Distribusi :
Kadar puncak dalam plasma dicapai 3-12 jam
 Metabolisme :
metabolisme obat antipilepsi umumnya di hati
 Ekskresi :
Obat ini diekresikan oleh ginjal

Efek samping obat


 Rasa kantuk
 Mual
 Nyeri kepala
 Hiponatremia
 Kerontokan rambut
3. Antipsikosis
Obat anti psikotik mampu mengurangi gejala psikotik dalam berbagai penyakit.Obat
antipsikosis juga mampu memperbaiki suasana hati dan mengurangi rasa cemas.
Farmakokinetik
 Absorbsi
Diserap dengan mudah tetapi tidak sempurna
 Distribusi
Larut dalam lemak dan terikat dengan protein
 Metabolisme
Sebagian besar dimetabolisme oleh oksidasi atau dimetilasi,dikatalis oleh enzim-
enzim sitokrom p450 dihati.

Efek samping obat


 Mulut kering
 Impotensi
 Sindrom parkinson
 Amenore
 Penambahan berat
4.Antidepresan
Untuk mengobati gangguan panik dan gangguan cemas
Farmakokinetik
 Absorbsi & distribusi
Menghambat pompa re-uptake sehingga neurontransmiter lebih lama berada pada
reseptor
 Metabolisme dan ekskresi
Menutup jalan degradasi utama untuk neurontransmiter amin,sehingga lebih
banyak menumpuk pada simpanan perisinaptik dan semakin banyak pula untuk
dilepaskan
Pertimbangan penggunaaan obat
Dari table diatas dilihat bahwa adanya penurunan linear tidak lebih dari 45 tahun. Ini
bukan berarti orang yang berumur lanjut tidak kehilangan fungsi umum organ
dibandingkan dengan orang dewasa muda tetapi terdapat lebih banyak defisiensi
seiring bertambahnya waktu. Beberapa perubahan ini merubah hasil dari
farmakokinetk. Untuk tenaga kesehatan, aspek terpenting dari menurunya fungsi
ginjal.
1. Perubahan farmakokinetik
a. Absorbsi
Tidak terdapat bukti bahwa adanya perubahan besar pada absorbs obat
berhubungan dengan umur. Tetapi, beberapa kondisi berhubungan dengan
kondisi yang berhubungan dengan umur dapat merubah seberapa efektif obat
di absorbs. Kondisi tersebut seperti kebiasaan makan, konsumsi obat tanpa
resep yang meningkat (cth. Antasid), dan perubahan pengosongan lambung
yang sering melambat pada orang tua.
b. Distribusi
Dibandingkan dengan orang muda, orang lansia mengalami penurunan pada
masa otot, cairan tubuh, dan peningkatan persentase lemak pada masa tubuh.
Beberapa distribusi obat yang berikatan dengan protein tentunya akan
mengalami perubahan.
c. Metabolisme
Kapasitas metabolisme obat oleh hati sepertinya tidak mengalami perubahan
seiring bertambahnya umur. Perubahan terbesar yang mungkin terjadi adalah
pada fase yang dilaksanakan oleh system microsomal p450. Perubahan
lainnya dapat dipengaruhi oleh melambatnya aliran dalah ke hati, yang sangat
penting untuk penyebaran obat yang penyerapannya terjadi di hati. Ada juga
dikarenakan dengan menurunya kemampuan penyembuhan luka pada hati
seiring bertambahnya umur yang dapat disebabkan oleh alcohol atau hepatitis
viral. Yang terakhir adalah gangguan yang dapat mengganggu fungsi hati
seperti malnutrisi atau penyakit jantung. Penyakit jantung tentunya
mempengaruhi fungsi hati karena menurunya aliran darah ke hati. Malnutrisi
juga dapat mempengaruhi fungsi hati karena cakupan nutrisi yang didapatkan
oleh hati.
d. Ekskresi
Karena ginjal merupakan organ penting untuk eksresi obat, pengawasan
terhadap penurunan fungsi ginjal seiring dengan umur perlu diperhatikan.
Pemberian dosis obat pada lansia harus diperhitungkan ambang eksresi dari
ginjal.
Daftar pustaka
Farmakoklinik dasar dan klinik ed 10
Medscape
Neurologi duus ed.5

Yang di perbaiki :
1. Perbaiki kerapihan
2. Lengkapi lagi materi
3. Penjelasan dan mekanisme dan patofisiologi

Anda mungkin juga menyukai