Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN

PENGISIAN CPPT
(Catatan Perkembangan pasien Terintegrasi)
METODE S-O-A-P

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUARA BELITI

KABUPATEN MUSI RAWAS


BAB I
DEFINISI

Skrining nyeri adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi nyeri yang
dirasakan oleh seseorang dengan menggunakan suatu cara tertentu sehingga bisa
dilakukan penilaian terhadap rasa nyeri yang dirasakan. Nyeri sebagai rasa sakit yang
merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, biasanya
berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan atau yang berpotensi menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh.
BAB II
RUANG LINGKUP

Assesmen nyeri meliputi seluruh instalasi rawat inap dan rawat jalan yang
dilakukan pada tahap awal saat pasien dilakukan anamnesis, yang meliputi :

a. Riwayat Penyakit Sekarang


1) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik, atau non-traumatik.
2) Karaktek dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar,
tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
3) Pola penjalaran / penyebaran nyeri.
4) Durasi dan lokasi nyeri.
5) Gejala lain yeng menyertakan misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual /
muntah, gangguan keseimbangan / Kontrol motorik.
6) Faktor yang memperhambat dan memperingan.
7) Kronisitas.
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon
terapi.
9) Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri atau luka.
10) Penggunaan alat bantu.
11) Perubahan fungsi alat mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar
(activity of daily living).
12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya
fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan
dengan sindrom kauda ekuina.

b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu

c. Riwayat psiko-sosial
1) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika.
2) Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
3) Identifikasi kondisi tempat tinggal yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi
nyeri.
4) Pembatasan / restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien
dengan program penanganan / manajemen nyeri kedepannya. Pada pasien
dengan masalah psikiatrik, diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka.
5) Tidak dapat bekerkerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stress bagi
pasien / keluarga.

d. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda
berat, membungkuk atau memutar merupakan pekerjaan tersering yang
berhubungan dengan nyeri punggung.

e. Obat-obat dan alergi


1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu
studi menunjukan bahwa 14% populasi di Indonesia mengkonsumsi suplemen /
herbal, dan 36% mengkonsumsi vitamin).
2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan efek
samping obat.
3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan
dengan efek samping kognitif dan fisik.
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetik.

g. Assesmen sistem organ yang komprehensif


1) Evaluasi gejala kardiovaskuler psikiatri pulmoner, gastrointestinal, neuralgia,
reumatologi, genitourinaria, endokrin dan muskuloskletal.
2) Gejala kontitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam,
dan sebagainya.

BAB III
TATA LAKSANA

A. Assesmen Nyeri
1. Assesmen nyeri menggunakan numeric rating Scale
a. Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
b. Instruksi pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0-10.
1) 0 : Tidak Nyeri
2) 1-3 : Nyeri ringan (secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan
baik)
3) 4-6 : Nyeri sedang (secara objektif pasien menyeringai, dapat
menunjukan lokasi nyeri, atau mendeskripsikan, dapat mengikuti
perintah dengan baik).
4) 7-9 : Nyeri berat ( secara objektif pasien terkadang tidak mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan atur
posisi, nafas, dan distraksi).
5) 10 : Nyeri yang sangat (pasien sudah tidak dapat mendeskripsikan
lokasi nyeri, tidak dapat berkomunikasi, memukul).

2. Assesmen Nyeri Menggunakan Wong Baker FACES pain scale


a. Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan assesmen .
b. Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi
nyeri.
1) 0 : Tidak merasa nyeri
2) 1 : Sedikit rasa nyeri
3) 2 : Nyeri ringan
4) 3 : Nyeri sedang
5) 4 : Nyeri berat
6) 5 : Nyeri sangat berat

Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale

3. Pada pasien pengaruh obat anestesi, assesmen dan penanganan nyeri


dilakukan dengan cara pasien menunjukan respon berbagai ekspresi tubuh
atau verbal akan rasa nyeri.

4. Assesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan assesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien.
b. Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri 1 jam setelah tata laksana
nyeri, setiap 4 jam ( pada pasien yang sadar / bangun), pasien yang
menjalani prosedur kedokteran yang menyakitkan, sebelum transfer pasien
dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
c. Nyeri kardiak (jantung), lakukan assesmen ulang setiap 10 menit setiap
pemberian nitrat atau obat-obatan intravena.
d. Pada nyeri akut atau kronik, lakukan assesmen ulang setiap 30 menit - 1
jam setelah pemberian obat nyeri.

5. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan adanya tandanya diagnosis
medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca - pembedahan, nyeri
neuropatik).

B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan umum
a. Tanda vital dan tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh.
b. Ukur berat badan dan tinggi badan.
c. Periksa apakah terdapat luka dikulit seperti jaringan parut akibat
operasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik.
d. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malignment) atrofi
otot, fasikulasi, disklorasi, dan edema.

2. Status mental
a. Nilai orientasi pasien.
b. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek dan segera.
c. Nilai kemampuan kognitif.
d. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak
ada harapan, atau cemas.

3. Pemeriksaan sendi
a. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesemetrisan.
b. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.
c. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlibat abnormal /
dikeluhkan oleh pasien ( saat menilai pergerakan aktif), perhatikan
adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
d. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri.
e. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cidera
ligament.

4. Pemeriksaan motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan kriteria dibawah ini.
Table 3.2 Derajat Kekuatan Motorik

Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser kekiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot

5. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, pin prick),
gerakan, dan suhu.

6. Pemeriksaan neurologis lainnya


a. Evaluasi nervus cranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh wajah
atau servikal dan sakit kepala.
b. Pemeriksaan refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.
c. Nilai adanya refleks babinskin dan hoflimen deficit serebelum dengan
melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari ke hidung, pergerakan
tumit ke tibia), tes disdiakokinesia, tes keseimbangan (Romberg dan
Romberg modifikasi).

Table 3.3 Pemeriksaan Refleks

Refleks Segmen spinal


Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon patella 14
Hamstring medial 15
Achilles S1

C. Pemeriksaan khusus
1. Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak
ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda
ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi.
2. Kelima tanda ini adalah :
a. Distribusi nyeri superficial atau non-anatomik.
b. Gangguan sensorik atau motorik non–anatomi.
c. Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over–reaktif).
d. Rasa nyeri berlebihan saat menjalani tes pemeriksaan nyeri.
e. Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (bepindah-pindah) saat
gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang sama (distraksi).

D. Pemeriksaan sensorik kuantitatif


1. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri); getaran.
2. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri); tusukan jarum, tekanan.
3. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas).
4. Pemeriksaan sensasi persepsi.

E. Pemeriksaan radiologi
1. Indikasi
a. Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degenerative tulang belakang.
b. Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang,
penyakit inflamatorik dan penyakit vascular.
c. Pasien dengan deficit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
reaksi.
d. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang.
e. Pasien nyeri yang menetap > 4 minggu.

2. Pemilihan pemeriksaan radiologis : bergantung pada lokasi dan


karakteristik nyeri.
a. Foto polos : untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidak
segarisan vertebra, spondilosis – spondilosis, neoplasma)
b. MRI gold standart
c. CT-Scan
d. Radionuklida dalam mendeteksi perubahan metabolisme tulang.

F. Assesmen psikologis
1. Nilai mood pasien, adakah ketakutan, depresi.
2. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan.
3. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial.

BAB IV

DOKUMENTASI

Setiap pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon klien terhadap


tindakan keperawatan wajib didokumentasikan sebagai bentuk pertanggung
jawaban dan pertanggung gugatan terhadap asuhan keperawatan yang sudah
dilakukan perawat terhadap pasien sesuai kebijakan yang berlaku, karena
dokumentasi perawat merupakan dokumen legal dalam sistem pelayanan
keperawatan, sehingga diharapkan melalui dokumentasi yang baik maka
informasi mengenai keadaan kesehatan klien dapat diketahui secara
berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai