3. Patofisiologi
Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium,
dan endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi
akibat rangsangan dari kelenjar hipofisis. Rangsangan yang terus menerus
datang dan ditangkap panca indra dapat diteruskan ke hipofisis anterior melalui
aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis anterior, GnRH
akan mengikat sel genadotropin dan merangsang pengeluaran FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (LutheinizingHormone), dimana FSH dan LH
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron (Nurarif, 2013).
Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen dan progesteron yang
normal. Hal tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan kegagalan
pembentukan salah satu hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidak akan berfungsi dengan secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang
abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan
gagal melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium dan hal tersebut dapat mengakibatkan
terbentuknya kista di dalam ovarium, serta menyebabkan infertilitas pada
seorang wanita (Manuaba, 2010).
6. Pemeriksaan Penunjang
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperoleh
kepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan
analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam
pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012)
a. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuahtumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan
sifat-sifat tumor itu.
b. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah
tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.
c. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi
dalam tumor.
d. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei
dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
7. Penatalaksanaan
a. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang
dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil
jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010).
b. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan
operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut,
tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang
memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk
meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun
memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya
yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila
pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka
disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit
(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan
posisi ovarium (Yatim, 2008)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut
Yatim, (2008) yaitu:
a) Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara
ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan
melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah
dengan garis rambut kemaluan.
b) Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses
keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan,
operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak
sekitar serta kelenjar limfe.
c) Perawatan luka insisi / pasca operasi
Beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain:
1) Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca
operasi.
2) Klien harus mandi shower bila memungkinkan.
3) Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari selama
masa pasca operasi sampai ibu diperolehkan pulang atau rujuk.
4) Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang di gunakan harus yang
sesuai dan tidak lengket.
5) Pembalutan dilakukan dengan tehnik aseptic.