Anda di halaman 1dari 9

PEMBELAJARAN BERDASARKAN TEORI KOGNITIF

Vanessa Anta SalsaBiila


170412617619

A. Pengertian
Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini
mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga
menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh
konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.

Adapun teori yang sangat berkaitan erat dengan teori kognitif adalah teori
pemrosesan informasi karena menurut teori ini setelah proses pembelajaran ada proses
pengolahan informasi di dalam otak manusia yang dimulai dari pengamatan seseorang
terhadap informasi yang berada di lingkungannya, kemudian informasi tersebut diterima
oleh reseptor-reseptor yang berupa simbol-simbol yang kemudian diteruskan pada
registor pengindraan yang terdapat pada syaraf pusat. Informasi yang diterima oleh
syaraf pusat kemudian disimpan dalam waktu pendek. Informasi yang disimpan dalam
waktu sebentar ini sebagian diteruskan ke memory jangka pendek, sedangkan yang lain
hilang dari sistem. Proses pereduksian seperti ini biasa dikenal dengan persepsi selektif.
Sementara memori jangka pendek atau memori kerja dan kesadaran yang kapasitas
memorinya sangat terbatas, waktunya juga sangat terbatas. Belajar tidak sekedar
melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses berfikir yang sangat
kompleks

B. Model Pembelajaran Dalam Penerapan Teori Kognitif


Kajian ini membahas tentang konsep dasar dari model berpikir induktif dan proses
kognitif yang termuat dalam model berpikir induktif. Kajian ini dimaksud untuk
membantu memberikan gambaran tentang model berpikir induktif dan proses kognitif
yang termuat di dalamnya sebagai alternatif model pembelajaran inovatif yang dapat
mengembangkan wasasan dan kapasitas intelektual siswa.

1. Model Berpikir Induktif


Model berpikir induktif merupakan mengembangkan model pemelajaran induktif
melalui strategi yang didesain untuk membangun proses induktif serta membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam mengkategorikan dan menangani
informasi. Model berpikir induktif dirancang untuk melatih siswa dalam membentuk
konsep dan sekaligus mengajarkan konsep-konsep. Selain itu model ini juga membentuk
perhatian siswa untuk fokus pada logika, bahasa dan arti katakata, dan sifat pengetahuan
(Joyce, dkk. 2009:115 dalam Winahyu Arif 2016). Jadi pada dasarnya model berpikir
induktif dikembangkan berdasarkan cara berpikir induktif yaitu menarik kesimplan dari
suatu masalah atau data yang diperoleh (mengamati dan mencoba suatu proses kemudian
menarik kesimpulan).
Warimun (Fikri,2014:18 dalam Winahyu Arif 2016) mengemukakan kelebihan yang
dimiliki oleh model berpikir induktif adalah (1) mengembangkan keterampilan berpikir
siswa, (2) menguasai secara tuntas topik-topik yang dibicarakan, (3) mengerjakan siswa
berpikir, (4) melatih siswa belajar bekerja sistematis, dan (5) memotivasi siswa dalam
kegiatan belajar. Kekurangan model berpikir induktif adalah: membutuhkan banyak
waktu, (2) sukar menentukan pendapat yang sama, (3) tingkat keefektifan model
pembelajaran induktif tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan
mengarahkan pembelajaran, dan (4) guru harus telah menyiapkan perangkat-perangkat
yang akan membuat siswa beraktivitas untuk melakukan observasi terhadap ilustrasi-
ilustrasi yang diberikan.

2. Proses Kognitif
Proses kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian tujuan-
tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum. Tingkatan proses kognitif dalam
taksonomi Bloom yakni: (1) pengetahuan; (2) pemahaman; (3) penerapan; (4) analisis;
(5) sintesis; dan (6) evaluasi. Revisi mengenai tingkatan proses kognitif dilakukan oleh
Kratwohl dan Anderson yaitu dengan merubah kata benda (dalam Taksonomi Bloom)
menjadi kata kerja (dalam taksonomi revisi). Proses kognitif dalam taksonomi Bloom
edisi revisi menjadi:
a. Mengingat (Remembering)
Saat pertama kali baiknya memberikan motivasi-motivasi terlebih dahulu kepada
peserta didik agar bisa menjadi inspirasi yang mendorong peserta didik untuk belajar.
Saat menyampaikan hendaknya pengajar mampu melakukan penekanan-penekanan,
pengodean, serta perhatian kepada materi yang disampaikannya, serta di akhir jam
pelajaran lakukan pengulangan terhadap materi yang telah diberikan. Untuk lebih
meningkatkan daya ingat peserta didik akan materi lakukan juga sebuah diskusi untuk
memberikan kesempatan kepada masing-masing peserta didik untuk mengeksplorasi
informasi dari banyak hal.

b. Memahami (Understand)
Memahami berarti mengkonstruksi sebuah konsep/pengetahuan dari berbagai sumber
seperti lisan, gambar dan tulisan kemudian menghubungkan pengetahuan baru yang
sedang mereka pelajari tersebut dengan pengetahuan yang sebelumnya telah mereka
miliki. Siswa dikatakan mampu memahami jika mereka dapat menarik makna dari suatu
pesan atau petunjuk dalam soal yang dihadapinya. Proses kognitif yang termasuk dalam
kategori memahami meliputi proses menginterpretasikan, mencontohkan,
Mengklasifikasikan, merangkum, menduga, membandingkan, menjelaskan.

c. Menerapkan (Aplication)
Dalam tahap ini pendidik menyampaikan kasus-kasus (problem) atau bisa juga dari
kasus yang berasal dari peserta didik saat bereksplorasi yang biasa disebut Study kasus.
Setelah itu pendidik harus memberikan sebuah panduan dalam menyelesaikan kasus-
kasus yang ada dengan panduan yang bersifat global. Setelah memberikan panduan
kepada peserta didik, biarkan mereka memecahkan kasus-kasus yang telah diungkapkan
sebelumnya menggunakan panduan yang telah diberikan pendidik tadi. Akhir tahap ini
pendidik harus memberikan masukan-masukan atau koreksi terhadap pemecahan kasus
yang kurang tepat atau yang lainnya. Jangan lupa berikan sebuah penutup yang baik.

d. Menganalisis (Analyze)
Menganalisis merupakan usaha memecah materi menjadi konsep/informasi kecil
kemudian menentukan bagaimana hubungan antar konsep/informasi dan hubungannya
dengan materi. Kegiatan menganalisis sebagian besar mengarahkan siswa untuk mampu
membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi
pendukung. Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif membedakan, proses
mengorganisasi, dan proses menghubungkan.

e. Mengevaluasi (Evaluate)
Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria
dan standar yang sudah ditentukan sebelumnya. Kriteria atau standar dapat ditentukan
sendiri oleh siswa maupun guru. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian
merupakan dimensi mengevaluasi. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa
dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat
oleh siswa. Jika keputusan yang diambil disadarkan pada prosedur dan standar yang jelas
maka siswa sedang melakukan evaluasi, namun jika keputusan yang diambil didasarkan
atas pengetahuan subjektif siswa maka tidak dapat digolongkan dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi meliputi mengecek dan mengkritisi. Mengecek mengarah pada pengujian sejauh
mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir
kritis yaitu dengan melihat sisi negatif dan positif dari suatu hal, kemudian melakukan
penilaian.

f. Menciptakan (Create)
Menciptakan mengarah pada proses kognitif untuk menghasilkan suatu produk baru
dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari
sebelumnya. Menciptakan meliputi menggeneralisasikan dan memproduksi.
Menggeneralisasikan merupakan kegiatan merepresentasikan permasalahan dan
penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan. Memproduksi mengarah pada
perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

C. Mengaplikasikan Penalaran Dengan Gaya Kognitif


Kaitan antara penalaran dengan berpikir, Sternberg (1999) menjelaskan bahwa
penalaran matematis membutuhkan kemampuan berpikir secara logik, berpikir praktis,
berpikir kreatif, serta berpikir analitik. Berpikir secara logik berarti berpikir menurut
suatu pola atau logika tertentu; dan proses berpikirnya bersifat analitis. Penalaran
merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan diri pada suatu analitis, dalam kerangka
berpikir yang dipergunakan untuk analitis adalah logika penalaran tersebut. Dokumen
Peraturan Dirjen Dikdasmen tentang indikator kemampuan penalaran yang harus dicapai
oleh siswa antara lain Kemampuan menyajikan pernyataan kemampuan dalam
mengajukan dugaan; Kemampuan dalam melakukan manipulasi matematika;
Kemampuan dalam menyusun bukti dan memberikan bukti terhadap kebenaran solusi;
Kemampuan dalam menarik kesimpulan dari suatu pernyataan; dan Kemampuan dalam
menemukan pola atau sifat untuk membuat generalisasi. Rancangan kegiatan dalam
pembelajaran diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam memperoleh pengetahuan dan
keahlian. Dalam proses tersebut, seringkali diasumsikan bahwa siswa memiliki gaya
kognitif yang sama. Padahal, dalam realitasnya, tidak selalu demikian.
Gaya kognitif siswa yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kemampuan siswa
dalam berpikir dan bernalar dalam menyelesaikan soal. Hal ini sesuai dengan pendapat
Coop dan Sigel (Lastiningsih, 2014 dalam Muhammad Basir volume 3 no 1 2015), gaya
kognitif mempunyai korelasi dengan perilaku intelektual dan perseptual. Intelektual
terkait dengan kemampuan seseorang dalam berpikir, sedangkan perseptual terkait
dengan kemampuan seseorang dalam memandang atau menafsirkan sesuatu. Ada
beberapa gaya dengan menggunakan gaya kognitif, yaitu :

1. Subjek bergaya Kognitif Field Independent (FI)


Tinggi Subjek bergaya kognitif FI tinggi dalam pemecahan masalah SSCS dapat
menguasai lebih dari enam indikator kemampuan penalaran matematis, subjek bergaya
kognitif Field independent tinggi cakap dalam menyajikan pernyataan matematika dalam
bentuk lisan, tulisan dan gambar pada tahap search dalam strategi SSCS sehingga dapat
mengajukan dugaan untuk melakukan manipulasi model matematika dari suatu
permasalahan sejalan dengan tahap solve. Dengan demikian subjek mampu menyusun
dan memberikan bukti terhadap kebenaran dari suatu penyelesaian yang dapat dijadikan
sebagai landasan dalam menarik simpulan dari suatu pernyataan dengan menemukan
suatu pola dalam membuat generalisasi sesuai pada tahap create, namun subjek bergaya
kognitif FI tinggi belum terbiasa untuk melakukan pemeriksaan suatu kesahihan dari
pernyataan sebagaimana pada tahap share pada pemecahan masalah SSCS.

2. Subjek bergaya Kognitif Field Independent (FI)


Rendah Subjek bergaya kognitif FI rendah dalam menyelesaikan pemecahan masalah
SSCS dapat menguasai lebih dari tiga indikator kemampuan penalaran matematis. Subjek
bergaya kognitif FI rendah pada tahap search dapat mengidentifikasi masalah matematis
dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar yang dapat dijadikan bahan pada tahap solve
dalam mengajukan dugaan sementara yang digunakan pada tahap create dalam
melakukan manipulasi matematika untuk menyusun dan memberikan bukti terhadap
kebenaran penyelesaian, namun subjek bergaya kognitif FI rendah kurang cakap dalam
menemukan suatu pola matematis untuk membuat generalisasi, sehingga mengalami
kesulitan dalam menarik simpulan dari suatu pernyataan serta belum terbiasa dalam
memeriksa kesahihan suatu argument.

3. Subjek bergaya Kognitif Field Dependent (FD)


Tinggi Subjek bergaya kognitif FD tinggi dalam menyelesaikan masalah matematis
menguasai kurang dari empat indikator kemampuan penalaran matematis. Subjek bergaya
kognitif FD tinggi cakap dalam menyajikan pernyataan matematika baik berbentuk lisan,
tulisan, maupun gambar untuk memudahkan dalam mengajukan Jurnal Pendidikan
Matematika FKIP Unissula 2015 Volume 3 Nomor 1 112 dugaan sementara pada tahap
search. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan dalam memanipulasi model
matematika pada tahap solve. Namun subjek bergaya kognitif FD tinggi kurang cakap
dalam menyusun dan memberikan bukti pada tahap create sehingga kesulitan dalam
memberikan penarikan simpulan dari pernyataa. Dengan demikian kemampuan
memeriksa kesahihan suatu argument belum dilakukan, hal ini dkarenakan belum
mampuan menemukan pola dalam membuat generalisasi.

4. Subjek bergaya Kognitif Field Dependent (FD)


Rendah Subjek bergaya kognitif FD rendah dalam menyelesaikan masalah matematis
hanya menguasai satu indikator kemampuan penalaran matematis. Subjek bergaya
kognitif FD rendah hanya cakap dalam menyajikan suatu pernyataan matematika dengan
menuliskan apa-apa saja yang diketahui dalam permasalahan yang diberikan pada tahap
search dalam strategi SSCS. Subjek lemah dalam menyusun rencana penyelesaian
mengajukan dugaan sebagaimana tahapan solve sehingga subjek kesulitan dalam
penyelesaian masalah.

D. Perkembangan Kognitif Menurut Jean Pieget


Ia menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan
dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda secara kualitatif.
Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu serta
perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu
pengetahuan. (Laura A. King:152 dalam Fatimah Ibda Volume 3 No 1 2015). Piaget
mengemukakan penjelasan struktur kognitif tentang bagaimana anak mengembangkan
konsep dunia di sekitar mereka. ( Loward s. Friedman and Miriam. W. Schustack. 2006:
59 dalam Fatimah Ibda volume 3 no 1 2015). Teori Piaget sering disebut genetic
epistimologi (epistimologi genetik) karena teori ini berusaha melacak perkembangan
kemampuan intelektual, bahwa genetic mengacu pada pertumbuhan developmental bukan
warisan biologis (keturunan). (B.R. Hergenhahn & Matthew H. Olson, 2010: 325 dalam
Fatimah Ibda volume 3 no 1 2015). Ada beberapa perkembangan yang dimukakan
olehnya yaitu :

1. Perkembangan Intelektual Struktur


Untuk sampai pada pengertian struktur, diperlukan suatu pengertian yang erat
hubungannya dengan struktur yaitu pengertian operasi. Piaget berpendapat bahwa ada
hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental dan perkembangan
berfikir logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi dan
operasi selanjutnya menuju pada perkembangan struktur. ( Ratna Wilis Dahar, 2011:34
dalam Fatimah Ibda volume 3 no 1 2015).

2. Perkembangan Intelektual Isi


Hal yang dimaksud dengan isi ialah pola perilaku anak yang khas yang tercermin
INTELEKTUALITA pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau
situasi-situasi yang dihadapinya. Anatara tahun 1920 dan 1930 perhatian Piaget dalam
penelitiannya tertuju pada isi pikiran anak, misalnya perubahan dalam kemampuan
penalaran semenjak kecil sekali hingga agak besar, konsepsi anak tentang alam
sekitarnya yaitu pohon-pohon, matahari, bulan, dan konsepsi tentang beberapa peristiwa
alam. ( Ratna Wilis Dahar, 2011:134 dalam Fatimah Ibda volume 3 no 1 2015).

3. Perkembangan Intelektual Fumgsi


Fungsi ialah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan
intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada 2 fungsi yaitu :
Organisme dan Adaptasi. ( Ratna Wilis Dahar, 2011:135 dalam Fatimah Ibda volume 3
no 1 2015). Fungsi organisme untuk mensistematikkan proses fisik atau psikologi
menjadi sistem yang teratur dan berhubungan atau berstruktur. Piaget melihat
perkembangan intelektual sebagai proses membangun model realitas dalam diri dalam
rangka memperoleh informasi mengenai cara-cara membangun gambaran batin tentang
dunia luar, sebagian besar masa kecil kita dihabiskan untuk aktif mempelajari diri kita
sendiri dan dunia luar.
Fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual ialah adaptasi. Sebagai
proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui proses yang tidak
dipisahkan, yaitu: Asimilasi ialah penyatuan (pengintegrasian) informasi, persepsi,
konsep dan pengalaman baru kedalam yang sudah ada dalam benak seseorang.
Akomodasi ialah individu mengubah dirinya agar bersesuaian dengan apa yang diterima
dari lingkungannya. Sebagai proses penyesuaian atau penyesuian atau penyusunan
kembali skema ke dalam situasi yang baru. ( Riyanto Yatim, 2009:123 dalam Fatimah
ibda volume 3 no 1 2015).

E. Metode Make A Match Dalam Teori Kognitif


Penggunaan model Make A Macth untuk meningkatkan hasil belajar materi
Pemerintahan Pusat pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Ini bertujuan
untuk mendeskripsikan pengaruh penggunaan model Make a Macth dalam meningkatkan
hasil belajar materi Pemerintahan Pusat pada pembelajaran PKn.
Menurut Woorworth, hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari proses belajar. Woorworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
aktual yang diukur secara langsung. Dari hasil pengukuran belajar inilah nanti akan
diketahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom
merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik (Wingkel, dalam Agusta 2013).
Dalam ranah kognitif hasil belajar tersusun dalam 6 tingkatan, yaitu: pengetahuan
atau ingatan, pemahaman, penerapan, sisntesis, analisis dan evaluasi. Adapun ranah
psikomotorik terdiri dari lima tingkatan, yaitu peniruan (menirukan gerak), penggunaan
(menggunakan konsep untuk melakukan gerak), ketepatan (melakukan gerak dengan
benar), perangkaian ( melakukan beberapa gerak sekaligus dengan benar), naturalisasi (
melakukan gerak secara wajar).
Sedangkan ranah afektif terdiri dari 5 tingkatan, yaitu : pengenalan ( ingin menerima,
sadar akan adanya sesuatu), merespon ( aktif berpartisipasi ), penghargaan( menerima
nilai-nilai, setia pada nilai tertentu), pengorganisasian (menghubungkan nilai-nilai yang
dipercaya), pengamalan ( menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Teknik ini dapat dgunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia
anak didik. (Anita Lee, 2010: 55 dalam Agusta 2013).

F. Belajar Kognitif Melalui Model Kartu Bilangan


Kartu bilangan adalah salah satu cara untuk membangkitkan kemauan dan
kemampuan siswa. Dengan media kartu bilangan siswa dapat menemukan suatu hasil
sehingga terjadi pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan (Herman maier,
1996:18 dalam Rakhmawati Niken Pratiwi 2013). Bermain Kartu Bilangan merupakan
salah satu bentuk pelaksanaan bermain menggunakan benda, yang dilakukan sesuai
peraturan-peraturan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Anak bermain dengan
menggunakan alat berupa kartu bilangan yang bertuliskan angka saja maupun kombinasi
benda-benda atau gambar dan 7 angka. Gambar maupun bentuk angka harus jelas dan
dapat dengan mudah dimengerti oleh anak.

G. Perkembangan Kognitif Pieget Siswa Menggunakan Tes Operasi Logis (TOL)


Untuk mewujudkan perkembangan kognitif yang baik terhadap peserta didik perlu
dilakukan kajian-kajian dan penelitian-penelitian guna memperoleh data bagaimana
mewujudkan perkembangan kognitif yang baik. Salah satu cara yang biasa digunakan
yaitu dengan mengkaji teoriteori perkembangan kognitif yang telah ada. Salah satu teori
yang sering digunakan dalam membahas teori perkembangan kognitif yaitu teori yang
dikembangkan oleh Jean Piaget seorang psikolog. Tahap perkembangan kognitif ditinjau dari
perbedaan jenis kelamin, berikut penjelasan nya :

a. Operasi Logis Pieget


Konsep Piaget mengenai berpikir logis telah diteliti secara luas dan populer
digunakan untuk pengajaran matematika dan sain disemua tingkatan. Piaget menekankan
perlu untuk memahami konsep operasi logis. Dia mendefinisikan operasi ini dalam hal
tindakan yang dapat dilakukan dalam pemikiran juga pelaksanaan sebenarnya. Operasi
ini kekal, invarian dan reversibel. Dia mengklaim bahwa pelajar perlu untuk
menggunakan operasi ini dalam rangka untuk mendapatkan struktur pengetahuan dan
transformasi [2]
Operasi logis diantaranya yaitu klasifikasi, seriasi, perkalian logis, kompensasi,
berpikir proporsional atau rasio, peluang dan berpikir korelasi yang bisa digunakan
sebagai alat kognitif dalam pemecahan masalah matematika. Setiap operasi logis
mengacu pada tahap perkembangan intelektual dan operasi logis ini dapat dicapai siswa
pada tahap operasi konkret dan operasi formal. Berdasarkan tahap perkembangan kognitif
Piaget operasi logis yang digunakan dalam operasi konkret yaitu klasifikasi, seriasi,
perkalian logis, kompensasi. Sedangkan pada operasi formal, operasi logis yang
digunakan yaitu proporsi atau rasio, probabilitas dan korelasi [2].

b. Perbedaan Jenis Kelamin


Krutetskii mengungkapkan (1) laki-laki lebih unggul dalam penalaran logis,
perempuan lebih unggul dalam ketepatan, ketelitian, kecermatan, dan keseksamaan
berpikir (2) lakilaki mempunyai kemampuan matematika dan mekanika lebih baik
daripada perempuan. Perbedaan ini tidak nyata pada tingkat Sekolah Dasar, namun pada
tingkat lebih tinggi mulai tampak [3]. (Shoenfold dalam Muhammad Badrul 2013).

H. Daftar Pustaka
Agusta. 20013. Upaya Menigkatkan Hasil Belajar Pkn Melalui Model Make A Match.
Jurnal Untan, 1(1), 4¯ 6, Dari Http://jurnal +upaya+peningkatan+hasil+belajar+kognitif+
melalui+model+pdf&oq=jurnal+upaya+peningkatan+hasil+belajar+kognitif+melalui+model

Wicaksono, Winahyu Arif. 2016. Model Berpikir Induktif:Analisis Proses Kognitif Dalam Model
Berpikir Induktif. Jurnal FKIP UNS, 1(1), 3¯ 5, Dari http//jurnal+MODEL+BERPIKIR
+INDUKTIF%AANALISIS+PROSES+KOGNITIF+DALAM+MODEL+BERPIKIR+
INDUKTIF&oq=jurnal+MODEL+ BERPIKIR+INDUKTIF%3AANALISIS+PROSES+
KOGNITIF+DALAM+MODEL+BERPIKIR+INDUKTIF

Mutammam, Muhammad Badrul. 2013. Pemetaan Perkembangan Kognitif Piaget Siswa


SMA Menggunakan Tes Operasi Logis (TOL) Piaget Ditinjau Dari Perbedaan Jenis
Kelamin. Jurnal Mahasiswa, 2(2), 2¯ 3, Dari http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id.
articel

Ibda, Fatimah. 2015. Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Jurnal UIN Ar-Raniry.
3(1), 2¯ 6, Dari http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/intel/article/download/197/178

Basir, Muhammad Abdur. 2015. Kemampuan Penalaran Siswa Dalam Pemecahan Masalah
Matemaris Ditinjau Dari Gaya Kognitif. Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula.
3(1). 108¯ 112, Dari research.unissula.ac.id/file/publikasi/.../905jurnal_edisi_3_no_1_th_
2015.pdf

Pratiwi, Rakhmawati Niken. 2013. Belajar Kognitif Melalui Model Kartu Bilangan.
Jurnal Publikasi Ilmiah, 1(1), 6¯ 7, Dari eprints.ums.ac.id/26557/11/02_File_Jurnal
_Publikasi_Ilmiah.pd

Anda mungkin juga menyukai