Oleh Kelompok 1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam makalah Perpindahan Kalor
Konveksi, penulis membahas mengenai jawaban-jawaban dari assignment dalam pemicu yang
berjudul ‘Perpindahan Kalor Konveksi’. Makalah ini disusun berdasarkan tugas pemicu kedua,
topik 1 dan topik 2 untuk kelas Perpindahan Kalor-01. Dalam pembuatan makalah ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada :
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis masih memiliki banyak kekurangan, kritik dan
saran yang membangun sangat diterima demi makalah yang lebih baik. Demikian makalah ini
penulis buat, semoga makalah ini memberikan informasi berguna yang dapat diaplikasikan untuk
kedepannya.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Gambar 4. Pola sel Benard pada lapisan fluida tertutup yang dipanaskan dari bawah. 19
Gambar 8. Daerah laminar dan turbulen lapisan batas dari aliran melintasi plat 31
Gambar 9. Variasi local friction dan heat transfer coefficient untuk plat datar 32
Gambar 10 . Efek dari surface roughness dengan drag coefficient pada bola 32
Gambar 11. Straight Tube Heat Exchanger (One pass tube side) 33
Gambar 16. Faktor koreksi untuk shell tube dan cross flow umum 37
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Perpindahan Kalor konveksi adalah perpindahan kalor dalam suatu fluida yang disertai
dengan perpindahan molekul-molekul zat perantaranya. Umumnya peristiwa perpindahan
kalor secara konveksi terjadi pada zat cair atau fluida dan gas. Faktor utama yang
mempengaruhi perpindahan kalor konveksi adalah Koefisien Konveksi suatu material, Luas
permukaan material, dan perbedaan suhu. Selain faktor faktor tersebut, terdapat faktor faktor
lain yang mempengaruhi perpindahan kalor konveksi yaitu viskositas fluida, kalor spesifik
fluida, dan densitas. Konveksi dibagi menjadi dua jenis, konveksi alamiah dan konveksi
paksa.
Konveksi alamiah adalah konveksi yang terjadi oleh pergerakan fluida yang
disebabkan oleh perbedaan densitas. Bagian fluida yang menerima kalor (dipanasi) memuai
dan densitasnya menjadi lebih kecil sehingga bergerak ke atas. Tempatnya digantikan oleh
fluida dingin yang jatuh kebawah karena densitasnya lebih besar. Pada konveksi alamiah,
peristiwa pergerakan fluida yang menyebabkan terjadinya konveksi terjadi secara alami tanpa
bantuan alat apapun dan dipengaruhi leh adanya gaya apung dan gaya body. Beberapa contoh
dari penerapan dari konveksi alamiah adalah sistem ventilasi rumah, dimana udara panas
yang berada di dalam rumah bergerak ke atas dan keluar melalui ventilasi. Tempatnya
kemudian digantikan oleh udara dingin yang masuk melalui ventilasi.
Sedangkan, konveksi paksa adalah konveksi yang terjadi oleh pergerakan fluida yang
disebabkan oleh perbedaan densitas, namun pada konveksi jenis ini bergeraknya fluida bukan
dikarenakan oleh faktor alamiah. Fluida pada konveksi paksa bergerak karena adanya alat
yang digunakan untuk menggerakkan fluida tersebut, seperti kipas, pompa, blower dan
sebagainya. Alat alat yang digunakan untuk memaksa terjadinya perpindahan kalor pada
sistem disebut alat penukar kalor (Heat Exchanger). Alat penukar kalor dapat memindahan
energi dari fluida yang panas ke fluida yang dingin. Namun alat ini dibutuhkan perawatan
yang baik dikarenakan dengan berjalannya waktu akan timbul permasalahan pada alat ini
yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu permasalahan yang dapat terjadi pada
alat penukar kalor adalah terbentuknya korosi dan pengendapan pada alat.
Dengan dibentuknya makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai
fenomena perpindahan kalor konveksi serta metode metode dalam mengatasi masalah
mengenai perpindahan kalor secara konveksi. Selain itu mahasiswa juga diharapkan dapat
memahami dan mengaplikasikan variabel variabel yang digunakan dalam memecahkan
permasalahan perpindahan kalor konveksi.
PEMICU 2 TOPIK 1
Teknologi pemrosesan bahan pangan berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan
teknologi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia yang teru meningkat yang
diakibatkan oleh semakin meningatnya jumlah penduduk di dunia. Pada saat yang sama,
luas lahan penghasil bahan pangan makin menyempit. Hal tersebut menyebabkan
dibutuhkannya teknologi-teknologi pemrosesan pangan yang ammpun meningkatkan
kualitas dan kuantitas produk makanan; salah satunya adalah teknologi pengeringan
bahan makanan. Secara umum ada 2 cara pengeringan secara tradisional dengan jumlah
penjemuran dan secara modern dengan menggunakan esin pengering. Proses pengeringan
ini merupakan salah stau contoh penerapan konveksi.
Suatu ketika, anda bersama tim kelompok ilmiah, bermaksud membuat inovasi alat
pengeringan menggunakan tenaga surya. Rancangan yang telah dibuat adalah seperti
gambar
Keterangan:
(1) Isolator terbuat dari tripleks (2) kolektor terbuat dari seng bergelombang dicat hitam
(3) celah tempat mengalirnya udara panas ke ruang pengeringan (4) kaca transparan (5)
perpindahan kalor konduksi (6) perpindahan kalor konveksi (7) radiasi surya (8) refleksi
(9) radiasi termal.
Kemudian uap air yang timbul akan terbawa keluar oleh udara yang masuk dari
bawah menuju ke atas dan keluar melalui cerobong. Ketika matahari redup, misalnya
tertutup awan atau hujan, udara di dalam kotak pengering tersebut tetap panas karena
adanya isolator, meskipun tidak sepanas ketika ada sinar matahari, ketika sinar matahari
bersinar kembali, suhu udara di dalam kotak pengering tersebut akan segera meninggi
kembali. Kolektor yang digunakan pada alat pengering ini terbuat dari bahan alumunium
(seng) yang mudah menyerap panas. Alat pengering ini dibuat atas dasar konsep sifat
radisi benda hitam. Jadi atas dasar tersebut kolektor dari bahan alumunium (seng) tersebut
dicat warna hitam dan diberi rongga-rongga yang bertujuan agar udara panas yang
dihasilkan dari radiasi matahari dapat turun ke bawah dan mengeringkan bahan yang ada
di bawahnya. Hal ini dikarenakan udara panas yang dihasilkan dari radiasi matahari
sangat tergantung oleh frekuensi cahaya dan temperatur. Besarnya energi yang diserap
oleh benda hitam dapat menggunakan persamaan empiris hukum stefan:
𝑅 = 𝑒 𝜎 𝐴 𝑇4
Keterangan:
R = emitansi radian (W/m2)
Udara panas yang dihasilkan tersebut tidak dapat keluar kotak karena kotak
pengering dibuat tertutup. Sehingga udara panas yang melalui lubang lubang pada
kolektor tadi akan turun ke bawah. Di bawah kolektor terjadi tekanan panas yang tinggi
karena ada udara yang masuk melalui lubang yang tekanannya lebih rendah. Uap air yang
dihasilkan dari proses ini yang mampu mengeringkan bahan akan keluar melalui
cerobong. Sirkuasi udara di dalam kotak dibantu dengan blower.
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk golongan ini adalah:
- Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat
- Kecepatan aliran udara pengering: Semakin cepat udara maka pengeringan akan
semakin cepat
- Kelembaban udara: Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat
- Arah aliran udara: Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan
semakin cepat kering
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk golongan ini adalah:
- Ukuran bahan: Makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat
- Kadar air: Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat.
ℎ𝑥
𝑁𝑢𝑥 =
𝑘
𝑣 μ⁄ρ 𝐶𝑝 𝜇
𝑃𝑟 = = =
𝛼 𝑘𝜌⁄𝐶𝑝 𝑘
𝑔𝛽(𝑇𝑤 − 𝑇∞ )𝑥 3
𝐺𝑟 =
𝑣2
𝑅𝑎 = 𝐺𝑟. 𝑃𝑟
𝑁𝑢𝑑
𝑆𝑡 =
𝑅𝑒𝑑 𝑃𝑟
𝐷 35
≥ 1⁄4
𝐿 𝐺𝑟
𝐿
Untuk permukaan isotermal, nilai untuk konstanta ada pada tabel 1 pada lampiran,
dengan GrfPrf > 109 untuk turbulen. Rumus-rumus yang lebih rumit diberikan oleh
Churchill dan Chu dan berlaku untuk rentang angka Rayleigh (Ra = Gr Pr) yang lebih
luas.
0.670𝑅𝑎1⁄4
𝑁𝑢 = 0.68 + 4⁄9 untuk RaL < 109
[1+(0.492⁄𝑃𝑟 )9⁄16 ]
0.387𝑅𝑎1⁄6
̅̅̅̅1/2 = 0.825 +
𝑁𝑢 8⁄27 untuk 10-1 < RaL < 1012
[1+(0.492/𝑃𝑟)9⁄16 ]
Dimana qw ialah fluks kalor dinding. Koefisien perpindahan kalor lokal untuk aliran
laminar dikorelasikan oleh rumus
ℎ𝑥
𝑁𝑢𝑥𝑓 = 𝑘𝑓
= 0.60 (𝐺𝑟𝑥∗ 𝑃𝑟𝑓 )1/5 105 < 𝐺𝑟𝑥∗ < 1011 ; qw = konstan
𝑁𝑢𝑥 = 0.17 (𝐺𝑟𝑥∗ 𝑃𝑟)1/4 2 x 1013 < 𝐺𝑟𝑥∗ 𝑃𝑟 < 1016 ; qw = konstan
Korelasi yang dihasilkan dari percobaan yang dilakukan dengan air tersebut
berlaku juga untuk udara. Akan tetapi koefisien perpindahan kalor rata-rata untuk kasus
fluks kalor tetap tidak dapat dievaluasi. Jadi, untuk daerah laminar, untuk mengevaluasi
hx,
1 𝐿
̅
ℎ = ∫ ℎ𝑥 𝑑𝑥
𝐿 0
ℎ̅ = 54ℎ𝑥=𝐿 qw = konstan
Persamaan untuk bentuk perpindahan kalor lokal dapat dikorelasikan dengan persamaan
𝐺𝑟𝑥∗ = 𝐺𝑟𝑥 𝑁𝑢𝑥 , sebagai berikut
𝑁𝑢 = 𝐶(𝐺𝑟𝑥 Pr)𝑚
Jadi, bila nilai “karakteristik” m untuk aliran laminar dan turbulen dibandingkan dengan
eksponen 𝐺𝑟𝑥∗ , didapatkan
𝑚 1
Laminar, 𝑚 = 14 : =
1+𝑚 5
𝑚 1
Turbulen, 𝑚 = 13 : =
1+𝑚 4
Perumusan Gr* itu akan mudah digunakan untuk kasus-kasus fluks kalor tetap
dan eksponen karakteristik sangat cocok dengan kerangka yang digunakan untuk korelasi
permukaan isothermal.
1 3 1/4
ℎ𝑥 = (𝑥 ) = 𝑥 −1/4
𝑥
Dalam daerah turbulen m = 1/3, didapatkan
Jadi, dalam hal konveksi bebas turbulen, koefisien perpindahan kalor lokal hamper tidak
berubah dengan x.
Churhill dan Chu menunjukkan bahwa Persamaan [7] dapat diubah agar berlaku
untuk kasus fluks kalor tetap jika angka Nusselt rata-rata didasarkan atas fluks kalor
dinding dan beda suhu pada pusat plat (x = L/2). Hasilnya adalah
̅̅̅̅) dan ∆𝑇
̅̅̅̅𝐿 = 𝑞𝑤 𝐿/(𝑘∆𝑇
dimana 𝑁𝑢 ̅̅̅̅ = 𝑇𝑤 pada L/2 - T∞
0.589𝑅𝑎𝑑 1⁄4
𝑁𝑢 = 2 +
[1 + (0,469/𝑃𝑟)9⁄16 ]4⁄9
untuk 𝑅𝑎𝑑 < 1011 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑟 < 0,5.
c. Permukaan miring
Orientasi kemiringan plat apakah permukaannya menghadap atas atau ke bawah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bilangan nusselt . Untuk membuat
perbedaan ini Fuji dan Imura memberikan tanda sudut θ sebagai berikut:
a. Sudut θ adalah negatif jika permukaan panas menghadap keatas.
b. Sudut θ adalah positif jika permukaan panas menghadap kebawah.
Menurut Fuji dan Imura, untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap
kebawah pada jangkauan
𝜃 < 88° ∶ 105 < 𝐺𝑟𝑒 𝑃𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑠𝜃 < 1011
bentuk korelasinya adalah
̅̅̅̅
𝑁𝑢𝑒 = 0,56(𝐺𝑟𝑒 𝑃𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑠𝜃)1⁄4
Untuk plat dengan kemiringan kecil dan permukaan panas menghadap kebawah
dengan jangkauan
𝜃 Grc
-15 5 x 109
-30 2 x 109
-60 108
-75 106
Untuk silinder miring, perpindahan kalor laminar pada kondisi fluks tetap dihitung dengan
persamaan berikut :
1 1 1,75
𝑁𝑢𝐿 = [0,6 − 0,488(𝑠𝑖𝑛𝜃)1,03 ](𝐺𝑟𝐿 𝑃𝑟𝑐𝑜𝑠𝜃)4+12(𝑠𝑖𝑛𝜃)
untuk jangkauan
𝐺𝑟𝐿 𝑃𝑟 < 2 𝑥 108
d. Ruang tertutup
1⁄4 0,012
𝐿 −0,3
Nu𝛿 = 0,42(Gr𝛿 Pr) 𝑃𝑟 ( )
𝛿
untuk jangkauan
𝑞𝑤 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
104 < Gr𝛿 𝑃𝑟 < 107
1 < 𝑃𝑟 < 20.000
10 < 𝐿⁄𝛿 < 40
dan
Nu𝛿 = 0,46(Gr𝛿 Pr)1⁄3
untuk jangkauan
𝑞𝑤 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
106 < Gr𝛿 𝑃𝑟 < 109
1 < 𝑃𝑟 < 20
1 < 𝐿⁄𝛿 < 40
2) Plat Horizontal
Gambar 4. Pola sel Benard pada lapisan fluida tertutup yang dipanaskan dari
bawah.
(Sumber :. J.P. Holman.Heat Transfer (2010))
𝑣 = 0.7117𝑥10−6 𝑚2 /𝑠
𝜇 = 0.000707 𝑃𝑎. 𝑠
𝑊
𝑘 = 0.6246 𝐾
𝑚
𝑘𝐽 𝐽
𝐶𝑝 = 4.178 𝑘 = 4.178𝑥103 𝐾
𝑘𝑔 𝑘𝑔
𝑅𝑎 = 3.2016𝑥1010
5 cm
𝑅𝑎 = 8.644𝑥1011
2. Udara atmosfer mengalir di antara 2 plat vertikal parallel berjarak 2,5 cm. Plat-
plat tersebut berukuran 1,8 m dan lebar 1,2 m, dengan temperatur masing-masing
50oC dan 4oC. bagaimana anda mengestimasi besarnya laju kalor yang melintasi
celah tersebut? Apa yang terjadi jika jarak antara 2 plat tersebut diubah (menjadi
menjauh atau mendekat)?
[Pembahasan]:
Diketahui:
A = 2.16 m2
L = 1.8 m
d = 2.5 cm
T1 = 50°C
T2 = 4°C
P = 1 atm
Asumsi:
1. Permukaan plat isotermal
2. Fluida di antara plat adalah udara
Sifat udara dievaluasi pada suhu rata-rata antara kedua plat sehingga didapatkan:
50℃ + 4℃
𝑇𝑓 = = 27℃ = 300𝐾
2
Berdasarkan Tabel A-5 pada buku Holman, J,P didapatkan sifat-sifat udara pada Tf =
300 K
2
𝑣 = 15.69 × 10−6 𝑚 ⁄𝑠 𝛽 = 3.33 × 10−3 𝐾 −1
𝑘 = 0.02624 𝑊⁄𝑚℃ Pr = 0.708
Apabila jarak antara 2 plat dirubah, misalnya dibuat menjauh maka laju
perpindahan kalornya akan semakin kecil. Sedangkan jika jarak antar 2 plat
semakin mendekat, maka laju perpindahan kalornya akan jadi semakin besar. Hal
ini dikarenakan jarak antara dua plat vertikal berbanding terbalik dengan nilai laju
perpindahan kalornya konveksinya.
PEMICU 2 TOPIK 2
2.3 Tugas A (Studi kasus)
1. Dapatkah anda menjelaskan mekanisme perpindahan panas yang terjadi di dalam
suatu alat penukar kalor?
[Pembahasan]:
Alat penukar kalor atau heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk
memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan bisa
berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas
dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air
pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan
panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena
adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun
keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas dipakai dalam
industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam,
refrigerasi, pembangkit listrik.
Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida
yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah
dan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak
berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.
Dalam penerapan double-pipe heat exchanger, salah satu fluida mengalir di dalam
tabung yang lebih kecil, sedang fluida yang satu lagi mengalir di dalam ruang annulus di
antara kedua tabung. Perpindahan kalor menyeluruh jaringan termal adalah
𝑇𝐴 − 𝑇𝐵
𝑞=
1 ln(𝑟𝑜 ⁄𝑟𝑖 ) 1
+ +
ℎ𝑖 𝐴𝑖 2𝜋𝑘𝐿 ℎ𝑜 𝐴𝑜
(1)
dimana i dan o menunjukkan diameter-dalam dan diameter-luar tabung-dalam yang lebih
kecil.
2. Optimasi apa yang dapat dilakukan agar alat penukar kalor bekerja lebih efektif
dan efisien?
[Pembahasan]:
Pada peralatan penukar kalor, efisiensi atau efektivitas perpindahan panas di
dalam heat exchanger didefinisikan sebagai perbandingan antara laju perpindahan panas
yang aktual atau sebenarnya terjadi di dalam heat exchanger dengan laju perpindahan
panas maksimum yang mungkin secara termodinamika berlangsung di dalam alat
tersebut. Optimalisasi heat exchanger dapat dilakukan dengan:
Memilih material heat exchanger dengan material yang memiliki nilai
konduktivitas tinggi.
Meningkatkan kecepatan fluida alir akan meningkatkan Reynold Number
sehungga Nusselt Number juga semakir meningkat.
Membersihkan heat exchanger dari fouling (pengotor) secara rutin. Adanya
zat pengotor yang terbawa oleh aliran fluida akan menempel pada luas
permukaan kontak antara fluida dengan padatan sehingga zat pengotor
tersebut akan menjadi tahanan bagi perpindahan panas konduksi.
3. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan turunnya kinerja dari alat penukar
kalor?
[Pembahasan]:
1) Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan
Apabila nilai ini makin besar, maka kalor yang berpindah juga semakin besar.
2) Nilai Tahanan
Nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan akan makin besar jika nilai tahanan
konduksi pada material tube makin kecil.
3) Luas bidang yang tegak lurus terhadap arah perpindahan panas dan selisih temperatur
rata-rata logaritmik (T LMTD) juga mempengaruhi kinerja heat exchanger. Karena
luas perpindahan panas tidak konstan, sehingga dalam praktek dipilih luas
perpindahan panas berdasarkan luas dinding bagian luar.
4) Fouling factor atau tahanan pengotoran atau Rf
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor heat exchanger
mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat dalam sistem atau
permukaannya mungkin mengalami korosi akibat interaksi anatara fluida dengan
bahan yang digunakan dalam konstruksi. Lapisan tersebut memberikan tahanan
tambahan terhadap aliran kalor, dan hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan
kerja heat exchanger
4. Pilihlah satu topik aplikasi sederhana dari alat penukar kalor untuk suatu proses
industri kimia dan jelaskanlak mekanisme prosesnya beserta komponen-komponen
peralatan peralatan yang terlibat di dalamnya.
[Pembahasan]:
2/3
𝜇𝑤 0,14
𝑆𝑡𝑏 (𝑃𝑟𝑓 ) ( ) = 0,023(𝑅𝑒𝑑 )−0,2
𝜇𝑏
Atau
𝜇 0,14
𝑁𝑢𝑑 = 0,027𝑅𝑒𝑑0,8 𝑃𝑟 1/3 ( )
𝜇𝑤
Untuk pipa 10 < L/D < 400, digunakan persamaan:
𝐷 0,055
𝑁𝑢𝑑 = 0,036𝑅𝑒𝑑0,8 𝑃𝑟 1/3 ( )
𝐿
d. Persamaan untuk aliran turbulen dalam tabung licin yang lebih teliti, tetapi lebih
rumit:
(𝑓/8)𝑅𝑒𝑑 𝑃𝑟 𝜇𝑏 𝑛
𝑁𝑢𝑑 = ( )
1,07 + 12,7(𝑓/8)1/2 (𝑃𝑟 2/3 − 1) 𝜇𝑤
Dimana n = 0,11 untuk Tw > Tb, n = 0,25 untuk Tw < Tb dan n = 0 untuk fluks kalor
tetap dan untuk gas. Semua sifat ditentukan pada Tf = (Tw + Tb)/2, kecuali untuk 𝜇𝑏
dan 𝜇𝑤 . Faktor gesek (friction factor) diperoleh dari Gambar 5:
e. Korelasi empiris di atas, kecuali persamaan (26), berlaku untuk tabung licin.
Korelasi untuk tabung-tabung kasar lebih tepat jika menggunakan analogi Reynolds
antara gesekan fluida dan perpindahan kalor. Dengan angka Stanton:
𝑓
𝑆𝑡𝑏 𝑃𝑟𝑓 2/3 = 8
Koefisien gesek (friction coefficient) didefinisikan oleh:
𝐿 𝑢𝑚 2
∆𝑝 = 𝑓 𝜌
𝑑 2𝑔𝑐
Dimana 𝑢𝑚 adalah kecepatan aliran rata-rata. Nilai koefisien gesek untuk berbagai
kondisi kekasaran permukaan diberikan oleh Gambar 1.
Plat datar
Aliran parallel yang melewati plat datar dari panjang L pada arah aliran, seperti gambar
dibawah. Dengan koordinat sumbu x yang diukur sepanjang permukaan pelat dari ujung
arah aliran. Fluida mendekati pelat pada sumbu x dengan kecepatan upstream yang
seragam dan suhu 𝑇∞ . Aliran kecepatan pada boundary layer awalnya berupa laminar dan
Gambar 8. Daerah laminar dan turbulen lapisan batas dari aliran melintasi plat
Sumber: Cengel, Yunus, 2006. Heat Transfer 2nd Edition. USA: Mc Graw-Hill
𝜌𝑉𝑥 𝑉𝑥
𝑅𝑒𝑥 = =
𝜇 𝑣
Untuk aliran yang melewati plat datar, transisi dari aliran laminar menuju turbulen biasanya
terjadi pada nilai kritis Reynolds number yaitu
𝜌𝑉𝑥
𝑅𝑒𝑥 = = 5 𝑥 105
𝜇
Untuk rata-rata koefisien friksi pada seluruh plat datar didapatkan dari mensubstitusi relasi:
1 𝐿
𝐶𝐷 = ∫ 𝐶 , 𝑑𝑥
𝐿 0 𝐷𝑥
Menjadi:
1.328
Laminar 𝐶𝑓 = 1 untuk ReL < 5 x 105
𝑅𝑒𝐿2
0.074
Turbulent 𝐶𝑓 = 1 untuk 5 x 105 ≤ ReL ≤ 107
𝑅𝑒𝐿5
Dari persamaan di atas digabung menjadi rata-rata koefisien friksi pada seluruh plat:
0.074 1742
𝐶𝑓 = 1 − untuk 5 x 105 ≤ ReL ≤ 107
𝑅𝑒𝐿
𝑅𝑒5𝐿
Dan untuk heat transfer coefficient pada plat datar dinotasikan dengan Nusselt number
pada lokasi x untuk aliran laminar yang melewati plat datar:
1
3
ℎ𝑥 𝑥
Laminar Nux = 𝑘
= 0.332𝑅𝑒𝑥0.5 Pr Pr > 0.6
Gambar 9. Variasi local friction dan heat transfer coefficient untuk plat datar
Sumber: Cengel, Yunus, 2006. Heat Transfer 2nd Edition. USA: Mc Graw-Hill
Bola
Gambar 10. Efek dari surface roughness dengan drag coefficient pada bola
Sumber: Blevins, Ref. 1
𝑛 1
𝑏𝑒𝑙 𝑢∞𝑑 3
=𝐶 ( ) Pr
𝑘𝑓 𝑣𝑓
Persamaan diatas digunakan untuk mendapatkan kolerasi empiris untuk gas, dan konstanta.
Untuk korelasi empiris untuk Nusselt number rata-rata konveksi paksa pada sirkular dan
non sirkular silinder pada aliran silang (dari Zukauskas, Ref. 14, dan Jakob, Ref. 6)
2. Dapatkah Anda menjelskan tentang metode analisis LMTD pada alat penukar
kalor?
[Pembahasan]:
Di sepanjang heat exchanger, terjadi perbedaan suhu panas dan dingin pada fluida
sehingga dibutuhkan mean temperature difference (∆𝑇𝑀 ). Log mean temperature
difference (LMTD), merupakan bentuk yang sesuai dari perbedaan suhu rata-rata untuk
digunakan dalam analisis heat exchanger. Di sini ∆T1 dan ∆T2 mewakili perbedaan suhu
antara dua fluida pada dua ujung (inlet dan outlet) dari heat exchanger. Dengan
perhitungan LMTD yang dilakukkan, kita dapat mengetahui keperluan desain khusus
untuk suatu heat exchanger.
Gambar 11. Straight Tube Heat Exchanger (One pass tube side)
Sumber : (Bengston, 2010)
Dimana
∆𝑇1 − ∆𝑇2
∆𝑇𝑀 = ∆𝑇1 (2)
ln( )
∆𝑇2
Apabila Heat Exchanger dalam bentuk Counter-flow, maka nilai dari LMTD akan selalu
lebih besar dibandingkan parallel flow. Oleh karenanya, luas permukaan yang dibutuhkan
Heat Exchanger juga lebih kecil untuk mendapatkan besarnya perpindahan kalor yang
sama.
Relasi LMTD yang dikembangkan sebelumnya terbatas pada aliran paralel dan counter-
flow penukar panas saja. Hubungan serupa juga dikembangkan untuk cross-flow dan
multipass shell-and-tube heat exchanger, tetapi ekspresi yang dihasilkan terlalu rumit
𝑄 = 𝑈 𝐴𝑠 𝐹∆𝑇𝑀 (5)
dimana F adalah faktor koreksi yang bergantung pada geometri heat exchanger serta
suhu masuk dan keluar dari aliran fluida panas dan dingin. Faktor koreksi bernilai kurang
dari takhingga untuk cross-flow dan multipass shelland-tube heat exchanger. Yaitu, F≤1.
Nilai pembatas dari F =1 sesuai dengan penukar panas counter-flow. Dengan demikian,
faktor koreksi F untuk penukar panas adalah ukuran penyimpangan dari ∆TM dari nilai-
nilai yang sesuai untuk kasus counter-flow.
Faktor koreksi dapat dilihat pada grafik yang ada dengan perbandingan dua rasio suhu
dalam bentuk P dan R
𝑡 −𝑡 𝑇1 −𝑇2 (𝑚̇𝐶𝑝 )
𝑃 = 𝑇2 −𝑡1 𝑑𝑎𝑛 𝑅= = (𝑚̇𝐶 𝑡𝑢𝑏𝑒 𝑠𝑖𝑑𝑒
(6)
1 1 𝑡2 −𝑡1 𝑝 )𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 𝑠𝑖𝑑𝑒
4. Apa yang anda ketahui tentang fouling factor dan bagaimana pengaruhnya
terhadap kinerja alat penukar kalor?
[Pembahasan]:
Fouling factor yaitu suatu koefisien yang menyatakan penambahan tahanan panas
pada alat penukar kalor akibat interaksi antara fluida dengan dinding pipa pada alat
penukar kalor yang mengakibatkan terbentunya endapan atau kerak pada bagian dalam
pipa dan bisa juga interaksi tersebut mengakibatkan korosi pada dinding pipa, sehingga
akan menghambat laju perpindahan kalor karena adanya tahanan tersebut dan
meningkatkan hambatan aliran fluida. Akumulasi fuling factor pada permukaan alat
penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi
perpindahan panas.
Jika fouling factor memiliki nilai sedemikian besar, maka alat penukar kalor
tersebut dapat disimpulkan sudah tidak baik kinerjanya. Faktor pengotoran harus
didapatkan dari percobaan, yaitu dengan menentukan U (koefisien perpindahan kalor
menyeluruh) untuk kondisi bersih dan kondisi kotor pada alat penukar kalor itu.
Sehingga, faktor pengotoran didefinisikan sebagai berikut:
1 1
𝑅𝑓 = − ……
𝑈𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑈𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Makalah Perpindahan Kalor Konveksi_Kelompok 1 Page 38
Nilai faktor pengotoran untuk berbagai fluida ditunjukkan pada Tabel 1 berikut:
𝑄𝑐 = −𝑄ℎ … … (1)
𝑥 = 153,03𝑜 𝐶
∆𝑇𝑀 = 145,37
𝑄 = 𝑈 𝑥 𝐴𝑠 𝑥 ∆𝑇𝑀 … … (4)
𝑨𝒔 = 𝟎, 𝟓𝟑𝟑𝟕 𝒎𝟐
b. Bagaimana anda menentukan nilai efektivitas dari alat penukar kalor tersebut?
Diketahui :
Heat Exchanger aliran parallel pipa ganda
Cpminyak = 1,88 Kj/kgoC
𝑇ℎ 𝑖𝑛 = 205℃
𝑇𝑐 𝑖𝑛 = 16℃
𝑇𝑐 𝑜𝑢𝑡 = 44℃
𝑚̇𝑐 = 225 kg/jam
𝑚̇ℎ = 270 kg/jam
U = 340W/m2.oC
2. Sebuah alat penukar kalor aliran silang dengan kedua fluida tak-campur,
digunakan untuk memanaskan 0.1 lb/detik air dari suhu 50 menjadi 180 oF. fluida
pemanas yang digunakan adalah gas buang panas bersuhu 430 oF yang akan
mengalami penurunan suhu menjadi 220oF.
a. Hitunglah luar area pertukaran panas yang dibutuhkan jika diketahui U o = 20
Btu/jam.ft2.oF.
b. Jika nilai U0 mengalami penurunan akibat fouling menjadi 14,7 Btu/jam.ft2.°F,
perkirakan suhu keluar air pada kondisi tersebut.
[Pembahasan]:
a. Diketahui:
𝑚̇ = 0.1 𝑙𝑏⁄s = 0.45359 kg⁄s
𝑇ℎ1 = 180℉ = 82.22℃
Asumsi:
1. Double Pipe Heat Exchanger
2. Pada alat penukar kalor, air mengalir pada tube sedangkan gas buangan mengalir
pada shell sehingga cw=1.9 kJ/kgoC
3. Basis = 1 s
Karena semua temperatur fluida sudah diketahui, nilai LMTD bisa dihitung
menggunakan persamaan berikut:
(221.11 − 104.44) − (82.2 − 10)
∆𝑇𝑚 = = 92.6℃
ln[(221.11 − 104.44)⁄(82.2 − 10)]
Maka karena 𝑞 = 𝑈𝑜 𝐴∆𝑇𝑚
62200
𝐴= = 5.91 m2
(113.56)(92.6)
b. Jika nilai U0 mengalami penurunan akibat fouling menjadi 14,7 Btu/jam.ft2.°F,
perkirakan suhu keluar air pada kondisi tersebut.
Dari soal (2a) didapat nilai luas penampang. Untuk mencari suhu keluar air dapat
dicari dengan mencari hubungan transfer panas.
Maka saat terdapat fouling factor, suhu dari keluaran air turun menjadi 77,2°C
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
1. Konveksi adalah proses perpindahan kalor, di mana kalor mengalir dari objek yang
bersuhu tinggi ke objek yang bersuhu rendah dengan media perambat yang bergerak.
2. Koefisien perpindahan kalor konveksi (ℎ) dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari
suhu fluida (T∞), suhu permukaan sistem (Tw), geometri benda (𝐿𝑐 ), dan jenis fluida (μ,
𝐶𝑝 , 𝜌).
3. Perpindahan kalor secara konveksi dibagi menjadi konveksi alami dan konveksi paksa.
a. Konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat adanya perbedaan temperatur
yang menyebabkan perubahan densitas fluida sehingga menimbulkan aliran
fluida. Salah satu aplikasi konveksi alami adalah sistem ventilasi pada rumah.
Sistem ventilasi memanfaatkan perbedaan temperatur udara di dalam dan diluar
rumah sehingga terjadi aliran pertukaran udara didalam dan diluar rumah.
b. Konveksi paksa adalah konveksi yang terjadi dengan memberikan gaya pada
aliran fluida. Salah satu aplikasi konveksi paksa adalah heat exchanger atau alat
penukar kalor. Heat exchanger berfungsi untuk memindahan kalor dari suatu
fluida ke fluida lain yang berbeda temperaturnya dengan mengalirkan kedua
fluida kedalam heat exchanger.
4. Dalam perhitungan perpindahan kalor konveksi, kita perlu mencari nilai koefisien
perpindahan kalor konveksi (ℎ) yang didapat melalui bilangan tidak berdimensi.
Bilangan tidak berdimensi di antaranya adalah bilangan Reynolds, Prandtl, Grasshof,
Rayleigh, Nusselt, Graetz, dan Stanton.
5. Metode analisis pada heat exchanger dibagi menjadi dua, yaitu LMTD (log mean
temperature difference) dan NTU-efektivitas.
Bergman, T. L., Lavine, A. S., Incropera, F. P. & DeWitt, D. P., 2011. Introduction to
Heat Transfer. 6th penyunt. s.l.:Wiley.
Çengel, Y. A., 2004. Heat Transfer: A Practical Approach. 2nd penyunt. New York:
McGraw Hill.
Soekardi, C., 2015. Analisis Pengaruh Efektivitas Perpindahan Panas dan Tahanan
Termal Terhadap Rancangan Termal Alat Penukar Kalor Shell & Tube. SINERGI,
19(1), pp. 19-24.
Bengston, H. (2010, January 28). Heat Exchanger Flow Patterns. Retrieved from Bright
Hub Engineering: https://www.brighthubengineering.com/hvac/62410-heat-
exchanger-flow-patterns/#imgn_2
Erlina, D. M., & Tazi, I. (2009). Uji Model Alat Pengering Tipe Rak Dengan Kolektor
Surya. Jurnal Neutrino, 1-14.
Wahjudi, D., 2000. Optimasi Kinerja Heat Exchanger Tabung Kosentris. JURNAL
TEKNIK MESIN, 2(2), pp. 79-85.
Incropera, F. P., Dewitt, D. P., Bergman, T. L., and Lavine, A. S. (2013) Principles of
Heat and Mass Transfer, Seventh Edition, New York: John Wiley and Sons, Inc.
Anonim 2016, Shell and Tube Heat Exchanger, Coursehero, dilihat 8 April
2018, <https://www.coursehero.com >
K, Dinesh 2016, ‘A Review on Processing of Crude Oil and its Production of Hydrocarbon
Intermediate’, Department of Pharmaceutical Analysis and Quality Assurance, CMR
College of Pharmacy, Medchal, Telangana, India, volume: 11( 6)