Anda di halaman 1dari 13

Lex Crimen Vol. II/No.

2/Apr-Jun/2013

FUNGSI DAN MANFAAT SAKSI AHLI


MEMBERIKAN KETERANGAN DALAM B. Perumusan Masalah
PROSES PERKARA PIDANA1 1. Bagaimana sistem pembuktian menurut
Oleh: Prisco Jeheskiel Umboh2 Hukum Acara Pidana?
2. Apa Fungsi dan manfaat saksi ahli
ABSTRAK dalam proses persidangan perkara
Pentingnya alat bukti keterangan ahli pidana?
sangatlah diperlukan pada setiap proses
perkara pidana di pengadilan yang C. Metode Penelitian
membutuhkan keterangan atau penjelasan Dalam mengumpulkan data maka
dari ahli tentang suatu perkara yang tidak penulis mempergunakan Metode penelitian
dapat dibuat sendiri oleh hakim atau Kepustakaan (Library Research) yakni suatu
penyidik yang karena pada hakekatnya metode yang digunakan dengan jalan
keterangan itu akan membuat terang suatu mempelajari buku literatur, perundang –
perkara pidana guna kepentingan undangan, dan bahan – bahan tertulis
pemeriksaan berdasarkan keahliannya yang lainnya yang berhubungan dengan materi
oleh karenanya dapat memungkinkan pembahasan yang digunakan untuk
dibuatnya suatu putusan. Tetapi jika terjadi mendukung proses pembahasan ini. Dalam
kesalahan dalam menilai pembuktian maka penelitian ini juga dilakukan Metode yuridis
akan mengakibatkan kesalahan dalam normatif yaitu penelitian hukum yang
pemberian keputusan. dilakukan berdasarkan norma dan kaidah
Kata kunci: saksi ahli dari peraturan perundangan. 3

PENDAHULUAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Masalah A. Perihal Pembuktian dan Hukum
Hukum pembuktian merupakan Pembuktian Dalam Hukum Acara
salah satu bidang hukum yang cukup tua Pidana
umurnya. Hai ini Karena manusia dan Apabila dilihat dari hukum pembuktian
masyarakat, seprimitif apa pun dia, pada yang kita anut sekarang/sistem pembuktian
hakikatnya memiliki rasa keadilan, di mana dapat diberi batasan sebagai suatu
rasa keadilan tersebut akan tersentuh jika kebulatan atau keseluruhan dari berbagai
ada putusan hakim yang menghukum orang ketentuan perihal kegiatan pembuktian
yang tidak bersalah, atau membebaskan yang saling berhubungan satu dengan yang
orang yang bersalah, ataupun lain yang tidak terpisahkan dan menjadi
memenangkan orang yang tidak berhak suatu kesatuan yang utuh. Adapun isinya
dalam suatu persengketaan. Agar tidak sistem pembuktian terutama tentang alat-
sampai diputuskan secara keliru seperti itu, alat bukti apa yang boleh digunakan untuk
dalam suatu proses peradilan diperlukan membuktikan, cara bagaimana alat bukti itu
pembuktian-pembuktian. Demikanlah boleh dipergunakan, dan nilai kekuatan dari
dalam sejarah hukum berkembanglah satu alat-alat bukti tersebut serta
set hukum dan kaidah di bidang standar/kriteria yang menjadi ukuran
pembuktian dari sistem pembuktian yang dalam mengambil kesimpulan tentang
irasional dan sederhana ke arah sistem terbuktinya sesuatu (objek) yang
yang lebih rasional dan rumit. dibuktikan.
1
Artikel skripsi.
2 3
NIM: 090711113. Mahasiswa Fakultras Hukum H. Zainuddin Ali, 2009. Metode Penelitian Hukum,
Universitas Sam Ratulangi, Manado. Sinar Grafika, Jakarta, halaman. 30

112
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

Sebagaimana yang dipahami selama ini, usaha membuktikan kesalahan terdakwa


bahwa sistem pembuktian adalah untuk menjatuhkan pidana. Lebih tegas
merupakan ketentuan tentang bagaimana karena ditentukan batas minimum
cara dalam membuktikan dan sandaran pembuktian, yakni harus menggunakan
dalam menarik kesimpulan tentang setidak-tidaknya dua alat bukti yang sah
terbuktinya apa yang dibuktikan. dari yang disebutkan dalam UU. Sedangkan
Pengertian sistem pembuktian yang dalam Pasal 294-ayat (2) HIR syarat setidak-
mengandung isi yang demikian, dapat pula tidaknya dengan (dua) alat bukti
disebut dengan teori atau ajaran sebagaimana dalam Pasal 183 KUHAP tidak
pembuktian. Ada beberapa sistem disebutkan secara tegas. Hal ini
pembuktian yang telah dikenal dalam menandakan bahwa sistem pembuktian
doktrin hukum acara pidana, ialah: negatif dalam KUHAP lebih baik dan lebih
1. Sistem keyakinan belaka. menjamin kepastian hukum.
2. Sistem keyakinan dengan alasan logis. Walaupun Pasal 294 ayat (1) HIR tidak
3. Sistem melulu berdasarkan undang- secara tegas menentukan minimal dua alat
undang. bukti yang harus dipergunakan hakim, jiwa
4. Sistem menurut UU secara terbatas.4 dari ketentuan tidak dapat
Hukum pembuktian dalam hukum acara dipergunakannya satu alat bukti juga
pidana kita sejak berlakunya het Herziene tercermin dari Pasal 308 HIR, bahwa
Indonesisch Reglement (HIR) dahulu dan pengakuan terdakwa saja tanpa adanya
kini KUHAP adalah menganut sistem ini fakta-fakta lain pendukungnya dalam
secara konsekuen. Pasal 294 ayat (1) HIR sidang, tidak cukup untuk dijadikan bukti.
merumuskan bahwa: Fakta-fakta pendukung yang diperoleh
“tidak seorangpun boleh dikenakan dalam sidang tentu saja diperoleh dari alat
hukuman, selain jika hakim mendapat bukti selain pengakuan.
keyakinan dengan alat bukti yang sah, Dalam sistem menurut undang-undang
bahwa benar telah terjadi perbuatan yang secara terbatas atau disebut juga dengan
boleh dihukum dan bahwa orang yang sistem undang-undang secara negatif
dituduh itulah yang salah tentang sebagai intinya, yang dirumuskan dalam
perbuatan itu”.5 Pasal 183, dapatlah disimpulkan pokok-
Intinya, sistem pembuktian dalam Pasal pokoknya, ialah:
294 HIR itu diadopsi dengan a. Tujuan akhir pembuktian untuk
penyempurnaan kedalam Pasal 183 KUHAP memutus perkara pidana, yang jika
yang rumusannya ialah: “Hakim tidak boleh memenuhi syarat pembuktian dapat
menjatuhkan pidana kepada seorang menjatuhkan pidana;
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya b. Standar/syarat tentang hasil
dua alat bukti yang sah ia memperoleh pembuktian untuk menjatuhkan pidana.
keyakinan bahwa suatu tindak pidana Keyakinan hakim masuk ruang lingkup
benar-benar terjadi dan bahwa kegiatan pembuktian dapat diterima
terdakwalah yang bersalah melakukannya”. apabila kegiatan pembuktian tidak
Rumusan Pasal 183 KUHAP dapat dinilai dipikirkan dan dipandang semata-mata
lebih sempurna, karena telah menentukan sebagai sesuatu pekerjaan untuk
batas yang lebih tegas bagi hakim dalam membuktikan saja, tetapi untuk
membuktikan dalam usaha mencapai
4
Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana tujuan akhir penyelesaian perkara pidana
Korupsi, Almuni, Bandung, 2006, hal. 24-25 yakni menarik amar putusan oleh hakim.
5
R. Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita,
Artinya, menarik keyakinan adalah bagian
Jakarta, 2000, hal. 237

113
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

dari proses untuk mengambil kesimpulan Mengenai macam alat bukti yang sah
tentang terbukti ataukah tidaknya tindak dan boleh dipergunakan untuk
pidana yang didakwakan JPU. Dilanjutkan membuktikan yang telah ditentukan dalam
menarik kesimpulan tentang keyakinan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, ialah:
terdakwa ataukah bukan terdakwa yang 1. keterangan saksi;
melakukannya, dan kemudian menarik 2. keterangan ahli;
kesimpulan tentang keyakinan tentang 3. surat;
terdakwa bersalah ataukah tidak dalam hal 4. petunjuk;
itu. Toh menurut sistem pembuktian 5. keterangan terdakwa;6
menurut UU secara negatif (negatif yang Jika dibandingkan dengan alat-alat bukti
terbatas) ini hakim tidak boleh menyatakan dalam Pasal 295 HIR, maka alat-alat bukti
sesuatu terbukti apabila tidak disertai dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP ada
keyakinan tentang terbukti objek apa yang perbedaan. Perbedaan itu ialah :
dibuktikan itu in casu tiga tingkat keyakinan - Alat bukti pengakuan menurut HIR,
tadi. Artinya, atas fakta-fakta hukum dari yang dalam KUHAP diperluas menjadi
minimal dua alat bukti dalam persidangan keterangan terdakwa. Pengertian
tidak boleh menarik kesimpulan sebagai keterangan terdakwa lebih luas dari
terbukti, bila penarikan kesimpulan itu sekadar pengakuan.
tidak melalui penilaian subyektif hakim - Dalam KUHAP ditambahkan, alat bukti
terlebih dulu yang namanya keyakinan baru yang dulu dalam HIR bukan
tersebut. merupakan alat bukti, yakni keterangan
Oleh karena itu, mengenai hal keyakinan ahli.
hakim dalam sistem pembuktian yang kita Dikaji dari perspektif sistem peradilan
anut sebagaimana bunyi Pasal 183 ayat (1) pidana pada umumnya dan hukum acara
janganlah dipikir dan dipandang semata- pidana (formeelstrafrecht/strafprocesrecht)
mata sebagai kegiatan membuktikan pada khususnya maka aspek “pembuktian”
sesuatu belaka, sebab jika dipandang memegang peranan menentukan untuk
demikian, maka keyakinan boleh jadi menyatakan kesalahan seseorang sehingga
dianggap bukan lagi masuk dalam ruang dijatuhkan pidana oleh hakim. Apabila
lingkup pembuktian, tetapi masuk pada dilihat dari visi letaknya dalam kerangka
ruang lingkup pemidanaan khususnya yuridis, aspek “pembuktian” terbilang unik
sebagai syarat-syarat untuk menjatuhkan karena dapat diklasifikasikan, baik dalam
pidana. kelompok hukum acara pidana/hukum
Mengenai jenis-jenis alat bukti yang pidana formal maupun hukum pidana
boleh dipergunakan dan kekuatan materiil. Apabila dikaji lebih mendalam
pembuktian serta cara bagaimana mengapa ada polarisasi pemikiran aspek
dipergunakannya alat-alat bukti tersebut “pembuktian” dikategorisasikan ke dalam
untuk membuktikan di sidang pengadilan, hukum pidana materiil oleh karena
adalah hal paling pokok dalam hukum dipengaruhi oleh adanya pendekatan dari
pembuktian dengan cistern negatif. hukum perdata di mana aspek
Ketiga hal pokok itu telah tertuang “pembuktian” ini masuk dalam kategorisasi
dalam pasal-pasal dalam bagian keempat hukum perdata materiil dan hukum perdata
KUHAP. Mengenai macam-macam alat formal (hukum acara perdata). Akan tetapi,
bukti dimuat dalam Pasal 184. Sedangkan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8
mengenai cara mempergunakan alat-alat Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
bukti dan kekuatan pembuktian alat-alat
bukti dimuat dalam Pasal 185 -189 KUHAP. 6
Op.cit halaman 268

114
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

Hukum Acara Pidana (KUHAP), aspek yang terjadi dan guna menemukan
“pembuktian” tampak diatur dalam tersangkanya. Oleh karena itu, dengan
ketentuan hukum pidana formal. tolok ukur ketentuan Pasal 1 angka 2 dan
Jika dikaji secara umum, “pembuktian” angka 5 KUHAP maka untuk dapat
berasal dari kata “bukti” yang berarti suatu dilakukannya tindakan penyidikan,
hal (peristiwa dan sebagainya) yang cukup penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal pengadilan maka bermula dilakukan
(peristiwa tersebut). Pembuktian adalah penyelidikan dan penyidikan sehingga sejak
perbuatan membuktikan. Membuktikan tahap awal diperlukan adanya pembuktian
sama dengan memberi (memperlihatkan) dan alat-alat bukti. Konkretnya,
bukti, melakukan sesuatu sebagai “pembuktian” berawal dari penyelidikan
kebenaran, melaksanakan, menandakan, dan berakhir sampai adanya penjatuhan
menyaksikan, dan meyakinkan. Adapun jika pidana (vonis) oleh hakim di depan sidang
dikaji dari makna leksikon, “pembuktian” pengadilan, baik di tingkat pengadilan
adalah suatu proses, cara, perbuatan negeri maupun. pengadilan tinggi jika
membuktikan, usaha menunjukkan benar perkara tersebut dilakukan upaya hukum
atau salahnya si terdakwa dalam sidang banding (apel/revisi).
pengadilan. Sedangkan jika dikaji dari Proses “pembuktian” hakikatnya
perspektif yuridis, menurut M. Yahya memang lebih dominan pada sidang
Harahap, “pembuktian” adalah ketentuan- pengadilan guna menemukan kebenaran
ketentuan yang berisi penggarisan dan materiil akan peristiwa yang terjadi dan
pedoman tentang cara-cara yang memberi keyakinan kepada hakim tentang
dibenarkan undang-undang membuktikan kejadian tersebut sehingga hakim dapat
kesalahan yang didakwakan kepada memberikan putusan seadil mungkin. Pada
terdakwa. Pembuktian juga merupakan proses pembuktian ini maka adanya
ketentuan yang mengatur alat-alat bukti korelasi dan interaksi mengenai yang akan
yang dibenarkan undang-undang dan diterapkan hakim dalam menemukan
mengatur mengenai alat bukti yang boleh kebenaran materiil melalui tahap
digunakan hakim guna membuktikan pembuktian, alat-alat bukti, dan proses
kesalahan terdakwa. Pengadilan tidak boleh pembuktian terhadap aspek-aspek sebagai
se-suka hati dan semena-mena berikut:
membuktikan kesalahan terdakwa.7 1. Perbuatan-perbuatan manakah
Pada dasarnya, aspek “pembuktian” ini yang dapat dianggap terbukti.
sebenarnya sudah dimulai pada tahap 2. Apakah telah terbukti bahwa
penyelidikan perkara pidana. Dalam tahap terdakwa bersalah atas
penyelidikan, tindakan penyelidik untuk perbuatan-perbuatan yang
mencari dan menemukan sesuatu peristiwa didakwakan kepadanya.
yang diduga sebagai tindak pidana guna 3. Delik apakah yang dilakukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, sehubungan dengan perbuatan-
maka di sini sudah ada tahapan perbuatan itu.
pembuktian/Begitu pula halnya dengan 4. Pidana apakah yang harus
penyidikan, ditentukan adanya tindakan dijatuhkan kepada terdakwa.8
penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti dan dengan bukti
tersebut membuat terang tindak pidana
8
Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan
Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi, Mandar
7
Ibid, hal. 252 Maju, Bandung, 2001, hal. 99

115
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

Hakikat dan dimensi mengenai persidangan dan akhirnya menyatakan


“pembuktian” ini selain berorientasi pada kesalahan atau ketidaksalahan terdakwa
pengadilan juga dapat berguna dan tersebut dalam vonisnya. Baik penuntut
penting, baik bagi kehidupan sehari-hari umum maupun terdakwa atau penasihat
maupun kepentingan lembaga penelitian di hukum melakukan kegiatan pembuktian
mana kekhususan peran-an pembuktian juga. Hanya saja perspektif penuntut umum
untuk pengadilan mempunyai ciri-ciri membuktikan keterlibatan dan kesalahan
sebagai berikut: terdakwa dalam melakukan suatu tindak
1. Berkaitan dengan kenyataan pidana, tetapi dari perspektif terdakwa
mempunyai arti di bidang hukum atau penasihat hukum berbanding terbalik
pidana, antara lain, apakah kelakuan dengan yang dilakukan oleh jaksa penuntut
dan hal ihwal yang terjadi itu umum. Pada dasarnya, apabila dianalisis,
memenuhi kualifikasi perbuatan pidana mengapa perbedaan penafsiran dan sudut
atau tidak. pandang tersebut dapat terjadi, padahal
2. Berkaitan dengan kenyataan yang kasus dan fakta yang dihadapi sama? Aspek
dapat menjadi perkara pidana antara ini bergantung pada sikap, titik tolak, dan
lain, apakah korban yang dibahayakan pandangan para pihak dalam perkara
dan apakah keadaan itu diperbuat oleh pidana, yaitu:
manusia atau bukan alam. 1. Pandangan terdakwa/penasihat hukum
3. Diselenggarakan melalui peraturan terdakwa sebagai pandangan subjektif
hukum acara pidana antara lain, dan posisi yang subjektif;
ditentukan yang berwenang 2. Pandangan jaksa penuntut umum
memeriksa fakta harus dilakukan oleh adalah pandangan subjektif dari posisi
polisi, jaksa, hakim, dan petugas lain yang objektif; dan
menurut tata cara yang diatur dalam 3. Pandangan hakim dinyatakan sebagai
undang-undang.9 pandangan objektif dari sisi objektif
pula.
Terhadap korelasi yang diuraikan dalam Dengan tolok ukur sebagaimana
konteks di atas maka kegiatan pembuktian disebutkan diatas, walaupun agak berlaian
merupakan interaksi antara pemeriksaan dengan pandangan diatas, maka menurut
yang dilakukan oleh Majelis hakim dalam Achmad Soemoedipraja,
menangani perkara tersebut dengan “Apa yang mengikat penuntut
dibantu oleh seorang panitera pengganti, umum, penasehat hukum dan
kemudian adanya jaksa penuntut umum hakim adalah orientasi mereka
yang melakukan penuntutan dan adanya secara bersamaan terhadap hukum,
terdakwa beserta penasihat hukumnya. apa yang memisahkan mereka
Ketiga komponen tersebut saling adalah penuntut hukum bertindak
berinteraksi dalam melakukan pembuktian, demi kepentingan umum,
hanya saja segmen dan derajat pembuktian penasehat hukum demi kepentingan
yang dilakukan sedikit ada perbedaan, Pada subyektif dari terdakwa dan hakim
majelis hakim melalui kegiatan memeriksa dalam konflik ini harus sampai pada
perkara melakukan kegiatan pembuktian pengambilan keputusan yang
dengan memeriksa fakta dan sekaligus konkret”10
menilai fakta-fakta yang terungkap dalam
10
Achmad Soemoedipradja, Pokok-pokok Hukum
9
Bambang Poernomo, Pokok-pokok Hukum Acara Acara Pidana di Indonesia, Alumni, Bandung, 1984,
Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1993, hal. 39 hal. 41

116
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

Pada sidang pengadilan merupakan sidang pengadilan oleh JPU dan PH


aspek esensial dan fundamental (a decharge) atau atas kebijakan
pembuktian dilakukan, baik dilakukan oleh majelis hakim. Proses pembuktian
jaksa penuntut umum, terdakwa dan atau bagian pertama ini akan berakhir
bersama penasihat hukumnya, maupun pada saat ketua majelis menyatakan
oleh majelis hakim. Walaupun tahap awal (diucapkan secara lisan) dalam
“pembuktian” ini bersama-sama dilakukan, sidang bahwa pemeriksaan perkara
proses akhir “pembuktian” berakhirnya selesai (Pasal 182 ayat (1) huruf a).
tidaklah sama. Proses awal “pembuktian” di Dimaksudkan selesai menurut pasal
depan sidang pengadilan dimulai dengan ini tiada lain adalah selesai
pemeriksaan saksi korban (Pasal 160 ayat pemeriksaan untuk mengungkapkan
(1) huruf b KUHAP). Akan tetapi, bagi jaksa atau mendapatkan fakta-fakta dari
penuntut umum proses akhir pembuktian alat-alat bukti dan barang bukti yang
berakhir dengan diajukan tuntutan pidana diajukan dalam sidang (termasuk
(requestior) yang dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan setempat). Bagian
replik atau rereplik. Kemudian, bagi Pembuktian Kedua ialah bagian
terdakwa dan atau penasihat hukumnya pembuktian yang berupa
akan berakhir dengan dibacakan penganalisisan fakta-fakta yang
pembelaan (pleidoi), yang dapat didapat dalam persidangan dan
dilanjutkan dengan acara duplik atau re- penganalisisan hukum masing-
duplik Sedangkan bagi majelis hakim masing oleh tiga pihak tadi. Oleh
berakhirnya proses pembuktian ini dengan JPU pembuktian dalam arti kedua ini
pembacaan putusan (vonis), baik di dilakukannya dalam surat
pengadilan negeri maupun pengadilan tuntutannya (requistoir. Bagi PH
tinggi jika perkara tersebut dilakukan upaya pembuktiannya pembuktiannya
hukum banding. Namun, sebenarnya dilakukan dalam nota pembelaan
pembuktian tersebut pada hakikatnya (pledoi), dan majelis hakim akan
mempunyai dua dimensi sebagai suatu dibahasnya dalam putusan akhir
proses pidana yang dilakukan, mulai tahap (vonis) yang dibuatnya”.11
penyelidikan sebagai awalnya dan
penjatuhan pidana (vonis) oleh hakim se- Polarisasi kegiatan “pembuktian” apabila
bagai tahap akhirnya. ditarik benang merahnya secara lebih luas,
Adami Chazawi, menyatakan bahwa : akan bermuara pada dimensi “hukum
“Dan pemahaman tentang arti pembuktian” didalamnya. Jika dikaji dari
pembuktian di sidang pengadilan perspektif hukum acara pidana, hukum
sebagaimana yang diterangkan di pembuktian ada lahir, tumbuh, dan
atas, maka sesungguhnya kegiatan berkembang dalam rangka untuk menarik
pembuktian dapat dibedakan suatu konklusi bagi hakim di depan sidang
menjadi dua bagian, yaitu: pengadilan untuk menyatakan terdakwa
1. Bagian kegiatan pengungkapan terbukti ataukah tidak melakukan suatu
fakta tindak pidana yang didakwakan oleh
2. Bagian pekerjaan penganalisian penuntut umum dalam surat dakwaannya,
fakta yang sekaligus dan akhirnya dituangkan hakim dalam
penganalisian hukum. rangka menjatuhkan pidana kepada
Bagian pembuktian yang pertama
adalah kegiatan pemeriksaan alat- 11
Drs. Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak
alat bukti yang diajukan di muka
Pidana Korupsi, Alumni, Bandung, 2006, hal. 21-22

117
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

terdakwa. Penjatuhan pidana oleh hakim ketentuan ini maka “hukum pembuktian”
melalui dimensi hukum pembuktian, secara dalam sidang pengadilan dilakukan secara
umum berorientasi pada ketentuan Pasal aktif oleh jaksa penuntut umum untuk
183 KUHAP yang menentukan bahwa: menyatakan kesalahan dari terdakwa
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepada seseorang, kecuali apabila dengan dalam surat dakwaan dan sebaliknya
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah terdakwa atau penasihat hukumnya akan
ia memperoleh keyakinan bahwa suatu berusaha untuk menyatakan dan
tindak pidana benar-benar terjadi dan membuktikan bahwa terdakwa tidak
bahwa terdakwalah yang bersalah terbukti bersalah melakukan tindak pidana
melakukannya”. yang didakwakan oleh jaksa penuntut
Dalam kepustakaan ilmu hukum, umum. Kemudian, apabila dijabarkan
ketentuan normatif Pasal 183 KUHAP secara lebih khusus mengenai “hukum
tersebut merupakan asas “pembuktian pembuktian yang bersifat umum”, dalam
undang-undang secara negatif” atau lazim KUHAP berorientasi pada dimensi-dimensi
dipergunakan dengan terminologi asas sebagai berikut:
“negatief wettelijk bewijs theorie”. Akan - Mengenai apa yang dapat dijadikan
tetapi, asas “negatief wettelijk bewijs sebagai alat bukti yang sah menurut
theorie” ini berbanding terbalik jika hukum berupa keterangan saksi,
dilakukan oleh terdakwa yang keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
dikategorisasikan terhadap perkara-perkara keterangan terdakwa. Keterangan saksi
tertentu (certain cases), seperti tindak yang sah adalah yang dinyatakan di
pidana korupsi khususnya terhadap delik sidang pengadilan dan keterangan
“gratification” (pemberian) yang berkaitan seorang saksi tidak cukup membuktikan
dengan “bribery” (penyuapan) bahwa terdakwa bersalah melakukan
sebagaimana ketentuan Pasal 12B ayat (1) perbuatan yang didakwakan (asas unus
huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun testis nullus testis). Akan tetapi,
1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun keterangan beberapa saksi yang berdiri
2001, yaitu dalam melakukan asas sendiri-sendiri tentang kejadian atau
pembuktian terbalik (omkering van bet keadaan dapat digunakan sebagai suatu
bewijslasi/reversal burden of proof) yang alat bukti yang sah apabila keterangan
murni sifatnya di mana ketentuan Pasal 183 saksi itu ada hubungannya satu dengan
KUHAP dipergunakan adanya minimal dua yang lain sedemikian rupa sehingga
alat bukti untuk membuktikan tentang dapat membenarkan adanya suatu
keyakinan tidak terjadinya tindak pidana kejadian atau keadaan tertentu dan
dan ketidakbersalahan dari terdakwa. berikutnya petunjuk diperoleh dari
Apabila ditarik konklusi mendasar, keterangan saksi, surat, dan keterangan
hakikatnya “hukum pembuktian” dapat terdakwa.
dikategorisasikan ke dalam “hukum - Adanya asas “pembuktian undang-
pembuktian” yang bersifat umum/ undang secara negatif” atau lazim
konvensional dan khusus. Dimensi dari dipergunakan dengan terminologi asas
hukum pembuktian yang bersifat “negatief wettelijk bewijs theorie”
umum/konvensional, termaktub dalam untuk menyatakan bahwa seseorang
ketentuan dari hukum acara pidana bersalah melakukan suatu tindak
sebagaimana diintrodusir dalam Undang- pidana, yaitu dengan sekurang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab kurangnya dua alat bukti yang sah ia
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pada memperoleh keyakinan bahwa suatu

118
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

tindak pidana benar-benar terjadi dan Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
bahwa terdakwalah yang bersalah Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
melakukannya. sedangkan terminologi dari “kecuali
- Mengenai nilai atau kekuatan alat-alat ditentukan lain dalam undang-undang ini”
bukti dalam melakukan pembuktian menunjukkan adanya kekhususan dalam
serta bagaimana cara menilainya, yaitu hukum acara dalam Undang-Undang
dengan cara sungguh-sungguh Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang
memerhatikan persesuaian antara Nomor 20 Tahun 2001, seperti tentang
keterangan saksi satu dan yang lain, adanya pembuktian terbalik (Omkering van
persesuaian dengan alat bukti lain, het Bewijslast/Reversal Burden of Proof)
alasan yang mungkin dipergunakan oleh dan tentang ketentuan alat bukti petunjuk
saksi untuk memberi keterangan sesuai Pasal 26A Undang-Undang Nomor 31
tertentu, cara hidup dan kesusilaan Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20
saksi, serta segala sesuatu yang pada Tahun 2001 yang diperluas jangkauan
umumnya dapat memengaruhi dapat pembuktian tidak hanya digali dari
tidaknya keterangan itu dipercaya, keterangan saksi, surat, atau keterangan
kemudian cara melakukan pembuktian, terdakwa sebagaimana ketentuan Pasal 188
dan sebagainya. ayat (2) KUHAP, tetapi dapat digali dari alat
Kemudian, terhadap ‘hukum bukti lain yang berupa informasi yang
pembuktian yang bersifat khusus’ maka diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan
dasarnya bukan semata-mata pada secara elektronik dengan alat optik atau
ketentuan hukum acara pidana se- yang serupa dengan itu; dan dokumen,
bagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP. yakni setiap rekaman data atau informasi
Tegasnya, ketentuan ‘hukum pembuktian yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
yang bersifat khusus’ terdapat dan ada didengar yang dapat dikeluarkan dengan
pada ketentuan tindak pidana khusus di atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
luar dari tindak pidana umum sebagaimana tertuang dalam kertas, benda fisik apa pun
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum selain kertas, maupun yang terekam secara
Pidana (KUHP), oleh karena dalam tindak elektronik yang berupa tulisan, suara,
pidana khusus tersebut diatur mengenai gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
ketentuan hukum pidana formal, dan tanda, angka, atau perforasi yang memiliki
hukum pidana materiil secara sekaligus. makna dan, sebagainya.
Misalnya, aspek ini dapat dideskripsikan
dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang B. Fungsi dan Manfaat Saksi Ahli Dalam
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Proses Persidangan Perkara Pidana
Nomor 20 Tahun 2001 ditentukan bahwa: Dalam praktik alat bukti ini disebut alat
“Penyidikan, penuntutan dan bukti saksi ahli. Tentu saja pemakaian
pemeriksaan di sidang pengadilan dalam istilah saksi ahli tidak benar. Karena
perkara tindak pidana korupsi, dilakukan perkataan saksi mengandung pengertian
berdasarkan hukum acara pidana yang yang berbeda dengan ahli atau keterangan
berlaku, kecuali ditentukan lain dalam ahli. Bahwa isi keterangan yang
undang-undang ini.” disampaikan saksi adalah segala sesuatu
Dari redaksional terminologi di atas, yang dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
“dilakukan berdasarkan hukum acara alami sendiri (Pasal 1 angka 26). Pada
pidana yang berlaku” maka adanya keterangan saksi haruslah diberikan alasan
ketentuan hukum pidana formal dari sebab pengetahuannya itu (Pasal 1
sebagaimana diintrodusir dalam Undang- angka 27). Sedangkan seorang ahli

119
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

memberikan keterangan bukan mengenai 2. bahwa yang diterangkan mengenai


segala hal yang dilihat, didengar dan keahliannya itu adalah berhubungan
dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal erat dengan perkara pidana yang
yang menjadi atau dibidang keahliannya sedang diperiksa.
yang ada hubungannya dengan perkara Karena merupakan syarat, maka apabila
yang sedang diperiksa. Keterangan ahli ada keterangan seorang ahli yang tidak
tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab memenuhi salah satu syarat atau kedua
keahliannya atau pengetahuannya syarat, maka keterangan ahli itu tidaklah
sebagaimana pada keterangan saksi. Apa berharga dan harus diabaikan. Kekuatan
yang diterangkan saksi adalah hal mengenai alat bukti keterangan ahli secara khusus
kenyataan atau fakta. Akan tetapi, yang adalah terletak pada syarat-syarat umum
diterangkan ahli adalah suatu penghargaan pembuktian dari alat-alat bukti lain
dari kenyataan dan atau kesimpulan atas terutama keterangan saksi (Pasal 179 ayat
penghargaan itu berdasarkan keahlian 2). Syarat umum dari kekuatan alat bukti
seorang ahli. termasuk keterangan saksi, yaitu:
Disamping itu, ada perbedaan lain - Harus didukung atau bersesuaian
apabila keterangan saksi diberikan pada dengan fakta-fakta yang didapat dari
tingkat penyidikan maka sebelum alat bukti lain. Sesuai dengan ketentuan
memberikan keterangan dimuka penyidik Pasal 183 jo Pasal 185 ayat (2), maka
ahli harus mengucapkan sumpah atau janji satu-satunya alat bukti keterangan ahli
terlebih dahulu (Pasal 120). Akan tetapi, tidaklah dapat digunakan sebagai dasar
seorang saksi yang didengar keteranganya untuk membentuk keyakinan hakim.
di tingkat penyidikan tidak wajib untuk Kekuatan bukti keterangan ahli
mengucapkan sumpah atau janji terlebih bukanlah sebagai tambahan bukti
dulu Saksi yang memberikan keterangan di seperti saksi yang tidak disumpah
tingkat penyidikan dapat bersumpah atau sebagaimana saksi keluarga menurut
berjanji apabila ada keadaan khusus Pasal 185 ayat 7 atau saksi anak dan
sebagai alasan yang dapat diterima saksi yang sakit ingatan (Pasal 171).
penyidik bahwa ia tidak dapat hadir di - Keterangan ahli harus diatas sumpah
sidang pengadilan. (Pasal 116) sama dengan alat bukti keterangan
saksi (Pasal 160 ayat 4 jo 179 ayat 2).
a. Syarat-syarat Keterangan Ahli Keterangan ahli yang diberikan di muka
Keterangan ahli adalah keterangan yang sidang tetap wajib disumpah, walaupun
diberikan seorang yang memiliki keahlian seorang ahli telah disumpah ketika ahli
khusus tentang hal yang diperlukan untuk akan memberikan keterangan di tingkat
membuat terang suatu perkara pidana penyidikan berdasarkan Pasal 120 ayat
guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 (2). Hal ini wajar karena menurut Pasal
angka 28). Apa isi yang harus diterangkan 185 keterangan ahli ialah apa yang
oleh ahli, serta syarat apa yang harus seorang ahli nyatakan di sidang
dipenuhi agar keterangan ahli mempunyai pengadilan. Oleh karena itu, sumpah di
nilai tidaklah diatur dalam KUHAP, tetapi tingkat penyidikan adalah ditujukan
dapat dipikirkan bahwa berdasarkan Pasal 1 hanya untuk meletakkan kebenaran
angka 28 KUHAP, secara, khusus ada 2 keterangan ahli yang diberikan di
syarat dari keterangan seorang ahli, ialah: tingkat penyidikan saja.
1. bahwa apa yang diterangkan haruslah Walaupun HIR juga telah mengenal
mengenai segala sesuatu yang masuk keterangan ahli, fungsi dan cara
dalam ruang lingkup kehaliannya. penggunaannya tidak sama dengan

120
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

keterangan ahli menurut KUHAP. Dari sudut sifat isi keterangan yang
Peningkatan fungsi dan kedudukan diberikan ahli, maka ahli dapat dibedakan
keterangan ahli menjadi alat bukti dapat antara:
diterima, mengingat perkembangan ilmu 1. ahli yang menerangkan tentang hasil
pengetahuan dan teknologi sekarang pemeriksaan sesuatu yang telah
sangat pesat yang tidak mungkin hakim dilakukannya berdasarkan keahlian
dapat menguasai semua bidang ilmu dan khusus untuk itu. Misalnya, seorang
teknologi tersebut, sehingga wajar apabila dokter ahli forensik yang memberikan
sekarang hakim percaya dengan keterangan keterangan ahli di sidang pengadilan
ahli. tentang penyebab kematian setelah
Tidak seperti keterangan saksi, dokter tersebut melakukan bedah
keterangan ahli dibedakan menjadi 2 (dua) mayat (otopsi). Atau seorang akuntan
macam, ialah (1) keterangan ahli secara memberikan keterangan di sidang
lisan di muka sidang, dan (2) keterangan pengadilan tentang hasil audit yang
ahli secara tertulis diluar sidang. dilakukannya atas keuangan suatu
Keterangan ahli tertulis ini dituangkan instansi pemerintah.
dalam suatu surat yang menjadi alat bukti 2. ahli yang menerangkan semata-mata
surat, seperti apa yang disebut visum et tentang keahlian khusus mengenai
repertum (VER) yang diberikan pada tingkat sesuatu hal yang berhubungan erat
penyidikan atas permintaan penyidik (Pasal dengan perkara pidana yang sedang
187 huruf c). diperiksa tanpa melakukan pemeriksaan
terlebih dulu. Misalnya, ahli dibidang
b. Siapakah yang Disebut Ahli? perakit bom yang menerangkan di
Siapakah atau syarat apakah yang harus dalam sidang pengadilan tentang cara
dimiliki oleh seseorang sehingga ia menjadi merakit bom. Bahkan, dalam praktik,
seorang ahli. Pasal 1 angka 28 sekadar seorang ahli hukum bidang
menyebut orang yang memiliki keahlian keahlian/kosentrasi khusus acapkali
khusus, tetapi apa kriterianya tidak digunakan dan mereka juga disebut
dijelaskan. seorang ahli.
Memang, ada beberapa pasal yang Seorang ahli tidak selalu ditentukan oleh
dalam rumusannya menyebut kualifikasi adanya pendidikan formal khusus untuk
keahlian khusus, seperti: ahli yang bidang keahliannya seperti ahli kedokteran
mempunyai keahlian tentang surat dan forensik, tetapi pada pengalaman dan atau
tulisan palsu (Pasal 132); ahli kedokteran bidang pekerjaan tertentu yang ditekuninya
kehakiman atau dokter (Pasal 133 ayat 1, selama waktu yang panjang, yang menurut
Pasal 179 ayat 1), tetapi penyebutan itu akal sangat wajar menjadi ahli dalam
bukanlah mengandung syarat-syarat bidang khusus tersebut. Misalnya, keahlian
seorang ahli, melainkan menyebut bidang- dibidang kunci, pertukangan dll. Hakimlah
bidang keahlian tertentu. Sudah barang yang menentukan seorang itu sebagai ahli
tentu masih banyak bidang keahlian, atau bukan melalui pertimbangan
Bahkan, tidak terbatas banyaknya keahlian hukumnya.
diluar bidang-bidang keahlian yang telah Dalam praktik acapkali JPU atau
disebut dalam pasal-pasal tersebut.12 penasehat hukum menghadapkan orang
yang disebutnya sebagai ahli ke sidang
pengadilan. Tidak jarang pula terjadi
perdebatan antara jaksa dengan penasihat
12 hukum tentang status orang yang
Ibid, hal. 66

121
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

dihadapan itu. Dalam menghadapi baru oleh yang berkepentingan (pasal 180
perdebatan mengenai ahli dan bukan ahli KUHAP). Misalnya menurut keterangan ahli
hakimlah yang pada akhirnya yang (deskundige verk/amjg) yang diajukan oleh
menentukan orang itu ahli atau bukan ahli. penuntut umum sebagai alat bukti
Berdasarkan Pasal 160 ayat (1c) diterangkan bahwa tulisan dan
sewajarnya hakim memeriksa saja orang tandatangan yang tercantum dalam alat
yang dihadapkan itu, nanti bukti surat adalah benar tulisan dan
dipertimbangkan dalam putusan apakah tandatangan terdakwa, akan tetapi
seseorang itu ahli atau bukan. Sewajarnya terdakwa. dan penasihat hukum
tidak melulu melihat ijazah atau pendidikan menyatakan keberatan terhadap
formal. Pada kenyataannya, pendidikan keterangan ahli tersebut. Dalam hal yang
formal atau gelar pendidikan formal tidak demikian apabila menurut pertimbangan
selamanya cukup untuk dapat digunakan hakim ketua sidang keberatan yang
sebagai ukuran tentang keilmuan atau diajukan oleh terdakwa dan atau penasihat
keahlian yang dimiliki seseorang, melainkan hukum tersebut cukup beralasan maka
harus ditambah bahwa bidang pendidikan hakim ketua sidang dapat memerintahkan
formalnya tadi kemudian telah ditekuninya kepada penuntut umum untuk mengajukan
sebagai bidang pekerjaannya dalam waktu keterangan ahli dengan bahan baru sebagai
yang panjang. Kadang itu pun tidak cukup. perbandingan dengan keterangan ahli yang
Oleh karena itu, sebaiknya hakim tidak sudah diajukan dimuka sidang. Sedangkan
semata-mata mendasarkan pertimbangan bahan baru tersebut dapat
pada gelar atau pendidikan formal untuk diajukan/diperoleh dari pihak yang
menetapkan seorang ahli, melainkan hakim berkepentingan, yaitu dan saksi korban,
perlu meneliti apakah kompetensi orang itu dan penuntut umum atau dari terdakwa
pada kenyataannya diakui oleh masyarakat dan atau penasihat hukum. Hal tersebut
secara luas ataukah tidak. Atau setidaknya dimaksudkan untuk menemukan kebenaran
mendapat penunjukan dari lembaga resmi yang sesungguhnya atau kebenaran
yang sah yang berhubungan dengan bidang materiil.
keahlian orang itu, misalnya dari instansi Dalam hal masih timbul keberatan yang
yang bersangkutan. dinilai mempunyai dasar alasan yang cukup
Setiap orang yang diminta pendapatnya dari terdakwa dan atau penasihat hukum
sebagai ahli kedokteran kehakiman atau terhadap hasil keterangan ahli
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan sebagaimana diterangkan diatas (pasal 180
keterangan ahli demi keadilan. Semua ayat (1) KUHAP), hakim ketua sidang dapat
ketentuan tersebut diatas untuk saksi memerintahkan agar mengenai hal itu
berlaku juga bagi mereka yang memberikan dilakukan penelitian ulang. Disamping itu
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa hakim karena jabatannya juga dapat
mereka mengucapkan sumpah atau janji memerintahkan untuk dilakukan penelitian
akan memberikan keterangan yang sebaik- ulang sebagaimana dimaksud dalam pasal
baiknya dan yang sebenarnya menurut 180 ayat (2) KUHAP. Dan penelitian ulang
pengetahuan dalam bidang keahliannya tersebut dilakukan oleh instansi semula
(pasal 179 KUHAP). dengan komposisi personil (para ahlinya)
Dalam hal diperlukan untuk berbeda dan ditambah personil instansi lain
menjernihkan duduknya persoalan yang yang mempunyai wewenang untuk itu.
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua Menurut hemat penulis penelitian ulang
sidang dapat meminta keterangan ahli dan yang dimaksud dalam pasal 180 ayat (4)
dapat pula meminta agar diajukan bahan KUHAP ini adalah penelitian ulang yang

122
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

dilakukan oleh instansi semula misalnya membela atau demi mengguntungkan


oleh “Laboratorium Forensik POLRI” namun tersangka atau terdakwa.
dengan komposisi personil (para ahlinya) - Dan dapat juga berfungsi untuk
yang berbeda dan ditambah atau bersama- menambahkan keyakinan hakim dalam
sama dengan para ahli dari instansi lain memberikan suatu putusan atau
(misalnya laboratorium dari Departemen keputusan didalam persidangan.
Kesehatan/Universitas tertentu) yang
mempunyai wewenang yang sama dengan PENUTUP
Laboratorium Forensik POLRI. A. Kesimpulan
1. Berdasarkan kepustakaan, kita
c. Fungsi dan manfaat keterangan ahli mengenal 4 (empat) jenis sistem/teori
diberikan pada persidangan pembuktian, yakni:
Pada asasnya secara substansial a. Sistem pembuktian berdasar
mengenai keterangan ahli atau dalam undang-undang secara positif .
rumpun hukum Belanda sesuai Pasal 339 b. Sistem pembuktian berdasar
Sv. disebut verklaringen van een keyakinan hakim.
deskundige maka pada KUHAP tersebar c. Sistem pembuktian berdasar
dalam beberapa pasal, yakni Pasal 1 angka keyakinan hakim dengan alasan
28, Pasal 120, Pasal 133, Pasal 160 ayat (4), yang logis.
Pasal 161, Pasal 179, Pasal 180, Pasal 184 d. Sistem pembuktian berdasar
ayat (1) huruf b, Pasal 186, dan Pasal 187 undang-undang secara negatif.
huruf c KUHAP. Pada hakikatnya Dari pemahaman tentang arti
keterangan ahli itu adalah keterangan yang pembuktian di sidang pengadilan
diberikan oleh seorang yang memiliki sebagaimana yang diterangkan diatas,
keahlian khusus tentang hal yang maka sesungguhnya kegiatan
diperlukan untuk membuat terang suatu pembuktian dapat dibedakan menjadi 2
perkara pidana guna kepentingan bagian, yaitu:
pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 KUHAP). a. Bagian kegiatan pengungakapan
Beranjak dari itulah maka menurut fakta; dan
penulis fungsi dan atau manfaat keterangan b. Bagian pekerjaan penganalisisan
seorang ahli dalam memberikan keterangan fakta yang sekaligus penganalisisan
dalam proses peradilan perkara pidana hukum;
yaitu: Bagian pembuktian yang pertama,
- Sebagai suatu bukti keterangan dalam adalah kegiatan pemeriksaan alat-alat
menjernihkan duduk persoalan yang bukti yang diajukan dimuka sidang
timbul dalam suatu sidang pengadilan oleh JPU dan PH (a
dipengadilan. decharge) atau atas kebijakan majelis
- Sebagai suatu alat yang berguna untuk hakim. Proses pembuktian bagian
memberikan keterangan secara jelas pertama ini akan berakhir pada saat
mengenai suatu perkara pidana yang ketua majelis menyatakan (diucapkan
terjadi dengan menggunakan secara lisan) dalam sidang bahwa
keahliannya atau pun dengan pemeriksaan perkara selesai (Pasal 182
berdasarkan apa yang ia pahami atau ayat 1 huruf a). Dimaksudkan selesai
tau mengenai suatu perkara pidana. menurut pasal ini tiada lain adalah
- Sebagai suatu bukti dengan selesai pemeriksaan untuk mengungkap
menggunakan keahlinnya untuk atau mendapatkan fakta-fakta dari alat-
memberikan keterangan demi alat bukti dan barang bukti yang

123
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

diajukan dalam sidang (termasuk A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam


pemeriksaan setempat). Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta,
2. Pentingnya alat bukti ahli sangatlah 1986.
diperlukan pada setiap proses perkara Achmad Soemoedipradja, Pokok-pokok
pidana di pengadilan, yang pada Hukum Acara Pidana di Indonesia,
hakekatnya akan membuat terang Alumni, Bandung, 1984.
suatu perkara pidana guna kepentingan Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak
pemeriksaan berdasarkan keahliannya Pidana Korupsi, Almuni, Bandung, 2006.
yang memungkinkan dibuatnya suatu Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana,
putusan. Peran pembuktian juga Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
sangatlah penting dalam suatu proses H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,
perkara pidana di pengadilan, bila salah Sinar Grafika, Jakarta
dalam menilai pembuktian maka akan Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan
mengakibatkan kesalahan dalam Pembuktian Terbalik Dalam Delik
pemberian keputusan. Mengenai Korupsi, Mandar Maju, Bandung, 2001.
perbedaan antara keterangan saksi Mohammad Taufik Makarao, SH MH dan
dengan keterangan ahli, yaitu Drs. Subasril, SH MH, Hukum Acara
keterangan seorang saksi mengenai apa Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
yang dialami saksi itu sendiri sedangkan Mr. S.M. Amin, Hukum Acara Pengadilan
keterangan seorang ahli ialah mengenai Negeri, Penerbit : Pradnja Paramita,
suatu penilaian mengenai hal-hal yang Cetakan kedua, Jakarta, 19
sudah nyata ada dan pengambilan Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian, PT.
kesimpulan mengenai hal-hal itu. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum
B. Saran Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
1. Tujuan hukum acara pidana tiada lain Bandung, 1997.
adalah untuk menemukan kebenaran Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, Hukum
materil. Untuk mewujudkan tujuan Acara Pidana di Indoensia, Sumur
tersebut, diharapkan agar aparat Bandung, Cetakan kedelapan, 1974.
penegak hukum (polisi, jaksa dan R. Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita,
hakim) harus mengacu pada alat-alat Jakarta, 2000.
bukti atau sistem pembuktian dan Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
proses pembuktian yang telah diatur Penelitian Normatif, Suatu Tinjauan
oleh undang-undang. Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2. Keterangan seorang ahli diharapkan 2001.
tidak selalu ditentukan oleh adanya W.L.G. Lemaire, Dasar-Dasar Hukum Pidana
pendidikan formal, khususnya untuk Indonesia, Terj. PAF. Lamintang, PT. Citra
bidang keahlian, seperti kedokteran Aditya Bakti, Bandung, 1997.
forensic, akan tetapi juga dapat dilihat Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana
pengalaman dalam bidang pekerjaan di Indonesia, Sumur Bandung, 1985.
tertentu yang ditekuni selama jangka Yahya Harahap, Pembahasan
waktu yang sangat panjang, yang Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
menurut akal sangat wajar menjadi ahli Pustaka Kartini, Jakarta, 1988.
dalam bidang khusus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

124

Anda mungkin juga menyukai