2/Apr-Jun/2013
PENDAHULUAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Masalah A. Perihal Pembuktian dan Hukum
Hukum pembuktian merupakan Pembuktian Dalam Hukum Acara
salah satu bidang hukum yang cukup tua Pidana
umurnya. Hai ini Karena manusia dan Apabila dilihat dari hukum pembuktian
masyarakat, seprimitif apa pun dia, pada yang kita anut sekarang/sistem pembuktian
hakikatnya memiliki rasa keadilan, di mana dapat diberi batasan sebagai suatu
rasa keadilan tersebut akan tersentuh jika kebulatan atau keseluruhan dari berbagai
ada putusan hakim yang menghukum orang ketentuan perihal kegiatan pembuktian
yang tidak bersalah, atau membebaskan yang saling berhubungan satu dengan yang
orang yang bersalah, ataupun lain yang tidak terpisahkan dan menjadi
memenangkan orang yang tidak berhak suatu kesatuan yang utuh. Adapun isinya
dalam suatu persengketaan. Agar tidak sistem pembuktian terutama tentang alat-
sampai diputuskan secara keliru seperti itu, alat bukti apa yang boleh digunakan untuk
dalam suatu proses peradilan diperlukan membuktikan, cara bagaimana alat bukti itu
pembuktian-pembuktian. Demikanlah boleh dipergunakan, dan nilai kekuatan dari
dalam sejarah hukum berkembanglah satu alat-alat bukti tersebut serta
set hukum dan kaidah di bidang standar/kriteria yang menjadi ukuran
pembuktian dari sistem pembuktian yang dalam mengambil kesimpulan tentang
irasional dan sederhana ke arah sistem terbuktinya sesuatu (objek) yang
yang lebih rasional dan rumit. dibuktikan.
1
Artikel skripsi.
2 3
NIM: 090711113. Mahasiswa Fakultras Hukum H. Zainuddin Ali, 2009. Metode Penelitian Hukum,
Universitas Sam Ratulangi, Manado. Sinar Grafika, Jakarta, halaman. 30
112
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
113
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
dari proses untuk mengambil kesimpulan Mengenai macam alat bukti yang sah
tentang terbukti ataukah tidaknya tindak dan boleh dipergunakan untuk
pidana yang didakwakan JPU. Dilanjutkan membuktikan yang telah ditentukan dalam
menarik kesimpulan tentang keyakinan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, ialah:
terdakwa ataukah bukan terdakwa yang 1. keterangan saksi;
melakukannya, dan kemudian menarik 2. keterangan ahli;
kesimpulan tentang keyakinan tentang 3. surat;
terdakwa bersalah ataukah tidak dalam hal 4. petunjuk;
itu. Toh menurut sistem pembuktian 5. keterangan terdakwa;6
menurut UU secara negatif (negatif yang Jika dibandingkan dengan alat-alat bukti
terbatas) ini hakim tidak boleh menyatakan dalam Pasal 295 HIR, maka alat-alat bukti
sesuatu terbukti apabila tidak disertai dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP ada
keyakinan tentang terbukti objek apa yang perbedaan. Perbedaan itu ialah :
dibuktikan itu in casu tiga tingkat keyakinan - Alat bukti pengakuan menurut HIR,
tadi. Artinya, atas fakta-fakta hukum dari yang dalam KUHAP diperluas menjadi
minimal dua alat bukti dalam persidangan keterangan terdakwa. Pengertian
tidak boleh menarik kesimpulan sebagai keterangan terdakwa lebih luas dari
terbukti, bila penarikan kesimpulan itu sekadar pengakuan.
tidak melalui penilaian subyektif hakim - Dalam KUHAP ditambahkan, alat bukti
terlebih dulu yang namanya keyakinan baru yang dulu dalam HIR bukan
tersebut. merupakan alat bukti, yakni keterangan
Oleh karena itu, mengenai hal keyakinan ahli.
hakim dalam sistem pembuktian yang kita Dikaji dari perspektif sistem peradilan
anut sebagaimana bunyi Pasal 183 ayat (1) pidana pada umumnya dan hukum acara
janganlah dipikir dan dipandang semata- pidana (formeelstrafrecht/strafprocesrecht)
mata sebagai kegiatan membuktikan pada khususnya maka aspek “pembuktian”
sesuatu belaka, sebab jika dipandang memegang peranan menentukan untuk
demikian, maka keyakinan boleh jadi menyatakan kesalahan seseorang sehingga
dianggap bukan lagi masuk dalam ruang dijatuhkan pidana oleh hakim. Apabila
lingkup pembuktian, tetapi masuk pada dilihat dari visi letaknya dalam kerangka
ruang lingkup pemidanaan khususnya yuridis, aspek “pembuktian” terbilang unik
sebagai syarat-syarat untuk menjatuhkan karena dapat diklasifikasikan, baik dalam
pidana. kelompok hukum acara pidana/hukum
Mengenai jenis-jenis alat bukti yang pidana formal maupun hukum pidana
boleh dipergunakan dan kekuatan materiil. Apabila dikaji lebih mendalam
pembuktian serta cara bagaimana mengapa ada polarisasi pemikiran aspek
dipergunakannya alat-alat bukti tersebut “pembuktian” dikategorisasikan ke dalam
untuk membuktikan di sidang pengadilan, hukum pidana materiil oleh karena
adalah hal paling pokok dalam hukum dipengaruhi oleh adanya pendekatan dari
pembuktian dengan cistern negatif. hukum perdata di mana aspek
Ketiga hal pokok itu telah tertuang “pembuktian” ini masuk dalam kategorisasi
dalam pasal-pasal dalam bagian keempat hukum perdata materiil dan hukum perdata
KUHAP. Mengenai macam-macam alat formal (hukum acara perdata). Akan tetapi,
bukti dimuat dalam Pasal 184. Sedangkan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8
mengenai cara mempergunakan alat-alat Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
bukti dan kekuatan pembuktian alat-alat
bukti dimuat dalam Pasal 185 -189 KUHAP. 6
Op.cit halaman 268
114
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
Hukum Acara Pidana (KUHAP), aspek yang terjadi dan guna menemukan
“pembuktian” tampak diatur dalam tersangkanya. Oleh karena itu, dengan
ketentuan hukum pidana formal. tolok ukur ketentuan Pasal 1 angka 2 dan
Jika dikaji secara umum, “pembuktian” angka 5 KUHAP maka untuk dapat
berasal dari kata “bukti” yang berarti suatu dilakukannya tindakan penyidikan,
hal (peristiwa dan sebagainya) yang cukup penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal pengadilan maka bermula dilakukan
(peristiwa tersebut). Pembuktian adalah penyelidikan dan penyidikan sehingga sejak
perbuatan membuktikan. Membuktikan tahap awal diperlukan adanya pembuktian
sama dengan memberi (memperlihatkan) dan alat-alat bukti. Konkretnya,
bukti, melakukan sesuatu sebagai “pembuktian” berawal dari penyelidikan
kebenaran, melaksanakan, menandakan, dan berakhir sampai adanya penjatuhan
menyaksikan, dan meyakinkan. Adapun jika pidana (vonis) oleh hakim di depan sidang
dikaji dari makna leksikon, “pembuktian” pengadilan, baik di tingkat pengadilan
adalah suatu proses, cara, perbuatan negeri maupun. pengadilan tinggi jika
membuktikan, usaha menunjukkan benar perkara tersebut dilakukan upaya hukum
atau salahnya si terdakwa dalam sidang banding (apel/revisi).
pengadilan. Sedangkan jika dikaji dari Proses “pembuktian” hakikatnya
perspektif yuridis, menurut M. Yahya memang lebih dominan pada sidang
Harahap, “pembuktian” adalah ketentuan- pengadilan guna menemukan kebenaran
ketentuan yang berisi penggarisan dan materiil akan peristiwa yang terjadi dan
pedoman tentang cara-cara yang memberi keyakinan kepada hakim tentang
dibenarkan undang-undang membuktikan kejadian tersebut sehingga hakim dapat
kesalahan yang didakwakan kepada memberikan putusan seadil mungkin. Pada
terdakwa. Pembuktian juga merupakan proses pembuktian ini maka adanya
ketentuan yang mengatur alat-alat bukti korelasi dan interaksi mengenai yang akan
yang dibenarkan undang-undang dan diterapkan hakim dalam menemukan
mengatur mengenai alat bukti yang boleh kebenaran materiil melalui tahap
digunakan hakim guna membuktikan pembuktian, alat-alat bukti, dan proses
kesalahan terdakwa. Pengadilan tidak boleh pembuktian terhadap aspek-aspek sebagai
se-suka hati dan semena-mena berikut:
membuktikan kesalahan terdakwa.7 1. Perbuatan-perbuatan manakah
Pada dasarnya, aspek “pembuktian” ini yang dapat dianggap terbukti.
sebenarnya sudah dimulai pada tahap 2. Apakah telah terbukti bahwa
penyelidikan perkara pidana. Dalam tahap terdakwa bersalah atas
penyelidikan, tindakan penyelidik untuk perbuatan-perbuatan yang
mencari dan menemukan sesuatu peristiwa didakwakan kepadanya.
yang diduga sebagai tindak pidana guna 3. Delik apakah yang dilakukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, sehubungan dengan perbuatan-
maka di sini sudah ada tahapan perbuatan itu.
pembuktian/Begitu pula halnya dengan 4. Pidana apakah yang harus
penyidikan, ditentukan adanya tindakan dijatuhkan kepada terdakwa.8
penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti dan dengan bukti
tersebut membuat terang tindak pidana
8
Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan
Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi, Mandar
7
Ibid, hal. 252 Maju, Bandung, 2001, hal. 99
115
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
116
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
117
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
terdakwa. Penjatuhan pidana oleh hakim ketentuan ini maka “hukum pembuktian”
melalui dimensi hukum pembuktian, secara dalam sidang pengadilan dilakukan secara
umum berorientasi pada ketentuan Pasal aktif oleh jaksa penuntut umum untuk
183 KUHAP yang menentukan bahwa: menyatakan kesalahan dari terdakwa
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepada seseorang, kecuali apabila dengan dalam surat dakwaan dan sebaliknya
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah terdakwa atau penasihat hukumnya akan
ia memperoleh keyakinan bahwa suatu berusaha untuk menyatakan dan
tindak pidana benar-benar terjadi dan membuktikan bahwa terdakwa tidak
bahwa terdakwalah yang bersalah terbukti bersalah melakukan tindak pidana
melakukannya”. yang didakwakan oleh jaksa penuntut
Dalam kepustakaan ilmu hukum, umum. Kemudian, apabila dijabarkan
ketentuan normatif Pasal 183 KUHAP secara lebih khusus mengenai “hukum
tersebut merupakan asas “pembuktian pembuktian yang bersifat umum”, dalam
undang-undang secara negatif” atau lazim KUHAP berorientasi pada dimensi-dimensi
dipergunakan dengan terminologi asas sebagai berikut:
“negatief wettelijk bewijs theorie”. Akan - Mengenai apa yang dapat dijadikan
tetapi, asas “negatief wettelijk bewijs sebagai alat bukti yang sah menurut
theorie” ini berbanding terbalik jika hukum berupa keterangan saksi,
dilakukan oleh terdakwa yang keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
dikategorisasikan terhadap perkara-perkara keterangan terdakwa. Keterangan saksi
tertentu (certain cases), seperti tindak yang sah adalah yang dinyatakan di
pidana korupsi khususnya terhadap delik sidang pengadilan dan keterangan
“gratification” (pemberian) yang berkaitan seorang saksi tidak cukup membuktikan
dengan “bribery” (penyuapan) bahwa terdakwa bersalah melakukan
sebagaimana ketentuan Pasal 12B ayat (1) perbuatan yang didakwakan (asas unus
huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun testis nullus testis). Akan tetapi,
1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun keterangan beberapa saksi yang berdiri
2001, yaitu dalam melakukan asas sendiri-sendiri tentang kejadian atau
pembuktian terbalik (omkering van bet keadaan dapat digunakan sebagai suatu
bewijslasi/reversal burden of proof) yang alat bukti yang sah apabila keterangan
murni sifatnya di mana ketentuan Pasal 183 saksi itu ada hubungannya satu dengan
KUHAP dipergunakan adanya minimal dua yang lain sedemikian rupa sehingga
alat bukti untuk membuktikan tentang dapat membenarkan adanya suatu
keyakinan tidak terjadinya tindak pidana kejadian atau keadaan tertentu dan
dan ketidakbersalahan dari terdakwa. berikutnya petunjuk diperoleh dari
Apabila ditarik konklusi mendasar, keterangan saksi, surat, dan keterangan
hakikatnya “hukum pembuktian” dapat terdakwa.
dikategorisasikan ke dalam “hukum - Adanya asas “pembuktian undang-
pembuktian” yang bersifat umum/ undang secara negatif” atau lazim
konvensional dan khusus. Dimensi dari dipergunakan dengan terminologi asas
hukum pembuktian yang bersifat “negatief wettelijk bewijs theorie”
umum/konvensional, termaktub dalam untuk menyatakan bahwa seseorang
ketentuan dari hukum acara pidana bersalah melakukan suatu tindak
sebagaimana diintrodusir dalam Undang- pidana, yaitu dengan sekurang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab kurangnya dua alat bukti yang sah ia
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pada memperoleh keyakinan bahwa suatu
118
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
tindak pidana benar-benar terjadi dan Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
bahwa terdakwalah yang bersalah Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
melakukannya. sedangkan terminologi dari “kecuali
- Mengenai nilai atau kekuatan alat-alat ditentukan lain dalam undang-undang ini”
bukti dalam melakukan pembuktian menunjukkan adanya kekhususan dalam
serta bagaimana cara menilainya, yaitu hukum acara dalam Undang-Undang
dengan cara sungguh-sungguh Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang
memerhatikan persesuaian antara Nomor 20 Tahun 2001, seperti tentang
keterangan saksi satu dan yang lain, adanya pembuktian terbalik (Omkering van
persesuaian dengan alat bukti lain, het Bewijslast/Reversal Burden of Proof)
alasan yang mungkin dipergunakan oleh dan tentang ketentuan alat bukti petunjuk
saksi untuk memberi keterangan sesuai Pasal 26A Undang-Undang Nomor 31
tertentu, cara hidup dan kesusilaan Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20
saksi, serta segala sesuatu yang pada Tahun 2001 yang diperluas jangkauan
umumnya dapat memengaruhi dapat pembuktian tidak hanya digali dari
tidaknya keterangan itu dipercaya, keterangan saksi, surat, atau keterangan
kemudian cara melakukan pembuktian, terdakwa sebagaimana ketentuan Pasal 188
dan sebagainya. ayat (2) KUHAP, tetapi dapat digali dari alat
Kemudian, terhadap ‘hukum bukti lain yang berupa informasi yang
pembuktian yang bersifat khusus’ maka diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan
dasarnya bukan semata-mata pada secara elektronik dengan alat optik atau
ketentuan hukum acara pidana se- yang serupa dengan itu; dan dokumen,
bagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP. yakni setiap rekaman data atau informasi
Tegasnya, ketentuan ‘hukum pembuktian yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
yang bersifat khusus’ terdapat dan ada didengar yang dapat dikeluarkan dengan
pada ketentuan tindak pidana khusus di atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
luar dari tindak pidana umum sebagaimana tertuang dalam kertas, benda fisik apa pun
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum selain kertas, maupun yang terekam secara
Pidana (KUHP), oleh karena dalam tindak elektronik yang berupa tulisan, suara,
pidana khusus tersebut diatur mengenai gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
ketentuan hukum pidana formal, dan tanda, angka, atau perforasi yang memiliki
hukum pidana materiil secara sekaligus. makna dan, sebagainya.
Misalnya, aspek ini dapat dideskripsikan
dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang B. Fungsi dan Manfaat Saksi Ahli Dalam
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Proses Persidangan Perkara Pidana
Nomor 20 Tahun 2001 ditentukan bahwa: Dalam praktik alat bukti ini disebut alat
“Penyidikan, penuntutan dan bukti saksi ahli. Tentu saja pemakaian
pemeriksaan di sidang pengadilan dalam istilah saksi ahli tidak benar. Karena
perkara tindak pidana korupsi, dilakukan perkataan saksi mengandung pengertian
berdasarkan hukum acara pidana yang yang berbeda dengan ahli atau keterangan
berlaku, kecuali ditentukan lain dalam ahli. Bahwa isi keterangan yang
undang-undang ini.” disampaikan saksi adalah segala sesuatu
Dari redaksional terminologi di atas, yang dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
“dilakukan berdasarkan hukum acara alami sendiri (Pasal 1 angka 26). Pada
pidana yang berlaku” maka adanya keterangan saksi haruslah diberikan alasan
ketentuan hukum pidana formal dari sebab pengetahuannya itu (Pasal 1
sebagaimana diintrodusir dalam Undang- angka 27). Sedangkan seorang ahli
119
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
120
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
keterangan ahli menurut KUHAP. Dari sudut sifat isi keterangan yang
Peningkatan fungsi dan kedudukan diberikan ahli, maka ahli dapat dibedakan
keterangan ahli menjadi alat bukti dapat antara:
diterima, mengingat perkembangan ilmu 1. ahli yang menerangkan tentang hasil
pengetahuan dan teknologi sekarang pemeriksaan sesuatu yang telah
sangat pesat yang tidak mungkin hakim dilakukannya berdasarkan keahlian
dapat menguasai semua bidang ilmu dan khusus untuk itu. Misalnya, seorang
teknologi tersebut, sehingga wajar apabila dokter ahli forensik yang memberikan
sekarang hakim percaya dengan keterangan keterangan ahli di sidang pengadilan
ahli. tentang penyebab kematian setelah
Tidak seperti keterangan saksi, dokter tersebut melakukan bedah
keterangan ahli dibedakan menjadi 2 (dua) mayat (otopsi). Atau seorang akuntan
macam, ialah (1) keterangan ahli secara memberikan keterangan di sidang
lisan di muka sidang, dan (2) keterangan pengadilan tentang hasil audit yang
ahli secara tertulis diluar sidang. dilakukannya atas keuangan suatu
Keterangan ahli tertulis ini dituangkan instansi pemerintah.
dalam suatu surat yang menjadi alat bukti 2. ahli yang menerangkan semata-mata
surat, seperti apa yang disebut visum et tentang keahlian khusus mengenai
repertum (VER) yang diberikan pada tingkat sesuatu hal yang berhubungan erat
penyidikan atas permintaan penyidik (Pasal dengan perkara pidana yang sedang
187 huruf c). diperiksa tanpa melakukan pemeriksaan
terlebih dulu. Misalnya, ahli dibidang
b. Siapakah yang Disebut Ahli? perakit bom yang menerangkan di
Siapakah atau syarat apakah yang harus dalam sidang pengadilan tentang cara
dimiliki oleh seseorang sehingga ia menjadi merakit bom. Bahkan, dalam praktik,
seorang ahli. Pasal 1 angka 28 sekadar seorang ahli hukum bidang
menyebut orang yang memiliki keahlian keahlian/kosentrasi khusus acapkali
khusus, tetapi apa kriterianya tidak digunakan dan mereka juga disebut
dijelaskan. seorang ahli.
Memang, ada beberapa pasal yang Seorang ahli tidak selalu ditentukan oleh
dalam rumusannya menyebut kualifikasi adanya pendidikan formal khusus untuk
keahlian khusus, seperti: ahli yang bidang keahliannya seperti ahli kedokteran
mempunyai keahlian tentang surat dan forensik, tetapi pada pengalaman dan atau
tulisan palsu (Pasal 132); ahli kedokteran bidang pekerjaan tertentu yang ditekuninya
kehakiman atau dokter (Pasal 133 ayat 1, selama waktu yang panjang, yang menurut
Pasal 179 ayat 1), tetapi penyebutan itu akal sangat wajar menjadi ahli dalam
bukanlah mengandung syarat-syarat bidang khusus tersebut. Misalnya, keahlian
seorang ahli, melainkan menyebut bidang- dibidang kunci, pertukangan dll. Hakimlah
bidang keahlian tertentu. Sudah barang yang menentukan seorang itu sebagai ahli
tentu masih banyak bidang keahlian, atau bukan melalui pertimbangan
Bahkan, tidak terbatas banyaknya keahlian hukumnya.
diluar bidang-bidang keahlian yang telah Dalam praktik acapkali JPU atau
disebut dalam pasal-pasal tersebut.12 penasehat hukum menghadapkan orang
yang disebutnya sebagai ahli ke sidang
pengadilan. Tidak jarang pula terjadi
perdebatan antara jaksa dengan penasihat
12 hukum tentang status orang yang
Ibid, hal. 66
121
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
dihadapan itu. Dalam menghadapi baru oleh yang berkepentingan (pasal 180
perdebatan mengenai ahli dan bukan ahli KUHAP). Misalnya menurut keterangan ahli
hakimlah yang pada akhirnya yang (deskundige verk/amjg) yang diajukan oleh
menentukan orang itu ahli atau bukan ahli. penuntut umum sebagai alat bukti
Berdasarkan Pasal 160 ayat (1c) diterangkan bahwa tulisan dan
sewajarnya hakim memeriksa saja orang tandatangan yang tercantum dalam alat
yang dihadapkan itu, nanti bukti surat adalah benar tulisan dan
dipertimbangkan dalam putusan apakah tandatangan terdakwa, akan tetapi
seseorang itu ahli atau bukan. Sewajarnya terdakwa. dan penasihat hukum
tidak melulu melihat ijazah atau pendidikan menyatakan keberatan terhadap
formal. Pada kenyataannya, pendidikan keterangan ahli tersebut. Dalam hal yang
formal atau gelar pendidikan formal tidak demikian apabila menurut pertimbangan
selamanya cukup untuk dapat digunakan hakim ketua sidang keberatan yang
sebagai ukuran tentang keilmuan atau diajukan oleh terdakwa dan atau penasihat
keahlian yang dimiliki seseorang, melainkan hukum tersebut cukup beralasan maka
harus ditambah bahwa bidang pendidikan hakim ketua sidang dapat memerintahkan
formalnya tadi kemudian telah ditekuninya kepada penuntut umum untuk mengajukan
sebagai bidang pekerjaannya dalam waktu keterangan ahli dengan bahan baru sebagai
yang panjang. Kadang itu pun tidak cukup. perbandingan dengan keterangan ahli yang
Oleh karena itu, sebaiknya hakim tidak sudah diajukan dimuka sidang. Sedangkan
semata-mata mendasarkan pertimbangan bahan baru tersebut dapat
pada gelar atau pendidikan formal untuk diajukan/diperoleh dari pihak yang
menetapkan seorang ahli, melainkan hakim berkepentingan, yaitu dan saksi korban,
perlu meneliti apakah kompetensi orang itu dan penuntut umum atau dari terdakwa
pada kenyataannya diakui oleh masyarakat dan atau penasihat hukum. Hal tersebut
secara luas ataukah tidak. Atau setidaknya dimaksudkan untuk menemukan kebenaran
mendapat penunjukan dari lembaga resmi yang sesungguhnya atau kebenaran
yang sah yang berhubungan dengan bidang materiil.
keahlian orang itu, misalnya dari instansi Dalam hal masih timbul keberatan yang
yang bersangkutan. dinilai mempunyai dasar alasan yang cukup
Setiap orang yang diminta pendapatnya dari terdakwa dan atau penasihat hukum
sebagai ahli kedokteran kehakiman atau terhadap hasil keterangan ahli
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan sebagaimana diterangkan diatas (pasal 180
keterangan ahli demi keadilan. Semua ayat (1) KUHAP), hakim ketua sidang dapat
ketentuan tersebut diatas untuk saksi memerintahkan agar mengenai hal itu
berlaku juga bagi mereka yang memberikan dilakukan penelitian ulang. Disamping itu
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa hakim karena jabatannya juga dapat
mereka mengucapkan sumpah atau janji memerintahkan untuk dilakukan penelitian
akan memberikan keterangan yang sebaik- ulang sebagaimana dimaksud dalam pasal
baiknya dan yang sebenarnya menurut 180 ayat (2) KUHAP. Dan penelitian ulang
pengetahuan dalam bidang keahliannya tersebut dilakukan oleh instansi semula
(pasal 179 KUHAP). dengan komposisi personil (para ahlinya)
Dalam hal diperlukan untuk berbeda dan ditambah personil instansi lain
menjernihkan duduknya persoalan yang yang mempunyai wewenang untuk itu.
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua Menurut hemat penulis penelitian ulang
sidang dapat meminta keterangan ahli dan yang dimaksud dalam pasal 180 ayat (4)
dapat pula meminta agar diajukan bahan KUHAP ini adalah penelitian ulang yang
122
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
123
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
DAFTAR PUSTAKA
124