TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Absorpsi
Yang dimaksud dengan absorpsi atau penyerapan suatu zat aktif adalah
Untuk dapat diserap, semua zat aktif harus terlarut lebih dahulu. Oleh sebab
itu laju penyerapan merupakan fungsi dari laju pelarutan zat aktif didalam cairan
tubuh (saluran cerna misalnya) dan laju difusi molekul-molekul yang terlarut dalam
cairan tersebut melintasi membran seluler, sesuai dengan skema sebagai berikut:
membran biologik, zat aktif harus terlarut lebih dahulu didalam cairan disekitar
membran.
Bila zat aktif berada dalam suatu bentuk sediaan, maka sebelum melarut zat
aktif harus terlepas dari sediaan, dan selanjutnya berdifusi dan diserap menurut
6
Bila proses pelepasan terjadi sangat lambat, maka pelepasan akan
mempengaruhi seluruh waktu dan tahapan proses pelarutan, difusi dan penyerapan
zat aktif. Jadi tahapan yang paling lambat dari rangkaian predisposisi zat aktif
pelarutan zat aktif dalam cairan biologik disekitar membran, karakter fisikokimia
intensitas dan masa kerja obat. Sesudah pemberian secara oral, obat harus
melewati sel epitel saluran cerna, membran sistem peredaran tertentu, melewati
bimolekul dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian non polar, terdiri dari rantai
hidrokarbon, dan bagian polar yang terdiri dari gugus hidroksil kolesterol dan gugus
gliserilfosfat fosfolipid.
7
2. Protein.
Bentuk protein bervariasi, ada yang besar, berat molekulnya ± 300.000 dan
ada pula yang sangat kecil. Protein bersifat ampivil karena mengandung gugus
3. Mukopolisakarida.
tidak dalam keadaan bebas tetapi dalam bentuk kombinasi dengan lemak, seperti
Penelitian Dawson dan Danielli (1936-1943) serta Stein dan Danielli (1956),
membran tersebut terdiri dari dua basal lipida monomolekular (yang terdiri dari
dalam, dan kutub hidrofilnya merupakan basal protein berada di fasa berair. Dua
kutub hidrofil mengandung protein dan ujung fosfolipid yang polar (salah satu
diantaranya yang berada pada permukaan luar mempunyai lapisan protein globular)
mengelilingi daerah pusat hidrofob. Tetapi tampaknya susunan statis tersebut bukan
merupakan protein dan lipida dalam membran seluler yang hidup. Struktur
membran sel dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dalam konsep mosaik cair, matrik
membran terdiri atas dua lapisan lipida protein globular yang tidak
berkesinambungan dan saling menyesuaikan menurut susunan yang teratur atau tidak
teratur. Gugusan polarnya terletak pada permukaan membran yang kontak dengan
cairan intra atau ekstraseluler, sedangkan gugus non polar menghadap ke arah dalam.
8
Pori-pori yang tampak pada sumbu utama protein globuler tebalnya ± 85 Angstrom.
Model ‘Mosaik Cair’ konsisten tentang eksistensi dari chanel-chanel ion khusus dan
difusi dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat fisika kimia obat dan sifat membran
biologis.
1. Difusi pasif
yaitu difusi pasif melalui pori (cara penyaringan), difusi pasif dengan cara melarut
osmotik; semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air dapat
melewati kanal membrane. Sebagian besar membran (membran seluler, epitel usus
halus dan lain-lain) berukuran kecil (4 - 7oA) dan hanya dapat dilalui oleh molekul
dengan bobot molekul yang kecil yaitu lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang
9
bulat, atau lebih kecil dari 400 jika molekulnya terdiri atas rantai panjang (Aiache,
et al., 1993). Untuk lebih jelasnya difusi pasif melalui pori dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan
difusi transmembran terjadi lebih mudah. Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau
asam organik, maka dalam keadaan terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk
terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan. Hanya fraksi zat aktif yang
terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi
pasif.
Untuk obat yang zat aktifnya merupakan garam dari asam kuat atau basa kuat,
elektrolit lemah berupa garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah yang
sedikit terionisasi, maka difusi melintasi membran tergantung kelarutan bentuk tak
terionkan di dalam lemak, jumlah bentuk yang tak terionkan (satu-satunya yang
Beberapa bahan obat dapat melewati membran sel karena ada tekanan
osmosa, yang disebabkan adanya perbedaan kadar antar membran, pengangkutan ini
berlangsung dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar yang lebih
rendah dan berhenti setelah mencapai kesetimbangan, gerakan ini tidak memiliki
dalam membran, yang bersifat mudah larut dalam lemak, sehingga dengan mudah
bergerak menembus membran. Pada sisi membran yang lain kompleks akan terurai
melepas molekul obat dan molekul pembawa bebas kembali ke tempat semula.
Pembawa dapat berupa enzim atau ion yang muatannya berlawanan dengan
muatan molekul obat. Penembusan obat ke dalam membran biologis dapat berjalan
dengan cepat bila ada katalisator enzim dan ukuran bentuk kompleks cukup kecil.
Penyerapan pasif terjadi hingga tercapainya keseimbangan dan proses akan berhenti
bila aliran darah tidak lagi mengangkut zat aktif dalam jumlah yang setara dengan
2. Transpor Aktif
suatu bagian dari membran, berupa enzim atau paling tidak senyawa protein dengan
lainnya, lalu pembawa kembali menuju permukaan asalnya (transpor selalu terjadi
dalam arah tertentu, pada bagian usus perjalanan terjadi dari mukosa menuju serosa).
11
Sistem transpor aktif bersifat jenuh, artinya jika semua molekul pembawa telah
suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok molekul. Oleh sebab
itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul yang berafinitas sama pada pembawa
tertentu, dan molekul yang mempunyai afinitas tinggi dapat menghambat kompetisi
Transpor dari satu sisi membran ke sisi yang lain dapat terjadi dengan
(Aiache, et al., 1993). Mekanisme transpor aktif dapat dilihat pada Gambar 2.4.
3. Pinositosis
mempunyai ukuran molekul besar dan misel-misel seperti lemak, amilum, gliserin,
bakteri (Siswandono dan Soekarjo, 2000)). Mekanisme pinositosis dapat dilihat pada
Gambar 2.5.
12
Gambar 2.5 Sistem pengangkutan secara pinositosis
Kebanyakan dari obat melewati membran biologis dengan cara difusi pasif.
Senyawa obat yang berbobot molekul kecil dengan bebas melewati mikroporus dari
sel. Dengan catatan mungkin obat larut diluar fase membran plasma menembus
membran dan masuk ke dalam sitoplasma sel. Karena bersifat lipid membran sel
mempunyai daya afinitas yang lebih tinggi terhadap bentuk obat yang larut dalam
lipid. Obat asam lemah dan basa lemah mungkin berada dalam keadaan tak terion
pada harga pH dari fasa berair pada bagian eksternal dan internal membran. Selama
bentuk tak terion dari obat lebih mudah larut dalam lipid dari pada bentuk terion,
bentuk tak terion larut ke dalam membran dan seterusnya maka difusi akan lebih
Usus halus merupakan lanjutan lambung yang terdiri atas tiga bagian yaitu;
duodenum, jejunum dan illeum yang bebas bergerak. Diameter usus halus beragam
Panjang tersebut akan berkurang oleh gerakan regangan otot yang melingkari
peritonium (Aiache, et al., 1993). Duodenum dengan panjang sekitar 25 cm, terikat
erat pada dinding dorsal abdomen, dan sebagian besar terletak retroperitoneal.
Jalannya berbentuk –C, mengitari kepala pankreas dan ujung distalnya menyatu
13
dengan jejenum, yang terikat pada dinding dorsal rongga melalui mesenterium.
Jejenum dapat digerakkan bebas pada mesenteriumnya dan merupakan 2/5 bagian
proksimal usus halus, sedangkan ileum merupakan sisa 3/5 nya. Kelokan-kelokan
bawah rongga (Fawcett, 2002). Mukosa usus halus, kecuali yang terletak pada bagian
dengan villi yang tingginya 0,75 – 1,00 mm dan selalu bergerak. Adanya villi ini
1993).
dan bagian pertama jejenum adalah untuk sekresi, sedangkan fungsi bagian kedua
dari jejenum dan illeum ialah untuk absorpsi. pH usus halus meningkat dari
duodenum 4- 6, jejenum 6-7, illeum 7-8. pH dalam usus halus berperan besar
dalam hal absorpsi obat sebagai akibat disolusi berbagai bentuk sediaan (Aiache, et
al., 1993).
lipatan mukosa usus yang berupa valvula conniventes atau lipatan kerckring, yang
terutama banyak terdapat di daerah duodenum dan jejunum. Di daerah tersebut villi-
villi usus tertutup oleh epitel bagaikan sikat yang terdiri dari bulu-bulu halus
(mikrovilli) dan mempunyai aktivitas yang kuat. Adanya anyaman kapiler darah dan
getah bening pada setiap lipatan memungkinkan terjadinya penyerapan yang besar.
14
Gerakan usus dan gerakan villi usus di sepanjang saluran cerna akan mendorong
cukup besar pada molekul zat aktif terutama molekul asam yang penyerapannya
Bagian lain dari usus halus juga merupakan tempat terjadinya pelintasan
membran dengan intensitas yang besar, dan disini lebih banyak terjadi difusi pasif.
Difusi pasif berkaitan dengan sejumlah senyawa yang larut lemak atau
Difusi pasif terutama terjadi pada bagian pertama usus halus, karena
konsentrasi obat-obat yang tinggi dalam liang usus akan meningkatkan gradien
difusi, hal yang sama terjadi pula pada bagian usus sebelah bawah dan pada
penyerapan susjacent. Skema usus halus dengan villi dan perfusinya dapat dilihat
Transpor aktif juga berperan di usus halus dan di sini terjadi persaingan
terhadap pembawa yang sama atau terjadi penjenuhan sistem transpor yang dapat
15
Gambar 2.6 Skema usus halus dengan villi dan perfusinya
senyawa obat secara in vitro. Hasil penelitian ini mengkontribusikan suatu produk
disayat dari bagian omentum dan sirkulasi mesenterikum. Intestin ini dibalik
sehingga permukaannya berada pada bagian luar dan ujung dari bagian ini diikat,
larutan buffer dimasukkan melalui kateter pada bagian lainnya, dan bagian luar usus
direndam dalam larutan berisis obat dengan suhu 37oC, dialiri oksigen 95% dan CO2
16
50%. Kedua bagian, baik serosa maupun mukosa dapat dijadikan sampel untuk
analisis.
yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengujian konsentrasi obat secara in
vivo.
energi dapat diatur dalam metode ini, namun tidak ada lagi sirkulasi mesenterikum
dan kehadiran obat secara total pada bagian dalam kantung pada difusi melalui
2.4 Ibuprofen
C13H18O2 dan berat molekul 206,28. Rumus bangun ibuprofen seperti yang
Ibuprofen berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas
lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol,
metanol, aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat (Ditjen POM,
1995). Larut dalam larutan alkali hidroksida dan karbonat. Senyawa ini mempunyai
17
titik lebur 75 - 77ºC dengan pKa 4,4; 5,2 dan log P (oktanol/air) 4,0 (Moffat, et al.,
2005).
2.4.2 Farmakokinetik
bioavailabilitas lebih besar dari 80%. Puncak konsentrasi plasma dapat dicapai
setelah 1-2 jam. Ibuprofen menunjukkan pengikatan (99%) yang menyeluruh dengan
protein plasma (Anderson, 2002). Pada manusia sehat volume distribusi relatif rendah
yaitu (0,15 ± 0,02 L/kg). Waktu paruh plasma berkisar antara 2 - 4 jam. Kira-kira
90% dari dosis yang diabsorpsi akan dieksresi melalui urin sebagai metabolit atau
2.4.3 Farmakodinamik
tidak seperti aspirin hambatan yang diakibatkan olehnya bersifat reversibel. Dalam
basofil dan sel mast, terjadi penurunan kepekaan terhadap bradikinin dan histamin,
sedang, khususnya nyeri oleh karena inflamasi seperti yang terdapat pada arthritis dan
gout (Trevor, et al., 2005; Anderson, et al., 2002). Untuk mengurangi nyeri ringan
hingga sedang dosis dewasa penggunaan ibuprofen per oral adalah 200 - 400 mg,
untuk nyeri haid 400 mg per oral kalau perlu. Untuk arthritis rheumatoid 400 - 800
18
mg. Untuk demam pada anak-anak 5 mg/kg berat badan, untuk nyeri pada anak-anak
merupakan salah satunya, dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam
gelombang ini. Panjang gelombang merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu
ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 - 400 nm, sementara sinar
tampak mempunyai panjang gelombang 400 – 750 nm (Gandjar dan Rohman, 2009).
energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Apabila pada molekul yang
sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat
pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorbsi. Pada kenyataannya, spektrum
UV–Vis yang merupakan korelasi antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang
gelombang (sebagai absis) bukan merupakan garis spektrum akan tetapi merupakan
terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan cara
lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi massa,
maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi/ analisis kualitatif suatu senyawa
tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang
gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut; yang kesemuanya itu dapat
2009).
b. Aspek Kuantitatif
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi
yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang
diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap
lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang
melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi
yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan
penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan.
Hukum Lambert–Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat
penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Gandjar dan
Rohman, 2009).
20