Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Diajukan Untuk Menenuhi Salah Satu Tugas Mata


Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi

Disusun Oleh :
Vini Candra Monica
KELAS 3C

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR
Jalan Pasir Gede Raya No. 19 Telp (0263) 267206 Fax. 270953 Cianjur 43216
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan
tugas yang berjudul “Analisis Kasus Korupsi Di Indonesia” untuk memenuhi
tugas Pendidikan Budaya Anti Korupsi.
Penyusun berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam penyusunan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, penyusun berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
tugas yang telah penyusun buat.
Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan
yang kuranf berkenan dan penyusun memohon kritik serta saran yang membangun
demi perbaikan dimasa yang akan datang. Terimakasih.

Cianjur, November 2018

Penyusun,
Korupsi tampaknya sudah menjadi sindiran di film Indonesia jauh sebelum
hingar bingar seperti sekarang ini. Menariknya, tema korupsi bahkan sudah
menggelinding di era-era awal Orde Baru, orde yang melahirkan korupsi yang
menggurita selama 32 tahun, dan diteruskan rezim sesudahnya. Bagaimana
Sjumandjaja membaca korupsi? Itulah Si Mamad.

Agak menggurui, Sjumandjaja bertutur soal korupsi. Bercerita lewat


karakter Pak Muhamad, akrab di panggil Pak Mamad, yang kelewat jujur dalam
menjalankan pekerjaannya. Selain jujur, Pak Mamad adalah orang yang punya
dedikasi tinggi pada pekerjaannya. Selama 20 tahun bekerja, rutinitasnya hampir
sama. Saking rutinnya, suara sepeda tua Pak Mamad menjadi penanda waktu bagi
orang lain.

Pak Mamad (Mang Udel) hidup sederhana, kata lain dari miskin
sebenarnya. Dengan 6 anak, 5 di antaranya masih kecil-kecil, Pak Mamad tidak
bisa di bilang berkecukupan. Sriti (Rina Hassim), istri Pak Mamad, sering
mengeluh gula dan kopi sudah habis. Sementara Siti (Ernie Djohan), tak juga
mendapat pekerjaan (atau jodoh?). Juga Jantuk, anak terkecilnya sering merengek
minta di belikan mainan. Padahal, cita-cita keluarga Pak Mamad cukup sederhana,
bisa minum teh di kebun sambil duduk sore-sore. Bahkan, lewat durian,
Sjumandjaja menyindir ironi kemiskinan.

Bagi Sjumandjaja, rutinitas Pak Mamad adalah cerminan orang jujur, baik
hati dan bersahaja. Dedikasi pada rutinitas itu yang membuat Pak Mamad tak
sempat ngobyek, istilah untuk mencari tambahan di luar pekerjaan utama. Pak
mamad tidak tergoda akan hal itu sampai mendapati istrinya hamil.

Pak Mamad yang sudah memiliki 6 anak pun pusing bukan kepalang.
Mulai lah ia tergoda korupsi. Istighfar saja rasanya tidak cukup mengatasi
kemiskinan yang membuat dia tergoda. Tetapi, saking mendarah dagingnya
korupsi di lembaga pemerintahan, setiap orang jadi memakluminya, termasuk
Tuan Samblun, sang Direktur Arsip. Tapi, kemakluman tanpa penjelasan
bukanlah ciri Pak Mamad. Ia merasa harus menjelaskan kenapa harus berbuat
demikian yang sesungguhnya bertentangan dengan hati nuraninya sendiri.
Film Si Mamad seolah menyindir perilaku para pegawai Negara yang acuh
terhadap pekerjaannya. Masuk kantor telat, dan menjelang siang sudah pada
keluar kantor. Si Mamad juga menegaskan perilaku birokratis berdasarkan
pangkat pada pegawai Negara. Atau ada juga pegawai Negara yang mengharap
pesugihan dengan mendatangi makam-makam kuno.

Perilaku pegawai Negara yang punya posisi penting pun tak luput dari
sorotan. Sebagai pembesar, Pak Direktur pun ikutan ngobyek, tentunya dengan
pendapatan lebih besar dari bawahannya, dan hidup mewah dengan anak istrinya.
Anak istri? Belum tentu! Kata Dokter Budiman (Rachmat Hidajat), “Dalam
berkeluarga di jaman modern seperti ini, anak itu gak harus mirip ibunya..terlebih
bapaknya.” Kalimat yang mengisyaratkan kemakluman terhadap gonta-ganti istri
atau isu istri simpanan di kalangan pejabat.

Sjumandjaja tidak menggurui tentang pandangan agama terhadap korupsi.


Lewat Si Mamad, Sjumandjaja berusaha memberikan pemahaman yang justru
lebih kuat dari pada agama: Hati Nurani. Bagaimana Pak Mamad berperang
dengan hati nuraninya sendiri dan merasa bersalah, hingga pada akhirnya
membuatnya jatuh sakit. Nah, Mang Udel apik sekali memerankan tokoh Mamad.
Celetukan-celetukannya pas dan memberi warna satire pada film ini. Tapi di balik
hitam-putih karakter yang ada di Si Mamad, Sjumandjaja menyelipkan karakter
tokoh abu-abu lewat Dokter Budiman. Ya, saya merasa Dokter Budiman ini
karakter abu-abu, dia terlihat begitu peduli dan mau membantu Pak Mamad
sekaligus juga punya motif tertentu: Cinta Siti.

Film Si Mamad adalah hasil pengembangan cerita pendek karya Anton


Chekov, Matinya Seorang Pegawai Negeri. Lewat tangan Sjumandjaja, Si Mamad
menjadi penceritaan terbaik drama 3 babak yang sederhana. Kesederhanaan ini
diganjar piala Citra untuk kategori Film Terbaik dan Pemeran Utama Pria terbaik
FFI 1974. Meski pengenalan karakter tokoh Pak Mamad cukup panjang dan
bertele-tele, tapi film ini enak dinikmati. Enak dinikmati karena alur bercerita
linier, tidak berbelit-belit, dan langsung tepat sasaran. Karena tepat sasaran itulah,
kita paham bagaimana korupsi bekerja.

Anda mungkin juga menyukai