PENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah
Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita masih menjadi masalah gizi
utama yang perlu mendapat perhatian. Di Indonesia, angka stunting masih dikategorikan
tinggi yaitu sebesar 29,6% sedangkan ambang batas yang ditetapkan WHO adalah 20%.
Salah satu faktor penyebab terjadinya stunting tersebut adalah kurangnya pengetahuan ibu
tentang pemenuhan gizi dan pencegahan stunting. Untuk mengatasi masalah tersebut
dilakukan penyuluhan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan. Dalam pelaksanaan
penyuluhan kesehatan itu diperlukan media sebagai penunjang penyuluhan. Salah satu
media yang digunakan yaitu media audiovisual. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti
tertarik untuk meneliti apakah penyuluhan kesehatan dengan menggunakan media
audiovisual efektif dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang stunting.
1.3.Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Mengetahui efektifitas penyuluhan kesehatan dengan media audiovisual terhadap
tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang stunting.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mengetahui skor tingkat pengetahuan ibu tentang definisi stunting.
b. Mengetahui skor tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab stunting.
c. Mengetahui skor tingkat pengetahuan ibu tentang pencegahan stunting.
d. Mengetahui skor tingkat pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi saat hamil,
menyusui, dan pada balita.
1.4.Manfaat
1. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan meningkatkan
pengetahuan ibu tentang stunting dan pencegahannya.
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan media
untuk penunjang penyuluhan kesehatan sehingga penyuluhan yang diberikan dapat
menjadi lebih efektif dan menarik.
3. Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar mengenai pemilihan media
penyuluhan kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan
menggunakan media yang berbeda dari biasanya.
4. Penelitian lain
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan kreatifitas peneliti
untuk mengetahui efektivitas penggunaan media lain dalam hal peningkatan
pengetahuan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3 Stunting
1. Definisi
Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih
pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia) (Sandjojo,
2017). Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang menggambarkan tidak
tercapainya potensi pertumbuhan sebagai akibat status kesehatan dan atau gizi yang
tidak optimal yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut usia (TB/U)
kurang dari -2 standar deviasi (World Health Organization, 2010). Stunting
berhubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya kesakitan dan kematian,
perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan
terhambatnya pertumbuhan mental.
2. Etiologi
Stunting pada balita merupakan konsekuensi yang sering dikaitkan dengan
kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan. Ada lima faktor utama
penyebab stunting yaitu kemiskinan, sosial budaya, peningkatan paparan terhadap
penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan (KEMENKES, 2013).
Stunting pada balita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
langsung seperti asupan makanan dan penyakit infeksi serta faktor tidak langsung
seperti pengetahuan gizi (pendidikan orang tua, pengetahuan tentang gizi, pendapatan
orang tua, distribusi makanan, besar keluarga). Masalah anak pendek merupakan
cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat karena masalah stunting ini
diakibatkan keadaan yang berlangsung lama (Ardiyah, 2015).
Stunting disebabkan karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi,
rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber
protein hewani. Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan
praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila
ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya
kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada
pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu,
kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan
hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses
sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan anak. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi. Intervensi paling
menentukan pada 1.000 HPK (1000 Hari Pertama Kehidupan) (Sandjojo, 2017).
a. Praktek pengasuhan yang tidak baik
Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa
kehamilan.
60 % dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif.
Anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pengganti ASI.
b. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Antenatal Care), post
natal dan pembelajaran dini yang berkualitas.
Anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di Pendidikan Anak Usia Dini.
Ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai.
Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu.
Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi.
c. Kurangnya akses ke makanan bergizi
Ibu hamil anemia
Makanan bergizi mahal
d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
Rumah tangga masih BAB diruang terbuka.
Rumah tangga yang belum memiliki akses ke air minum bersih.
3. Patofisiologi
Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai
faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Masalah gizi
pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau masyarakat bahkan 10
keluarga karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang gizi tidak selalu didahului
oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan seperti kurang gizi pada
dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah masih mungkin terjadi kasus
kurang gizi pada anak balita. Kurang gizi pada anak balita bulan sering disebut sebagai
kelaparan tersembunyi atau hidden hunger.
Stunting merupakan reterdasi pertumbuhan linier dengan deficit dalam
panjang atau tinggi badan sebesar -2 Z-score atau lebih menurut buku rujukan
pertumbuhan World Health Organization/National Center for Health Statistics
(WHO/NCHS). Stunting disebabkan oleh kumulasi episode stress yang sudah
berlangsung lama (misalnya infeksi dan asupan makanan yang buruk), yang kemudian
tidak terimbangi oleh catch up growth (kejar tumbuh) (Supariasa, 2002).
Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berlanjut dalam
setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang mengalami
kekurangan energi kronis (KEK) akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR). BBLR ini akan berlanjut menjadi balita gizi kurang (stunting) dan
berlanjut ke usia anak sekolah dengan berbagai konsekuensinya. Konsep timbulnya
malnutrisi terjadi akibat dari faktor lingkungan dan faktor manusia (host) yang
didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi. Akibat kekurangan zat gizi, maka
simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan
ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi
kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang sudah saat dikatakan malnutrisi, walaupun
hanya ditandai dengan penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat.
4. Klasifikasi
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya
dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan
hasilnya berada dibawah normal. Penghitungan ini menggunakan standar z-score dari
WHO. Klasifikasi stunting terbagi menjadi tiga, yaitu normal, pendek dan sangat
pendek yang merupakan pengklasifikasian status gizi yang didasarkan pada indeks
panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek)
(Kemenkes, 2013).
a. Sangat pendek : z-score <-3,0
b. Pendek : z-score <-2,0 s.d z-score ≥-3,0
c. Normal : z-score ≥-2,0
5. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit stunting sebenarnya sudah bisa teramati sejak lahir, beberapa
gejala dan tanda lain yang terjadi kalau anak mengalami stunting antara lain; anak
berbadan lebih pendek untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal tetapi
anak tampak lebih muda atau lebih kecil untuk usianya, Pertumbuhan tulang tertunda,
berat badan tidak naik, cenderung menurun, untuk anak perempuan, menstruasi
terlambat dan mudah terkena penyakit infeksi. Risiko yang dialami oleh anak pendek
atau stunting kesulitan belajar dan kemampuan kognitifnya lemah, Mudah lelah dan
tak lincah, risiko mengalami berbagai penyakit kronis saat dewasa seperti diabetes,
jantung, kanker (Sandjojo, 2017).
6. Dampak Stunting
Dampak jangka pendek bagi anak yang mengalami stunting adalah
terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan
gangguan metabolisme dalam tubuh. Dalam jangka panjang dampak buruk dari
stunting adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit
diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan
disabilitas pada usia tua (Sandjojo, 2017).
7. Pemeriksaan Antropometri
Antropometri berasal dari kata “anthropos” (tubuh) dan “metros” (ukuran)
sehingga antropometri secara umum artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.
Dimensi tubuh yang diukur, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah
kulit (Supariasa, 2002). Dimensi tubuh yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu umur
dan tinggi badan, guna memperoleh indeks antropometri tinggi badan berdasar umur
(TB/U).
a. Umur
Umur adalah suatu angka yang mewakili lamanya kehidupan seseorang.
Usia dihitung saat pengumpulan data, berdasarkan tanggal kelahiran. Apabila
lebih hingga 14 hari maka dibulatkan ke bawah, sebaliknya jika lebih 15 hari
maka dibulatkan ke atas. Informasi terkait umur didapatkan melalui pengisian
kuesioner.
b. Tinggi badan
Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur tubuh
dan panjang tulang. Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer. Ada dua macam
yaitu: ‘stadiometer portabel’ yang memiliki kisaran pengukur 840-2060 mm dan
‘harpenden stadiometer digital’ yang memiliki kisaran pengukur 600-2100 mm.
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki dan
aksesoris kepala, kedua tangan tergantung rileks di samping badan, tumit dan
pantat menempel di dinding, pandangan mata mengarah ke depan sehingga
membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi dari bagian inferior
orbita horizontal terhadap meatus acusticus eksterna bagian dalam). Bagian alat
yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh kepala (bagian verteks).
Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal. Pasien inspirasi
maksimum pada saat diukur untuk meluruskan tulang belakang. Pada bayi yang
diukur bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya panjang badan diukur
jika anak belum mencapai ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2 tahun.
Ukuran panjang badan lebih besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi. Oleh sebab itu, bila
anak diatas 2 tahun diukur dalam keadaan berbaring maka hasilnya dikurangi 1
cm sebelum diplot pada grafik pertumbuhan.
Anak dengan keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak
memungkinkan dilakukan pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara
pengukuran alternatif. Indeks lain yang dapat dipercaya dan sahih untuk
mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang lengan atas
(upper arm length), dan panjang tungkai bawah (knee height). Semua pengukuran
di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm.
4. Media Pendidikan
Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-alat bantu
tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoadmojo, 2012) :
a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan
b. Mencapai sasaran yang lebih banyak
c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman
d. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan –pesan yang diterima
oran lain
e. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan
f. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/ masyarakat
g. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan
akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik
h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh
Dengan kata lain media ini memiliki beberapa tujuan yaitu :
a. Tujuan yang akan dicapai
1) Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep- konsep
2) Mengubah sikap dan persepsi
3) Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru
b. Tujuan penggunaan alat bantu
1) Sebagai alat bantu dalam latihan/penataran/pendidikan
2) Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
3) Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi
4) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
Ada beberapa bentuk media penyuluhan antara lain (Notoadmojo, 2012) :
a. Alat bantu lihat (visual aid) yang berguna dalam membantu menstimulasi indra
penglihatan
b. Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat membantu untuk
menstimulasi indra pendengar pada waktu penyampaian bahan
pendidikan/pengajaran
c. Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)
Kelompok Kontrol
Input Proses Output
Kelompok eksperimen O₁ X₁ O₂
Pretest Intervensi Posttest
Kelompok kontrol O₃ X₀ O₄
Pretest Tidak diintervensi Posttest
Keterangan:
O₁ : Pengukuran tingkat pengetahuan ibu sebelum dilakukan intervensi pada
kelompok eskperimen.
O₂ : Pengukuran tingkat pengetahuan ibu setelah dilakukan intervensi pada kelompok
eskperimen.
O₃ : Pengukuran tingkat pengetahuan ibu pada kelompok kontrol.
O₄ : Pengukuran tingkat pengetahuan ibu pada kelompok kontrol.
X₁ : Intervensi atau perlakuan yang diberikan kepada pasien berupa program
pendidikan kesehatan dengan media audio visual.
X₀ : Tidak diberikan intervensi atau perlakuan.
Ardiyah, F.O., Ninna, R., & Mury, R. 2015. Faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting pada anak balita di wilayah pedesaan dan perkotaan. Jurnal Pustaka
Kesehatan 3 (1) : 163-170
Arsyad, A. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asyhar, R. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP)
Press.
Hidayat, L. 2008. Kekurangan energi dan zat gizi merupakan faktor resiko kejadian stunting
pada anak usia 1-3 tahun yang tinggal di wilayah kumuh perkotaan Surakarta. Jurnal
Kesehatan, 3 (1): 89-104
Mubarak, W. I., & Chayatin, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Kabeta, A., Belegavi, D., & Gizachew, Y. 2017. Factors associated with nutritional status of
under-five children in Yirgalem Town South Ethiopia. IOSR Journal of Nursing and
Health Science (IOSR-JNHS) 6 (2): 78-84.
Kapti, R.E., Rustina, Y., & Widyatuti. 2013. Efektivftas audiovisual sebagai media penyuluhan
kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam tatalaksana balita
dengan diare di dua Rumah Sakit kota Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan, 1 (1): 53-
59.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013a. Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak. Jakarta: Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI. 2013b. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pusat Data dan Informasi. Jakarta:
Kemenkes.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Pemantauan Status Gizi 2017. Jakarta:
Kemenkes.
Nurkarimah, dkk. 2018. Hubungan durasi pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting
pada anak. Jurnal Online Mahaaudiens 5 (2).
Rahayu, A., & Khairiya, L. 2014. Risiko pendidikaan ibu terhadap kejadian stunting pada anak
6-23 bulan. Panel Gizi Makan, 37 (2): 129-136.
RISKESDAS. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Sandjojo, E. P. 2017. Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta
: Prenada Media Group
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, edisi 2. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Setiawati, S., & Dermawan, A. C. 2008. Proses Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan.
Jakarta: Trans Info Media
Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sulpidar. 2014. Gambaran Perbandingan Status Gizi Balita Pada Penderita Gizi Kurang
Sebelum dan Sesudah Diberikan Taburia Di Puskesmas Antang Tahun 2014.
Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin.
Supariasa. 2002. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC
World Health Organization, 2010. Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country
Profile Indicators: Interpretation Guide. Geneva: WHO