Anda di halaman 1dari 6

PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN 60:40 % BERAT TANDAN

KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN


BANTUAN PUPUK CAIR ORGANIK AKTIF

MAKING OF COMPOST OF MIXING 60:40 % WEIGHT EMPTY FRUIT


BUNCHES (EFB) AND AZOLLA MICROPHYLLA WITH ASISTANCE ACTIVE
ORGANIC LIQUID FERTILIZER

Bambang Trisakti1, Irvan2, Andry Hammonang Sianturi3, Immanuel Putra Riau Hutagaol4
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Jl. Almamater Kampus USU Medan 20155 Indonesia
Email: b_trisakti@gmail.com

Abstrak
Proses pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan Azolla microphylla dengan
mencampur pupuk cair organik aktif (PCOA) merupakan alternatif pemanfaatan limbah padat yang
dihasilkan dari pabrik kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi kompos bermutu baik
dari campuran 60:40 % berat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan azolla microphylla dengan
bantuan pupuk cair organik. Proses pengomposan dilakukan dengan memasukkan tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) dan Azolla microphylla pada komposter dan ditambahkan dengan pupuk cair
organic aktif (PCOA) hingga nilai moisture content (MC) 55-65%. Selama pengomposan MC dijaga
pada kondisi dengan menambahkan PCOA. Parameter yang dianalisa adalah temperatur, moisture
content (MC), pH, water holding capacity (WHC), electrical conductivity (EC), dan rasio C-N. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kompos dapat dihasilkan dalam waktu ± 30 hari dengan karakteristik
pH 8,8; MC 59,92%, WHC 86%, C 27,24%, N 1,53% dan rasio C/N 17,80
Kata kunci: tandan kosong kelapa sawit (TKKS), Azolla microphylla, pupuk cair organik aktif (PCOA)
komposter, moisture content (MC).

Abstract
The process of composting empty fruit bunches (EFB) and Azolla microphylla by mixing active organic
liquid fertilizer (AOLF) was an alternative in the utilization of solid waste produced from the palm oil
mill. This research was to produce good quality compost from a mixture of 60:40% weight empty fruit
bunches (efb) and azolla microphylla with asistance active organic liquid fertilizer (AOLF). The
composting process is done by entering empty fruit bunches (EFB) and Azolla microphylla on the
composter and added active organic liquid fertilizer (AOLF) to achieve the moisture content (MC)
value of 55-65%. During composting, the MC was kept on the optimum condition by adding the AOLF.
The parameters analyzed were temperature, moisture content (MC), pH, water holding capacity (WHC),
electrical conductivity (EC), and C-N ratio. The result showed that compost can be produced within ±
30 days with characteristic of pH 8.8; MC 59.92%, WHC 86%, C 27.24%, N 1.53% and C / N ratio
17.80
Keywords : empty fruit bunches (EFB), Azolla microphylla, active organic liquid fertilizer (POA),
composter, moisture content (MC).

Pendahuluan Baharudin et al., setiap pengolahan TBS (tandan


Tanaman kelapa sawit merupakan salah buah segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak
satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki 23% dari total limbah [3].
posisi penting dalam sektor pertanian dan sektor Sebelumnya, TKKS dibakar pada
perkebunan. Kelapa sawit merupakan komoditi incinerator untuk diabukan. Abu hasil
andalan Indonesia yang perkembangannya pembakaran TKKS dapat digunakan sebagai
demikian pesat. Lahan yang optimal untuk pupuk, karena kandungan kaliumnya relatif
kelapa sawit harus mengacu pada tiga faktor tinggi yakni ± 30%. Namun, proses pembakaran
yaitu lingkungan, sifat fisik lahan dan sifat kimia ini sekarang dilarang berdasarkan Keputusan
tanah atau kesuburan tanah [1] Mentri Negara Lingkungan Hidup nomor 15
Pada proses pengolahannya, selain tahun 1996 tentang Program Langit Biru, untuk
menghasilkan CPO dan inti sawit, pabrik kelapa mencegah polusi udara. Azolla merupakan
sawit (PKS) juga menghasilkan limbah, yaitu tanaman jenis paku air yang hidupnya
limbah cair (palm oil mill effluent, POME) dan bersimbiosis dengan Cyanobacteria yang dapat
padat seperti tandan kosong kelapa sawit memfiksasi N2. Tanaman ini secara tidak
(TKKS), fiber, dan cangkang. Menurut langsung mampu mengikat nitrogen bebas yang

1
ada di udara dan dengan bantuan menggunakan variasi perbandingan. Hasil
mikroorganisme Anabaena azollae, nitrogen didapatkan setelah 60 hari, kompos terbaik
bebas yang diikat dari udara akan diubah menjadi adalah variasi POMS:PEFB:DC yaitu
bentuk yang tersedia bagi tumbuhan. Simbiosis 0,5:0,25:0,25, dengan C/N 13,47 dan pH basah
ini menyebabkan Azolla mempunyai kualitas yaitu 7,79.
nutrisi yang baik. Azolla sering ditemukan di Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan
lingkungan lahan pertanian terutama pada dilakukan dengan memotong ukuran TKKS
sawah-sawah yang biasa digenangi. sesuai variasi, kemudian dimasukkan kedalam
Pertumbuhan Azolla dilahan sawah pada keranjang Takakura dan ditambahkan POA
masa produksi tanaman padi lebih dianggap hingga moisture content (MC) bahan mencapai
sebagai tanaman pengganggu (gulma), sehingga MC optimum yaitu 55-65% dan variasi ukuran
penanganan Azolla dilakukan sebagaimana potongan TKKS yang dilakukan adalah <1 cm,
terhadap gulma lainnya. Pengendalian Azolla di 1-3 cm, 4-7 cm, 8-11 cm, dan 12-15 cm. Hasil
lahan sawah biasanya dilakukan dengan cara penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa
teknis mekanik, yaitu mengeluarkan Azolla dari rata-rata kompos telah masak dalam waktu ±40
dalam lahan secara mekanik baik dengan hari dan degradasi terbaik selama 40 hari
menggunakan alat ataupun secara manual [5]. diperoleh pada ukuran potongan 1-3 cm dengan
Oleh karena itu azolla perlu dimanfaatkan agar dengan pH 9, MC 52,69 %, WHC 76%, C
saat produksi azolla yang dianggap mengganggu 23,81%, N 1,96% dan C/N 12,15.
bisa digunakan untuk pembuatan pupuk bukan
dimusnahkan. Metodologi Penelitian
Bahan Baku Penelitian
Teori Bahan baku utama yang digunakan adalah
Pengomposan adalah sarana untuk mengubah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dari PKS
berbagai limbah organik menjadi produk yang Tunas Harapan Sawit Dolok Masihul, Azolla
dapat digunakan dengan aman dan microphylla, pupuk cair organic aktif (PCOA) hasil
menguntungkan sebagai pupuk hayati. Fungsi pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)
dari Pilot Plant Pembangkit Listrik Tenaga Biogas,
utama kompos adalah membantu meningkatkan
Pusdiklat LPPM, USU.
sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Takakura Home Method (THM) adalah
Prosedur Penelitian
metode pengomposan yang dikembangkan oleh
Komposter keranjang kosong ditimbang
Mr Koji Takakura, seorang insinyur lingkungan
beratnya. TKKS dipotong dengan ukuran1-3 cm.
dari JPec Co. Ltd untuk memecahkan masalah
Campuran TKKS dan Azolla dengan variasi yang
pengelolaan sampah di Surabaya. Hal ini
telah ditentukan dimasukan ke dalam komposter
dilaksanakan pada tahun 2004 sebagai metode
sebanyak 2 kg (hingga keranjang penuh).
pengomposan yang bertujuan untuk
Ditambahkan PCOA hingga mencapai MC
memecahkan masalah pengolahan limbah padat
pengomposan 55 – 65% dan dijaga MC dengan
masyarakat, terutama dalam mengelola masalah
cara penambahan selama proses pengomposan
limbah kota [31].
terjadi.
Takakura adalah sebuah komposter yang
terbuat dari keranjang yang dilapisi dengan
karpet pada bagian dalamnya, yang bertujuan
untuk mencegah masuknya serangga. Metode
pengomposan dengan Takakura ini
memungkinkan untuk pembuatan kompos yang
Hasil
mudah, higienis dan berkualitas baik dalam
Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan
waktu yang singkat.
Suhu dan MC
Banyak penelitian sebelumnya telah
Keberlangsungan proses pengomposan pada
dilakukan untuk mengetahui proses
campuran 60 : 40 % berat tandan kosong kelapa
pengomposan terbaik. Nutongkaew, dkk
sawit (TKKS) dan Azolla mycrophilla dapat
melakukan pengomposan TKKS dengan
dilihat dari perubahan suhu dan MC selama
campuran Palm Oil Mill Biogas Sludge (POMS)
proses pengomposan. Profil suhu cenderung
dan Decanter Cake (DC) menggunakan variasi
menurun selama proses pengomposan walaupun
perbandingan, dengan ukuran potongan TKKS
ada beberapa titik yang naik tetapi relatif kecil,
1-4 cm dan pengadukan setiap 10 hari sekali.
kenaikan terjadi pada hari ke 6-9, 14-15, 16-17,
Hasil penelitian ini diperoleh pengomposan
18-19, 21-22, 23-24, 25-26, 30-31, 32-33, 34-35,
TKKS dengan campuran Palm Oil Mill Biogas
41-42, 52-53 dan 59-60. Suhu rata-rata
Sludge (POMS) dan Decanter Cake (DC)

2
maksimum pada pengomposan ini adalah 45oC. cenderung basa. Selama pengomposan pH
Setelah itu, suhu perlahan mulai menurun sampai fluktuatif namun cenderung naik. Dapat dilihat
hari ke-60 . Hal ini sesuai dengan yang pada gambar bahwa pada hari ke 10 pH
dilaporkan oleh Shen et al. dan Siong et al, mengalami peningkatan yang signifikan.
mereka menyatakan bahwa setelah peningkatan Perubahan pH selama proses pengomposan
suhu yang cepat selanjutnya perlahan-lahan suhu disebabkan oleh aktivitas mikroba [7]. Kenaikan
akan menurun dan ini mengindikasikan bahwa pH terjadi karena N berubah menjadi NH3 atau
proses degradasi melambat seiring dengan NH4+ dalam proses amonifikasi, sehingga pH
menipisnya ketersediaan nutrisi [5]. meningkat. Penurunan pH disebabkan oleh
Moisture content (MC)adalah parameter proses penguapan ammonium dan pelepasan ion
penting untuk mengoptimalkan proses hidrogen sebagai akibat dari proses nitrifikasi [8].
pengomposan. Menurut Siong et al., Secara keseluruhan kondisi yang terjadi selama
ketergantungan mikroba terhadap air untuk pengomposan cenderung basa yaitu dengan
mendukung pertumbuhannya dapat rentang 7,1- 9,3. Hal ini terjadi karena adanya
mempengaruhi biodegradasi bahan-bahan pengadukan yang dilakukan dalam rentang 3 hari
organik [5]. Pada penelitian ini, penambahan sekali. Dengan dilakukannya pengadukan dapat
PCOA ke TKKS dan Azolla mycrophilla selain mengeluarkan CO2 yang terperangkap dalam
untuk menambah mikroba dan nutrisi, juga untuk ruang kosong antar partikel kompos, sehingga
mempertahankan nilai MC berkisar 55-65%. MC mencegah terjadinya kondisi asam pada
awal sebelum penambahan PCOA adalah 49,39% tumpukan atau penurunan pH yang signifikan [4].
lalu ditambahkan PCOA sebanyak 0,4877 kg Meningkatnya pH menjadi kondisi basa baik
sehingga nilai MC menjadi 62,17%. Hal tersebut untuk proses pengomposan. Karena kondisi basa
sesuai dengan yang dilaporkan Tiquia et al. dapat menghambat pertumbuhan patogen seperti
bahwa tingginya suhu dalam pengomposan bisa jamur yang dapat hidup dalam kondisi asam [9].
menyebabkan hilangnya air terus-menerus dalam
bentuk penguapan [6]. MC akhir diperoleh
sebesar 59,92%. Nilai ini mendekati dengan nilai
MC yang dipoeroleh pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Seperti yang dilaporkan Siong et al.
(2009), diperoleh MC 50% , dan Bahruddin et al
(2010), memperoleh MC sebesar 52 % [5,10].
Tiquia et al. (2001), juga melaporkan bahwa
kadar air sekitar 40 sampai 60 % diperlukan
untuk kelangsungan hidup mikroorganisme
sementara itu kadar melebihi 80% bisa Gambar 2. Perubahan pH selama pengomposan.
membunuh mikroba aerobik karena kekurangan
udara [21]. Oleh karena itu, penambahan PCOA
sangat penting untuk mempertahankan aktifitas
biologis serta menyediakan sumber nitrogen. Analisis Kompos Berdasarkan Perbandingan
C/N
Untuk mengetahui kualitas kompos yang
dihasilkan, maka perlu diukur perbandingan C/N
yang dilakukan 10 hari sekali selama proses
pengomposan. Pada pengomposan ini,
menggunakan campuran 60 : 40 % berat TKKS
dan Azolla mycrophilla yang dipotong dengan
ukuran 1-3 cm dan pengadukan 3 hari sekali. C/N
dianalisa sebanyak 6 kali selama proses
pengomposan dari hari ke-0 sampai hari ke-40
Gambar 1. Profil suhu dan moisture content dan hari ke-60. Nilai C/N sebelum perlakuan
(MC) adalah 40,61, setelah proses pengomposan nilai
C/N berkurang drastis menjadi 26,78 pada hari
Analisis Kompos Berdasarkan pH ke-10. Pada hari ke-20 nilai C/N menurun
Untuk melihat keberlangsungan proses menjadi 22,27. Pada hari ke-30 nilai C/N
pengomposan, maka perlu diukur pH kompos menurun menjadi 17,80. Pada hari ke-40 nilai
dalam komposter setiap hari sekali. rentang pH C/N menurun menjadi 14,66. Pada hari ke-60
selama 60 hari pengomposan adalah berkisar nilai C/N menurun menjadi 12,45. Penurunan
antara 7,1 hingga 9,3 yang menunjukkan kondisi nilai perbandingan C/N adalah akibat penurunan

3
kadar C selama pengomposan. Hal ini terjadi
karena adanya proses dekomposisi bahan
organik dari hasil aktivitas mikroba [5]. Nilai
perbandingan C/N merupakan salah satu
indikator penting yang menyatakan kematangan
kompos [10;11]. Campuran kompos awal
memiliki nilai perbandingan C/N 40,61 dan hasil
akhir pengomposan menunjukkan nilai
perbandingan C/N menjadi 12,45.

Gambar 4. Jumlah Bakteri dan Suhu Selama


Pengomposan

Analisis Kompos Berdasarkan Electrical


Conductivity (EC)
Untuk mengetahui jumlah garam terlarut dalam
menentukan kualitas kompos, perlu dilakukan
analisa EC. EC mencerminkan tingkat salinitas
dalam suatu produk kompos, yang menunjukkan
Gambar 3. Perubahan Nilai C/N
kemungkinan efek phytotoxic atau phyto-
inhibitory[14]. Pada Gambar terlihat perubahan
Analisis Kompos Berdasarkan Jumlah
nilai EC selama waktu pengomposan. Nilai EC
Bakteri Terhadap Suhu
kompos pada awal adalah 2388 µS.cm-1. Pada
Untuk melihat pertumbuhan mikroba selama
hari ke-15, nilai EC kompos mengalami
proses pengomposan perlu dilakukannya analisa
penurunan yaitu 2236 µS.cm-1. Kemudian pada
jumlah bakteri. Sehingga dapat dilihat perubahan
hari ke-30, nilai EC mengalami peningkatan
jumlah koloni mikroba selama terjadinya proses
yaitu 2392 µS.cm-1. Nilai EC kembali meningkat
pengomposan. VSS merupakan cara pengukuran
pada hari ke-45 yaitu 22482 µS.cm-1 dan nilai EC
mikroorganisme dan produksi biomassa secara
akhir yang didapat setelah proses pengomposan
tidak langsung [12]. Perubahan jumlah mikroba
ini adalah 2502 µS.cm-1. Penurunan nilai EC
terhadap waktu pengomposan. Jumlah mikroba
selama proses pengomposan adalah akibat
di awal adalah 230.320 mg/L setelah
langsung dari peningkatan konsentrasi nutrisi
penambahan PCOA. Kemudian jumlah mikroba
seperti nitrat dan nitrit[15] sedangkan
cenderung mengalami penurunan terhadap
peningkatan nilai EC dapat disebabkan karena
waktu pengomposan. Penurunan yang terjadi
pelepasan garam-garam mineral seperti ion-ion
pada hari ke-1 samapai dengan hari ke-60
Fosfat dan Ammonia melalui dekomposisi dari
disebabkan penurunan suhu dari termofilik
substansi organik [16].
menjadi mesofilik sehingga bakteri termofilik
banyak yang mati dan digantikan bakteri mesofik.
Penurunan suhu ini disebabkan karena sebagian
besar bahan organik telah mengalami degradasi.
Hal tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Budi
et al. (2009), bahwa pada setiap tahap awal
pengomposan, bakteri termofilik akan
menguraikan bahan organik karena bakteri ini
aktif pada suhu tinggi. Setelah sebagian besar
bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan mencapai suhu
normal sehingga bakteri termfilik akan mati [13].
Gambar 5. Perubahan Nilai EC Selama
Pengomposan

Kesimpulan
Kompos campuran 60:40 % berat tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) dan Azolla
microphylla dengan bantuan pupuk cair organic
aktif (PCOA) sebagai sumber mikroba, sumber
nutrisi dan penyangga MC terbukti dapat
menghasilkan kompos lebih kurang 30 hari.

4
dengan karakteristik pH 8,8, MC 59,92 %, WHC Ministry of Agriculture and Food of British
86%, C 27,24%, N 1,53%, dan perbandingan Colimbia.
C/N 17,80. [12] Bambang Trisakti, Veronica Manalu, Irvan,
Taslim Dan Muhammad
Daftar Pustaka Turmuzi, ―Acidogenesis of Palm Oil Mill
[1] Haryanti, Andi., Norsamsi., Putri Suci Effluent to Produce Biogas: Effect of
Fanny Sholiha., Novy Pralisa Putri. 2014. Hydraulic Retention Time and pH‖, Procedia:
Studi Pemanfaatan Limbah Padat Kelapa Social and Behavioral Sciences, 195 (2015),
Sawit. Samarinda : Program Studi Teknik hal: 2466-2474.
Kimia Universitas Mulawarman. [13] Schuchardt, Frank., D. Darnoko dan
[2] Baharuddinn, A.S., Lim, S.H., Mohd, Purboyo Guritno. 2002. Composting Of
Z.M.Y., Nor, Aini.A.R., Umi, K.M.D.S., Empty Oil Palm Fruit Bunch (EFB) With
Mohd, Ali.H., Minato, Wakisaka., Kenji, Simultaneous Evaporation Of Oil Mill
Sakai. 2010. Effects of Falm Oil Mill Waste Water (POME). International Oil
Effluent (POME) Anaerobic Sludge From 50 Palm Conference, Nusa Dua, Bali, Indonesia.
cm3 of Closed Anaerobic Methane Digested [14] SNI 19-7030-2004. Badan Standarisasi
Tank on Pressed-Shredded Empty Fruit Nasional
Bunch (EFB) Composting Process. African [15] Siong, Lim Hock.,Samsu, A.B.,et al. 2009.
Journal of Biotechnology. 9 (16): 2427-2436 Physicochemical Changes in Undrow Co-
[3] Sudjana, Briljan. 2014. Penggunaan Azolla Composting Process of Oil Palm Mesocarp
untuk Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Fiber and Palm Oil Mill Efluent Anaerobic
Ilmiah. Volume 1. Nomor 2. Halaman 72-81. Sludge. Australian Journal of Basic and
Jurusan Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Applied Sciences. 3 (3): 2809-2816
UNSIKA [16] Rynk, Robert. 1992. On-Farm Composting
[4] Tchobanoglous, George. 1993. Integrated Handbook. New York: Northeast Regional
Solid Waste Management. Mc Graw-Hill Agricultural Engineering Service. Hal 8-9
[5] Huei, G.Y dan Muhamad Hakimi Ibrahim. [17] BPS. 2016. Statistik Kelapa Sawit Indonesia
2013. Local Knowledge In Waste 2016. http://www.bps.go.id. Diakses pada
Management: A study Of Takakura Home 01 November
Method. Journal of Science and Technology. [18] Suhaimi, M., dan Ong, H.K. 2001.
2 (3): 528-533 Composting Empty Fruit Bunches Of Oil
[6] Tiquia, Sonia.M., et al. 2001. Dynamics of Palm. Malaysian Agricultural Research and
Yard Trimmings Composting as Determined Development Institute (MARDI)
by Dehydrogenase Activity, ATP Content, [19] Baharuddinn, A.S., Lim, S.H., Mohd,
Arginie Ammonification, and Nitrification Z.M.Y., Nor, Aini.A.R., Umi, K.M.D.S.,
Potential. Journal Process Biochemistry. 37: Mohd, Ali.H., Minato, Wakisaka., Kenji,
1057-1065 Sakai. 2010. Effects of Falm Oil Mill
[7] Zahrim, A. Y dan Asis, T. 2010. Production Effluent (POME) Anaerobic Sludge From 50
Of Non Shredded Empty Fruot Bunch Semi cm3 of Closed Anaerobic Methane Digested
Compost. Journal The Institution of Tank on Pressed-Shredded Empty Fruit
Engineers Malaysia, 71(4):11-17. Bunch (EFB) Composting Process. African
[8] Sekarsari, Nindi. 2011. Pengaruh Frekuensi Journal of Biotechnology. 9 (16): 2427-2436
Pengadukan Terhadap Proses [20] Sundberg, C., Smars, S., Jonsson, H. 2004.
Pengomposan Open Windrow (Studi Kasus : Low pH as an Inhibiting Factor in the
UPS Jalan Jawa, Kota Depok). Depok : Transsition From Mesophilic Phase in
Universitas Indonesia Composting. Journal of Bioresource
[9] Saidi N, Cherif M, Mahrouk M, Fumio M, Technology. 95: 145-150
Boudabous A, Hassen A (2008). Evaluation [21] Seperation at Source, Collection and
of biochemical parameters during Composting of Waste in Surabaya,
composting of various wastes compost. Am. Indonesia : Promoting the Reduction and
J. Environ. Sci. 4: 332-341. Recycling of Waste,” Kitakyushu
[10] Oviasogie, P.O., Aisueni, N.O. dan Brown, International Techno-Cooperative
G.E. 2010. Oil Palm Composted Biomass : Association, Maret 2007, hal 11 [23]Moses
A review of The Preperation , Utilization, Aderemi Olutoye dan Elizabeth Jumoke
Handing and Storage. African Journal of Eterigho. 2008. Modelling of a Gas
Agricultural Research 5(13): 1553-1571. Absorption Column for CO2-NaOH System
[11] British Colimbia Ministry of Agriculture Under Unsteady–State Regime. Leonardo
and Food. (1996). The Composting Process.

5
Electronic Journal of Practices and
Technologies. Issue 12.

Anda mungkin juga menyukai