Definisi
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan,
aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.
Jika seseorang mengalami kekurangan gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan
lebih rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika memiliki kelebihan gizi akibat asupan gizi
yang melebihi kebutuhan, serta pola makan yang padat energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena
berbagai penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dsb. Karena itu, pedoman gizi
seimbang disusun berdasarkan kebutuhan yang berbeda pada setiap golongan usia, status kesehatan dan
aktivitas fisik.
Zat gizi dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, yaitu berdasarkan fungsi, berdasarkan jumlah yang
dibutuhkan tubuh dan berdasarkan sumbernya:
1. Berdasarkan fungsi
Setiap zat gizi memiliki fungsi yang spesifik. Masing-masing zat gizi tidak dapat berdiri sendiri dalam
membangun tubuh dan menjalankan proses metabolisme. Namun zat gizi tersebut memiliki berbagai
fungsi yang berbeda.
a. Zat gizi sebagai sumber energi
Sebagai sumber energi zat gizi bermanfaat untuk menggerakkan tubuh dan proses metabolisme
di dalam tubuh. Zat gizi yang tergolong kepada zat yang berfungsi memberikan energi adalah
karbohidrat , lemak dan protein. Bahan pangan yang berfungsi sebagai sumber energi antara lain
: nasi, jagung, talas merupakan sumber karbohidrat; margarine dan mentega merupakan sumber
lemak; ikan, daging, telur dan sebagainya merupakan sumber protein.
Ketiga zat gizi ini memberikan sumbangan energi bagi tubuh. Zat-zat gizi tersebut merupakan
penghasil energi yang dapat dimanfaatkan untuk gerak dan aktifitas fisik serta aktifitas
metabolisme di dalam tubuh. Namun penyumbang energi terbesar dari ketiga unsur zat gizi
tersebut adalah lemak.
Zat gizi yang termasuk dalam kelompok ini adalah protein, lemak, mineral dan vitamin. Namun
zat gizi yang memiliki sumber dominan dalam proses pertumbuhan adalah protein.
2. Berdasarkan jumlah
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh zat gizi terbagai atas dua, yaitu:
a. Zat gizi makro
Zat gizi Makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi
yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak dan protein.
3. Berdasarkan Sumber
Zat gizi dapat dikelompokkan berdasarkan sumbernya. Berdasarkan sumbernya zat gizi terbagi dua,
yaitu nabati dan hewani
Status gizi adalah Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya
pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
a. Antropometri
Definisi
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat
badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang
dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja,
ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
IMT = -------------------------------------------------------
Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut:
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <>
Kurus sekali Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Obes Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat badannya
yaitu : jika ≤ 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 –
3900 gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap gizi lebih.
Untuk Wanita hamil jika LILA (LLA) atau Lingkar lengan atas <>
b. Klinis
Definisi
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan
untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan
fifik yaitu tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit.
c. Biokimia
Definisi
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot.
Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
d. Biofisik
Definisi
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur
dari jaringan.
Penggunaan
Umumnya dapat digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi
gelap.
b. Statistik Vital
Definisi
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis dan
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan.
Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat.
c. Faktor Ekologi
Definisi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksibeberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan
yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi
dll.
Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi
gizi.
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (lihat skema.) sebagai salah satu strategi
untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang
dapat disebabkan oleh:
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak
hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup
makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula
pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit.
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah
maupun mutu gizinya.
b. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat
menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.Sistim pelayanan kesehatan yang ada
diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga.
Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
4. Akar masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan
tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan
keluarga yang tidak memadai.
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang
utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari
masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah
berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus,
kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia
sekolah. Anak balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi, apabila sesuai dengan standar anak
disebut Gizi Baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut Gizi Kurang, sedangkan jika jauh di bawah
standardisebut Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tandatanda klinisseperti ; wajah sangat kurus,
muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut Marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada
kaki, wajah membulat dan sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor atau Marasmus
Kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”. Gizi mikro (khususnya Kurang Vitamin A, Anemia
Gizi Besi, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium).
Menurut Hadi (2005), Indonesia mengalami beban ganda masalah gizi yaitu masih banyak masyarakat yang
kekurangan gizi, tapi di sisi lain terjadi gizi lebih.
Menurut Hadi (2005), solusi yang bisa kita lakukan adalah berperan bersama-sama.
Peran Pemerintah dan Wakil Rakyat (DPRD/DPR). Kabupaten Kota daerah membuat kebijakan yang
berpihak pada rakyat, misalnya kebijakan yang mempunyai filosofi yang baik “menolong bayi dan keluarga
miskin agar tidak kekurangan gizi dengan memberikan Makanan Pendamping (MP) ASI.
Peran Perguruan Tinggi. Peran perguruan tinggi juga sangat penting dalam memberikan kritik maupun saran
bagi pemerintah agar supaya pembangunan kesehatan tidak menyimpang dan tuntutan masalah yang riil
berada di tengah-tengah masyarakat, mengambil peranan dalam mendefinisikan ulang kompetensi ahli gizi
Indonesia dan memformulasikannya dalam bentuk kurikulum pendidikan tinggi yang dapat memenuhi tuntutan
zaman.
Menurut Azwar (2004). Solusi yang bisa dilakukan adalah :
1. Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan penangulangan
kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan
menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak
terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya,
bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh
karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan
keterlibatan seluruh sektor terkait.
2. Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan peningkatan status gizi.
Dengan peningkatan status gizi masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan
produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat diminimalkan.
3. Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’ (efektif dan efisien) dan
lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti:
target yang spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat misalnya pemberian
Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY dapat mencegah cacat permanen baik
pada fisik maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi
diupayakan melalui pembiayaan publik.
4. Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat dan evidence base dalam
menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping
pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian intervensi melalui kaidah-kaidah
yang dapat dipertanggung jawabkan.
5. Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah gizi, baik
kemampuan teknis maupun kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan
untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek yang saling
mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan
diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
6. Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya perbaikan
gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.
Gizi Baik
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan,
aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal
Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, prinsip Gizi Seimbang divisualisasi berupa “piramida” Gizi
Seimbang. Tidak semua
Nutrisi makro yang bisa diberikan setiap hari adalah daging sapi, telur, kacang-kacangan, dan produk
kedelai. Walau pun kandungannya tidak selengkap Zinc Capsule dan Spirulina tapi setidaknya bisa
mengurangi kekurangan gizi yang berlebihan
4. Kuku dan kulit bersih, tidak pucat, tidak bersisik, dan tidak kering
Jika anak Anda mengalami gangguan pada kuku dan kulit berarti anak Anda kekurangan vitamin A,
vitamin C, dan vitamin E. Vitamin-vitamin ini ada pada ikan, kuning telur, sayuran dan buah-buahan
berwarna kuning dan jingga. Termasuk di dalamnya terdapat betakaroten sebagai zat anti oksidan
(anti penuaan dini)
Selain masalah serat, nafsu makan dan BAB teratur berkaitan dengan kecukupan mineral zinc dan
kalsium. Kalsium tidak hanya untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kalsium juga berperan penting
untuk menjaga kesehatan pencernaan. Yaitu menjaga kehidupan bakteri positif di usus dan tetap
menjaga otot-otot usus tetap aktif bergerak mengolah makanan dan mengeluarkan kotoran sisa
metabolisme. Kandungan nutrisi pada Spirulina Capsules juga mengalahkan berbagai jenis sayuran.
Gizi Buruk
Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa diakibatkan oleh
kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti
adanya penyakitinfeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk
ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun
berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami defisiensi. Walaupun demikian,
gejala umum dari gizi buruk adalah:
Kelompok usia lanjut termasuk kelompok rentan gizi meskipun kelompok ini tidak dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan. Hal ini disebabkan kelompok usia ini mengalami kelainan gizi.
Gizi Berlebih
Gizi berlebih dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit kegemukan (obesitas). Penyakit ini terjadi
ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yakni konsumsi kalori terlalu berlebih
dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi. Kelebihan energi di dalam tubuh ini disimpan dalam
bentuk lemak.
Penyakit yang terkait dengan obesitas ini antara lain diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kanker,
stroke.
Pengertian
Riset Kesehatan Dasar adalah riset berbasis masyarakat untuk mendapatkan gambaran
kesehatan dasar masyarakat, termasuk biomedis yang menggunakan sampel Susenas Kor
dan informasinya mewakili tingkat kabupaten/kota, Propinsi dan nasional.
Riset Kesehatan Nasional (RISKESDAS) yang dilaksanakan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) terdiri dari 3 kegiatan.
a. Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS)
b. Riset Fasilitas Kesehatan (RIFASKES)
c. Riset Khusus (RIKUS)
Prinsip Riskesdas
1) Riset berskala nasional, dilaksanakan serentak dalam waktu yang sama, dengan
sebagian besar informasi dapat mewakili tingkat kabupaten/kota. Beberapa data
yang membutuhkan sampel besar (misalnya angka kematian bayi) yang
diharapkan dapat mewakili kabupaten/kota, diharapkan dapat memberi estimasi
tingkat Propinsi atau nasional.
2) Pengembangan indikator Riskesdas didasarkan atas kebutuhan untuk memonitor
pencapaian indikator pembangunan kesehatan, seperti Millenium Development
Goals (MDGs), Rencana Strategis (Renstra) Depkes, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
3) Besar sampel yang terintegrasi dengan Susenas (sampel Kor), bila diperlukan,
daerah dapat menambah sampel untuk mewakili kecamatan dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh daerah.
4) Pengumpulan data dilakukan secara terintegrasi antara petugas kesehatan dan
petugas statistik setempat yang terlatih, dengan pendampingan teknis dari tim
Riskesdas.
5) Data kesehatan berbasis masyarakat dikumpulkan melalui metode wawancara,
pengukuran, dan pemeriksaan spesimen biomedis.
6) Informasi hasil pengolahan dan analisis data, dapat dimanfaatkan di tingkat
nasional, Propinsi dan kabupaten/kota.
Tujuan Penelitian
a) Tujuan Umum
Mengetahui data dasar kesehatan untuk keperluan perencanaan di tingkat
kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
b) Tujuan Khusus
a. Mengukur prevalensi penyakit menular dan tidak menular, riwayat penyakit
keturunan termasuk data biomedisnya
b. Mengetahui faktor risiko penyakit menular dan tidak menular
c. Mengetahui ketanggapan sistem kesehatan di unit pelayanan kesehatan
d. Mengukur angka kematian dan menelusuri sebab kematian
c) Output yang diharapkan
Tersedianya data dasar kesehatan meliputi :
a. Status kesehatan
- Tingkat Morbiditas (prevalensi penyakit menular dan tidak menular, tingkat
kabupaten/kota untuk penyakit dengan prevalensi tinggi, atau tingkat
provinsi bagi penyakit dengan prevalensi rendah)
- Trauma dan kecelakaan di tingkat provinsi
- Tingkat Mortalitas (angka kematian ibu, angka kematian bayi) di tingkat
nasional
- Tingkat Disabilitas (angka disabilitas/cacat, jenisnya dan alat bantu yang
diperlukan)
- Kesehatan gigi dan mulut di tingkat kabupaten/kota
- Kesehatan mata (visus) di tingkat kabupaten/kota
b. Status gizi (di tingkat kabupaten/kota).
c. Pengetahuan-sikap-perilaku kesehatan (flu burung, HIV/AIDS, perilaku
higienis, penggunaan tembakau, minum alkohol, pola konsumsi, dan aktivitas
fisik) di tingkat kabupaten/kota.
d. Ketanggapakan sistem kesehatan di tingkat kabupaten/kota.
e.
Pembiayaan kesehatan di tingkat kabupaten/kota
f.
Akses dan manajemen pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota
g.
Sanitasi di lingkungan rumah-tangga di tingkat kabupaten/kota
h.
Konsumsi makanan rumah-tangga di tingkat kabupaten/kota
i.
Kadar Yodium (semi kuantitatif) pada garam rumah tangga di tingkat
kabupaten/kota
j. Kadar Yodium (kuantitatif) pada garam dapur rumah tangga dan dalam urine
di tingkat nasional
k. Biomedis (penyakit menular, PD3I, penyakit tidak menular, penyakit kronik
degeneratif, gizi dan penyakit kelainan bawaan) di daerah perkotaan dan
pedesaan tingkat nasional
Manfaat Penelitian
1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
- Mampu merencanakan, melaksanakan survei kesehatan lanjutan di
wilayahnya.
- Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat, sesuai situasi dan
kondisi tiap kabupaten/kota.
- Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti.
2. Untuk Provinsi dan Pusat
- Mampu memetakan masalah kesehatan dan menajamkan prioritas
pembangunan kesehatan antar wilayah.
Definisi
a. Perilaku Sehat
Adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan
Masyarakat.
Adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam
hal ini ada 5 program priontas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana
Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM.
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau
dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat.
Konsep
Untuk mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditiap tatanan; diperlukan pengelolaan
manajemen program PHBS melalui tahap pengkajian, perencanaan, penggerakan pelaksanaan sampai dengan
pemantauan dan penilaian. Selanjutnya kembali lagi ke proses semula.
Selanjutnya dalam program promosi kesehatan dikenal adanya model pengkajian dan penindaklanjutan
(precede proceed model) yang diadaptasi dari konsep L W Green:
Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta cara
menindaklanjutinya dengan berusaha mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut kearah
yang lebih positif. Proses pengkajian mengikuti anak panah dari kanan ke kiri, sedang proses
penindaklanjutan dilakukan dari kiri ke kanan.
Dengan demikian manajemen PHBS adalah penerapan keempat proses manajemen pada umumnya ke dalam
model pengkajian dan penindaklanjutan.
1. Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang Pembangunan sehingga kualitas
hidup ini sejalan dengan tingkat sesejahteraan.
2. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan, dengan adanya
derajat kesehatan akan tergambarkan masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
3. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yang langsung/tidak mempengaruhi
derajat kesehatan.
4. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya aksi dan reaksi
seseorang atau organisme terhadap lingkungannya.
Dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Ada 3 faktor
penyebab mengapa seseorang melakukan perilaku tertentu yaitu faktor pemungkin, faktor pemudah dan
faktor penguat.
1. Faktor pemungkin adalah faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau
aspirasi terlaksana.
2. Faktor pemudah adalah faktor pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau
motivasi bagi perilaku.
3. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan
atau tidak.
Ketiga faktor penyebab tersebut di atas dipengaruhi oleh faktor penyuluhan dan faktor kebijakan. peraturan
serta organisasi. Semua faktor faktor tersebut merupakan ruang lingkup promosi kesehatan.
Faktor lingkungan adalah segala faktor baik fisik, biologis maupun sosial budaya yang langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi derajat kesehatan.
Promosi kesehatan adalah proses memandirikan masyarakat agar dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Ottawa Charter 1986). Promosi kesehatan lebih menekankan pada lingkungan untuk
terjadinya perubahan perilaku. Contohnya masyarakat dihimbau untuk membuang sampah di tempatnya,
selanjutnya diterbitkan peraturan dilarang membuang sampah sembarangan. Himbauan dan peraturan tidak
akan berjalan, apabila tidak diikuti dengan penyediaan fasilitas tempat sampah yang memadai.
Demikian penjelasan singkat mengenai precede proceed model yang dikaitkan dengan program PHBS.
Selanjutnya sebelum melaksanakan langkah-langkah manajemen PHBS, terlebih dahulu dilakukan kegiatan
persiapan yang meliputi :
a. Persiapan sumber daya manusia
Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen pengelola program Promkes, bentuk
kegiatannya yaitu :
1. Pemantapan program PHBS bagi pengelola program Promkes (internal)
2. Sosialisasi dan advokasi kepada para pengambil keputusan
3. Pertemuan lintas program dan pertemuan lintas sektor
4. Pelatihan PHBS
5. Lokakarya PHBS
6. Pertemuan koordinasi dengan memanfaatkan forum yang sudah berjalan baik resmi maupun
tidak resmi.
Tahap Pengkajian
Tujuan pengkajian adalah untuk mempelajari, menganalisis dan merumuskan masalah perilaku yang berkaitan
dengan PHBS. Kegiatan pengkajian meliputi pengkajian PHBS secara kuantitatif, pengkajian PHBS
secara kualitatif dan pengkajian sumber daya (dana, sarana dan tenaga).
a. Pengkajian masalah PHBS secara kuantitatif
1. Pengumpulan Data Sekunder
Kegiatan ini meliputi data perilaku dan bukan perilaku yang berkaitan dengan 5 program
prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan lingkungan, gaya hidup, dan JPKM dan data lainnya sesuai
dengan kebutuhan daerah. Data tersebut dapat dipefoleh dari Puskesmas, Rumah Sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lainnya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sebagai
informasi pendukung untuk memperkuat permasalahan PHBS yang ditemukan di lapangan.
Selanjutnya dibuat simpulan hasil analisis data sekunder tersebut.
Metoda Pengambilan sampel perilaku sehat di tatanan rumah tangga adalah dengan rapid survai
atau survai cepat (terlampir). Sedangkan untuk tatanan lainnya dapat dilakukan keseluruh
populasi. Berikut ini cara pengambilan sampel tatanan rumah tangga di tingkat kabupaten/kota.
Untuk mengukur masalah PHBS di tatanan rumah tangga, maka jumlah sampel harus
mencukupi. Perhitungan sampel sederhana yang direkomendasikan WHO yaitu :
30 x 7 = 210 rumah tangga (30 kluster dan 7 rumah tangga per kluster)
Di tingkat kabupaten/kota kluster dapat disetarakan dengan kelurahan atau desa. Ada 2 t
ahapan kluster yang digunakan untuk tatanan rumah tangga, tahap pertama dapat dipilih
sejumlah kluster (kelurahan / desa), tahap kedua ditentukan rumah tangganya.
Pemetaan ini berguna sebagai potret untuk mengetahui permasalahan yang ada di masyarakat
dan memotivasi pengelola program untuk meningkatkan klasifikasi PHBS. Diharapkan
masyarakat yang bersangkutan, lintas sektor. LSM peduli kesehatan, swasta khususnya Pemda
kabupaten / kota dan TP PKK mempunyai komitmen untuk mendukung PHBS.
Berdasarkan kajian perilaku dan pemetaan wilayah, maka dihasilkan Pemetaan PHBS,
ditentukan prioritas masalah perilaku kesehatan, dan ditentukan alternatif intervensi
penyuluhan.
Selanjutnya dilakukan strategi komunikasi PHBS, yang meliputi antara lain pesan dan media yang
akan dikembangkan, metode apa saja yang digunakan. pelatihan yang perlu dilaksanakan dan
menginventarisasi sektor mana saja yang dapat mendukung PHBS.
4. Tahap Perencanaan
Penyusunan rencana kegiatan PHBS gunanya untuk menentukan tujuan, dan strategi
komunikasi PHBS. Adapun langkah-langkah perencanaan sebagai berikut:
Menentukan Tujuan
Berdasarkan kegiatan pengkaj ian PHBS dapat ditentukan klasifikasi PHBS wilayah
maupun klasifikasi PHBS tatanan, maka dapat ditentukan masalah perilaku kesehatan
masyarakat di tiap tatanan dan wilayah. Selanjutnya berdasarkan masalah perilaku
kesehatan dan hasil pengkajian sumber daya PKM ditentukan tujuan yang akan dicapai
untuk mengatasi masalah PHBS yang ditemukan. Contoh hasil pengkajian PHBS
secara kuantitatif ditemukan masalah merokok pada tatanan rumah tangga, maka
ditentukan tujuannya.
Tujuan Umum : Menurunkan prosentase keluarga yang tidak merokok selama
satu tahun.
Tujuan Khusus : Menunuikan prosentase tatanan rumah tangga yang merokok.
dari 40% menjadi 20%.
Kegiatan ini secara komprehensif harus ada dalam perencanaan, Namur untuk menentukan
kegiatan apa yang lebih besar daya ungkitnya ditentukan dari hasil pengkajian. Contoh, dari
hasil pengkajian diperoleh data bahwa masih banyak keluarga yang membuang sampah
sembarangan. Setelah dilakukan analisis data kualitatif melalui FGD ternyata penyebabnya
adalah tidak adanya tempat sampah. Pada situasi ini kegiatan yang bernuansa bina
suasana akan lebih banyak porsinya dibanding dengan kegiatan lainnya.
Contoh lain, dari hasil pengkajian diperoleh data bahwa masih banyak keluarga yang tidak
memeriksakan kehamilannya. Setelah dilakukan analisis kualitatif, diperoleh kesimpulan
bahwa mereka tidak mengerti manfaat pemeriksaan kehamilan. Kondisi seperti ini kegiatan
gerakan masyarakat akan lebih banyak dilakukan dibanding kegiatan lainnya.
5. Tahap Perencanaan
Advokasi (Pendekatan pada para pengambil keputusan)
Ditingkat keluarga/rumah tangga, strategi ini ditujukan kepada para kepala keluarga/
bapak/suami, ibu, kakek, nenek. Tuiuannya agar para pengambil keputusan di tingkat
keluarga/rumah tangga dapat meneladani dalam berperilaku sehat, memberikan
dukungan, kemudahan, pengayoman dan bimbingan kepada anggota keluarga dan
lingkungan disekitarnya.
Ditingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada para pimpinan atau pengambil
keputusan, seperti Kepala Puskesmas, pejabat di tingkat kabupaten/kota, yang secara
fungsional maupun struktural pembina program kesehatan di wilayahnya.
Tujuannya adalah agar para pimpinan atau pengambil keputusan mengupayakan
kebijakan, program atau peraturan yang berorientasi sehat, seperti adanya peraturan
tertulis, dukungan dana, komitmen, termasuk memberikan keteladanan.
Langkah-langkah Advokasi
1) Tentukan sasaran yang akan diadvokasi, baik sasaran primer, sekunder atau
tersier
2) Siapkan informasi data kesehatan yang menyangkut PHBS di 5 tatanan.
3) Tentukan kesepakatan dimana dan kapan dilakukan advokasi.
4) Lakukan advokasi dengan cara yang menarik dengan menggunakan teknik dan
metoda yang tepat.
5) Simpulkan dan sepakati hasil advokasi.
6) Buat ringkasan eksekutif dan sebarluaskan kepada sasaran.
Tujuannva adalah agar kelompok ini dapat mengembangkan atau menciptakan suasana
yang mendukung dilaksahakannva PHBS di lingkungan keluarga. Caranya antara lain
melalui anjuran untuk selalu datang ke Posyandu mengingatkan anggota keluarga untuk
tidak merokok di dekat ibu hamil dan balita.
Di tingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder, seperti
petugas kesehatan, kader, lintas sektor, lintas program Lembaga Swadaya Masyarakat,
yang peduli kesehatan, para pembuat op dan media masa. Tujuannya adalah agar
kelompok ini dapat mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung
dilaksanakannya PHBS. Caranyaantara lain melalui penyuluhan kelompok, lokakarya,
seminar, studi banding, pelatihan, dsb.
Gerakan Masyarakat
Di tingkat keluarga/RT, strategi ini ditujukan kepada anggota keluar seperti bapak, ibu
yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk lingkungannya dengan cara menjadi
kader posyandu, aktif di LSM peduli kesehatan dll. Tujuannya agar kelompok sasaran
meningkat pengetahuannya kesadaran maupun kemampuannya, sehingga dapat
berperilaku sehat. Caranya dengan penyuluhan perorangan. kelompok, membuat gerak
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Ditingkat petugas strategi ini ditujukan kepada sasaran primer, meliputi pimpinan
puskesmas. kepala dinas kesehatan, pemuka masyarakat. Tujuannya meningkatkan
motivasi petugas untuk membantu masyarakat untuk menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan Caranya antara lain melalui penyuluhan kelompok, lokakarya, seminar, studi
banding, pelatihan, dll.
Langkah-langkah kegiatan gerakan masyarakat
1) Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui berbagai kegiatan pembinaan.
2) Menganalisis dan mendisain metode dan teknik kegiatan pemberdaya seperti
pelatihan, pengembangan media komunikasi untuk penyuluhan individu, kelompok
dan massa, lomba, sarasehan dan lokakarya.
3) Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait pada tiap tatanan
dalam bentuk komitmen dan sumber daya.
4) Mengembangkan metoda dan teknik serta media yang telah diujicoba dan
disempurnakan.
5) Membuat format penilaian dan menilai hasil kegiatan bersama-sama dengan lintas
program dan lintas sektor pada tatanan terkait.
6) Menyusun laporan serta menyajikannya dalam bentuk tertulis (ringkasan,
eksekutif).
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang perlu dilakukan dalam penggerak; pelaksanaan
adalah menerapkan AIC, yaitu :
A (Apreciation) : penghargaan kepada para pelaksana kegiatan.
I (Involvement) : keterlibatan para pelaksana dalam tugasnya.
C (Commitment) : kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan, tugasnya.
Hasil yang dicapai dalam tahap penggerakan pelaksanaan adalah adanya kegiatan yang
dilaksanakan sesuai rencana, khususnya dalam :
1) Penyuluhan perorangan, kelompok dan masyarakat
2) Kegiatan pengembangan kemitraan dengan program dan sektor terkait serta dunia
usaha.
3) Kegiatan pendekatan kepada pimpinan/pengambil keputusan
4) Kegiatan pembinaan, bimbingan dan supervisi.
5) Mengembangkan daerah kajian atau daerah binaan.
6) Melaksanakan pelatihan, baik untuk petugas kesehatan, lintas sektor, organisasi
kemasyarakatan dan kelompok profesi.
7) Mengembangkan pesan dan media spesifik.
8) Melaksanakan uji coba media dll.
Waktu pemantauan dapat dilakukan secara berkala atau pada pertemuan bulanan, topik
bahasannya adalah kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan dikaitkan dengan jadwal
kegiatan yang telah disepakati bersama. Selanjutnya kendala-kendala yang muncul
perlu dibahas dan dicari solusinya.
Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen yang sudah dirancang sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Penilaian dilaksanakan oleh pengelola PHBS lintas
program dan lintas sektor. Penilaian PHBS meliputi masukan, proses dan keluaran
kegiatan. Misalnya jumlah tenaga terlatih PHBS media yang telah dikembangkan,
frekuensi dan cakupan penyuluhan.
Waktu penilaian dapat dilakukan pada setiap tahun atau setiap dua tahun Caranya
dengan membandingkan data dasar PHBS dibandingkan dengan data PHBS hasil
evaluasi selanjutnya menilai kecenderungan masing-masing indikator apakah
mengalami peningkatan atau penurunan, mengkaji penyebab masalah dan melakukan
pemecahannya, kemudian merencanakan intervensi berdasarkan data hasil evaluasi
PHBS.
Contoh di Kabupaten Pariaman data perilaku tidak merokok tahun 2001 menunjukan
44,2% sedangkan tahun 2002 ada peningkatan sebesar 73,6 %
2. Membutuhkan kemampuan
Seperti halnya kecerdasan, kesehatan pun membutuhkan kemampuan supaya bisa serius bisa
memiliki tubuh yang sehat, langsing, bugar, bergairah, dan relatif bebas. Kemampuan ini artinya akan
menyesuaikan dengan jenis kelamin pria atau wanita, pekerja kantor atau ibu rumah tangga, usia,
dan sebagainya.
9. Menyertakan suplemen
Sebaiknya menyertakan suplemen sebagai suplemasi tambahan untuk membantu memenuhi nutrisi
yang kurang di dalam tubuh.
Syarat melakukan aktivitas fisik dengan aman dan benar adalah bila berumur lebih dari 35 tahun
hati-hati apabila ada masalah dengan kesehatan. Aktivitas fisik dengan berolahraga sebaiknya
dimulai dengan pemanasan, mulailah dengan gerakan-gerakan ringan dan secara perlahan-lahan
ditingkatkan. Bila terasa terbiasa dapat dilakukan dengan frekuensi yang meningkat. Aktivitas fisik
secara sederhana dapat dilakukan dengan jalan cepat, naik turun tangga, senam, dan lain-lain.
3. Mengendalikan Stress
4. Hindari Narkoba
5. Tidak Merokok
6. Tidak Melakukan Hubungan Seksual diluar Nikah
”Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai kebersihan, mulia dan
mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan. Maka bersihkanlah halaman rumahmu dan
janganlah kamu menyerupai orang Yahudi.” (HR. Tirmidzi)