Kementerian Kesehatan RI
2014
TIM PENYUSUN MODUL III
1. Wawan Hernawan
2. Endang Sudjiati
3. Martin Hartiningsih
4. F. Dhianna
5. Nani Rukmanah
6. Marisca Astri Wahyuni
7. Durakmal
8. Sri Rahayuni
A. DESKRIPSI MODUL
Modul III ini akan menguraikan bentuk aplikatif dari konsep/ prinsip mutu dan
keselamatan pasien dalam lingkup peran perawat. Lingkup peran perawat
yang dijabarkan dalam modul merupakan peran signifikan perawat dan
pelaksanaannya menjadi indikator penting mutu dan keselamatan pasien.
Lingkup peran perawat tersebut adalah peran perawat dalam asesmen
pasien, manajemen obat, komunikasi efektif, pencegahan dan pengontrolan
infeksi, manajemen kegawatdaruratan, manajemen nyeri, memperkecil risiko
kejadian luka tekan, pengelolaan kondisi kelebihan kapasitas di Unit Gawat
Darurat (Emergency Department Overcrowding), serta pendidikan pasien.
Setiap penjabaran disertakan dengan langkah-langkah/ prosedur/ intervensi
keperawatan dan contoh kasus untuk memudahkan aplikasinya di lapangan.
B. KOMPETENSI
1. Melaksanakan asesmen pasien yang komprehensif dan akurat,
2. Melaksanakan peran perawat dalam manajemen obat,
3. Mampu menerapkan prinsip dan teknik komunikasi efektif,
4. Melaksanakan pencegahan dan pengontrolan infeksi,
5. Mampu melaksanakan manajemen kegawatdaruratan,
6. Mampu melaksanakan manajemen nyeri,
7. Mampu mengidentifikasi dan melaksanakan peran perawat dalam
memperkecil risiko kejadian luka tekan,
C. TUJUAN
Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mempelajari modul ini peserta dapat memahami dan melaksanakan
peran perawat dalam mutu dan keselamatan pasien.
E. METODA
1. Ceramah
2. Tanya-Jawab
3. Studi kasus
4. Diskusi
5. Role Play
F. MEDIA
1. Kasus
2. AVA
3. Flipchart/ whiteboard
G. EVALUASI
1. Observasi
2. Tes tertulis
A. PENDAHULUAN
Untuk secara efektif memberikan perawatan yang aman dan bermutu, perawat
harus mengetahui dan berperan aktif melaksanakan upaya mutu dan
keselamatan pasien sesuai kebijakan organisasi rumah sakit. Pelaksanaan
peran perawat dalam lingkup kegiatan di bawah ini diharapkan dapat
memberikan daya ungkit yang signifikan terhadap mutu dan keselamatan
pasien.
1. Asesmen Pasien
a. Pengertian
Asesmen/ pengkajian pasien merupakan proses pengumpulan data
yang dinamis, sistematik, berkelanjutan, terorganisir, dapat divalidasi
dan terdokumentasi. Menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit (2012),
asesmen pasien terdiri atas 3 (tiga) proses utama yaitu :
1) Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial
dan riwayat kesehatan pasien,
2) Analisis data dan informasi, termasuk hasil tes laboratorium dan
pencitraan diagnostik (imaging diagnostic) untuk mengidentifikasi
kebutuhan perawatan kesehatan pasien
3) Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan
pasien yang diidentifikasi.
b. Tujuan
Tujuan dari asesmen pasien agar pasien adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kebutuhan pasien berdasarkan alasan pasien
datang untuk berobat kerumah sakit, kebutuhan pasien dan jenis
perawatan yang diinginkan, seluruh informasi dikumpulkan dan
didokumentasikan dalam rekam medik.
2) Untuk mengenal kebutuhan pasien dan memulai proses
perawatannya dengan memahami perawatan yang dicari pasien
memilih jenis perawatan yang terbaik untuk pasien, membentuk
diagnosis awal dan memahami respon pasien terhadap perawatan
sebelumnya.
3) Untuk menilai apakah keputusan perawatan sesuai dan efektif
dengan dilakukan asesmen ulang selama perawatan sebagai
informasi yang digunakan oleh praktisi medis yang bertanggung
jawab dalam perawatan pasien
Penilaian ulang Perawat dilakukan setiap hari setiap akhir shift dan
bila sewaktu - waktu terjadi perubahan kondisi pasien serta pada
saat pasien menjelang ajal yang ditulis pada catatan
perkembangan terintegrasi
Hasil temuan dalam pelaksanaan asesmen didokumentasikan pada
catatan perkembangan terintegrasi dengan pola penulisan SOAP:
a) S : Data Subjektif (diungkapkan oleh pasien)
b) O : Data Objektif (yang diukur dan diamati)
c) A : Analisa (diagnose didasarkan pada data)
d) P : Rencana (apa yang akan direncanakan)
2. Manajemen Obat
a. Pengertian
Pengelolaan obat di RS merupakan satu aspek manajemen yang
penting, oleh karena ketidakefisiensinya akan memberi dampak yang
negatif terhadap RS baik secara medis maupun ekonomis.
b. Tujuan
Manajemen obat menjamin kelangsungan dan ketersediaan serta
keterjangkauan pelayanan obat agar efisien, efektif dan rasional.
Keberhasilan pengelolaan obat sangat terkait dengan pencatatan dan
pelaporan obat. Kegiatan ini merupakan upaya penatalaksanaan obat-
obatan secara tertib, baik mengenai jenis dan jumlahnya. Dalam hal
penerimaan, ketersediaan, pengeluaran atau penggunaannya juga
termasuk waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi dari obat-
obatan tersebut.
Melaksanakan proses manajemen obat yang efektif, efisien dan aman
bagi pasien sesuai dengan peran dan kewenangan perawat.
2) Operasional
a) Melaksanakan rekonsiliasi obat secara berkesinambungan
Dalam keselamatan pasien, peran perawat melaksanakan
proses rekonsiliasi secara berkesinambungan obat di setiap
transisi perawatan pasien sangatlah penting. Transisi dalam
perawatan pasien yang dimaksud adalah termasuk perubahan
dalam setting ruangan, layanan, praktisi, atau tingkat
perawatan. Proses pelaksanaan rekonsiliasi obat ini terdiri dari
lima langkah (The Joint Commision, 2006):
(1) Mengembangkan daftar obat saat ini;
(5) Obat high alert harus dipisahkan sesuai dengan daftar obat
high alert.
Elektrolit pekat tidak boleh berada di ruang perawatan,
kecuali di kamar operasi jantung dan unit perawatan intensif
(ICU) dengan syarat disimpan di tempat terpisah, akses
terbatas dan diberi label yang jelas untuk menghindari
penggunaan yang tidak disengaja.
(9) Perawat yang memberikan obat high alert secara infus harus
memastikan ketepatan kecepatan pompa infus dan jika obat
lebih dari satu, maka tempelkan label nama obat pada
syringe pump dan setiap ujung jalur selang.
2) Pesan ( message )
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu
yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat
disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media
komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan kesehatan, ,
informasi pelayanan, ataupun saran.
2) SBAR
Salah satu teknik komunikasi yang digunakan antar pemberi
layanan adalah teknik SBAR yaitu suatu teknik komunikasi yang
dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien
sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi antara
perawat dengan dokter maupun perawat dengan perawat saat
melakukan serah terima. Dengan teknik ini maka perawat dapat
memberikan laporan mengenai kondisi pasien secara informatif dan
terstruktur. SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan
kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera.
Empat unsur SBAR sebagai berikut :
1. Situation
a. Sebutkan nama anda dan unit dimana anda bekerja
b. Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien
c. Sebutkan masalah pasien tersebut ( sesak nafas, nyeri
dada)
2. Background
a. Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai
kebutuhan
b. Status kardiovaskuler (Tekanan Darah, Nyeri dada, EKG
dll)
c. Status respirasi (Frekuensi nafas, SpO2, Hasil analisa gas
darah dll)
d. Status gastrointestinal (nyeri perut, muntah, perdarahan)
e. Neurologis (GCS,pupil,Kesadaran)
f. Hasil pemeriksaan penunjang
4. Recommendation
Rekomendasi pilih sesuai kebutuhan :
a. Meminta dokter untuk memindahkan ke ICU
b. Meminta dokter untuk datang melihat pasien.
a. Tujuan
Meningkatkan peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di RS yang terintegrasi dengan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
b. Langkah-langkah/ prosedur
Peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah
sebagai berikut :
1) Penggunaan teknik aseptik dalam setiap tindakan
Teknik aseptik merupakan seperangkat praktik dan prosedur
tertentu yang dilakukan dengan tujuan meminimalkan kontaminasi
oleh patogen. Teknik ini digunakan untuk memaksimalkan dan
mempertahankan asepsis yaitu kondisi tidak adanya patogen
organisme dalam setting klinis. Teknik aseptik melindungi pasien
dari infeksi dan mencegah penyebaran patogen. Sebelum
melakukan tugas dan prosedur, seperti memulai pemasangan
kateter intravena, atau sebelum injeksi. Perawat mengurangi
potensi infeksi dan penularan penyakit dengan melakukan
kebersihan tangan sebelum memulai setiap tugas atau prosedur.
3) Dekontaminasi peralatan
Dekontaminasi meliputi pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi.
Untuk memastikan bahwa peralatan medis dan persediaan
didekontaminasi dengan benar, organisasi RS harus memiliki
kebijakan dan prosedur menjawab bagaimana peralatan dan
perlengkapan harus dibersihkan untuk digunakan kembali (re-use),
disamping peralatan yang sekali pakai (single-use); kapan peralatan
harus dibersihkan; bagaimana peralatan harus dibersihkan; dan
siapa yang harus membersihkan. Dalam hal ini kebijakan yang
akan dikembangkan harus melibatkan perawat praktisi, IPCN,
bagian rumah tangga, pelayanan gizi RS, dan staf biomedis.
5. MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN
a. Pengertian
Gawat Darurat : Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut (UU RI No 44 Thn 2009 )
b. Tujuan
1) Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada
periderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali
dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2) Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang Iebih memadai.
c. Langkah / Prosedur
Kegawatdaruratan secara umum
1) Tentukan Ruang Lingkup Praktik Keperawatan
kegawatdaruratan
a) Manajemen kegawatdaruratan merujuk pada kebutuhan
perawatan kedaruratan dan perawatan kritis; Manajemen
kegawatdaruratan diperluas mencakup konsep pasien dan
keluarga
b) Perawat kegawatdaruratan harus memiliki SERTIFIKASI
pelatihan, pendidikan, pengalaman dan keahlian dalam
mengkaji dan mengidentifikasi masalah kesehatan dalam
situasi krisis.
c) Intervensi keperawatan dilakukan secara interdependen
berdasarkan konsultasi dengan atau di bawah arahan dokter
atau perawat KOMPETEN.
d) Staf kegawatdaruratan bekerja sebagai tim.
Internal disaster
Internat disaster contohnya
a. Kejadian luar Biasa
b. Kebakaran
c. Gempa di rumah sakit
d. Kecelakaan lalu lintas besar
6. MANAJEMEN NYERI
a. Pengertian
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Sedangkan menurut International
Association for Study of Plain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Respon nyeri sangat subyektif tergantung
dari ambang nyeri dari setiap klien, koping klien, pengalaman nyeri,
ansietas, budaya dari klien serta dipengaruhi oleh gender dan usia.
Oleh karena itu, untuk mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan
observasi respon dan perubahan perilaku klien.
c. Tujuan
1) Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
2) Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala
nyeri kronis yang persisten.
3) Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
4) Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi
nyeri
5) Memperbaiki kualitas hidup pasien
6) Memfasilitasi proses penyembuhan dan fungsi yang optimal
7) Early discharge
8) Cost Efficiency
9) Kepuasan pasien
d. Langkah-langkah/prosedur
1) Pengkajian Nyeri
Pengkajian masalah nyeri pasien mecakup riwayat nyeri, keluhan
nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST
(Provocative/Palliative, Quality, Region, Severity dan Timing). Alat
ukur penilaian nyari dapat mempergunakan:
a) Numeric Rating Pain Scale : Dewasa dan anak-anak(usia >7
tahun) pada semua pasien yang dapat memberi peringkat
intensitas dari rasa nyeri mereka
b) Wong Baker Faces : Indikasi: Dewasa dan Anak-anak (usia >3
tahun)
2) Tatalaksana Nyeri
Dalam rangka mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, perawat
dapat mempergunakan beberapa cara antara lain:
a) Massage/ Pemijatan
Merupakan tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot, tanpa menyebabkan pergeseran atau
perubahan posisi sendi. Pijat daerah yang terasa nyeri dengan
lembut dan tidak melakukan penekanan yang terlalu keras.
Manfaat
(1) Untuk menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan
meningkatkan sirkulasi.
(2) Merangsang penyembuhan fisik dan emosional.
(3) Stimulasi dari sistem limfatik (Sistem limfatik membawa
produk limbah keluar dari tubuh Anda dan mempertahankan
tubuh terhadap infeksi).
Tehnik : Pijat daerah yang terasa nyeri dengan lembut dan tidak
melakukan penekanan yang terlalu keras.
b) Kompres dingin
Merupakan tindakan dengan memberi rasa dingin pada daerah
setempat dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air
biasa atau air es sehingga memberi efek rasa dingin pada
daerah tersebut.
c) Kompres hangat
Merupakan tindakan dengan memberi rasa hangat pada daerah
yang nyeri dengan tujuan melebarkan pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan sirkulasi darah dan peningkatan
tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan
meningkat sedangkan Ph darah akaan menurun , aktifitas sel
menjadi menigkat dan pada otot-otot mengurangi ketegangan
sehingga nyeri berkurang.
d) Immobilisasi
Merupakan tindakan untuk mengurangi nyeri dengan
Pembatasan gerak, terutama pada nyeri akut. Dapat diberikan
bebat atau alat penyangga untuk nyeri akut pada area
persendian
e) Positioning
Posisi tidur yang nyaman sehingga dapat mengurangi stress
akibat penekanan pada luka, langkah ini dapat dilakukan
dengan cara memberi bantal tambahan untuk menyokong
tubuh, mengatur posisi tempat tidur dan mengatur posisi tubuh
(miring kanan/ miring kiri).
f) Relaksasi
g) Distraksi
Metode pengelolaan nyeri dapat dilakukan dengan cara
mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien
akan lupa terhadap nyeri yang dialami. Macam-macam teknik
distraksi:
(1) Distraksi visual : membaca, nonton TV, guided imagery
(2) Distraksi auditori : mendengarkan musik, humor
h) Aromaterapi
Terapi untuk mengurangi nyeri dapat dilakukan dengan
memberikan wewangian sehingga membuat efek rileks,
menghilangkan stress dan membuat pikiran menjadi tenang.
Terapi dengan menggunakan wewangian alamiah yang
mengandung unsur-unsur herbs dengan pendekatan sistem
keseimbangan alam. Wewangian tertentu diyakini dapat
mempengaruhi sistem syaraf terutama otak untuk bekerja
memproduksi katalisator yang menyebabkan nyeri.
i) Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah terapi dengan menggunakan hypnosis.
Pasien yang diterapi terlebih dahulu membuat anda masuk
dalam kondisi.
b. Tujuan
1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat penyembuhan
luka dan faktor resiko pressure ulcer
2) Melakukan Pengkajian Resiko Luka tekan
3) Melakukan pengkajian Luka tekan
4) Memahami dan melakukan standar pencegahan dan intervensi
keperawatan pada luka tekan
5) Mencegah luka tekan akibat tirah baring lama
6) Luka tekan yang sudah terjadi tidak bertambah parah dan meluas
Daerah daerah yang paling sering terjadi luka tekan tergantung kepada
area yang sering mengalami tekanan, yaitu :
1) Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan
tumit
2) Pada posisi duduk yaitu daerah ischium, atau koksik.
3) Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter.
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka
tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang
mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang
menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori
persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan
dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor
intrinsik yaitu faktor yang berasal dari pasien. sedangkan yang
dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu factor-faktor dari luar yang
mempunyai efek deteriorasi pada lapisan eksternal dari kulit.
1) Mobilitas dan aktivitas
3) Kelembapan
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami
erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah
terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka
tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
5) Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan
arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan
abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan
bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak
berhati-hati.
6) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk
terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000)
stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya
kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
7) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan
otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon
inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan
kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit
menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan,
pergesekan, dan tenaga yang merobek.
9) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien
psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan
dari luka tekan.
10) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran
darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh
darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan
yang signifikan antara merokok dengan perkembangan
terhadap luka tekan.
3) Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan
atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi
tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam.
4) Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan
yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau
tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
d. Langkah-langkah/prosedur
1) Pengkajian Risiko Luka Tekan
Pengkajian resiko luka tekan seharusnya dilakukan pada saat
pasien memasuki RS dan diulang dengan pola yang teratur atau
ketika ada perubahan yang signifikan pada pasien, seperti
pembedahan atau penurunan status kesehatan. Dalam
mengidentifikasi risiko dekubitus, ada beberapa skala pengkajian
risiko tersebut, antara lain; 1. Skala Gosnell, 2. Skala Norton, 3.
Skala Braden.
b) Kelembaban
Definisi: Tingkat kulit yang terpapar kelembapan.
(1) Nilai 1 diberikan apabila terjadi kelembapan kulit yang
konstan, yaitu saat kulit selalu lembab karena perspirasi,
urine dsb. Kelembapan diketahui saat klien bergerak,
membalik tubuh atau dengan dibantu perawat.
(2) Nilai 2 diberi apabila kulit sangat lembab, yaitu saat
kelembaban sering terjadi tetapi tidak selalu lembab.
c) Aktifitas
Definisi: Tingkat Aktifitas Fisik.
(1) Nilai 1 diberikan kepada klien dengan tirah baring, yang
beraktifitas terbatas di atas tempat tidur saja.
(2) Nilai 2 diberikan kepada klien yang dapat bergerak
(berjalan) dengan keterbatasan yang tinggi atau tidak
mampu berjalan. Tidak dapat menopang berat badannya
sendiri dan / atau harus dibantu pindah ke atas kursi atau
kursi roda.
(3) Nilai 3 diberikan kepada klien yang dapat berjalan sendiri
pada siang hari, tapi hanya dalam jarak pendek/dekat,
dengan atau tanpa bantuan. Sebagian besar waktu
dihabiskan di atas tempat tidur atau kursi.
(4) Nilai 4 diberikan kepada klien yang dapat sering berjalan ke
luar kamar sedikitnya 2 kali sehari dan di dalam kamar
sedikitnya 1 kali tiap 2 jam selama terjaga.
d) Mobilisasi
Definisi: Kemampuan mengubah dan mengontrol posisi
tubuh.
(1) Nilai 1 diberikan pada klien dengan imobilisasi total. Tidak
dapat melakukan perbuahan posisi tubuh atau ekstrimitas
tanpa bantuan, walaupun hanya sedikit.
e) Nutrisi
Definisi: Pola asupan makanan yang lazim.
(1) Nilai 1 diberikan kepada klien dengan keadaan asupan gizi
yang sangat buruk, yaitu klien dengan keadaan tidak pernah
makan makanan lengkap. jarang makan lebih dari 1/3 porsi
makanan yang diberikan. Tiap hari asupan protein (daging /
susu) 2 x atau kurang. Kurang minum. Tidak makan
suplemen makanan cair. Atau Puasa dan/atau minum air
bening atau mendapat infus > 5 hari.
(2) Nilai 2 diberikan kepada klien dengan keadaan mungkin
kurang asupan nutrisi, yaitu klien dengan jarang makan
makanan lengkap dan umumnya makan kira-kira hanya 1/2
porsi makanan yang diberikan. Asupan protein, daging dan
susu hanya 3 kali sehari. Kadang-kadang mau makan
makanan suplemen. Atau menerima kurang dari jumlah
optimum makanan cair dari sonde (NGT).
(3) Nilai 3 diberikan kepada klien dengan keadaan cukup
asupan nutrisi, yaitu klien dengan keadaan makan makanan
> 1/2 porsi makanan yang diberikan. Makan protein daging
(2). Tipesakit
lukadengan nilai
: Tentukan berapa persen warna luka yang
16 atau kurang
mendominasi
dan klien lansia
Necrotic or Black
dengan 17
Sloughy or Yellow
ataupun 18
Granulating or Red
dianggap
Epithelling or Pink
berisiko.
Infected or Green
(3). Bentuk dan ukuran luka : Ukuran luka dapat dilakukan pengukuran
dengan melakukan gambar sketsa pada luka yang terlihat, penulisan
ukuean luka meliputi panjang x lebarxkedalaman ( cm), dengan Goa
dijam ....s.d. ...... dan kedalama goa ....cm.
(4). Gambaran klinis luka
(5). Tanda tanda infeksi luka
(6).Kondisi kulit sekitar luka
(7Eksudat ( tipe,jumlah,karakteristik)
• Tipe exudate :
b. Tujuan
1) Mampu menanggulangi krisis kesehatan
2) Memberikan pelayanan yang aman dan layak bagi korban bencana
3) Melindungi semua pasien,karyawan ,dan tim penolong
c. Langkah-langkah/prosedur
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan
untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk,
2008).
9. PENDIDIKAN PASIEN
a. Pengertian
Pendidikan pasien dan keluarga adalah upaya rumah sakit untuk
meningkatkan kemampuan pasien, keluarga dan pengunjung serta
kelompok2 masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, serta pasien, keluarga, pengunjung
dan kelompok masyarakat akan mandiri dalam meningkatkan
kesehatannya, mencegah, masalah kesehatan, dan pengembangan
upaya kesehatan bersumber daya masyarakat melalui pembelajaran
dari, oleh, untuk, dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka
serta dukungan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
Pendidikan pasien dan keluarga adalah pengetahuan yang diperlukan
oleh pasien dan keluarga selama proses asuhan maupun pengetahuan
yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan ke fasilitas kesehatan lain
atau kerumah, misalnya pengetahuan tentang kebersihan tangan dan
penggunaan alat pelindung diri
b. Tujuan
Terciptanya masyarakat rumah sakit yang menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat melaui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku
d. Langkah-langkah/prosedur
Lakukan pengkajian kebutuhan edukasi pasien, keluarga, dan
pengunjung, serta masyarakat yang tinggal /berada di sekitar
rumah sakit,
Libatkan pasien, keluarga, pengunjung serta masyarakat yang
berada di rumah sakit dalam kegiatan edukasi
Siapkan tempat untuk memberikan edukasi yang aman dan
bersih serta kelengkapan sarana prasarananya
Jalin kemitraan dengan sector lain dan unit kerja dilingkungan
rumah sakit
Pemberian materi edukasi yang terdiri dari ;
1) Langkah 1 : Pendahuluan (Waktunya 5 menit)
Fasilitator memberi salam dan memperkenalkan diri,
menyampaikan tujuan pembelajaran, peserta menjawab salam
dan menyimak. Selanjutnya fasilitator melakukan curah
pendapat tentang apa saja yang diketahui oleh peserta topik
yang akan diberikan terkait dengan penyakitnya, kemudian
fasilitator merangkum secara singkat dari beberapa pendapat
tersebut sebagai bahan untuk melanjutkan kemateri pokok
bahasan selanjutnya
2) Langkah 2 : Penyampaian materi (Waktunya 45 menit)
.........................................
No.RM :
.............
Nama .........................................
:
Pasien .............
Nama .........................................
:
DPJP .............
Alergi/ Intoleransi/ Reaksi Obat :
o
l
e
h
O OBAT/ U O UKSI Ruangan : ......................................
CAIRAN/ T S Tgl: 15/10/14 Tgl: 16/10/14 Tgl: 17/10/14 Tgl: 18/10/14 Tgl: 19/10/14 K
DARAH E I Pemberian Jam pemberian Jam pemberian Jam pemberian Jam pemberian e
S J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J t
a a A a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a
m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf
1 Amoxicilin p. 3x Mulai
o 50 tgl 0 1 2 0 1 2 I
n
0m 15/10/1 6 4 2 6 4 2 i
s
g 4 i
a
l
Lanjut ii i T F L Ii
n
s.d s n i i i s a
m
tgl a a a a a
19/1/14 d
a
Stop n
tgl p
a
...... r
a
2 Omeprazole p. 1x Mulai 1 1 f
o 30 tgl 4 4
p
mg 15/10/1 e
r
4 a
w
a
t
y
I L
Lanjut n i
s.d a a
tgl
19/1/14
Stop
tgl
......
Diisi Mulai
oleh
dokt
tgl
er
..........
sesu
ai ....
diagn
osis Lanjut
s.d
tgl......
Stop
tgl
......
Mulai
tgl
..........
.....
Lanjut
s.d
tgl......
Stop
tgl
......
DILENGKAPI
KELENGK
RUANG DALAM 24
T APAN
N NAMA NO PERA PERA JAM
G LENGKAP/ Ket
O PASIEN RM WAT WATA SETELAH
L TIDAK
N MASUK RS
LENGKAP
YA/TIDAK
2 3 4 5 6 7 8 9
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
PROSEDUR IDENTIFIKASI DAN PELAPORAN
KESALAHAN PEMBERIAN OBAT
Kategori Keterangan
Kategori A Kondisi lingkungan atau kejadian yang berkapasitas menyebabkan
kesalahan, tetapi tidak ada kesalahan yang sebenarnya terjadi
Kategori B Terjadi suatu kesalahan, tetapi tidak mencapai pasien.
Kategori C Terjadi suatu kesalahan yang mencapai pasien, tetapi tidak
menyebabkan bahaya pada pasien.
Kategori D Terjadi kesalahan yang mencapai pasien dan membutuhkan
pengawasan untuk mengkonfirmasi apakah kesalahan tersebut
berakibat tidak berbahaya pada pasien dan apakah memerlukan
intervensi untuk menghilangkan bahaya
Kategori E Terjadi kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
bahaya sementara pada pasien dan membutuhkan intervensi
Kategori F Tejadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
bahaya pada pasien dan menyebabkan pasien dirawat inap atau
memperpanjang rawat inap.
Kategori G Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontrbusi atau mengakibatkan
bahaya permanen pada pasien
Kategori H Terjadi suatu kesalahan yang membutuhkan intervensi untuk
mempertahankan hidup pasien
Kategori I Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
kematian pasien.
DAFTAR OBAT HIGH ALERT
1. Desflurane Cairan
2. Propofol Injeksi
3 Anestesi Umum ( Inhalasi & IV)
3. Sevofluran Cairan
Insulin Injeksi
6 Antidiabetik Parenteral
1. Epinefrin Injeksi
2. Norepinefrin Injeksi
7 Vasokontriktor
3. Bitartrat Injeksi
1. Petugas Pelapor
a) Mengidentifikasi tipe kesalahan obat yang terjadi.
1) KNC: diselesaikan terlebih dahulu dengan unit terkait sebelum dilaporkan
kepada atasan langsung.
2) KTD (kejadian sentinel) dan KTC segera dilaporkan kepada atasan langsung.
b) Mengisi Laporan Kesalahan Obat dengan lengkap dan benar. Untuk laporan yang
tergolong KTC dan KTD, petugas harus mengisi Formulir Laporan Insiden ke Tim
Keselamatan Pasien.
c) Menyerahkan Laporan Kesalahan Obat dan Formulir Laporan Insiden ke Tim
Keselamatan Pasien kepada atasan langsung petugas pelapor maksimal 2x24 jam
setelah ditemukannya insiden
1. Seorang pasien Ny. A.Z, usia 56 thn, di rawat inap RS, dengan keluhan sesak nafas,
respirasi rate 32 x/ mnt. Tekanan Darah 140/ 90 mmhg. Produksi sputum banyak dan
sulit di keluarkan. Program pengobatan mendapat terapi inhalasi bisolvon drop 2cc :
Nacl 0.9% , 4 kali sehari ( nebulizer). Perawat memberikan terapi tersebut tanpa
konfirmasi dengan petugas farmasi dan teman sejawat . Ternyata yang di berikan
bisolvon oral, bukan bisolvon inhalasi. Setelah konfirmasi dengan petugas Farmasi ,
Bisolvon drops tertukar dengan bisolvon oral, karena kemasannya sama.
2. Perawat A, mendapat instruksi dari dokter untuk pemberian obat antibiotik Ceftriaxone
injeksi 1500 mg. Sedangkan kemasan yang tersedia 1000 mg. Perawat A memberikan
dua flacon ceftriaxone injeksi dengan alasan yang 500 mg, sayang di buang.
3. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Tn. K., usia 48 thn, di ketahui Kalium 3.0
mmol , Natrium : 120 mmol. Setelah di laporkan ke DPJP, pasien mendapat koreksi KCl
25 Meq / 12 Jam dalam cairan Dextrose 5 % 500 cc. Oleh Perawat di berikan cairan
tersebut selama 6 Jam.
FORM
.................
A. Pengertian :
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan secara akurat, lengkap,
dimengerti, tidak duplikasi, dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi
kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan
menggunakan tulisan, verbal atau elektronik.
2) Background :
Perawat menghubungkan data obyektif pasien yang berhubungan dengan
kondisi spesifik pasien pada saat ini informasi yang dapat disampaikan
perawat dapat meliputi:
a) Diagnosa
b) Tanda-tanda Vital
c) Riwayat kesehatan
d) Riwayat perawatan
e) Alergi
f) Hasil Laboratorium, Rontgen dan pemeriksaan penunjang lainnya
g) Kondisi klinis pasien
3) Asessment :
Perawat memberikan penilaian dari situasi terkini dengan benar. Perawat
harus berfikir kritis saat melapokan penilaian kondisi pasien
4) Recommendation :
Perawat memberikan rekomendasi berdasarkan analisa yang dilakukan.
Rekomendasi yang diberikan dapat berupa saran ataupun harapan
perawat.
3) Asessmentt
Penilaian / pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
Sepertinya Tn. Tony mengalami retak pada tulang pinggulnya.
4) Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindaklanjut apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien pada saat ini. Contoh : menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang dan lan -
lain.
Tn. Tony mempunyai obat pengurang nyeri per oral, saya pikir beliau
membutuhkan obat pengurang nyeri I.M untuk mengurangi nyeri.
Saya pikir kita perlu melakukan rongent untuk pinggulnya.
Apakah perlu berkonsultasi ke dokter ortopedi?
2) Baca
Perawat harus membacakan kembali isi pesan atau instruksi yang telah
diterima.
3) Konfirmasi
Setelah perawat selesai membacakan informrmasi/pesan yang telah
ditulis, perrawat harus mengkonfimasi kebenaran pesan yang telah ditulis.
Pada formulir catatan harus dibubuhi stempel TBAK.
B. Prosedur:
1. Metode Komunikasi Verbal
a. Tenaga kesehatan yang melaporkan kondisi pasien/ hasil test laboratorium
yang kritis kepada DPJP menggunakan teknik Komunikasi SBAR (Situation-
Background – Assessment –Recommendation).
b. Ketika dokter memberi instruksi verbal maka tenaga kesehatan menerapkan
write down read back/ TBAK (Tulis Baca Kembali).
c. Tenaga kesehatan yang menerima instruksi per telepon/ lisan / hasil test
laboratorium yang kritis, bertanggung jawab menuliskan / mencatat / Tulis
(write down) pesan yang disampaikan pengirim pesan pada lembar catatan
terintegrasi di status rekam medis meliputi :
1) Tanggal dan jam pesan diterima.
2) Jenis instruksi / pesan ( nama obat, cairan, tindakan dll ). Untuk obat catat
juga dosis yang akan diberikan, cara pemberian (rute pemberian) dan
waktu pemberian harus spesifik untuk menghindari kesalahan penafsiran.
d. Setelah dituliskan / dicatat, pesan/ hasil test laboratorium yang kritis dibacakan
kembali TBAK kepada pengirim pesan per telepon/ lisan untuk konfirmasi
kebenaran pesan yang dituliskan, termasuk nama pasien, tanggal lahir dan
diagnosis.
e. Tulis nama dokter yang memberikan pesan.
f. Tulis nama dan tanda tangan petugas yang menerima pesan.
g. Bubuhkan stempel verifikasi sebagai tanda pengingat untuk ditandatangani
dokter pemberi pesan keesokan harinya.
h. Konfirmasi dan verifikasi kepada dokter pengirim pesan dengan
menandatangani catatan pesan yang ditulis penerima pesan sebagai tanda
persetujuan dalam waktu 1 x 24 jam.
Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon :
2. Pasien bernama Tn. Amir dirawat diruang Nusa Indah 2 RSU Andaria masuk rawat pada
tanggal 08 Nopember 2014 jam 12.00 dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik, DPJP yang merawat
pasien tersebut adalah dr. Rony. TTV saat masuk : TD 140/80 mmHg, Sh. 37°C, RR. Therapi
yang diberikan Furosemid 3 x 1 ampul IV, Belum ada hasil penunjang yang dilakukan pada pasien
tersebut. Pada tanggal 10 Nopember 2014 malam harinya jam 23.00 kondisi pasien menurun ,
sesak nafas, produksi urine menurun hanya dalam 8 jam terakhir 15 cc dan perawat melaporkan
kondisi pasien tersebut kepada dokter DPJP lewat telephon dengan menggunakan teknik SBAR
sbb:
Tanggal 10 Nopember 2014 jam 23.00 perawat melapor kepada DPJP :
Situation (S) :
- Selamat sore Dokter Rony, saya shinta perawat Nusa Indah 2 RSU Andaria
- Akan Melaporkan pasien atas nama Tn. Amir mengalami penurunan pengeluaran urine
40 cc/24 jam,mengalami sesak napas.
Background (B) :
- Diagnosa medis Gagal Ginjal Kronik, tanggal masuk 08 Nopember 2014, program HD
hari Senin-Kamis
- Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower kateter,
pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
- Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp trakhir diberikan jam 20.00 IV
- TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, oedema ekstremitas bawah dan
asites
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
- Kesadaran composmentis, bunyi nafas ronkhi.
Assessment (A) :
- Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit lebih
- Pasien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
- Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM
- Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?
- Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?
Situation (S) :
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3 hari perawatan, DPJP : dr
Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.
Masalah keperawatan:
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
- Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
Background (B) :
- Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
- Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
- Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
- Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
- Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
- Diet : rendah protein 1 gram
Assessment (A) :
- Kesadaran composmentis, TD 150/80 mmHg, Nadi 100x/menit, suhu 37 0C, RR 20
x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas, urine sedikit,
eliminasi faeses baik.
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
- Pasien masil mengeluh mual.
Recommendation (R) :
- Awasi balance cairan
- Batasi asupan cairan
- Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
- Pertahankan pemberian pemberian diuritik injeksi furosemid 3 x 1 amp
- Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
- Jaga aseptik dan antiseptik setiap melakukan prosedur
Contoh kasus Manajemen Nyeri
Dibawah ini ada beberapa kasus yang berkaitan dengan manajemen nyeri
Kasus 1
Mr R ( 35 th ) masuk ke Emergency Departement dengan keluhan nyeri pada kaki kiri setelah
terjatuh dari motor ½ jam yang lalu. Kaki kiri pasien tampak bengkak dan kebiruan. Kesadaran
Composmentis dengan TD 120/70, nadi : 80 x/mt, pernafasan 18 x / menit, suhu:36°C dan
skala nyeri aktifitas 10
Diskusikan dan peragakan:
1. Berdasarkan kasus diatas, tentukan jenis nyeri sesuai dengan konsep yang telah anda
pelajari
2. Tools apa yang digunakan untuk mengkaji skala nyeri pasien tersebut
3. Mengapa anda menggunakan tools tersebut
4. Bagaimana cara melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien tersebut
5. Bagaimana cara edukasi dan tehnik nonfarmakologi yang tepat untuk pasien tersebut
Kasus 2
Mrs S ( 75 th ) masuk ke Emergency Departement pasien tampak kesakitan pada daerah
tangan kanan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa nyeri seperti tersengat
listrik, kesemutan dan hilang timbul. Kesadaran Composmentis dengan TD 140/80, nadi : 82
x/mt, pernafasan 18 x / menit, suhu:36,4° C. Pasien kurang kooperatif dan pikun. Ekspresi
wajah tampak kesakitan
Diskusikan dan peragakan:
Berapa skala nyeri pasien tersebut
1. Tools apa yang digunakan untuk mengkaji skala nyeri pasien tersebut
2. Mengapa anda menggunakan tools tersebut
3. Berdasarkan kasus diatas, tentukan jenis nyeri sesuai dengan konsep yang telah anda
pelajari
4. Bagaimana cara melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien tersebut
5. Bagaimana cara edukasi dan tehnik nonfarmakologi yang tepat untuk pasien tersebut
Kasus 3
Mr. A (56 th) masuk keruang rawat inap dengan keluhan nyeri tungkai kaki kanan sejak 1
minggu yang lalu, tungkai kanan tampak kemerahan.Nyeri hilang timbul di seluruh daerah
tungkai kaki kanan. Pasien komposmentis. TD 120/70, nadi : 80 x/mt, RR:16x/mt,pernafasan
16 x / menit, suhu:36,3° C, skala nyeri 7 pada saat aktifitas dan istirahat
Diskusikan dan peragakan:
1. Tools apa yang digunakan untuk mengkaji skala nyeri pasien tersebut
2. Mengapa anda menggunakan tools tersebut
3. Berdasarkan kasus diatas, tentukan jenis nyeri sesuai dengan konsep yang telah anda
pelajari
4. Bagaimana cara melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien tersebut
Bagaimana cara edukasi dan tehnik nonfarmakologi yang tepat untuk pasien tersebut
PROSEDUR TRIAGE
A. Prinsip Triage
Pelaksanaan triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat
triase menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi,
serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi
visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan
yang diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat. Berikut adalah prinsip dalam
pelaksanaan triase :
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen
kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila
terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal
tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap
suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
Triage pasien membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang
dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit
dengan keadaan kritis.
D. Klasifikasi Triage
1. Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan
perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat darurat. Setelah dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti oleh
dokter spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut, fraktur,
sickle cell dan lainnya
Darurat tidak Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan
gawat tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan
dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup,
sistitis, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan
darurat tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis.
Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya
E. Alur Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan
pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat. Pengkajian awal yang dilakukan perawat
hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga.
Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data
subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)
F. Dokumentasi Triage
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma,
perawatan minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur
diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah
Arteri (GDA))(ENA, 2005).
PENGEMBANGAN
BNPB/ BPBD KURIKULUM SISTEM
DIKWAT
PEMANTAPAN
BENCANA
RISK = HAZARD X KERENTANAN
KEMAMPUAN
Menetapkan besarnya risiko yang diperkirakan, dan yang kemampuan antisipasinya di suatu
daerah. Dapat dilakukan untuk menganalisis kesiapan tenaga kesehatan terhadap kejadian
bencana.
Ada 3 unsur yang dinilai:
- Ancaman atau Bahaya (H=hazard)
- Kerentanan (V= vulnerability)
- Kemampuan (C =capacity)
PENILAIAN RESIKO BENCANA
Setiap jenis ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala tertentu (3-1)
Bahaya/ancaman tinggi nilai 3
Bahaya/ancaman sedang nilai 2
Bahaya/ancaman rendah nilai 1
Setiap kerentanan dinilai tingkat kerentanan dengan skala yang sama (3-1).
Kerentanan tinggi nilai 3
Kerentanan sedang nilai 2
Kerentanan rendah nilai 1
Sedangkan untuk kemampuan/ manajemen dinilai dengan skala yang berbalikan (1-3).
Kemampuan tinggi nilai 1
Kemampuan sedang nilai 2
Kemampuan rendah nilai 3
EMS
(Emergency Medical Services
EMS
(Emergency Medical Services)
Environmental
Demographic
Resources :
Prevention Personnel, Facilities, Equipment
Programs Organization
Procedures
PENANGANAN KEGAWAT DARURATAN SEHARI HARI
Toolong
DI RUMAH SAKIT
Perawat adalah
petugas medis
1. di lapangan.
ANTAR RUMAH SAKIT
2. dalam ambulans
3. di UGD RS
2 mg s/d 3 bulan
Pencegahan
Rekonstruksi
(prevention)
(reconstruction/rehabilitation)
3 bulan s/d 3 th
Pemilahan di triase Peng-klasifikasi-an di triase
RS
merah merah merah
kuning kuning kuning RS
Area mobil ambulans
hijau RS
hitam
RS
PPPK di
lokasi bencana
Lokasi
bencana
Tempat
peletakan
jenazah
TRIASE START
ya
Dapat berjalan?
tidak
Napas (lancarkan
saluran pernapasan)
10-29
Durasi sirkulasi darah
di atas 2 detik
ke dasar kuku Bisa dilakukan jika denyut
nadi tidak dapat diukur
Kesadaran: reaksi
terhadap instruksi
Tidak ada
ada
TRIASE (STANDAR DMAT Disaster
Medical Assistance Team)
TAHAP 1: pertimbangan fisiologis TAHAP 2: pertimbangan anatomis
retak tulang kepala terbuka (depressed skull
kesadaran JCS di atas 2 digit fracture)
vena jugulum luar mengembang secara
napas di bawah 9 per menit, di menyolok
atas 30 per menit subcutaneous emphysema pada leher atau dada
flail chest
denyut nadi di atas 120 per menit, open pnemothorax
perut kembung, dinding perut terasa tegang
di bawah 50 per menit patah tulang panggul(panggulbergeser, sakit
bila ditekan, panjang kedua kaki berbeda)
Tekanan darah SBP di bawah 90, di patah tulang pada kedua tulang paha
atas 200 kaki dan tangan terpotong
Tangandan kaki baal
SpO2 di bawah 90% luka luar karena tusukan tembus
luka avulsi
lain-lain gejala shock、suhu badan Luka bakar di atas 15%, komplikasi luka bakar
rendah (di bawah 35 derajat) wajah dan saluran pernapasan
• PELAYANAN
• PENDIDIKAN
• MASYARAKAT
• LEMBAGA LAIN
HIPGABI JAMBI 2012
NYERI
CONTOH KASUS
Tn W usia 50 th datang ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati 20 menit yang lalu disertai pucat
,keluar keringat dingin , sudah melakukan tarik napas dalam dan minum obat tapi nyeri tidak
berkurang.
Di ruang tindakan Pasien ditangani oleh perawat .
Pertanyaan:
Teknik pengkajian apa yg harus dilakukan ?
Bagai mana tata laksana untuk mengurangi nyeri ?
ALGORITME IGD
FORM PENGKAJIAN LUKA TEKAN
Latihan
TANGGAL
BRADEN SCALE
PENGKAJIAN
KRITERIA
1 2 3 4 PAGI SOR MALA
E M
Persepsi Total Sangat Keterbatasan Baik-tanpa
sensori terbatas : terbatas : ringan : gangguan.
tidak hanya respon Tidak ada
respon respon dengan penurunan
terhadap dengan stimuli verbal sensori
stimuli stimuli tetapi untuk
nyeri nyeri komunikasi mengeluhk
kurang baik an rasa
tidak
nyaman
Kelembab Mutlak Sering Kadang Jarang :
an lembab: lembab lembab : kulit kulit
Kulit selalu :tidak kadang terjaga/
lembab selalu lembab, kering.
karena lembab, ekstra linen Linen
perpirasi, ganti sekali perhari diganti
urine, pempers sesuai
pampers paling jadwal
tidak pergantian
sekali linen
pershift
Catatan :
Berikan tanda centang (v) pada setiap tindakan pencegahan sesuai dengan waktu kegiatan
Berikan tanda centang (-) apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan
Berikan tanda centang (x) apabila tindakan pencegahan tidak dihentikan