Anda di halaman 1dari 118

MODUL III

PERAN PERAWAT DALAM MUTU


DAN KESELAMATAN PASIEN

Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI

2014
TIM PENYUSUN MODUL III

1. Wawan Hernawan
2. Endang Sudjiati
3. Martin Hartiningsih
4. F. Dhianna
5. Nani Rukmanah
6. Marisca Astri Wahyuni
7. Durakmal
8. Sri Rahayuni

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 1


MODUL III
PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

A. DESKRIPSI MODUL

Modul III ini akan menguraikan bentuk aplikatif dari konsep/ prinsip mutu dan
keselamatan pasien dalam lingkup peran perawat. Lingkup peran perawat
yang dijabarkan dalam modul merupakan peran signifikan perawat dan
pelaksanaannya menjadi indikator penting mutu dan keselamatan pasien.
Lingkup peran perawat tersebut adalah peran perawat dalam asesmen
pasien, manajemen obat, komunikasi efektif, pencegahan dan pengontrolan
infeksi, manajemen kegawatdaruratan, manajemen nyeri, memperkecil risiko
kejadian luka tekan, pengelolaan kondisi kelebihan kapasitas di Unit Gawat
Darurat (Emergency Department Overcrowding), serta pendidikan pasien.
Setiap penjabaran disertakan dengan langkah-langkah/ prosedur/ intervensi
keperawatan dan contoh kasus untuk memudahkan aplikasinya di lapangan.

Diharapkan modul III ini bermanfaat dalam memberikan kompetensi bagi


perawat manajer dan perawat pelaksana untuk melaksanakan tata kelola
asuhan keperawatan yang bermutu dan berorientasi pada keselamatan
pasien.

B. KOMPETENSI
1. Melaksanakan asesmen pasien yang komprehensif dan akurat,
2. Melaksanakan peran perawat dalam manajemen obat,
3. Mampu menerapkan prinsip dan teknik komunikasi efektif,
4. Melaksanakan pencegahan dan pengontrolan infeksi,
5. Mampu melaksanakan manajemen kegawatdaruratan,
6. Mampu melaksanakan manajemen nyeri,
7. Mampu mengidentifikasi dan melaksanakan peran perawat dalam
memperkecil risiko kejadian luka tekan,

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 2


8. Mampu mengidentifikasi dan melaksanakan peran perawat dalam
pengelolaan kondisi kelebihan kapasitas di Unit Gawat Darurat
(Emergency Department Overcrowding)
9. Mengidentifikasi kebutuhan dan memberikan pendidikan pasien.

C. TUJUAN
Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mempelajari modul ini peserta dapat memahami dan melaksanakan
peran perawat dalam mutu dan keselamatan pasien.

Tujuan Pembelajaran Khusus :


Setelah mengikuti proses pembelajaran, perawat mampu :
1. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam asesmen pasien,
2. Memahami dan melaksanakan peran perawat manajemen obat,
3. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam komunikasi yang
efektif,
4. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam pencegahan
pengontrolan infeksi,
5. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam manajemen
kegawatdaruratan,
6. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam manajemen nyeri,
7. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam memperkecil risiko
kejadian luka tekan,
8. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam pengelolaan kondisi
kelebihan kapasitas di Unit Gawat Darurat (Emergency Department
Overcrowding),
9. Memahami dan melaksanakan peran perawat dalam pendidikan pasien.

D. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Peran perawat dalam mutu dan keselamatan pasien,
2. Lingkup peran perawat dalam mutu dan keselamatan pasien.
a. Asesmen pasien

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 3


1) Pengertian asesmen pasien
2) Tujuan asesmen pasien
3) Langkah-langkah/ prosedur melakukan asesmen pasien yang
berorientasi pada keselamatan pasien
b. Manajemen obat
1) Pengertian manajemen obat
2) Tujuan manajemen obat
3) Tahapan prosedur manajemen obat
c. Komunikasi Efektif
1) Pengertian komunikasi efektif
2) Tujuan komunikasi efektif
3) Tahapan prosedur melakukan komunikasi efektif yang
mendukung keselamatan pasien
d. Pencegahan dan pengontrolan infeksi
1) Pengertian pencegahan dan pengontrolan infeksi
2) Tujuan pencegahan dan pengontrolan infeksi
3) Langkah-langkah/ upaya pencegahan dan pengontrolan infeksi
yang dapat dilakukan perawat untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien
e. Manajemen kegawatdaruratan
1) Pengertian manajemen kegawatdaruratan
2) Tujuan manajemen kegawatdaruratan
3) Prosedur manajemen kegawatdaruratan oleh perawat
f. Manajemen nyeri
1) Pengertian manajemen nyeri
2) Tujuan manajemen nyeri
3) Prosedur manajemen nyeri oleh perawat
g. Memperkecil risiko kejadian luka tekan
1) Pengertian luka tekan
2) Tujuan memperkecil risiko kejadian luka tekan
3) Prosedur/ upaya memperkecil risiko kejadian luka tekan yang
dapat dilakukan oleh perawat
h. Pengelolaan kondisi kelebihan kapasitas di Unit Gawat Darurat
(Emergency Department Overcrowding)
1) Pengertian kelebihan kapasitas di Instalasi Gawat Darurat
kelebihan kapasitas (Emergency Departement Overcrowding)
2) Tujuan pengelolaan kondisi kelebihan kapasitas di Instalasi Gawat
Darurat kelebihan kapasitas
3) Prosedur pengelolaan kelebihan kapasitas di Instalasi Gawat
Darurat kelebihan kapasitas
i. Pendidikan pasien
1) Pengertian pendidikan pasien
2) Tujuan pendidikan pasien
3) Langkah/ prosedur melakukan pendidikan pasien yang
mendukung peningkatan mutu dan keselamatan pasien

E. METODA
1. Ceramah
2. Tanya-Jawab
3. Studi kasus
4. Diskusi
5. Role Play

F. MEDIA
1. Kasus
2. AVA
3. Flipchart/ whiteboard

G. EVALUASI
1. Observasi
2. Tes tertulis

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 1


PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

A. PENDAHULUAN

Keselamatan pasien merupakan komponen dari mutu pelayanan kesehatan.


Institute of Medicine (IOM) menetapkan enam dimensi dalam mutu pelayanan
kesehatan yaitu keselamatan pasien, efisiensi, efektif, tepat waktu,
berorientasi pada pasien dan keadilan. Keselamatan pasien merupakan
tanggung jawab semua pihak yang berkaitan dengan pemberian layanan
kesehatan. Mutu pelayanan keperawatan dipertahankan melalui berbagai
standar yang ditetapkan dan dijalankan dalam setiap tindakan perawat untuk
menjaga keselamatan pasien.

Perawat merupakan petugas yang paling banyak berinteraksi dengan pasien,


penyedia layanan yang paling sering ditemui pasien, dan perawat
menghabiskan lebih banyak waktu merawat pasien dibandingkan dengan
tenaga kesehatan lainnya. Sebagai konsekuensinya, perawat berada dalam
posisi terbaik untuk menemukan adanya proses yang tidak aman bagi pasien
sekaligus memiliki kemampuan untuk meminimalkan risiko terjadinya proses
tersebut. Karena peran penting yang dimainkan perawat dalam pemantauan
dan pengawasan pasien, maka perawat adalah garis pertahanan pertama
dalam menjaga keselamatan pasien.

Peran penting perawat dalam aspek mutu dan keselamatan pasien


diperlihatkan dalam lingkup kegiatan sebagai berikut :
1. Asesmen pasien,
2. Manajemen obat,
3. Komunikasi efektif,
4. Pencegahan dan pengontrolan infeksi
5. Manajemen kegawatdaruratan,
6. Manajemen nyeri,
7. Memperkecil risiko kejadian luka tekan,

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 2


8. Pengelolaan kondisi kelebihan kapasitas di Unit Gawat Darurat
(Emergency Department Overcrowding)
9. Pendidikan pasien.

B. LINGKUP PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN


PASIEN

Untuk secara efektif memberikan perawatan yang aman dan bermutu, perawat
harus mengetahui dan berperan aktif melaksanakan upaya mutu dan
keselamatan pasien sesuai kebijakan organisasi rumah sakit. Pelaksanaan
peran perawat dalam lingkup kegiatan di bawah ini diharapkan dapat
memberikan daya ungkit yang signifikan terhadap mutu dan keselamatan
pasien.

1. Asesmen Pasien
a. Pengertian
Asesmen/ pengkajian pasien merupakan proses pengumpulan data
yang dinamis, sistematik, berkelanjutan, terorganisir, dapat divalidasi
dan terdokumentasi. Menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit (2012),
asesmen pasien terdiri atas 3 (tiga) proses utama yaitu :
1) Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial
dan riwayat kesehatan pasien,
2) Analisis data dan informasi, termasuk hasil tes laboratorium dan
pencitraan diagnostik (imaging diagnostic) untuk mengidentifikasi
kebutuhan perawatan kesehatan pasien
3) Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan
pasien yang diidentifikasi.

Proses-proses ini paling efektif dilaksanakan bila berbagai profesional


kesehatan yang bertanggung jawab atas pasien bekerja sama. Proses
asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang
perawatan pasien yang harus segera dilakukan dan kebutuhan

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 3


perawatan berkelanjutan yang terencana, bahkan ketika kondisi pasien
berubah.

Asesmen/ pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam


proses keperawatan yang bertujuan menetapkan data dasar tentang
status kesehatan pasien yang digunakan untuk merumuskan masalah
pasien dan rencana perawatan, serta memberikan informasi kemajuan
dan perubahan kondisi pasien. Perawat melakukan asesmen
berdasarkan kebutuhan perawatan pasien, kompetensi, kewenangan,
dan lingkup praktiknya, serta prosedur dan kebijakan yang telah
ditetapkan.

b. Tujuan
Tujuan dari asesmen pasien agar pasien adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kebutuhan pasien berdasarkan alasan pasien
datang untuk berobat kerumah sakit, kebutuhan pasien dan jenis
perawatan yang diinginkan, seluruh informasi dikumpulkan dan
didokumentasikan dalam rekam medik.
2) Untuk mengenal kebutuhan pasien dan memulai proses
perawatannya dengan memahami perawatan yang dicari pasien
memilih jenis perawatan yang terbaik untuk pasien, membentuk
diagnosis awal dan memahami respon pasien terhadap perawatan
sebelumnya.
3) Untuk menilai apakah keputusan perawatan sesuai dan efektif
dengan dilakukan asesmen ulang selama perawatan sebagai
informasi yang digunakan oleh praktisi medis yang bertanggung
jawab dalam perawatan pasien

Melaksanakan asesmen pasien yang sesuai dengan prinsip


keselamatan pasien yaitu :
1) Data yang diperoleh bersifat komprehensif dan akurat untuk menilai
kondisi/ masalah pasien dan menentukan prioritas perawatan dan
pengobatan pasien,

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 4


2) Mengidentifikasi dini kondisi yang mengancam nyawa pasien,
3) Mengintegrasikan data dalam rangka menentukan manajemen
perawatan dan pengobatan lebih lanjut.

c. Langkah-langkah/ prosedur asesmen pasien


Langkah-langkah/ prosedur asesmen di bawah ini akan menguraikan
prinsip asesmen pasien oleh perawat yang memberikan daya ungkit
pada mutu dan keselamatan pasien.

1) Melakukan asesmen awal secara cepat, lengkap dan akurat.


Asesmen awal dilakukan sebelum perawatan dimulai pada pasien
rawat jalan, dalam waktu 24 jam pertama atau lebih cepat bagi
pasien rawat inap, dan dapat dibatasi pada kebutuhan dan kondisi
yang nyata pada keadaan gawat darurat. Data dan informasi pada
asesmen awal juga diperlukan untuk memahami proses pasien
terhadap perawatan dan pengobatan sebelumnya. Semakin cepat
asesmen awal dilakukan maka semakin cepat perawatan dimulai
dan diterima oleh pasien. Menurut standar akreditasi RS 2012,
asesmen awal pasien juga harus mencakup area :
a) alergi
b) status fungsional (risiko jatuh),
c) skrining risiko nutrisional,
d) skrining nyeri,
e) kebutuhan rencana pemulangan pasien (discharge),
f) kelompok/ populasi pasien khusus.

Isi asesmen meliputi :


a) Identifikasi pasien (berisi nama pasien, no rekam medik dan
tanggal lahir)
b) Riwayat kesehatan termasuk riwayat alergi
c) Kondisi psikologis
d) Kondisi sosial ekonomi
e) Penilaian nyeri

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 5


i) Setiap pasien dilakukan pemeriksaan untuk rasa nyeri.
ii) Jika nyeri teridentifikasi pada pemeriksaan awal maka
pasien ditangani atau rumah sakit melakukan penilaian
komprehensif sesuai dengan usia pasien (numeric scale,
Wong Baker Face, Flacc, Cries, Comfort Scale) dan
mengukur intensitas dan kualitas nyeri, seperti sifat
,frekuensi, lokasi dan lama nyeri.
iii) Penilaian ini dicatat, ada penilaian ulang, dan tindak
lanjut

f) Penilaian metode komunikasi dan edukasi yang efektif


g) Penilaian resiko jatuh, menggunakan penilaian resiko jatuh
sesuai usia: Morse untuk pasien dewasa, skala humpty dumpty
untuk pasien anak, skala Edmonson pada pasien jiwa.
h) Kebutuhan nutrisi , semua pasien pada awal masuk dilakukan
penapisan gizi oleh perawat dan apabila beresiko memiliki
masalah gizi maka dilakukan rujukan kepada ahli gizi untuk
dilakukan asesmen dan bila perlu dilakukan pengobatan lebih
lanjut: pengkajian gizi anak dapat menggunakan metode
strong kids, dewasa menggunakan Malnutrition Screening Tool
/ MST.
i) Status fungsional (dapat digunakan barthel index untuk menilai
tingkat ketergantungan pasien) penanganan kebutuhan
fungsional oleh ahli rehabilitasi medik
j) Penilaian resiko dekubitus (dapat menggunakan skor Norton)
j) Pemeriksaan fisik
k) Penetapan diagnosis keperawatan
l) Rencana dan tindak lanjut
m) Perencanaan pemulangan ((discharge planning)
n) Dan elemen lain yang diperlukan sesuai bidang klinis dan
keluhan pasien secara Individual

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 6


Peran perawat dalam asesmen awal sangat menonjol pada area
tersebut. Perawat menetapkan kriteria untuk mengidentifikasi
pasien dengan status fungsional, status nutrisi dan status nyeri
yang memerlukan asesmen lebih lanjut/ mendalam ataupun
melakukan konsul jika diperlukan. Sebagai contoh, perawat
mengembangkan kriteria skrining untuk risiko nutrisional dan
melakukan asesmen lebih lanjut, selanjutnya ahli gizi yang akan
menyediakan intervensi diet sesuai rekomendasi dan nutrisionis
mengintegrasikan kebutuhan nutrisi dengan kebutuhan lain dari
pasien.

Pada area kelompok/ populasi pasien khusus, perawat berperan


melakukan modifikasi proses asesmen secara tepat sesuai
prosedur yang berlaku. Modifikasi didasarkan atas karakteristik
yang unik, yang dapat diterima budaya, bersifat konfidensial dan
untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien. Asesmen individual
diperlukan untuk penemuan kasus secara proaktif. Kelompok/
populasi pasien berkebutuhan khusus mencakup (Standar
Akreditasi RS, 2012) :
a) Anak-anak
b) Dewasa Muda
c) Lanjut usia
d) Sakit terminal
e) Nyeri kronis dan intens
f) Wanita dalam proses melahirkan
g) Wanita dalam proses terminasi kehamilan
h) Pasien dengan kelainan emosi atau gangguan jiwa
i) Pasien diduga ketergantungan obat atau alkohol
j) Korban kekerasan atau terlantar
k) Pasien dengan infeksi atau penyakit menular
l) Pasien yang mendapatkan kemoterapi atau radiasi
m) Pasien yang daya imunnya direndahkan

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 7


2) Melakukan asesmen ulang/ lanjutan
Perawat melakukan asesmen ulang pada interval waktu tertentu
atas dasar :
a) kondisi pasien,
b) respons terhadap perawatan dan pengobatan,
c) merencanakan perawatan dan pengobatan dan atau,
d) pemulangan pasien,
e) kondisi pasien yang akan meninggal (dying).

Penilaian ulang Perawat dilakukan setiap hari setiap akhir shift dan
bila sewaktu - waktu terjadi perubahan kondisi pasien serta pada
saat pasien menjelang ajal yang ditulis pada catatan
perkembangan terintegrasi
Hasil temuan dalam pelaksanaan asesmen didokumentasikan pada
catatan perkembangan terintegrasi dengan pola penulisan SOAP:
a) S : Data Subjektif (diungkapkan oleh pasien)
b) O : Data Objektif (yang diukur dan diamati)
c) A : Analisa (diagnose didasarkan pada data)
d) P : Rencana (apa yang akan direncanakan)

Temuan yang diperoleh dalam asesmen ulang tersebut


mengarahkan pelayanan dan perawatan lanjutan yang diberikan.
Khusus pada pasien dying dan keluarganya, asesmen ulang harus
dapat mengevaluasi kondisi di bawah ini:
a) Gejala kesulitan pernapasan
b) Faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
c) Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
d) Orientasi dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga
e) Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan
keluarga, lingkungan yang memadai apabila diperlukan
perawatan di rumah, cara mengatasi dan reaksi pasien dan
keluarga atas penyakit pasien

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 8


f) Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite
services) bagi pasien dan keluarga
g) Kebutuhan pelayanan alternatif atau pelayanan lain
h) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi
dan potensi reaksi patologis atas kesedihan

3) Mengintegrasikan hasil asesmen


Pasien mungkin mengalami banyak jenis asesmen di luar dan di
dalam rumah sakit oleh berbagai unit kerja dan berbagai
pelayanan. Akibatnya terdapat hasil tes dan data lain di rekam
medis. Perawat berperan bekerja sama dengan profesional lain
menganalisis temuan pada asesmen dan mengkombinasikan
informasi dalam suatu gambaran komprehensif dari kondisi pasien.
Pada pasien dengan kebutuhan kompleks, kerja sama dilakukan
melalui rapat kasus dan ronde pasien tim perawatan pasien.

Integrasi dari hasil asesmen akan memfasilitasi koordinasi


pemberian perawatan, kebutuhan pasien diidentifikasi, ditetapkan
urutan prioritasnya dan dibuat keputusan perawatan sehingga
bermanfaat besar bagi pasien. Pasien dan keluarga diberi
informasi tentang rencana perawatan dan pengobatan serta
diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tentang prioritas
kebutuhan yang perlu dipenuhi.

4) Mendokumentasikan hasil asesmen


Temuan pada asesmen dicatat dalam formulir pengkajian pasien
sesuai standar baku yang ditetapkan oleh organisasi rumah sakit,
siap tersedia dalam rekam medis pasien dan mudah diakses oleh
penanggung jawab perawatan pasien. Prinsip umum pencatatan
oleh penanggung jawab perawatan pasien dalam rangka
keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 9


a) Singkatan, akronim, simbol yang digunakan dalam pencatatan
hanya yang telah disepakati penggunaannya dan bersifat umum
sehingga menghindari terjadinya kesalahan interpretasi data,
b) Mencantumkan tanggal dan waktu dilakukannya asesmen,
c) Dibubuhi tanda tangan, nama jelas dan jabatan individu yang
melakukan asesmen dan pencatatan,
d) Koreksi terhadap kesalahan pencatatan dilakukan dengan cara :
(1) Tulisan yang salah harus dibiarkan tetap terbaca. Dilarang
menimpa tulisan yang salah dengan hasil koreksian, dan
dilarang menggunakan cairan koreksi.
(2) Perbaikan dilakukan dengan cara memberikan garis
coretan pada tulisan yang salah dan menuliskan
perbaikannya di sisi kanan yang kosong, kemudian
bubuhkan paraf dan nama perawat yang melakukan
koreksi, serta cantumkan tanggal dan waktu koreksi.
(3) Untuk pencatatan elektronik, sejarah perubahan yang telah
diaudit harus disimpan. Tulisan yang diperbaiki diberi
tanda sebagai "ditulis dalam kesalahan" dan dihubungkan
dengan tulisan yang telah diperbaiki. Hal ini untuk
memfasilitasi pembaca mengetahui catatan yang salah dan
perbaikannya.

5) Kualifikasi perawat dalam pelaksanaan asesmen/ penilaian


pasien
Seorang perawat yang memiliki kualifikasi minimal D 3
keperawatan dan mempunyai STR/ SIP serta telah melalui proses
kredensial perawat.

2. Manajemen Obat
a. Pengertian
Pengelolaan obat di RS merupakan satu aspek manajemen yang
penting, oleh karena ketidakefisiensinya akan memberi dampak yang
negatif terhadap RS baik secara medis maupun ekonomis.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 10


Obat-obatan merupakan bagian dari perencanaan pengobatan pasien.
Proses manajemen obat meliputi 11 (sebelas) elemen sebagai berikut :
1) Seleksi (Selection)
2) Pengadaan (Procurement)
3) Penyimpanan (Storage)
4) Peresepan (Prescribing)
5) Pencatatan (Transcribe)
6) Pendistribusian (Distribution)
7) Penyiapan (Preparation)
8) Penyaluran (Dispensing)
9) Pemberian (Administration)
10) Pendokumentasian (Documentation)
11) Pemantauan (Monitoring)

Kesalahan dapat timbul di elemen manapun dari proses di atas dan


dapat bersumber dari adanya perintah yang tidak lengkap atau tidak
terbaca, pelabelan yang tidak akurat atau dosis yang tidak tepat. Untuk
mencegah kesalahan maka organisasi rumah sakit harus mempunyai
sebuah rancang proses manajemen obat yang efektif dan aman bagi
pasien (Standar Akreditasi RS, 2012).

Petugas farmasi, dokter, perawat dan administrasi berkolaborasi untuk


mengembangkan dan memonitor kebijakan/ prosedur RS tentang
proses manajemen obat sesuai dengan kewenangannya masing-
masing. Perawat terlibat dalam hampir semua elemen proses
manajemen obat. Penting bagi perawat untuk mengetahui kebijakan/
prosedur manajemen obat yang ada di Rumah Sakit. Selain itu,
perawat harus berperan aktif dalam manajemen obat mulai dari level
manajerial hingga operasional. Pada level manajerial, perawat
berperan dalam pengembangan dan pemantauan pelaksanaan
kebijakan/ prosedur terkait manajemen obat. Sedangkan pada level
operasional, perawat berperan langsung dalam rekonsiliasi pengobatan
pasien, pemberian obat secara aman sesuai prinsip 6 benar,

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 11


kewaspadaan terhadap obat High Alert serta monitoring respon pasien
terhadap pengobatan yang diberikan.

Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan perintah


pengobatan pasien terhadap semua obat yang pasien telah ambil.
Rekonsiliasi ini dilakukan untuk menghindari kesalahan pengobatan
seperti kelalaian, duplikasi, kesalahan dosis, atau interaksi obat. Ini
harus dilakukan pada setiap transisi perawatan dimana obat baru
diperintahkan atau perintah yang ada ditulis ulang.

b. Tujuan
Manajemen obat menjamin kelangsungan dan ketersediaan serta
keterjangkauan pelayanan obat agar efisien, efektif dan rasional.
Keberhasilan pengelolaan obat sangat terkait dengan pencatatan dan
pelaporan obat. Kegiatan ini merupakan upaya penatalaksanaan obat-
obatan secara tertib, baik mengenai jenis dan jumlahnya. Dalam hal
penerimaan, ketersediaan, pengeluaran atau penggunaannya juga
termasuk waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi dari obat-
obatan tersebut.
Melaksanakan proses manajemen obat yang efektif, efisien dan aman
bagi pasien sesuai dengan peran dan kewenangan perawat.

c. Langkah-langkah melaksanakan peran perawat dalam manajemen


obat
Sebagaimana telah dijelaskan dalam pengertian di atas, peran perawat
dalam manajemen obat terdiri atas lingkup manajerial dan operasional,
yaitu sebagai berikut :

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 12


1) Manajerial :
a) Berkontribusi dalam mengembangkan proses rekonsiliasi
pengobatan pasien yang sistematis.

Perawat manajer berkontribusi dalam mengembangkan standar


rekonsiliasi pengobatan pasien. Standar tersebut mengatur
pembagian peran, tanggung jawab dan proses dilakukan
perawat, dokter dan farmasi dalam rekonsiliasi pengobatan
pasien. Menurut riset yang dilakukan oleh Whittington dan
Cohen (2004), keakuratan daftar obat pasien meningkat dari
45% ke 95% melalui implementasi standar rekonsiliasi
pengobatan pasien. Sebagai contoh sederhana, standar proses
rekonsiliasi obat adalah sebagai berikut :
(1) Perawat harus mengassesmen pasien tentang daftar obat-
obatan, vitamin, suplemen, herbal yang sedang dikonsumsi
sebelum masuk RS, serta adanya alergi pasien terhadap
substansi tertentu (obat-obatan, zat kontras untuk
pemeriksaan diagnostik).
(2) Dokter harus meresepkan obat-obatan baru sesuai
diagnosis masuk RS maupun obat-obatan yang masih
diminum pasien kecuali ada duplikasi atau interaksi obat.
(3) Farmasi harus mengevaluasi semua obat-obatan yang
diresepkan dokter terhadap interaksi makanan-obat dan
interaksi obat dengan obat.
(4) Perawat meminta informasi terkait obat-obatan pasien
kepada farmasi RS.
(5) Menetapkan kerangka waktu penyelesaian rekonsiliasi obat
yaitu kurang dari 24 jam dan khusus pada obat-obatan yang
perlu diwaspadai/ High-Risk Medication (anti-hipertensi, anti-
kejang dan antibiotik) perlu direkonsiliasi lebih cepat,
misalnya maksimal 4 jam setelah pasien masuk.
(6) Melibatkan keluarga pasien dalam proses merekonsiliasi
obat-obatan yang dikonsumsi pasien.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 13


b) Berkontribusi dalam mengembangkan form daftar obat
baku

Peran ini memerlukan evaluasi terhadap proses yang ada dan


bertujuan untuk mengeliminir duplikasi anamnesis dan
dokumentasi di banyak setting perawatan pasien. Proses yang
perlu dievaluasi mencakup yaitu :
(1) Mengidentifikasi tempat dimana mencatat riwayat
pengobatan pasien dalam grafik perawatan pasien
(2) Menentukan siapa yang akan menempatkan riwayat
pengobatan ke tempat yang disepakati dalam grafik
perawatan pasien
(3) Kerangka waktu untuk menyelesaikan temuan adanya
variasi/ perbedaan dalam riwayat pengobatan pasien,
(4) Bagaimana mendokumentasikan perubahan pengobatan.

Setelah proses dievaluasi maka dapat dikembang form daftar


obat yang baku (master medication list) yang akan diletakkan di
rekam medis pasien. Daftar ini akan merekap semua obat-
obatan yang diresepkan kepada pasien selama pasien dirawat,
termasuk perubahan pengobatan (contoh form terlampir).
Update pada daftar obat dilakukan sesuai kondisi pasien,
perencanaan pengobatan harian dan setiap pasien pindah
setting perawatan (transfer ruangan).

Keuntungan menggunakan form daftar obat yang baku antara


lain :
(1) Meminimalisir kesalahan penulisan/transkripsi obat. Jika
obat-obatan dibuat menjadi daftar dalam form maka dokter
hanya perlu melingkari dan mengecek obat yang masih
diresepkan (tanpa perlu menulis ulang) dan hanya
menuliskan tambahan obat yang baru. Selain itu, dokter

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 14


atau perawat tidak harus menulis tangan daftar obat yang
sangat panjang pada grafik perawatan pasien atau pada
setiap kunjungan/visit.
(2) Perawat, dokter dan pasien dapat mendiskusikan obat-
obatan apa yang masih diresepkan dan obat yang tidak lagi
diperlukan dalam daftar.

c) Pemantauan kesalahan atau insiden dalam pemberian obat-


obatan

Monitoring dilakukan sesuai kebijakan rumah sakit dengan


mencakup hal-hal di bawah ini (standar akreditasi RS, 2012) :
(1) Adanya mekanisme, prosedur dan kerangka waktu dalam
pemantauan, pencatat dan pelaporan terhadap efek yang
tidak diharapkan (adverse effect)/ KTD ataupun Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) dalam pemberian obat.
(2) Adanya mekanisme, prosedur dan kerangka waktu dalam
mengidentifikasi dan melaporkan kesalahan pemberian obat.
Proses ini termasuk mengembangkan definisi, prosedur, dan
format baku dengan mengikutsertakan semua unsur yang
terlibat di berbagai langkah dalam manajemen obat. Proses
pelaporan adalah bagian dari program mutu dan
keselamatan pasien RS.

Proses penting lainnya dari pemantauan ini adalah edukasi staf


yang terlibat dalam manajemen obat tentang prosedur dan
pentingnya pelaporan. Perawat manajer berperan membangun
informasi bagi seluruh perawat agar memiliki pengetahuan
tentang mengidentifikasi dan melaporkan terjadinya kesalahan
pemberian obat, prosedur penanganan efek obat untuk
mencegah setiap potensi yang dapat membahayakan pasien
dan prosedur pelaporannya.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 15


Ketika kesalahan pemberian obat terjadi, fokus tidak boleh
semata-mata pada individu yang membuat kesalahan; akan
tetapi sorotan harus difokuskan pada bagaimana dan mengapa
standar pengamanan yang ada gagal. Budaya organisasi yang
mendukung langkah-langkah hukuman bagi individu yang
terlibat dalam kesalahan obat tidak lah mengatasi inti masalah
dan dalam banyak hal tersebut justru memperparah masalah.
Budaya tersebut menghambat individu melaporkan kesalahan
ataupun KNC (Near miss) yang merupakan informasi paling
berguna dalam mengidentifikasi akar penyebab sehingga dapat
diterapkan langkah-langkah untuk mengatasinya.

Walaupun dibayangi dengan berbagai skenario terburuk seperti


kehilangan pekerjaannya, perawat berada di ranah etis dimana
wajib melaporkan kesalahan atau kelalaian dalam praktik yang
membahayakan keselamatan pasien. Perawat dengan
kepeduliannya tentang setiap aspek praktik atau keselamatan
pasien harus didorong dan didukung untuk berbicara. Hal ini
hanya dapat dicapai jika budaya hukuman yang cenderung
lazim diganti dengan suatu budaya yang meningkatkan
keterbukaan, transparansi dan melindungi staf yang bersedia
untuk menyuarakan kepeduliannya.

2) Operasional
a) Melaksanakan rekonsiliasi obat secara berkesinambungan
Dalam keselamatan pasien, peran perawat melaksanakan
proses rekonsiliasi secara berkesinambungan obat di setiap
transisi perawatan pasien sangatlah penting. Transisi dalam
perawatan pasien yang dimaksud adalah termasuk perubahan
dalam setting ruangan, layanan, praktisi, atau tingkat
perawatan. Proses pelaksanaan rekonsiliasi obat ini terdiri dari
lima langkah (The Joint Commision, 2006):
(1) Mengembangkan daftar obat saat ini;

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 16


(2) Mengembangkan daftar obat yang akan diresepkan;
(3) Membandingkan obat pada dua daftar;
(4) Membuat keputusan klinis berdasarkan perbandingan; dan
(5) Mengkomunikasikan daftar obat baru kepada pemberi
perawatan yang terkait dan kepada pasien.

b) Menerapkan prinsip 7 benar pada pemberian obat


Dalam rangka memastikan keselamatan pasien, perawat harus
memperhatikan prinsip 7 benar dalam memberikan obat yaitu :

(1) Tepat obat


Sebelum mempersiapkan obat, perawat harus
memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika
memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat
diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat
penyimpanan. Kebenaran jenis obat yang perlu
kewaspadaan tinggi di cek oleh dua orang yang kompeten
(double check).

(2) Tepat dosis


Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka
penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan
alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes,
gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah
tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk
diberikan kepada pasien. Dosis/ volume obat, terutama yang
memerlukan kewaspadaan tinggi, dihitung dan dicek oleh
dua orang yang kompeten (double check).

(3) Tepat Pasien


Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien
yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran
obat dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 17


dan program pengobatan. Saat pemberian obat, perawat
juga harus melakukan Identifikasi pasien kembali dengan
dengan menanyakan identitas pasien secara langsung dan
mencocokan dengan gelang identitas.

(4) Tepat cara pemberian obat


Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda.
Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan
oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja
yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual,
parenteral, topikal, rektal, inhalasi. Pemberian obat juga
harus memperhatikan jenis sediaan obat, contohnya untuk
obat Slow-Release tidak boleh digerus sedangkan obat-
Enteric coated tidak boleh digerus.

(5) Tepat waktu


Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu
yang diprogramkan (sebelum makan, setelah makan, saat
makan), karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat
menimbulkan efek terapi dari obat.

(6) Tepat Informasi


Penjelasan nama, tujuan dan cara pemberian obat kepada
pasien/ keluarga pasien.

(7) Tepat pendokumentasian


Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis,
rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien
menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat
diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan. Setiap
perubahan jenis/ dosis/ jadwal/ cara pemberian obat harus
diberi nama dan paraf yang mengubahnya. Prosedur

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 18


pendokumentasian dan pelaporan respon pasien terhadap
pengobatan yaitu:
(a) Efek Samping Obat (ESO) dicatat dalam rekam medik,
Form Pelaporan Insiden, Form Pelaporan Efek Samping
Obat.
(b) Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek
sampingnya adalah obat baru yang masuk Formularium
dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek
samping serius.
(c) Efek samping yang harus dilaporkan ke Panitia Farmasi
Terapi adalah yang berat, fatal, atau meninggalkan
gejala sisa.
(d) Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek
samping obat adalah dokter, perawat, apoteker di ruang
rawat / Poliklinik
(e) Pelaporan Insiden dikirim ke Tim Keselamatan Pasien
sedangkan pelaporan Efek Samping Obat dikirim ke
Komite Farmasi dan Terapi.

c) Kewaspadaan tinggi terhadap obat yang diwaspadai (High


Alert Medication)
Obat high alert (obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi)
adalah obat yang memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya
bermakna pada pasien bila obat digunakan secara salah. Obat
high alert termasuk Elektrolit Pekat, Narkotika, Sitostatika dan
Obat-obatan Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM)/
Look Alike Sound Alike (LASA). Berikut adalah tindakan yang
dapat digunakan untuk mengurangi resiko kesalahan:

(1) Rumah Sakit mengidentifikasi dan dan membuat daftar obat


high alert. Berikut contoh obat high alert antara lain MgSO4
40%, MgSO4 20%, Meylon, KCl, Dextrose 40% dan NaCl
3%

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 19


(2) Peresepan obat high alert oleh dokter harus dilakukan
secara tertulis (manual/elektronik), kecuali pada kondisi
emergensi dapat dilakukan secara verbal/lisan. Garis
bawahi setiap obat high alert pada lembar resep dengan
tinta merah.
(3) Peresepan, penyiapan, pemberian elektrolit pekat mengikuti
prosedur penanganan obat high alert
(4) Pada obat NORUM/LASA agar tidak diletakkan berdekatan
satu sama lain serta menggunakan label bertuliskan
“NORUM/LASA” sebagai tanda.
Penyebab: order tidak jelas, tulisan dokter yang buruk, ada
order lisan yang tidak tepat, kurangnya
pemeriksaan/verifikasi kembali, banyaknya jumlah jenis
obat, lingkungan kerja yang buruk. Contoh obat - obatan
LASA

(5) Obat high alert harus dipisahkan sesuai dengan daftar obat
high alert.
Elektrolit pekat tidak boleh berada di ruang perawatan,
kecuali di kamar operasi jantung dan unit perawatan intensif
(ICU) dengan syarat disimpan di tempat terpisah, akses
terbatas dan diberi label yang jelas untuk menghindari
penggunaan yang tidak disengaja.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 20


(6) Tempelkan stiker merah bertuliskan “High alert” pada setiap
obat high alert.

(7) Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien


maka perawat lain harus melakukan pemeriksaan kembali
prinsip 7 benar pemberian obat secara (double check)

(8) Satelit farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar


obat high alert dan panduan penanganan obat high alert.
Tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus
untuk obat high alert. Obat high alert harus disimpan di
tempat terpisah, akses terbatas, diberi label yang jelas

(9) Perawat yang memberikan obat high alert secara infus harus
memastikan ketepatan kecepatan pompa infus dan jika obat
lebih dari satu, maka tempelkan label nama obat pada
syringe pump dan setiap ujung jalur selang.

Label Label Label


ditemp ditempel ditempel
elkan di kan di kan di
kontain ujung ujung
er infus selang selang
infus infus
pada
Obat High Alert dikunci di tempat yang
syringe
aman dan diberikan segel (security
pump
seal) untuk mencegah kesalahan
pemberian

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 21


(10) Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat
pengantar menjelaskan kepada perawat penerima pasien
bahwa pasien mendapatkan obat high alert.

d) Pemantauan respon pasien terhadap pengobatan


Perawat berperan melakukan proses monitoring secara
kolaboratif terhadap efek pengobatan terhadap pasien,
termasuk efek yang tidak diinginkan (adverse effect).
Pemantauan yang dilakukan oleh perawat terkait pemberian
obat meliputi :
(1) Efek yang diinginkan dan mekanisme aksi
(2) Efek samping, efek yang merugikan, ataupun efek toksik
(3) Interaksi obat
(4) Kontraindikasi dan tindakan pencegahannya
(5) Kepatuhan pasien meminum obat

Selain itu perawat juga berperan dalam mendokumentasikan


dan melaporkan setiap Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dalam pemberian obat sesuai
dengan prosedur (contoh prosedur dan resep obat terlampir).

3. KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


a. Pengertian
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pikiran atau informasi
dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan satu media yang
memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan pesan
(lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunikan) (Carl I. Hovland). Sedangkan menurut Effendi komunikasi
adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 22


perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui
media.

Komunikasi dalam pelayanan/asuhan keperawatan melibatkan tim


kesehatan lain meliputi: perawat, dokter, apotekerr, gizi, laboratorium.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap
pasien. Komunikasi efektif, yang tepat waktu, lengkap, jelas dan
dipahami oleh resipien/penerima akan mengurangi kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien.

Unsur-unsur komunikasi menurut Harold Lasswel meliputi:


1) Komunikator ( communicator, source, sender )
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai
pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi pelayanan
kesehatan di RS, sumber bisa terdiri dari satu orang seperti perawat,
dokter, apoteker, dan petugas kebersihan. Informasi juga dapat
berasal dari kelompok ataupun institusi RS.

2) Pesan ( message )
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu
yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat
disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media
komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan kesehatan, ,
informasi pelayanan, ataupun saran.

3) Media ( channel, media )


Media yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima berupa audio,
visual ataupun audio visual, . Media informasi di RS dapat berupa
papan pengumuman, TV RS, leaflet, brosur dan sebagainya.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 23


4) Komunikan ( communicant, communicatee, receiver, recipient )
Merupakan sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa
saja satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok. Komunikan
seperti pasien, keluarga pasien, pengunjung ataupun karyawan RS

5) Efek (effect, impact, influence)


Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap
dan tingkah laku seseorang, karena pengaruh juga bisa diartikan
perubahan atau penguatankeyakinan pada pengetahuan, sikap dan
tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

Ciri komunikasi yang efektif meliputi :


1) Istilah
Penggunaan istilah yang diartikan “sama” antara pengirim dan
penerima pesan merupakan aturan dasar untuk mencapai
komunikasi yang efektif. Kata-kata yang samar artinya (mempunyai
lebih dari satu makna) dapat menimbulkan kebingungan dan salah
pengertian.
2) Spesifik.
Pesan yang di pertukarkan harus spesifik. Maksudnya, pesan yang
disampaikan harus jelas, sehingga si penerima pesan dapat
menerima dan mengulangi dengan benar.
3) Tersusun Baik
Pesan harus berkembang secara logis dan tidak boleh terpotong-
potong.
4) Objektif, akurat, dan aktual.
Pengirim informasi harus berusaha menyampaikan pesan seobjektif
mungkin.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 24


5) Efisien.
Pesan di sampaikan seringkas dan seoriginal mungkin serta harus
berusaha untuk menghilangkan kata yang tidak relavan.
6) Hukum Komunikasi yang Efektif
Hukum Komunikasi yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective
Communication) dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan
esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH (Respect, Empathy,
Audible, Clarity, Humble)

Metode Komunikasi Efektif


1) TBAK
Dalam berkomunikasi di rumah sakit, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya harus melakukan proses verifikasi terhadap
akurasi dari komunikasi lisan dengan Tulis, Baca kembali dan
Konfirmasi ulang (TBAK) dengan langkah sebagai berikut:
a) Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui
sarana komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus
memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan
suara, jelas, singkat, dan padat.
b) Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (TULIS)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka
penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara
jelas.
c) Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima
pesan (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan
kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak
terjadi kesalahan.
d) Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada
pemberi pesan (KONFIRMASI)

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 25


Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan
oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan apabila pesan
tersebut masih ada yang kurang atau salah.

2) SBAR
Salah satu teknik komunikasi yang digunakan antar pemberi
layanan adalah teknik SBAR yaitu suatu teknik komunikasi yang
dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien
sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi antara
perawat dengan dokter maupun perawat dengan perawat saat
melakukan serah terima. Dengan teknik ini maka perawat dapat
memberikan laporan mengenai kondisi pasien secara informatif dan
terstruktur. SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan
kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera.
Empat unsur SBAR sebagai berikut :
1. Situation
a. Sebutkan nama anda dan unit dimana anda bekerja
b. Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien
c. Sebutkan masalah pasien tersebut ( sesak nafas, nyeri
dada)
2. Background
a. Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai
kebutuhan
b. Status kardiovaskuler (Tekanan Darah, Nyeri dada, EKG
dll)
c. Status respirasi (Frekuensi nafas, SpO2, Hasil analisa gas
darah dll)
d. Status gastrointestinal (nyeri perut, muntah, perdarahan)
e. Neurologis (GCS,pupil,Kesadaran)
f. Hasil pemeriksaan penunjang

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 26


3. Assessment
a. Sebutkan problem pasien tersebut
b. Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia maligna dll )
c. Problem gastrointestinal (perdarahan massif, syok)

4. Recommendation
Rekomendasi pilih sesuai kebutuhan :
a. Meminta dokter untuk memindahkan ke ICU
b. Meminta dokter untuk datang melihat pasien.

Selain teknik komunikasi tersebut diatas, Rumah Sakit harus


membakukan daftar singkatan, akronim, simbol, dan penandaan dosis
yang tidak boleh digunakan di seluruh bagian Rumah Sakit.
Menetapkan dan mengimplementasikan daftar singkataan baku,
akronim, simbol-simbol dan penandaaan dosis yang tidak boleh
digunakan di seluruh bagian Rumah Sakit.
Menggunakannya pada semua pendokumentasian baik secara manual
maupun dengan komputer.

4. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting
untuk dilaksanakan di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
lainnya sebagai tempat pelayanan kesehatan disamping sebagai tolak
ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas juga
pengunjung dan keluarga dari risiko tertularnya infeksi karena dirawat,
bertugas dan berkunjung ke suatu Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI di Rumah Sakit perlu
keterlibatan lintas profesional, Klinis, Perawat, Laboratorium, K3L,
Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi dan House Keeping sehingga dalam
pelaksanaannya diwadahi dalam Komite PPI rumah sakit. Selain itu
Komite PPI diharapkan membantu Rumah Sakit dalam menyiapkan diri
menghadapi Emerging Infectious Diseases.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 27


Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas
kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan
memperhatikan cost effectiveness (Pedoman manajerial PPI di RS,
2008). Kriteria/ standar program pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI) yang efektif meliputi komponen (Standar Akreditasi RS, 2012) :
1) Kepemimpinan dalam upaya PPI (Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit/ PPIRS dan Infection Prevention
Control Nurse/ IPCN)
2) Petugas PPI memiliki kualifikasi pendidikan, pelatihan, pengalaman
dan sertifikasi/ lisensi yang sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya;
3) Adanya mekanisme koordinasi yang melibatkan dokter, perawat dan
tenaga lainnya sesuai ukuran dan kompleksitas RS.
4) Program PPI dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan terkini,
pedoman praktik yang dapat diterima serta sesuai aturan
perundangan yang berlaku.
5) RS menyediakan sumber daya yang cukup untuk mendukung
program PPI
6) RS menyusun dan menerapkan program yang komprehensif untuk
mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien
dan tenaga pelayanan kesehatan
7) Seluruh area pasien, staf dan pengunjung rumah sakit dimasukkan
dalam program PPI
8) RS mengumpulkan dan mengevaluasi data dan tempat infeksi
terkait pelayanan kesehatan (Asesmen risiko) yaitu saluran
pernapasan, saluran kencing, peralatan intravaskular invasif, luka
operasi, penyakit dan organisme yang signifikan (multi drug
resistant organism, virulensi infeksi yang tinggi), muncul dan
pemunculan ulang (emerging dan re-emerging) infeksi di
masyarakat
9) RS memiliki prosedur, strategi dan proses untuk menurunkan risiko
infeksi

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 28


10) RS menurunkan risiko infeksi dengan proses pembersihan,
disinfeksi dan sterilisasi yang tepat serta manajemen laundry dan
linen yang benar.
11) RS memiliki kebijakan dan prosedur yang menetapkan pengelolaan
dan penggunaan perbekalan (logistik) peralatan kesehatan antara
lain :
a) penanganan perbekalan yang kadaluarsa
b) peralatan/ material yang single-use
c) jumlah maksimum re-use
d) proses pembersihan
e) proses untuk pengumpulan, analisis dan penggunaan dari data
PPI terkait peralatan yang di re-use
12) RS menurunkan risiko infeksi dengan pembuangan dan
pengelolaan limbah yang tepat
13) RS mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam
dan jarum
14) RS mempunyai sistem ventilasi (tekanan negatif, bio safety kabinet
di lab)
15) RS mempunyai prosedur renovasi atau pembangunan fasilitas baru
yang mengurangi risiko infeksi
16) RS memiliki prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung
dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi dari infeksi bagi
pasien yang immunosuppressed
17) RS mengidentifikasi teknik pengamanan (barier) berupa
penggunaan peralatan proteksi (APD) dan hand hygiene
18) Adanya integrasi program PPI dengan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (data surveilans, analisa data, quality
improvement)
19) RS memberikan pendidikan tentang praktik PPI kepada staf, dokter,
pasien dan keluarga serta pemberi layanan lainnya yang terlibat
dalam pelayanan.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 29


Melalui jabaran komponen di atas, dapat digarisbawahi beberapa
intervensi khusus yang menjadi peran perawat dan dapat membantu
mengurangi risiko penyebaran infeksi. Beberapa intervensi yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Penggunaan teknik aseptik dalam setiap tindakan
2) Melakukan dan mempromosikan budaya cuci tangan
3) Dekontaminasi peralatan
4) Pengelolaan sampah non medis dan medis di ruang perawatan
5) Penanganan tumpahan darah dan cairan tubuh
6) Penggunaan antibiotik secara tepat
7) Surveilans

a. Tujuan
Meningkatkan peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di RS yang terintegrasi dengan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.

b. Langkah-langkah/ prosedur
Peran perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah
sebagai berikut :
1) Penggunaan teknik aseptik dalam setiap tindakan
Teknik aseptik merupakan seperangkat praktik dan prosedur
tertentu yang dilakukan dengan tujuan meminimalkan kontaminasi
oleh patogen. Teknik ini digunakan untuk memaksimalkan dan
mempertahankan asepsis yaitu kondisi tidak adanya patogen
organisme dalam setting klinis. Teknik aseptik melindungi pasien
dari infeksi dan mencegah penyebaran patogen. Sebelum
melakukan tugas dan prosedur, seperti memulai pemasangan
kateter intravena, atau sebelum injeksi. Perawat mengurangi
potensi infeksi dan penularan penyakit dengan melakukan
kebersihan tangan sebelum memulai setiap tugas atau prosedur.

2) Melakukan dan mempromosikan budaya cuci tangan

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 30


Merupakan proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih.
Cuci tangan merupakan prosedur paling penting dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi. Cuci tangan dapat
menggunakan air (hand wash) dan menggunakan alkohol. Hand
wash dilakukan dengan air mengalir selama 40-60 detik sedangkan
hand scrub dilakukan selama 20-30 detik.
a) Manfaat
(1) Mencuci tangan dengan air dan sabun akan banyak
mengurangi jumlah mikroorganisme dari kulit dan tangan
(2) Menghilangkan kotoran dari kulit
(3) Memutus mata rantai penularan infeksi

b) Waktu harus cuci tangan


(1) Sebelum bersentuhan dengan pasien
(2) Sebelum melakukan tindakan aseptik
(3) Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien
(4) Setelah bersentuhan dengan pasien
(5) Setelah keluar dari lingkungan pasien

c) Langkah-langkah cuci tangan


Cuci tangan dapat menggunakan air (hand wash) dan
menggunakan alkohol. Hand wash dilakukan dengan air
mengalir selama 40-60 detik sedangkan hand scrub dilakukan
selama 20-30 detik. Langkah-langkah cuc tangan sebagai
berikut
(1) Basuh tangan dengan air mengalir
(2) Tuangkan sabun secukupnya
(3) Ratakan dengan kedua telapak tangan
(4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya
(5) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
(6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 31


(7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya
(8) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di
telapak tangan kiri dan sebaliknya
(9) Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan
tangan kanan dan sebaliknya
(10) Bilas kedua tangan dengan air
(11) Keringkan dengan handuk sekali pakai sampai benar-
benar kering
(12) Gunakan handuk tersebut untuk menutup kran

3) Dekontaminasi peralatan
Dekontaminasi meliputi pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi.
Untuk memastikan bahwa peralatan medis dan persediaan
didekontaminasi dengan benar, organisasi RS harus memiliki
kebijakan dan prosedur menjawab bagaimana peralatan dan
perlengkapan harus dibersihkan untuk digunakan kembali (re-use),
disamping peralatan yang sekali pakai (single-use); kapan peralatan
harus dibersihkan; bagaimana peralatan harus dibersihkan; dan
siapa yang harus membersihkan. Dalam hal ini kebijakan yang
akan dikembangkan harus melibatkan perawat praktisi, IPCN,
bagian rumah tangga, pelayanan gizi RS, dan staf biomedis.

Perawat berperan dalam pencegahan penyebaran infeksi dengan


mengenali dan memilah peralatan yang kotor sesuai pemprosesan
pembersihan alat terutama untuk peralatan yang akan dipakai
kembali. Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung
tangan bedah dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
precleaning/ prabilas, pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi. Alur pemrosesan
peralatan digambarkan dalam bagan berikut ini (Pedoman PPI di
RS dan Fasyankes lainnya, 2011) :

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 32


Perawat di unit ruang rawat bertanggung jawab langsung dalam
pengelolaan peralatan. Dengan mengetahui dan melaksanakan
alur pemrosesan peralatan secara benar maka perawat telah
berperan mencegah penyebaran infeksi kepada pasien dan
lingkungan ruang rawat.

4) Pengelolaan sampah non medis dan medis di ruang perawatan


Sampah non medis adalah buangan hasil kegiatan di rumah
sakit yang tidak mengandung mikroorganisme patogen, tidak
berbahaya dan tidak beracun, bersumber dari kegiatan rawat
jalan, rawat inap, pelayanan penunjang, gawat darurat, dapur,
perkantoran, taman dan halaman. Sedangkan sampah medis
meliputi sampah infeksius, sampah patologis, sampah sitotoksik,
sampah farmasi, dan sampah benda tajam. Penanganan sampah
medis adalah rangkaian kegiatan pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan sampah medis sesuai peraturan
yang berlaku.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 33


Dalam penanganan sampah medis di ruang rawat, penting bagi
perawat untuk mengetahui dan pemilahan sampah medis secara
benar. Sampah medis sesuai kategori ditempatkan pada wadah
yang memenuhi syarat serta telah diberi label sehingga
mengurangi risiko penyebaran infeksi dan memudahkan dalam
proses pengelolaan selanjutnya yaitu pengangkutan dan
pemusnahan sampah medis. Wadah sampah medis yang
memenuhi syarat adalah wadah yang bersih, tertutup, berlabel,
tidak berbau, berlapis kantong plastik sesuai jenis sampah medis).
Pengkategorian sampah medis dibedakan melalui lambang, label
dan warna sebagai berikut :
a) Sampah infeksius ditempatkan di tempat sampah berlabel
infeksius dan atau lambang “biohazard” dan berlapiskan
kantong plastik kuning
b) Sampah sitotoksik ditempatkan di tempat sampah berlabel
“sampah sitotoksik” dan atau lambang “sitotoksis” dan
berlapiskan kantong plastik ungu atau wadah khusus “sampah
sitotoksik”
c) Sampah benda tajam ke dalam wadah / kotak benda tajam
(sharp container / safety box) yang tahan tusukan dan tahan air
serta berlabel “sampah benda tajam”dan lambang “biohazard”
d) Sampah radioaktif ditempatkan di tempat sampah berlabel
“sampah radioaktif” dan atau lambang “radioaktif” dan
berlapiskan kantong plastik merah
e) Sampah non medis ditempatkan di tempat sampah berlabel
“sampah domestik” dan berlapiskan kantong plastik hitam

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 34


Lambang dan label kategori sampah dan
limbah

contoh sharp container /


safety box untuk sampah
benda tajam

5) Penanganan tumpahan darah dan cairan tubuh


Penanganan tumpahan darah dan cairan tubuh dilakukan oleh
tenaga yang terlatih sesuai dengan kebijakan RS yang berlaku.
Tumpahan darah dan cairan tubuh diperlakukan secara khusus
sebagai bahan yang terkontaminasi sehingga diperlukan protokol/
prosedur penanganan khusus dan penanganan harus dilakukan
secara cepat. Penting untuk perawat memiliki pengetahuan
mengenai prosedur penanganan tumpahan darah dan cairan tubuh
walaupun dalam penanganannya dapat dikoordinasikan dan

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 35


dilakukan oleh petugas lain terkait yang sudah terlatih. Prinsip
penting dalam penanganan tumpahan darah dan cairan tubuh
yang perlu menjadi perhatian perawat adalah sebagai berikut :
a) Amankan area tumpahan agar tidak mengenai/
mengkontaminasi sekitar misalnya dengan cara memberikan
tanda dilarang melintas (jika tumpahan ada di lantai)
b) Jika tumpahan dalam jumlah relatif sedikit dan dapat ditangani
oleh perawat secara langsung maka lakukan langkah berikut :
(1) gunakan alat pelindung diri (sarung tangan sekali pakai,
apron plastik)
(2) tutup tumpahan dengan handuk/ tisu/ kain yang mudah
menyerap
(3) usap handuk/ tisu/ kain dengan hati-hati
(4) Bersihkan area tumpahan dengan deterjen/ cairan
pembersih lantai dan kain sekali pakai.
(5) Sterilkan area tumpahan menggunakan cairan disinfektan
(6) Bilas dengan air dan keringkan
(7) Tempatkan semua sarung tangan, apron, kain lap yang
digunakan ke dalam plastik dan masukkan dalam wadah
sampah infeksius
(8) Cuci tangan

c) Jika tumpahan dalam jumlah banyak, koordinasikan dengan tim


penanganan tumpahan/ kebersihan yang terlatih untuk
prosedur penanganan dan langkah disinfeksi lebih lanjut.

6) Penggunaan antibiotik secara tepat


Pengetahuan mengenai penggunaan antibiotik secara tepat perlu
dimiliki oleh perawat untuk berperan dalam PPI. Semakin lama
infeksi ada pada pasien maka semakin besar kemungkinan infeksi
tersebut menyebar ke pasien lain atau petugas kesehatan. Untuk
memastikan perawatan yang tepat dan pencegahan infeksi bakteri,
organisasi RS harus memiliki kebijakan khusus dan sistem

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 36


pemantauan dalam penggunaan antibiotik. Jika memungkinkan, tim
multidisiplin harus terlibat dalam menciptakan kebijakan tersebut,
termasuk perawat, dokter, ahli bedah, dan apoteker. Penggunaan
clinical pathway dan pedoman nasional yang ada dapat membantu
untuk mengembangkan kebijakan penggunaan antibiotik agar
mampu laksana.
a) Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan
antibiotik adalah :
(1) Resistensi Mikroorganisme terhadap antibiotik
(2) Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik
(3) Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat
(4) Faktor Biaya

b) Prinsip Penggunaan Antibiotik secara Bijak


(1) Penggunaan antibiotik secara bijak yaitu penggunaan
antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang
ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama
pemberian yang tepat.
(2) Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy)
ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan
mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.
(3) Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan
dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik,
penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas
(restricted), dan penerapan kewenangan dalam
penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).
(4) Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan
menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan
informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya.
Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh
sendiri (self-limited).

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 37


(5) Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada:
(a) Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi
dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik.
(b) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan
kuman penyebab infeksi.
(c) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
(d) Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan
hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta
ketersediaan obat.
(e) Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling
cost effective dan aman.

c) Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan


dengan beberapa langkah sebagai berikut:
(1) Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap
penggunaan antibiotik secara bijak.
(2) Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang,
dengan penguatan pada laboratorium hematologi,
imunologi, dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang
berkaitan dengan penyakit infeksi.
(3) Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten
di bidang infeksi.
(4) Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi
secara tim (team work).
(5) Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan
antibiotik secara bijak yang bersifat multi disiplin.
(6) Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan
berkesinambungan.
(7) Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan
antibiotik secara lebih rinci di tingkat nasional, rumah
sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan
masyarakat.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 38


7) Surveilans
Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara
terus menerus dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data,
analisis data, interpretasi data dan diseminasi informasi hasil
interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan. Hasil ini penting
untuk perencanaan, penerapan, evaluasi, praktik-praktik
pengendalian infeksi. Secara singkat surveilans adalah memantau
dengan berhati-hati dan memberikan tanggapan yang relevan.

Dalam surveilans, perawat, terutama IPCN dan Infection Prevention


Control Link Nurse (IPCLN) memiliki peran sebagai berikut (Depkes,
2010) :
a) Penemuan kasus infeksi nosokomial secara aktif
b) Pengumpulan data
c) Melakukan investigasi jika terdapat kecurigaan terjadinya infeksi
nosokomial pada pasien
d) Melaporkan hasil surveilans
e) Memberikan motivasi untuk pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil
ruangan

5. MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN
a. Pengertian
Gawat Darurat : Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut (UU RI No 44 Thn 2009 )

b. Tujuan
1) Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada
periderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali
dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2) Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang Iebih memadai.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 39


3) Menanggulangi korban bencana
4) Pendekatan SPGDT pelayanan optimal terarah dan terpadu.
5) Mampu menanggulangi krisis kesehatan

c. Langkah / Prosedur
Kegawatdaruratan secara umum
1) Tentukan Ruang Lingkup Praktik Keperawatan
kegawatdaruratan
a) Manajemen kegawatdaruratan merujuk pada kebutuhan
perawatan kedaruratan dan perawatan kritis; Manajemen
kegawatdaruratan diperluas mencakup konsep pasien dan
keluarga
b) Perawat kegawatdaruratan harus memiliki SERTIFIKASI
pelatihan, pendidikan, pengalaman dan keahlian dalam
mengkaji dan mengidentifikasi masalah kesehatan dalam
situasi krisis.
c) Intervensi keperawatan dilakukan secara interdependen
berdasarkan konsultasi dengan atau di bawah arahan dokter
atau perawat KOMPETEN.
d) Staf kegawatdaruratan bekerja sebagai tim.

2) Tentukan Prioritas Tindakan Kegawatdaruratan untuk Semua


Pasien
a) Prioritas pertama: Keamanan (safety)
b) Preplan untuk menjamin keamanan dan lingkungan yang
aman
c) Observasi melekat pada pasien dan anggota keluarga pada
peristiwa stress dengan perilaku kekerasan

3) Tentukan Intervensi berfokus pada pasien dan keluarga


a) Memulihkan ansietas dan ciptakan perasaan aman
b) Minta keluarga tetap berada bersama pasien untuk
c) Meredakan ansietas jika memungkinkan

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 40


d) Berikan penjelasn dan informasi
e) Berikan intervensi lain tergantung pada tahap krisis
f) Gunakan skala AVPU ( Alert , Verbal,Pain,Unresponsive )
Skala yang digunakan untuk menilai kesadaran , Respon
Verbal, Nyeri dan tidak ada respon .

Internal disaster
Internat disaster contohnya
a. Kejadian luar Biasa
b. Kebakaran
c. Gempa di rumah sakit
d. Kecelakaan lalu lintas besar

1. Lakukan Komunikasi dan koordinasi


Kemampuan untuk berkomunikasi,berkoordinasi dan bekerja secara
efektif sebagai suatu team merupakan faktor utama dalam keberhasilan
suatu rencana
a. Karyawan RS yang menerima informasi tentang terjadi bencana
harus berusaha mengklarifiksi :-Nama dan no telp ,sumber informasi

 Lokasi bencana dan tingkat kerusakan


 Penyebab bencana
 Jumlah korban
b. Informasi segera disampaikan ke resepsionis/bagian telekomunikasi
c. Resepsionis/telekomunikasi melapor kepada direktur/komandan
bencana/pejabat yang ditunjuk/(diluar jam kerja)
d. Pejabat yang berwenang memberlakukan rencana penanggulangan
bencana (hospital disaster plan)secara penuh atau sebagian sesuai
situasi bencana
2. Aktivasi sistem manajemen dan struktur komando
Kemampuan untuk bekerjasama ,komunikasi dengan menggunakan
radio,telepon dan lainlain.juga kemampuan dalam memberikan perintah

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 41


secara efektif mengenai sebuah insiden menggunakan struktur perintah
secara terpadu

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun struktur komando


 struktur komando harus sejajar dengan pembagian tugas dan arah
komunikasi
 Siapkan manual yang mencantumkan dengan jelas tugas tim
fungsional dan hal hal yang perlu dikomunikasikan
 Penanggung jawab menunjuk salah seorang dari staf yang
berkumpul sebagai kepala tim,tugaskan staf lain sebagai anggota
tim dan bentuk tim fungsional
 Penanggungjawab memberi instruksi kepada kepala tim fungsional
mengenai pembagian tugas dan hal hal yang perlu dilaporkan
 Penyusunan manual : Cantumkan dengan jelas tugas setiap
staf(Contoh : Action Card)

3. Mendirikan posko penanggulangan bencana


4. Buat pemetaan
 Pemetaan jumlah populasi masayarakat rs(pasien,,keluarga
pasien,,petugas dll)
 -Pemetaan yang mungkin terjadi(potensial haard),Misal ledakan
dapur,bahan kimia,ledakan kompresor
 Pemetaan sarana keselamatan dan penyelamatan ,misalnya
letak hidran atau APAR
5. Teknik evakuasi dari ruang perawatan
 Jika kondisi didalam ruang rawat berbahaya sehingga
menyulitkan kelangsungan pelaksanaaan tim medis
 Perlu staf khusus yang membimbing pasien untuk mengungsi
dengan barisan teratur,agar pasien tidak panik
 -Tentukan prioritas pasien yang akan diungsikan
 -Konfirmasi tempat pengungsian sementara dan kondisi tempat
pengungsian sementara

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 42


 -Pertimbangkan untuk memindahkan pasien ke RS di luar
bencana

6. Bentuk TIM Bencana


 tim Rapid need assesment dan rapid respon :Pengkajian bencana
Bekerjasama dalam tim untuk memberikan pertolongan awal yang
cepat dan tepat
Dr bedah,anestesi,perawat IGD/ICU/OK dan tim
 -TIM Bantuan medis
Tim bantuan yang lebih siap :-Mengumpulkan tenaga yang akan di
berangkatkan,menggalang fasilitas sarana dan prasarana untuk tim
yang akan bertugas,rasio lebih luas

6. MANAJEMEN NYERI
a. Pengertian
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Sedangkan menurut International
Association for Study of Plain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Respon nyeri sangat subyektif tergantung
dari ambang nyeri dari setiap klien, koping klien, pengalaman nyeri,
ansietas, budaya dari klien serta dipengaruhi oleh gender dan usia.
Oleh karena itu, untuk mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan
observasi respon dan perubahan perilaku klien.

b. Jenis jenis Nyeri


1) Nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional
yang tidak menyenangkan, yang berhubungan dengan adanya
kerusakan jaringan baik yang sudah terjadi maupun potensial
akan terjadi

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 43


2) Nyeri Akut terjadi karena ruda paksa ( injury ) terhadap tubuh dan
nyeri hilang sesudah injury sembuh
3) Nyeri Kronik : Nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan, nyeri ini
tidak selalu responsif dengan pemberian analgesik dan biasanya
masih berlangsung walaupun sudah dalam proses penyembuhan
4) Nyeri Kanker bisa akut, kronik ataupun keduanya. Nyeri ini
berhubungan dengan proses penyakitnya atau pengobatan

c. Tujuan
1) Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
2) Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala
nyeri kronis yang persisten.
3) Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
4) Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi
nyeri
5) Memperbaiki kualitas hidup pasien
6) Memfasilitasi proses penyembuhan dan fungsi yang optimal
7) Early discharge
8) Cost Efficiency
9) Kepuasan pasien

d. Langkah-langkah/prosedur
1) Pengkajian Nyeri
Pengkajian masalah nyeri pasien mecakup riwayat nyeri, keluhan
nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST
(Provocative/Palliative, Quality, Region, Severity dan Timing). Alat
ukur penilaian nyari dapat mempergunakan:
a) Numeric Rating Pain Scale : Dewasa dan anak-anak(usia >7
tahun) pada semua pasien yang dapat memberi peringkat
intensitas dari rasa nyeri mereka
b) Wong Baker Faces : Indikasi: Dewasa dan Anak-anak (usia >3
tahun)

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 44


c) CRIES Pain Scale : Untuk Neonatus 0-6 Bulan – di critical area
d) FLACC Pain Scale : Untuk bayi dan anak 2 bln s.d 7 tahun
e) COMFORT Pain Scale : Untuk bayi,anak anak dan dewasa di
critical care.

2) Tatalaksana Nyeri
Dalam rangka mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, perawat
dapat mempergunakan beberapa cara antara lain:
a) Massage/ Pemijatan
Merupakan tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot, tanpa menyebabkan pergeseran atau
perubahan posisi sendi. Pijat daerah yang terasa nyeri dengan
lembut dan tidak melakukan penekanan yang terlalu keras.

Manfaat
(1) Untuk menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan
meningkatkan sirkulasi.
(2) Merangsang penyembuhan fisik dan emosional.
(3) Stimulasi dari sistem limfatik (Sistem limfatik membawa
produk limbah keluar dari tubuh Anda dan mempertahankan
tubuh terhadap infeksi).
Tehnik : Pijat daerah yang terasa nyeri dengan lembut dan tidak
melakukan penekanan yang terlalu keras.

b) Kompres dingin
Merupakan tindakan dengan memberi rasa dingin pada daerah
setempat dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air
biasa atau air es sehingga memberi efek rasa dingin pada
daerah tersebut.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 45


Manfaat
(1) Menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau trauma,
memperlambat denyutan jantung, mempersempit pembuluh
darah dan mengurangi arus darah lokal.
(2) Memperlambat impuls-impuls motorik menuju otot-otot pada
area yang nyeri
(3) Pada pertama pemberian observasi setelah 5 menit
pemberian kompres,bila dapat ditoleransi maka lanjutkan
selama 20 menit.

c) Kompres hangat
Merupakan tindakan dengan memberi rasa hangat pada daerah
yang nyeri dengan tujuan melebarkan pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan sirkulasi darah dan peningkatan
tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan
meningkat sedangkan Ph darah akaan menurun , aktifitas sel
menjadi menigkat dan pada otot-otot mengurangi ketegangan
sehingga nyeri berkurang.

d) Immobilisasi
Merupakan tindakan untuk mengurangi nyeri dengan
Pembatasan gerak, terutama pada nyeri akut. Dapat diberikan
bebat atau alat penyangga untuk nyeri akut pada area
persendian

e) Positioning
Posisi tidur yang nyaman sehingga dapat mengurangi stress
akibat penekanan pada luka, langkah ini dapat dilakukan
dengan cara memberi bantal tambahan untuk menyokong
tubuh, mengatur posisi tempat tidur dan mengatur posisi tubuh
(miring kanan/ miring kiri).

f) Relaksasi

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 46


Merupakan strategis yang efektif pada pasien yang mengalami
nyeri kronis. Ada tiga hal utama yang diperlukan untuk
relaksasi yaitu
(1) Posisi yang tepat
(2) Fikiran beristirahat
(3) Lingkungan yang tenang untuk mengurangi nyeri
(4) Relaksasi nafas dalam,relaksasi dengan musik

g) Distraksi
Metode pengelolaan nyeri dapat dilakukan dengan cara
mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien
akan lupa terhadap nyeri yang dialami. Macam-macam teknik
distraksi:
(1) Distraksi visual : membaca, nonton TV, guided imagery
(2) Distraksi auditori : mendengarkan musik, humor

h) Aromaterapi
Terapi untuk mengurangi nyeri dapat dilakukan dengan
memberikan wewangian sehingga membuat efek rileks,
menghilangkan stress dan membuat pikiran menjadi tenang.
Terapi dengan menggunakan wewangian alamiah yang
mengandung unsur-unsur herbs dengan pendekatan sistem
keseimbangan alam. Wewangian tertentu diyakini dapat
mempengaruhi sistem syaraf terutama otak untuk bekerja
memproduksi katalisator yang menyebabkan nyeri.

i) Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah terapi dengan menggunakan hypnosis.
Pasien yang diterapi terlebih dahulu membuat anda masuk
dalam kondisi.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 47


7. MEMPERKECIL RISIKO KEJADIAN LUKA TEKAN
a. Pengertian
Luka tekan adalah cedera yang terlokalisasi pada kulit dan atau
jaringan dibawahnya biasanya diatas tonjolan tulang, sebagai akibat
adanya tekanan, atau kombinasi dari tekanan dan gesekan (NPUAP-
EPUAP, 2009). Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan
masalah serius yang sering tejadi pada pasien yang mengalami
gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau
penyakit degeneratif. Istilah dekubitus sebenarnya kurang tepat dipakai
untuk menggambarkan luka tekan karena asal kata dekubitus adalah
decumbere yang artinya berbaring . Ini diartikan bahwa luka tekan
hanya berkembang pada pasien yang dalam keadaan berbaring.
Padahal sebenarnya luka tekan tidak hanya berkembang pada pasien
yang berbaring, tapi juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan
kursi roda atau prostesi.

b. Tujuan
1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat penyembuhan
luka dan faktor resiko pressure ulcer
2) Melakukan Pengkajian Resiko Luka tekan
3) Melakukan pengkajian Luka tekan
4) Memahami dan melakukan standar pencegahan dan intervensi
keperawatan pada luka tekan
5) Mencegah luka tekan akibat tirah baring lama
6) Luka tekan yang sudah terjadi tidak bertambah parah dan meluas

c. Faktor faktor yang menghambat penyembuhan Luka .


Luka tekan merupakan kerusakan jaringan yang terlokalisir yang
disebabkan karena adanya kompressi jaringan yang lunak diatas tulang
yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam
jangka waktu yang lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini
berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah,

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 48


anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan
kematian sel.

Daerah daerah yang paling sering terjadi luka tekan tergantung kepada
area yang sering mengalami tekanan, yaitu :
1) Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan
tumit
2) Pada posisi duduk yaitu daerah ischium, atau koksik.
3) Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter.

Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk


menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.

Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka
tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang
mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang
menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori
persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan
dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor
intrinsik yaitu faktor yang berasal dari pasien. sedangkan yang
dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu factor-faktor dari luar yang
mempunyai efek deteriorasi pada lapisan eksternal dari kulit.
1) Mobilitas dan aktivitas

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 49


Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan
mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah
kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus
menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi
beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah
faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.

2) Penurunan sensori persepsi


Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan
diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang
lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.

3) Kelembapan
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami
erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah
terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka
tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

4) Tenaga yang merobek ( shear )


Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan
merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan
yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang
menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang
merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi
semi fowler yang melebihi 30 derajad[18]. Pada posisi ini
pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan
tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal.
Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 50


kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun
hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

5) Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan
arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan
abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan
bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak
berhati-hati.

6) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk
terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000)
stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya
kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

7) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan
otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon
inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan
kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit
menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan,
pergesekan, dan tenaga yang merobek.

8) Tekanan arteriolar yang rendah


Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi
kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan
yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 51


iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992)
menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik
yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.

9) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien
psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan
dari luka tekan.

10) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran
darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh
darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan
yang signifikan antara merokok dengan perkembangan
terhadap luka tekan.

11) Temperatur kulit


Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan
temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko
terjadinya luka tekan.

Menurut NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel), luka tekan


dibagi menjadi empat stadium (gambar 2 ), yaitu :
1) Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak
salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit
(lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi
jaringan (lebih keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal
atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin
kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan
pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna
merah yang menetap, biru atau ungu.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 52


2) Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis,
atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi,
melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

3) Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan
atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi
tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam.

4) Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan
yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau
tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

d. Langkah-langkah/prosedur
1) Pengkajian Risiko Luka Tekan
Pengkajian resiko luka tekan seharusnya dilakukan pada saat
pasien memasuki RS dan diulang dengan pola yang teratur atau
ketika ada perubahan yang signifikan pada pasien, seperti
pembedahan atau penurunan status kesehatan. Dalam
mengidentifikasi risiko dekubitus, ada beberapa skala pengkajian
risiko tersebut, antara lain; 1. Skala Gosnell, 2. Skala Norton, 3.
Skala Braden.

Dalam skala Braden terdapat 6 (enam) subskala untuk menentukan


tingkatan risiko terjadinya dekubitus.
a) Persepsi Sensorik
Definisi: kemampuan untuk merespon tekanan berarti yang
berhubungan dengan ketidaknyamanan.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 53


(1) Nilai 1 diberikan apabila terjadi keterbatasan total, yaitu
tidak adanya respon pada stimulus nyeri akibat kesadaran
yang menurun ataupun karena pemberian obat-obat sedasi
atau keterbatasan kemampuan untuk merasakan nyeri pada
sebagian besar permukaan tubuh.
(2) Nilai 2 diberikan apabila sangat terbatas, yaitu hanya
berespon hanya pada stimulus nyeri. Tidak dapat
mengkomunikasinya ketidaknyamanan, kecuali dengan
merintih dan / atau gelisah. Atau mempunyai gangguan
sensorik yang membatasi kemampuan untuk merasakan
nyeri atau ketidaknyamanan pada separuh permukaan
tubuh.
(3) Nilai 3 diberikan pada saat hanya terjadi sedikit
keterbatasan yaitu dalam keadaan klien berespon pada
perintah verbal, tetapi tidak selalu dapat
mengkomunikasikan ketidaknyamanan atau harus dibantu
membalikkan tubuh. Atau mempunyai gangguan sensorik
yang membatasi kemampuan merasakan nyeri atau
ketidaknyamanan pada 1 atau 2 ektrimitas.
(4) Nilai 4 diberikan pada saat tidak terjadi gangguan, yaitu
dalam berespon pada perintah verbal dengan baik. Tidak
ada penrunan sendorik yang akan membatasi kemampuan
untuk merasakan atau mengungkapkan nyeri atau
ketidaknyamanan.

b) Kelembaban
Definisi: Tingkat kulit yang terpapar kelembapan.
(1) Nilai 1 diberikan apabila terjadi kelembapan kulit yang
konstan, yaitu saat kulit selalu lembab karena perspirasi,
urine dsb. Kelembapan diketahui saat klien bergerak,
membalik tubuh atau dengan dibantu perawat.
(2) Nilai 2 diberi apabila kulit sangat lembab, yaitu saat
kelembaban sering terjadi tetapi tidak selalu lembab.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 54


Idealnya alat tenun dalam keadaan ini harus diganti setiap
pergantian jaga.
(3) Nilai 3 diberikan pada saat kulit kadang lembab, yaitu pada
waktu tertentu saja terjadi kelembaban. Dalam keadaan ini,
idealnya alat tenun diganti dengan 1 kali pertambahan
ekstra (2 x sehari).
(4) Nilai 4 diberikan pada saat kulit jarang lembab, yaitu pada
saat keadaan kulit biasanya selalu kering, alat tenun hanya
perlu diganti sesuai jadwal (1 x sehari).

c) Aktifitas
Definisi: Tingkat Aktifitas Fisik.
(1) Nilai 1 diberikan kepada klien dengan tirah baring, yang
beraktifitas terbatas di atas tempat tidur saja.
(2) Nilai 2 diberikan kepada klien yang dapat bergerak
(berjalan) dengan keterbatasan yang tinggi atau tidak
mampu berjalan. Tidak dapat menopang berat badannya
sendiri dan / atau harus dibantu pindah ke atas kursi atau
kursi roda.
(3) Nilai 3 diberikan kepada klien yang dapat berjalan sendiri
pada siang hari, tapi hanya dalam jarak pendek/dekat,
dengan atau tanpa bantuan. Sebagian besar waktu
dihabiskan di atas tempat tidur atau kursi.
(4) Nilai 4 diberikan kepada klien yang dapat sering berjalan ke
luar kamar sedikitnya 2 kali sehari dan di dalam kamar
sedikitnya 1 kali tiap 2 jam selama terjaga.

d) Mobilisasi
Definisi: Kemampuan mengubah dan mengontrol posisi
tubuh.
(1) Nilai 1 diberikan pada klien dengan imobilisasi total. Tidak
dapat melakukan perbuahan posisi tubuh atau ekstrimitas
tanpa bantuan, walaupun hanya sedikit.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 55


(2) Nilai 2 diberikan kepada klien dengan keadaan sangat
terbatas, yaitu klien dengan kadang-kadang melakukan
perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstrimitas, tapi tidak
mampu melakukan perubahan yang sering dan berarti
secara mandiri.
(3) Nilai 3 diberika kepada klien yang mobilisasinya agak
terbatas, yaitu klien yang dapat dengan sering melakukan
perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstrimitas secara
mandiri.
(4) Nilai 4 diberikan kepada klien yang tidak memiliki
ketidakterbatasan dalam hal mobilisasi, yaitu keadaan klien
dapat melakukan perubahan posisi yang bermakna dan
sering tanpa bantuan.

e) Nutrisi
Definisi: Pola asupan makanan yang lazim.
(1) Nilai 1 diberikan kepada klien dengan keadaan asupan gizi
yang sangat buruk, yaitu klien dengan keadaan tidak pernah
makan makanan lengkap. jarang makan lebih dari 1/3 porsi
makanan yang diberikan. Tiap hari asupan protein (daging /
susu) 2 x atau kurang. Kurang minum. Tidak makan
suplemen makanan cair. Atau Puasa dan/atau minum air
bening atau mendapat infus > 5 hari.
(2) Nilai 2 diberikan kepada klien dengan keadaan mungkin
kurang asupan nutrisi, yaitu klien dengan jarang makan
makanan lengkap dan umumnya makan kira-kira hanya 1/2
porsi makanan yang diberikan. Asupan protein, daging dan
susu hanya 3 kali sehari. Kadang-kadang mau makan
makanan suplemen. Atau menerima kurang dari jumlah
optimum makanan cair dari sonde (NGT).
(3) Nilai 3 diberikan kepada klien dengan keadaan cukup
asupan nutrisi, yaitu klien dengan keadaan makan makanan
> 1/2 porsi makanan yang diberikan. Makan protein daging

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 56


sebanyak 4 kali sehari. Kadang-kadang menolak makan,
tapi biasa mau makan suplemen yang diberikan. Atau
diberikan melalui sonde (NGT) atau regimen nutrisi
parenteral yang mungkin dapat memenuhi sebagian besar
kebutuhan nutrisi.
(4) Nilai 4 dinerika kepada klien yang baik asupan nutrisinya,
yaitu klien dengan keadaan makan makanan yang
diberikan. Tidak pernah menolak makan. Biasa makan 4 kali
atau lebih dengan protein (daging/susu). Kadang-kadang
makan di antara jam makan. Tidak memerlukan suplemen.

f) Friksi dan Gesekan


(1) Nilai 1 diberikan pada klien dengan masalah, yaitu klien
yang memerlukan bantuan sedang sampai maksimum untuk
bergerak. Tidak mampu mengangkat tanpa terjatuh.
Seringkali terjatuh ke atas tempat tidur atau kursi, sering
membutuhkan maksimum untuk posisi kembali Kejang,
kontraktur atau agitasi menyebabkan friksi terus menerus.
(2) Nilai 2 diberikan kepada klien dengan masalah
yang berpotensi, yaitu klien yang bergerak dengan lemah
dan membutuhkan bantuan minimum. Selama bergerak kulit
mungkin akan menyentuh alas tidur, kursi, alat pengikat
atau alat lain. Sebagian besar mampu mempertahankan
posisi yang relatif baik diatas kursi atau tempat tidur, tapi
kadang-kadang jatuh ke bawah.
(3) Nilai 3 diberikan kepada klien yang tidak memiliki masalah,
yaitu klien yang bergerak di atas tempat tidur maupun kursi
dengan mandiri dan mempunyai otot yang cukup kuat untuk
mengangkat sesuatu sambil bergerak. Mampu
mempertahankan posisi yang baik di atas tempat tidur atau
kursi.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 57


Penilaian
Nilai total pada
pada skala
Braden ini berada
pada rentang 6-
e. Pengkajian
23,Lukatergantung
Pengkajianpada
luka merupakan
hasil assessmen pasien terhadap keadaan
luka pasien saat melakukan
penilaian perawat pengkajian awal luka, antara lain dengan
menentukan :
tersebut. Total
(1). lokasi luka
nilai : sebaiknya
rendahditunjukkan dengan dokumentasi : gambar
luka, permukaan tubuh, dengan diarsir pada area yang terdapat luka.
menunjukkan
Gambar orang ;
risiko tinggi
dekubitus,
sehingga perlu
pencegahan
segera. Klien
dewasa di rumah

(2). Tipesakit
lukadengan nilai
: Tentukan berapa persen warna luka yang
16 atau kurang
mendominasi
dan klien lansia
 Necrotic or Black
dengan 17
 Sloughy or Yellow
ataupun 18
 Granulating or Red
dianggap
 Epithelling or Pink
berisiko.
 Infected or Green

(3). Bentuk dan ukuran luka : Ukuran luka dapat dilakukan pengukuran
dengan melakukan gambar sketsa pada luka yang terlihat, penulisan
ukuean luka meliputi panjang x lebarxkedalaman ( cm), dengan Goa
dijam ....s.d. ...... dan kedalama goa ....cm.
(4). Gambaran klinis luka
(5). Tanda tanda infeksi luka
(6).Kondisi kulit sekitar luka
(7Eksudat ( tipe,jumlah,karakteristik)
• Tipe exudate :

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 58


 Serousa: cairan berwarna kuning jernih
 Hemoserosa: darah disertai serousa
 Darah
 Pus
• Tuliskan tentang:
• Jenis : Serous, Haemoserous, Sanguineus,Purulent
• Jumlah : Berapa cc ( 1 Gauze CSSD = 15 ml )
• Warna : Jernih/ keruh?
• Konsistensi : cair/ kental?
• Bau : Khas apakah amis/ faeces/ urine ?
(8). Bau/Odor
 Tidak bau: Saat balutan dibuka tidak ada bau sama sekali
 Sedikit: bau tercium saat balutan luka dibuka dan setelah
dibalut kembali bau hilang
 Sangat: luka tetap bau meskipun sudah dibalut, bau tercium ±
dgn jarak 10 langkah
(9). Faktor faktor yang menghambat penyembuhan luka
(10). Kondisi psikologi pasien.
 Apakah ada gangguan body image/ Perubahan peran?
 Bagaimana pemulihan untuk rehabilitasi?
 Bagaimana kualitas hidup?
 Bagaimana perubahan peran dalam keluarga dan sosial?
 Financial Status?

f. Pencegahan dan Intervensi Keperawatan pada pasien Luka tekan


a) Kaji resiko individu terhadap kejadian luka tekan
b) Identifikasi kelompok kelompok yang beresiko tinggi terhadap
kejadian luka tekan. Orangtua dengan usia lebih dari 60 tahun,
bayi dan neonatal, pasien injuri tulang belakang adalah
kelompok yang mempunyai resiko tinggi terhadap kejadian luka
tekan.

c) Kaji keadaan kulit secara teratur


MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 59
(1) Pengkajian kulit setidaknya sehari sekali
(2) Kaji semua daerah diatas tulang yang menonjol setidaknya
sehari sekali
(3) Kulit yang kemerahan dan daerah diatas tulang yang
menonjol seharusnya tidak dipijat karena pijatan yang keras
dapat mengganggu perfusi ke jaringan.
d) Kaji status mobilitas.
Untuk pasien yang lemah, lakukanlah perubahan posisi. Ketika
menggunakan posisi lateral, hindari tekanan secara langsung
pada daerah trochanter. Bila ingin memposisikan pasien pada
posisi lateral, maka posisikanlah pasien pada posisi lateral inklin
30, posisi ini memungkinkan distribusi tekanan pada daerah
yang lebih luas.

e) Untuk menghindari luka tekan di daerah tumit, gunakanlah


bantal yang diletakan dibawah kaki bawah. Bantal juga dapat
digunakan pada daerah berikut untuk mengurangi kejadian luka
tekan :
(1) Di antara lutut kanan dan lutut kiri
(2) Di antara mata kaki
(3) Di belakang punggung
(4) Di bawah kepala

f) Minimalkan terjadinya tekanan.


(1) Hindari menggunakan kasa yang berbentuk donat di tumit.
Perawat dirumah sakit di Indonesia masih sering
menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau balon untuk

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 60


mencegah luka tekan. Menurut hasil penelitian Sanada
(1998) ini justru dapat mengakibatkan region yang kontak
dengan kasa donat menjadi iskemia.
(2) Rendahkan kepala tempat tidur 1 jam setelah makan, bila
tidak mungkin karena kondisi pasien, maka kajilah daerah
sakral lebih serin
(3) Tentukanlah jenis matras yang sesuai dengan kondisi
pasien.
(a) Matras Busa
Permukaan dukungan yang ditempatkan di atas kasur.
Matras terbuat dari busa, udara, atau gel. Matras
berfungsi sebagai statis, bolak, kehilangan udara
rendah atau perendaman.
(b) Matras kasur ( Replacement )
Permukaan pendukung yang benar-benar
menggantikan kasur standar. Pengganti kasur dapat
dibangun dari busa, udara, gel, atau air. fungsi seperti
udara statis, bolak udara, udara rendah atau
perendaman.
(c) Matras dengan penyangga
Dukungan manajemen tekanan permukaan biasanya
terbuat dari udara, gel atau air, atau kombinasi dari
bahan-bahan. Tergantung pada komposisi, fungsi
dapat bergantian, kehilangan udara rendah, kehilangan
udara yang tinggi, rotasi lateral.
g) Kaji dan minimalkan terhadap pergesekan (friction) dan tenaga
yang merobek
Bersihkan dan keringkan kulit secepat mungkin setelah episode
inkontinensia. Kulit yang lembab mengakibatkan mudahnya
terjadi pergesaran dan perobekan jaringan. Pertahankan
kepala tempat tidur pada posisi 30 atau dibawah 30 derajat
untuk mencegah pasien merosot yang dapat mengakibatkan
terjadinya perobekan jaringan.

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 61


h) Kaji inkontinensia
Kelembapan yang disebabkan oleh inkontinensia dapat
menyebabkan maserasi. Lakukanlah latihan untuk melatih
kandung kemih (bladder training) pada pasien yang mengalami
inkontinesia.

i) Kaji status nutrisi


Kajilah status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake
makanan, nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan
pencernaan, gangguan pada gigi, riwayat pembedahan atau
intervensi keperawatan/medis yang mempengaruhi intake
makanan. Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki serum
albumin dan hemoglobin yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan mereka yang tidak terkena luka tekan.

j) Kaji dan monitor luka tekan pada setiap penggantian balutan


luka meliputi
(1) Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan
(granulasi, nekrotik, eschar), ukuran luka, eksudat ( jumlah,
tipe, karakter, bau), serta ada tidaknya infeksi.
(2) Stadium dari luka tekan
(3) Kondisi kulit sekeliling luka
(4) Nyeri pada luka

k) Kajilah faktor yang menunda status penyembuhan


Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi
kondisi seperti malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal,
pneumonia. Medikasi seperti steroid, agen imunosupresif, atau
obat anti kanker juga akan mengganggu penyembuhan luka.

l) Evaluasi proses penyembuhan luka

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 62


m) Kajilah komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan
seperti abses, osteomielitis, bakteremia, fistula.

n) Berikan pasien edukasi berupa penyebab dan faktor resiko


untuk luka tekan dan cara cara untuk meminimalkan luka tekan.
(contoh penilaian terlampir)

8. PENGELOLAAN KONDISI KELEBIHAN KAPASITAS DI UNIT GAWAT


DARURAT (EMERGENCY DEPARTMENT OVERCROWDING)
a. Pengertian
Emergency Department Overcrowding adalah situasi di mana
kebutuhan pelayanan darurat melampaui sumber daya yang tersedia di
UGD. Situasi ini terjadi ketika jumlah pasien di UGD lebih banyak dari
pada tempat tidur yang ada, SDM kesehatan di UGD dan waktu tunggu
pasien melebihi jangka waktu yang wajar. Pasien biasanya berkerumun
di daerah non-pengobatan (misalnya, lorong-lorong) untuk menunggu
tempat tidur perawatan di UGD atau tempat tidur rawat inap.
Kepadatan mungkin juga terjadi akibata triese yang tidak tepat
dihadapkan jumlah pasien yang besar dari setiap kategori penilaian
triase.

Akibat kepadatan pada Unit Emergency dapat menyebabkan :


1) Meningkatkan Keterlambatan/ Penundaan dalam perawatan pasien
2) Meningkatkan Lama dirawata pasien
3) Meningkatkan eror/kesalahan
4) Menurunkan Kepuasan Pasien
5) Meningkatkan angka kematian pasien
6) Kerugian keuangan RS

b. Tujuan
1) Mampu menanggulangi krisis kesehatan
2) Memberikan pelayanan yang aman dan layak bagi korban bencana
3) Melindungi semua pasien,karyawan ,dan tim penolong

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 63


4) Respon yang optimal dan efektif dari tim penanggulangan bencana
yang berbasis struktur organisasi RS sehari hari
5) Mengembalikan fungsi normal rumah sakit secepat mungkin

c. Langkah-langkah/prosedur
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan
untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk,
2008).

Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien


berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawatannya yang
memerlukan tindakan segera. Dalam triage, batasan waktu (respon
time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya
yaitu ≤ 5 menit.

Syarat Hospital disaster plan


1) Harus ada kejelasan sistem manajemennya
2) Sederhana
3) fleksibel
4) Pembagian tugas dan kewenangan yang jelas
5) Komprehensif
6) Adaptif
7) Antisipatif(terhadap kemungkinan terburuk)

Peran RS dalam menghadapi kondisi kelebihan kapasitas di Unit


Gawat Darurat :
a) Pemimpin harus menilai aliran pasien di RS, dampaknya
terhadap keselamatan pasien dan mengembangkan rencana
untuk mengurangi akibat yang akan dihadapi

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 64


b) Harus mencakup pemberian perawatan yang tepatdan memadai
untuk pasien yang masuk dan harus menyediakan tempat tidur
sementara sesuai kemampuan RS
c) Pemimpin dan staff medis berbagi kemampuan dalam proses
dan mendukung efisiensi aliran pasien
d) Perencanaan harus meliputi pemberian pelayanan yang adekuat
kepada pasien yang ditempatkan di ruang perawatan sementara,
seperti bangsal yang besar
e) Indicator khusus harus digunakan untuk mengukur komponen
dari proses aliran pasien yang tinggi, termasuk ketersediaan
tempat tidur, efisiensi area perawatan dan pengobatan pasien,
keamanan area perawatan pasien, dan proses layanan
penunjang
f) Hasil indicator harus tersedia untuk pimpinan yang bertanggung
jawab terhadap kelancaran aliran pasien
g) Hasil indicator harus dilaporkan kepada pimpinan secara teratur
untuk mendukung rencana RS
h) RS harus mengidentifikasi proses yang tidak efisien dan tidak
aman bagi pasien sebagai hal yang penting untuk memindahkan
pasien

Pengelolaan Sumber Daya


Kebutuhan tenaga darurat pada saat darurat Eksternal :
Pembuatan jadwal shift dan panggilan darurat bagi pekerja terutama
pada saat keadaan darurat
Triage Officer dijabat secara berurutan:
a. Dokter Jaga 1
b. Kepala IGD
c. Kepala perawat IGD
Kebutuhan Perawat
- Siaga 1 → 6 Orang Perawat
- Siaga 2 → 8 Orang Perawat
- Siaga 3 → 12 Orang Perawat

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 65


Kebutuhan Dokter
- Siaga 1 → 4 Orang dokter umum
- Siaga 2 → 6 Orang dokter umum
- Siaga 3 → 8 Orang dokter umum
Petugas :
- Dokter IGD dan Dokter Ruangan
- Perawat IGD dan Perawat Ruangan
- Dokter Spesialis
- Farmasi, Laboratorium, Gizi, Cleaning Service,
Security, Housekeeping, Maintenance, Customer Care,
Rekam Medis, Administrasi Pasien, Kamar Jenazah,
Ambulance

9. PENDIDIKAN PASIEN
a. Pengertian
Pendidikan pasien dan keluarga adalah upaya rumah sakit untuk
meningkatkan kemampuan pasien, keluarga dan pengunjung serta
kelompok2 masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, serta pasien, keluarga, pengunjung
dan kelompok masyarakat akan mandiri dalam meningkatkan
kesehatannya, mencegah, masalah kesehatan, dan pengembangan
upaya kesehatan bersumber daya masyarakat melalui pembelajaran
dari, oleh, untuk, dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka
serta dukungan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
Pendidikan pasien dan keluarga adalah pengetahuan yang diperlukan
oleh pasien dan keluarga selama proses asuhan maupun pengetahuan
yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan ke fasilitas kesehatan lain
atau kerumah, misalnya pengetahuan tentang kebersihan tangan dan
penggunaan alat pelindung diri

b. Tujuan
Terciptanya masyarakat rumah sakit yang menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat melaui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 66


pasien serta memelihara lingkungan rumah sakit dan termanfaatkannya
dengan baik semua pelayanan yang disediakan rumah sakit.

c. Sasaran Pendidikan Pasien dan Keluarga


1) Petugas
2) Pasien
3) Keluarga pasien
4) Pengunjung
5) Masyarakat yang tinggal/berada disekitar rumah sakit

d. Langkah-langkah/prosedur
 Lakukan pengkajian kebutuhan edukasi pasien, keluarga, dan
pengunjung, serta masyarakat yang tinggal /berada di sekitar
rumah sakit,
 Libatkan pasien, keluarga, pengunjung serta masyarakat yang
berada di rumah sakit dalam kegiatan edukasi
 Siapkan tempat untuk memberikan edukasi yang aman dan
bersih serta kelengkapan sarana prasarananya
 Jalin kemitraan dengan sector lain dan unit kerja dilingkungan
rumah sakit
 Pemberian materi edukasi yang terdiri dari ;
1) Langkah 1 : Pendahuluan (Waktunya 5 menit)
Fasilitator memberi salam dan memperkenalkan diri,
menyampaikan tujuan pembelajaran, peserta menjawab salam
dan menyimak. Selanjutnya fasilitator melakukan curah
pendapat tentang apa saja yang diketahui oleh peserta topik
yang akan diberikan terkait dengan penyakitnya, kemudian
fasilitator merangkum secara singkat dari beberapa pendapat
tersebut sebagai bahan untuk melanjutkan kemateri pokok
bahasan selanjutnya
2) Langkah 2 : Penyampaian materi (Waktunya 45 menit)

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 67


Pelatih menyampaikan materi review pengertian, tanda dan
gejala, faktor risiko infeksi, penatalaksanaan, pencegahan dan
pengendalian, prognosis serta pendokumentasian,
3) Langkah 3 : simulasi
a. Peserta akan dibagi dalam kelompok misal 3- 5
kelompok dengan rincian perkelompok antara 5 –
8 Orang
b. Masing-masing kelompok dibimbing oleh seorang
fasilitator
c. Waktu yang tersedia 90 menit, tiap kelompok
waktunya 30 menit kemudian berpindah
d. Proses pembelajaran
i. Menjelaskan tujuan = 5 menit
ii. Simulasi = 20 menit
iii. Kesimpulan = 5 menit
e. Bahar ajar yang digunakan berupa leaflet, brosur,
lembar balik,
4) Langkah 4 : Penutup (Waktunya 5 Menit)
Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
bertanya tentang topik yang disampaikan, kemudian
memberikan tanggapan dan rangkuman terhadap topik yang
sudah disampaikan, selanjutnya fasilitaor mereview kembali
topik yang sudah disampaikan dan menutup pertemuan
dengan mengucapkan salam
5) Langkah 5 : Latihan (Study Kasus)
Seorang Laki-laki usia 50 tahun datang ke IGD Rumah Sakit
Sehat dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri disertai sesak
napas, hasil pengkajian awal didapatkan TD 150/100, Nadi =
120 x/menit, RR = 26 x/menit, Suhu = 37 C, kebutuhan
edukasi yang harus diberikan dari hasil pengkajian awal antara
lain tentang nutrisi, ADL, Manajemen nyeri
Pertanyaan;

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 68


Siapkan materi edukasi tentang nutrisi dan aktivitas daily living
(ADL) dan manajemen nyeri ?

MODUL III : PERAN PERAWAT DALAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 69


FORM DAFTAR OBAT

.........................................
No.RM :
.............
Nama .........................................
:
Pasien .............
Nama .........................................
:
DPJP .............
Alergi/ Intoleransi/ Reaksi Obat :

N NAMA R DO INSTR Ruangan : ......................................


O OBAT/ U SIS UKSI Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: K
CAIRAN/ T ........................ ........................ ........................ ........................ ........................ e
DARAH E Jam pemberian Jam pemberian Jam pemberian Jam pemberian Jam pemberian t
J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J
a a A a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a
m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf
Mulai
tgl
.........
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......
Mulai
tgl
.........
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......
Mulai
tgl
.........
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......
Mulai
tgl
.........
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......
Mulai
tgl
.........
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......
Mulai
tgl
.........
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......
Mulai
tgl
.........
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......

Contoh pengisian daftar obat :

FORM DAFTAR OBAT


Tn. Efendi
.........................................
No.RM :
.............
0123456
Nama .........................................
:
Pasien .............
Nama dr. Sukma
.........................................
:
DPJP .............
Tidak Ada
Alergi/ Intoleransi/ Reaksi Obat :
D
i
i
s
N NAMA R D INSTR
i Teratai lantai 4

o
l
e
h
O OBAT/ U O UKSI Ruangan : ......................................
CAIRAN/ T S Tgl: 15/10/14 Tgl: 16/10/14 Tgl: 17/10/14 Tgl: 18/10/14 Tgl: 19/10/14 K
DARAH E I Pemberian Jam pemberian Jam pemberian Jam pemberian Jam pemberian e
S J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J J t
a a A a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a
m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf rf
1 Amoxicilin p. 3x Mulai
o 50 tgl 0 1 2 0 1 2 I
n
0m 15/10/1 6 4 2 6 4 2 i
s
g 4 i
a
l

Lanjut ii i T F L Ii
n
s.d s n i i i s a
m
tgl a a a a a

19/1/14 d
a
 Stop n

tgl p
a
...... r
a
2 Omeprazole p. 1x Mulai 1 1 f
o 30 tgl 4 4
p
mg 15/10/1 e
r
4 a
w
a
t

y
I L
Lanjut n i
s.d a a
tgl
19/1/14
 Stop
tgl
......

Diisi  Mulai
oleh
dokt
tgl
er
..........
sesu
ai ....
diagn
osis  Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......
 Mulai
tgl
..........
.....
 Lanjut
s.d
tgl......
 Stop
tgl
......

Tabel Laporan Kesalahan Obat


Supervisor :
Bulan :
Lokasi :
Tangg Pene Lokas Nama No. Umu Tipe Nama Penyebab Respon Penyeles Saran
al mu i Pasien Medic r Medica Obat aian
Inside Inside (Inisial) al (tahn tion
n n Recor ) Error
d
Contoh: Hal - hal yang harus diperhatikan dalam penerimaan Resep:

1. Tanggal penulisan resep


2. Mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep manual
atau secara elektronik dalam sistem informasi farmasi untuk memastikan ada
tidaknya riwayat alergi obat
3. Tanda R/ pada setiap sediaan
4. Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis
sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh:
injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
5. Jumlah sediaan
6. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan
obat (untuk bahan padat: mikrogram, miligram, gram) dan untuk cairan: tetes,
milliliter, liter.
7. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali
sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
8. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau
prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.
9. Nama lengkap pasien di tulis lengkap dan terbaca
10. Nomor rekam medik
11. Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal lahir)
12. Berat badan pasien (untuk pasien anak
13. Nama dokter yang membuat resep.

Keselamatan Pasien dalam Pemberian Obat


1. Lihat program terapi dokter di Rekam Medik pasien, cocokkan dengan catatan di
2. form daftar obat pasien.
3. Siapkan obat sesuai yang tercantum di form daftar obat Pasien
4. Kebenaran jenis obat, terutama yang perlu kewaspadaan tinggi di cek oleh dua orang
(double check).
5. Beri label semua obat dan tempat obat ( syringes, tempat obat), dan larutan lain.
6.Obat & larutan lain di ruang operasi atau ruang prosedur yang sudah dikeluarkan dari
wadahnya dan tidak akan segera dipakai harus diberi label/ etiket.
7.Pemberian label di ruang operasi atau ruang prosedur dilakukan setiap kali obat atau
larutan dikeluarkan dari kemasan aslinya.
8.Cara penulisan Label : Tuliskan nama obat, kekuatan, jumlah, kuantitas
pengenceran & volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika tidak digunakan
dalam 24 jam, tanggal kadaluarsa jika kurang dari 24 jam.
9.Semua obat atau larutan diverifikasi oleh 2 orang secara verbal & visual jika orang
yang menyiapkan obat bukan yang akan memberikan ke pasien.
10. Pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat disiapkan jika tidak
segera diberikan.
11. Jangan memberi label pada syringes atau tempat kosong, sebelum obat
disiapkan/ diisi.
12. Siapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya untuk satu obat
atau larutan pada satu saat.
13. Buang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya.
14. Buang semua tempat obat berlabel di lokasi steril segera setelah operasi atau
prosedur dilakukan (ini berarti tempat obat orisinal disimpan sampai tindakan
selesai).
15. Saat pergantian tugas/ jaga, review semua obat dan larutan oleh petugas lama dan
petugas baru secara bersama.
16. Ubah form daftar obat jika terdapat perubahan obat .
FORMULIR PEMANTAUAN INDIKATOR MUTU KLINIK
KELENGKAPAN PENGISIAN ASESMEN AWAL KEPERAWATAN RAWAT INAP
DALAM WAKTU 24 JAM

DILENGKAPI
KELENGK
RUANG DALAM 24
T APAN
N NAMA NO PERA PERA JAM
G LENGKAP/ Ket
O PASIEN RM WAT WATA SETELAH
L TIDAK
N MASUK RS
LENGKAP
YA/TIDAK

2 3 4 5 6 7 8 9
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
PROSEDUR IDENTIFIKASI DAN PELAPORAN
KESALAHAN PEMBERIAN OBAT

A. IDENTIFIKASI KESALAHAN PEMBERIAN OBAT

1. Kategori Kesalahan Pemberian Obat (Medication Error)


Secara garis besar, dampak klinis medication error (NCC MERP index) dapat dibagi
menjadi empat kategori, yaitu tidak terjadi kesalahan (kategori A), terjadi kesalahan
tetapi tidak berbahaya (kategori B, C, dan D), apabila terjadi kesalahan dan berbahaya
(kategori E, F, G, dan H), terjadi kesalahan dan meninggal (kategori I). Berdasarkan
dampaknya klinis bagi pasien, medication error dapat dikelompokkan menjadi sembilan
kategori yaitu:

Kategori Keterangan
Kategori A Kondisi lingkungan atau kejadian yang berkapasitas menyebabkan
kesalahan, tetapi tidak ada kesalahan yang sebenarnya terjadi
Kategori B Terjadi suatu kesalahan, tetapi tidak mencapai pasien.
Kategori C Terjadi suatu kesalahan yang mencapai pasien, tetapi tidak
menyebabkan bahaya pada pasien.
Kategori D Terjadi kesalahan yang mencapai pasien dan membutuhkan
pengawasan untuk mengkonfirmasi apakah kesalahan tersebut
berakibat tidak berbahaya pada pasien dan apakah memerlukan
intervensi untuk menghilangkan bahaya
Kategori E Terjadi kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
bahaya sementara pada pasien dan membutuhkan intervensi
Kategori F Tejadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
bahaya pada pasien dan menyebabkan pasien dirawat inap atau
memperpanjang rawat inap.
Kategori G Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontrbusi atau mengakibatkan
bahaya permanen pada pasien
Kategori H Terjadi suatu kesalahan yang membutuhkan intervensi untuk
mempertahankan hidup pasien
Kategori I Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
kematian pasien.
DAFTAR OBAT HIGH ALERT

NO Kelas Terapi Nama Generik Bentuk


Sediaan
1. Kalium Klorida 7,46% Injeksi
1 Elektrolit Pekat 2. Natrium Klorida 3%

1. Natrium Bikarbonat 8,4% 25 Injeksi


2 Elektrolit Ml

1. Desflurane Cairan
2. Propofol Injeksi
3 Anestesi Umum ( Inhalasi & IV)
3. Sevofluran Cairan

Antineoplastik (Parenteral & Semua jenis obat tersebut Injeksi


4
Oral)
1. Anti Thrombin III, Injeksi
2. Ateplase Injeksi
3. Enoksaparin Natrium Injeksi
4. Fondaparinux Injeksi
5. Heparin Natrium Injeksi
5 Obat yang mempengaruhi Darah 6. Nadroparin Injeksi
7. Parnaparin Injeksi
8. Stretokinase Injeksi
9. Urokinase Injeksi
10. Warfarin Tablet

Insulin Injeksi
6 Antidiabetik Parenteral

1. Epinefrin Injeksi
2. Norepinefrin Injeksi
7 Vasokontriktor
3. Bitartrat Injeksi

8 Penghambat Neuromuskular 1. Atrakurium Besilat Injeksi


2. Pankuronium Bromida Injeksi
3. Rokutonium Bromida Injeksi
4. Vekuronium Bromida Injeksi

2. Tipe Insiden yang perlu dilaporkan


a) Kondisi Potensial Cedera – KPC (A Reportable Circumstance / situasi atau kondisi
yang perlu dilaporkan) :
Adalah suatu situasi/ kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera,
tetapi belum terjadi insiden.
b) Kejadian Nyaris Cedera – KNC (A Near Miss) :
Adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar / terkena pasien.
c) Kejadian Tidak Cedera – KTC (A No Harm Incident) :
Adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cidera.
d) Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (A Harmful Incident / Adverse Event) :
Adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien.

B. PELAPORAN KESALAHAN OBAT


Tujuan pelaporan kesalahan obat dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien baik
untuk pencegahan maupun penanganan terhadap kesalahan obat yang terjadi.

1. Petugas Pelapor
a) Mengidentifikasi tipe kesalahan obat yang terjadi.
1) KNC: diselesaikan terlebih dahulu dengan unit terkait sebelum dilaporkan
kepada atasan langsung.
2) KTD (kejadian sentinel) dan KTC segera dilaporkan kepada atasan langsung.
b) Mengisi Laporan Kesalahan Obat dengan lengkap dan benar. Untuk laporan yang
tergolong KTC dan KTD, petugas harus mengisi Formulir Laporan Insiden ke Tim
Keselamatan Pasien.
c) Menyerahkan Laporan Kesalahan Obat dan Formulir Laporan Insiden ke Tim
Keselamatan Pasien kepada atasan langsung petugas pelapor maksimal 2x24 jam
setelah ditemukannya insiden

2. Atasan Langsung Petugas Pelapor


a) Menerima Laporan Kesalahan Obat dari setiap insiden
b) Melakukan tindak lanjut jika ada masalah yang belum terselesaikan
c) Merekapitulasi Laporan Kesalahan Obat setiap minggu dan kemudian
melaporkannya kepada Kepala Instalasi Farmasi (untuk petugas farmasi) dan
kepada Kepala Bidang Keperawatan (untuk perawat)

3. Kepala Instalasi Farmasi/ Kepala Bidang Keperawatan


a) Merekapitulasi dan melaporkan Laporan Kesalahan Obat kepada Unit Mutu dan
Keselamatan Pasien dengan tembusan kepada Direktur Medik dan Keperawatan
serta unit/ departemen terkait.
b) Membuat rapat rutin yang membahas penyelesaian masalah terkait dengan
evaluasi pelayanan farmasi

4. Unit Mutu dan Keselamatan Pasien


a) Menindaklanjuti laporan kesalahan obat

CONTOH KASUS MEDICAL ERROR


Seorang pasien korban KLL dirawat inap di RS dengan kontusio serebri.
Setelah 3 hari dirawat di ICU, pasien dipindah diruang rawat biasa, sudah compos mentis,
komunikasi baik, makan per-oral, infus hanya untuk maintenance.
Pagi pasien disuntik Nootrophyl i.v. oleh perawat, mendadak sakit dada dan meninggal
seketika. Ternyata yg disuntikkan Dopamin.
Ternyata sebelum menyuntik perawat sudah menanyakan ke sejawatnya “kok lain ya?”, tapi
dijawab” “mungkin kemasan baru” Ternyata Perawat tidak baca etiketnya
Ternyata obat memang salah diberikan oleh Farmasi, seharusnya Nootrophyl tapi yang
diberikan Dopamin
Ternyata SPO di Farmasi ada, Saat itu AA yg jaga hanya satu orang (dari 3 orang)
Ternyata tulisan di resep agak jelek, tapi seluruh AA dapat membaca dg benar.

Contoh Kasus : Manajemen Obat di Rumah Sakit

1. Seorang pasien Ny. A.Z, usia 56 thn, di rawat inap RS, dengan keluhan sesak nafas,
respirasi rate 32 x/ mnt. Tekanan Darah 140/ 90 mmhg. Produksi sputum banyak dan
sulit di keluarkan. Program pengobatan mendapat terapi inhalasi bisolvon drop 2cc :
Nacl 0.9% , 4 kali sehari ( nebulizer). Perawat memberikan terapi tersebut tanpa
konfirmasi dengan petugas farmasi dan teman sejawat . Ternyata yang di berikan
bisolvon oral, bukan bisolvon inhalasi. Setelah konfirmasi dengan petugas Farmasi ,
Bisolvon drops tertukar dengan bisolvon oral, karena kemasannya sama.

2. Perawat A, mendapat instruksi dari dokter untuk pemberian obat antibiotik Ceftriaxone
injeksi 1500 mg. Sedangkan kemasan yang tersedia 1000 mg. Perawat A memberikan
dua flacon ceftriaxone injeksi dengan alasan yang 500 mg, sayang di buang.

3. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Tn. K., usia 48 thn, di ketahui Kalium 3.0
mmol , Natrium : 120 mmol. Setelah di laporkan ke DPJP, pasien mendapat koreksi KCl
25 Meq / 12 Jam dalam cairan Dextrose 5 % 500 cc. Oleh Perawat di berikan cairan
tersebut selama 6 Jam.
FORM
.................

PROSEDUR KOMUNIKASI EFEKTIF

A. Pengertian :
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan secara akurat, lengkap,
dimengerti, tidak duplikasi, dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi
kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan
menggunakan tulisan, verbal atau elektronik.

1. SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation)


Merupakan metode komunikasi yang digunakan antar tenaga kesehatan dalam
menyampaikan kondisi klinis pasien secara jelas, ringkas dan terfokus sehingga
komunikan dapat menerima informasi dengan jelas dan dalam waktu yang
singkat. SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan,
yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat yang dihubungi dan
kapan harus mengambil tindakan.
Metode SBAR meningkatkan keefektifan penyampaian informasi sehingga dapat
meningkatkan kerjasama antar tenaga kesehatan dan keselamatan pasien
a. Keuntungan SBAR
1) Informasi yang yang disampaikan lebih jelas, fokus dan efektif
2) Perawat dapat memberikan analisa yang tepat karena memahami kondisi
pasien
3) Komunikan dapat menerima informasi secara jelas dalam waktu yang
singkat
4) Meningkatkan keselamatan pasien
b. Waktu Penggunaan SBAR
1) Perawat melaporkan kondisi pasien kepada dokter
2) Overan dinas perawat
3) Transfer pasien ke unit perawatan lain
c. Komponen SBAR
1) Situation :
Perawat menyampaikan kondisi dan masalah utama pasien saat ini.
Informasi yang disampaikan perawat dapat meliputi:
a) Identitas Pasien (nama, kamar pasien)
b) Kondisi pasien saat ini
c) Tanda-tanda vital yang mengalami perubahan
d) Kekhawatiran perawat

2) Background :
Perawat menghubungkan data obyektif pasien yang berhubungan dengan
kondisi spesifik pasien pada saat ini informasi yang dapat disampaikan
perawat dapat meliputi:
a) Diagnosa
b) Tanda-tanda Vital
c) Riwayat kesehatan
d) Riwayat perawatan
e) Alergi
f) Hasil Laboratorium, Rontgen dan pemeriksaan penunjang lainnya
g) Kondisi klinis pasien

3) Asessment :
Perawat memberikan penilaian dari situasi terkini dengan benar. Perawat
harus berfikir kritis saat melapokan penilaian kondisi pasien

4) Recommendation :
Perawat memberikan rekomendasi berdasarkan analisa yang dilakukan.
Rekomendasi yang diberikan dapat berupa saran ataupun harapan
perawat.

d. Contoh Laporan dengan Metode SBAR


1) Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien
contoh : Penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak
nafas dll.
 Selamat siang dokter, saya perawat Vinda dari Ruang Anggrek.
 Saya merawat pasien Anda, Tn. Tony kamar 15.
 Tn Tony terpeleset di kamar mandi 5 menit yang lalu dan sekarang
mengeluh sakit luar biasa di daerah pinggul kanan.
2) Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya keluhan klinis. Contohnya : riwayat alergi obat - obatan, hasil
pemeriksaan laboratorium yang sudah diberikan dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
 Tn. Tony mengaku post operasi kelenjar prostat 3 hari yang lalu.
 Tn. Toni setelah bangun tidur terus ke kamar mandi sendiri. Beliau
terpeleset kemudian jatuh di kamar mandi.
 Sayatan bedah tidak memiliki tanda-tanda cedera atau perdarahan
baru.
 TTV >>>>TD 140/90 mm Hg, Nadi :90 x/menit, nafas : 20 x/ menit.
 Skala nyeri 7 (skala 10) pada pinggul kanan.

3) Asessmentt
Penilaian / pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
 Sepertinya Tn. Tony mengalami retak pada tulang pinggulnya.

4) Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindaklanjut apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien pada saat ini. Contoh : menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang dan lan -
lain.
 Tn. Tony mempunyai obat pengurang nyeri per oral, saya pikir beliau
membutuhkan obat pengurang nyeri I.M untuk mengurangi nyeri.
 Saya pikir kita perlu melakukan rongent untuk pinggulnya.
 Apakah perlu berkonsultasi ke dokter ortopedi?

2. TBAK (Tulis Baca Konfirmasi)


Teknik TBAK (Tulis Baca Konfirmasi) dilakukaan saat petugas kesehatan
menerima instruksi/ informasi baik secara verbal ataupun melaui telepon untuk
melakukan tindakan kepada pasien , menerima hasil tes kritis/pemeriksaan cito
dan menerima pelaporan nilai kritis/ critical test result.
a. Komponen TBAK
1) Tulis
Perawat menuliskan pesan yang telah diteriam di Formulir TBAK yang
mencakup informasi :
 Tanggal & jam pesan diterima
 Nama lengkap pasien, tgl lahir, diagnosa
 Informasi atau Instruksi yang diterima

Informasi atau Instruksi yang diterima harus dituliskan secara jelas,


menggunakan simbol/ singkatan sesuai standar dan Dosis/ nilai harus
spesifik untuk menghindari salah penafsiran
 Nama petugas pelapor/ memberi pesan
 Nama dan ttd petugas penerima pesan
 Bila pesan melalui telepon, pengirim pesan/ dokter menandatangani
pada saat visit hari berikutnya.

2) Baca
Perawat harus membacakan kembali isi pesan atau instruksi yang telah
diterima.

3) Konfirmasi
Setelah perawat selesai membacakan informrmasi/pesan yang telah
ditulis, perrawat harus mengkonfimasi kebenaran pesan yang telah ditulis.
Pada formulir catatan harus dibubuhi stempel TBAK.

B. Prosedur:
1. Metode Komunikasi Verbal
a. Tenaga kesehatan yang melaporkan kondisi pasien/ hasil test laboratorium
yang kritis kepada DPJP menggunakan teknik Komunikasi SBAR (Situation-
Background – Assessment –Recommendation).
b. Ketika dokter memberi instruksi verbal maka tenaga kesehatan menerapkan
write down read back/ TBAK (Tulis Baca Kembali).
c. Tenaga kesehatan yang menerima instruksi per telepon/ lisan / hasil test
laboratorium yang kritis, bertanggung jawab menuliskan / mencatat / Tulis
(write down) pesan yang disampaikan pengirim pesan pada lembar catatan
terintegrasi di status rekam medis meliputi :
1) Tanggal dan jam pesan diterima.
2) Jenis instruksi / pesan ( nama obat, cairan, tindakan dll ). Untuk obat catat
juga dosis yang akan diberikan, cara pemberian (rute pemberian) dan
waktu pemberian harus spesifik untuk menghindari kesalahan penafsiran.
d. Setelah dituliskan / dicatat, pesan/ hasil test laboratorium yang kritis dibacakan
kembali TBAK kepada pengirim pesan per telepon/ lisan untuk konfirmasi
kebenaran pesan yang dituliskan, termasuk nama pasien, tanggal lahir dan
diagnosis.
e. Tulis nama dokter yang memberikan pesan.
f. Tulis nama dan tanda tangan petugas yang menerima pesan.
g. Bubuhkan stempel verifikasi sebagai tanda pengingat untuk ditandatangani
dokter pemberi pesan keesokan harinya.
h. Konfirmasi dan verifikasi kepada dokter pengirim pesan dengan
menandatangani catatan pesan yang ditulis penerima pesan sebagai tanda
persetujuan dalam waktu 1 x 24 jam.

2. Metode Komunikasi Tertulis:


a. Komunikasi tertulis merupakan metode komunikasi yang lebih akurat
daripada komunikasi verbal, namun kesalahan masih mungkin terjadi.
b. Penulisan instruksi harus dilakukan secara lengkap dapat terbaca dengan jelas
agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan verifikasi. Setiap penulisan
instruksi harus disertai dengan nama lengkap dan tanda tangan penulis, serta
tanggal dan waktu penulisan instruksi.
c. Gunakan singkatan, akronim, dan simbol sesuai dengan daftar yang sudah
ditetapkan oleh rumah sakit dan hindari penggunaan singkatan, akronim, dan
simbol yang berpotensi menimbulkan masalah dalam penulisan instruksi dan
dokumentasi medis (misalnya catatan lanjutan keperawatan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, pengkajian awal keperawatan, media elektronik, dan
sebagainya).

3. Komunikasi Asuhan dan Edukasi :


Komunikasi di rumah sakit memiliki 2 tujuan yaitu:
a. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa
dilakukan oleh petugas customer servise, registrasi dan addmission yang
meliputi :
1) Jam pelayanan
2) Pelayanan yang tersedia
3) Cara mendapatkan pelayanan
b. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi pada pasien dan
keluarga
Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga sehingga pasien dan keluarga bisa memahami pentingnya mengikuti
proses pengobatan yang telah ditetapkan. Terdapat tiga tahapan dalam
pemberian edukasi :

1) Tahap assesmen pasien


Sebelum melakukan edukasi pertama - tama petugas menilai
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan formulir
assesmen. Hal - hal yang harus diperhatikan :
a. Keyakinan dan nilai - nilai pasien dan keluarga
b. Kemampuan membaca dan bahasa yang digunakan
c. Hambatan emosional dan motivasi
d. Keterbatasan fisik dan kognitif
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
2) Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung
pada hasil assesmen pasien yaitu :
a. Jika pasien dalam kondisi baik maka proses komunikasi
edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai
dengan kebutuhan edukasinya.
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik ( tunarungu dan tunawicara )
maka proses edukasinya dapat disampaikan melalui media cetak.
c. Jika pasien memiliki hambatan emosional ( marah dan depresi)
maka proses edukasinya juga dapat digunakan dengan media
cetak. Bila juga tidak dimengerti maka pasien bisa menghubungi
medical information.
3) Tahapan Verifikasi
Pada tahap ini petugas memastikan kepada pasien dan keluarganya
mengenai kejelasan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
CONTOH GAMBAR KOMUNIKASI BY PHONE

CONTOH GAMBAR KOMUNIKASI PERAWAT DENGAN PASIEN

Contoh Briefing dan De-briefing / Hand over

CONTOH DAFTAR SINGKATAN YANG TIDAK BOLEH DIGUNAKAN


LATIHAN KASUS KOMUNIKASI EFEKTIF
1. Pasien bernama Bpk. Djoko dirawat diruang Melati RSUP Teluk Pucung masuk rawat pada
tanggal 07 Nopember 2014 jam 13.00 dengan diagnosa COPD, DPJP yang merawat pasien
tersebut adalah dr. Anwar. Belum ada hasil penunjang yang dilakukan pada pasien tersebut. Pada
malam harinya jam 21.00 kondisi pasien menurun dan perawat melaporkan kondisi pasien
tersebut kepada dokter DPJP lewat telephon dengan menggunakan teknik SBAR sbb :
Tanggal 07 Nopember 2014 jam 21.00 :
Situation : Selamat malam Dr.Anwar, Saya Ani, dari Ruang Melati RSUP Teluk Pucung
akan melaporkan pasien atas nama: Bpk. Djoko umur 60 tahun yang dirawat
dikamar 102 mengalami distress pernafasan.
Background : Bpk. Djoko masuk dengan diagnosa COPD berat, yang keadaannya semakin
menurun dan saat ini kondisinya semakin memburuk. RR. 38X/menit, TD. 135/85
mmHg, SH. 37,2 °C
Assessment : Suara nafas makin menurun pada paru kanan. Kemungkinan Bpk. Djoko
mengalami Pneumothoraks.
Recommendation: Menurut saya, pasien tersebut perlu dilakukan chest x-ray ?

Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon :
2. Pasien bernama Tn. Amir dirawat diruang Nusa Indah 2 RSU Andaria masuk rawat pada
tanggal 08 Nopember 2014 jam 12.00 dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik, DPJP yang merawat
pasien tersebut adalah dr. Rony. TTV saat masuk : TD 140/80 mmHg, Sh. 37°C, RR. Therapi
yang diberikan Furosemid 3 x 1 ampul IV, Belum ada hasil penunjang yang dilakukan pada pasien
tersebut. Pada tanggal 10 Nopember 2014 malam harinya jam 23.00 kondisi pasien menurun ,
sesak nafas, produksi urine menurun hanya dalam 8 jam terakhir 15 cc dan perawat melaporkan
kondisi pasien tersebut kepada dokter DPJP lewat telephon dengan menggunakan teknik SBAR
sbb:
Tanggal 10 Nopember 2014 jam 23.00 perawat melapor kepada DPJP :
Situation (S) :
- Selamat sore Dokter Rony, saya shinta perawat Nusa Indah 2 RSU Andaria
- Akan Melaporkan pasien atas nama Tn. Amir mengalami penurunan pengeluaran urine
40 cc/24 jam,mengalami sesak napas.
Background (B) :
- Diagnosa medis Gagal Ginjal Kronik, tanggal masuk 08 Nopember 2014, program HD
hari Senin-Kamis
- Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower kateter,
pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
- Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp trakhir diberikan jam 20.00 IV
- TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, oedema ekstremitas bawah dan
asites
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
- Kesadaran composmentis, bunyi nafas ronkhi.

Assessment (A) :
- Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit lebih
- Pasien tampak tidak stabil

Recommendation (R) :
- Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM
- Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?
- Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?

Latihan 2: Contoh melakukan serah terima dan melaporkan pasien


Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :
 Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
 Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi
pasien yang akan dilaporkan.
 Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah keperawatan yang
harus dilanjutkan.
 Perawat membaca dan memahami catatan perkembangan terkini & hasil pengkajian
perawat shift sebelumnya.
 Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat harian.
Contoh latihan komunikasi efektif SBAR serah terima antar shift dinas:

Situation (S) :
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3 hari perawatan, DPJP : dr
Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.
Masalah keperawatan:
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
- Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
Background (B) :
- Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
- Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
- Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
- Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
- Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
- Diet : rendah protein 1 gram
Assessment (A) :
- Kesadaran composmentis, TD 150/80 mmHg, Nadi 100x/menit, suhu 37 0C, RR 20
x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas, urine sedikit,
eliminasi faeses baik.
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
- Pasien masil mengeluh mual.

Recommendation (R) :
- Awasi balance cairan
- Batasi asupan cairan
- Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
- Pertahankan pemberian pemberian diuritik injeksi furosemid 3 x 1 amp
- Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
- Jaga aseptik dan antiseptik setiap melakukan prosedur
Contoh kasus Manajemen Nyeri
Dibawah ini ada beberapa kasus yang berkaitan dengan manajemen nyeri

Kasus 1
Mr R ( 35 th ) masuk ke Emergency Departement dengan keluhan nyeri pada kaki kiri setelah
terjatuh dari motor ½ jam yang lalu. Kaki kiri pasien tampak bengkak dan kebiruan. Kesadaran
Composmentis dengan TD 120/70, nadi : 80 x/mt, pernafasan 18 x / menit, suhu:36°C dan
skala nyeri aktifitas 10
Diskusikan dan peragakan:
1. Berdasarkan kasus diatas, tentukan jenis nyeri sesuai dengan konsep yang telah anda
pelajari
2. Tools apa yang digunakan untuk mengkaji skala nyeri pasien tersebut
3. Mengapa anda menggunakan tools tersebut
4. Bagaimana cara melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien tersebut
5. Bagaimana cara edukasi dan tehnik nonfarmakologi yang tepat untuk pasien tersebut

Kasus 2
Mrs S ( 75 th ) masuk ke Emergency Departement pasien tampak kesakitan pada daerah
tangan kanan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa nyeri seperti tersengat
listrik, kesemutan dan hilang timbul. Kesadaran Composmentis dengan TD 140/80, nadi : 82
x/mt, pernafasan 18 x / menit, suhu:36,4° C. Pasien kurang kooperatif dan pikun. Ekspresi
wajah tampak kesakitan
Diskusikan dan peragakan:
Berapa skala nyeri pasien tersebut
1. Tools apa yang digunakan untuk mengkaji skala nyeri pasien tersebut
2. Mengapa anda menggunakan tools tersebut
3. Berdasarkan kasus diatas, tentukan jenis nyeri sesuai dengan konsep yang telah anda
pelajari
4. Bagaimana cara melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien tersebut
5. Bagaimana cara edukasi dan tehnik nonfarmakologi yang tepat untuk pasien tersebut

Kasus 3
Mr. A (56 th) masuk keruang rawat inap dengan keluhan nyeri tungkai kaki kanan sejak 1
minggu yang lalu, tungkai kanan tampak kemerahan.Nyeri hilang timbul di seluruh daerah
tungkai kaki kanan. Pasien komposmentis. TD 120/70, nadi : 80 x/mt, RR:16x/mt,pernafasan
16 x / menit, suhu:36,3° C, skala nyeri 7 pada saat aktifitas dan istirahat
Diskusikan dan peragakan:
1. Tools apa yang digunakan untuk mengkaji skala nyeri pasien tersebut
2. Mengapa anda menggunakan tools tersebut
3. Berdasarkan kasus diatas, tentukan jenis nyeri sesuai dengan konsep yang telah anda
pelajari
4. Bagaimana cara melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien tersebut
Bagaimana cara edukasi dan tehnik nonfarmakologi yang tepat untuk pasien tersebut

PROSEDUR TRIAGE

A. Prinsip Triage
Pelaksanaan triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat
triase menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi,
serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi
visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan
yang diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat. Berikut adalah prinsip dalam
pelaksanaan triase :
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen
kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila
terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal
tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap
suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
Triage pasien membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang
dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit
dengan keadaan kritis.

B. Tipe Triage di Rumah Sakit


1. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol

2. Tipe 2 : Cek Triage Cepat


a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau
dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama

3. Tipe 3 : Comprehensive Triage


a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem kategori
c. Sesuai protocol

C. Klasifikasi dan Penentuan Prioritas


Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi
klien yang meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation /
sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)

D. Klasifikasi Triage
1. Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :

KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan
perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat darurat. Setelah dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti oleh
dokter spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut, fraktur,
sickle cell dan lainnya
Darurat tidak Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan
gawat tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan
dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup,
sistitis, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan
darurat tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis.
Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya

2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)


KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan
(merah) bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan
pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya
sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik,
luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III > 25%
Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera
(kuning) ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang
besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera.
Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.
Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma
kepala kritis.

E. Alur Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan
pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat. Pengkajian awal yang dilakukan perawat
hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga.
Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data
subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)
F. Dokumentasi Triage
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma,
perawatan minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur
diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah
Arteri (GDA))(ENA, 2005).

LAMPIRAN MANAJEMEN EMERGENCY


PEMANTAPAN

MUTU PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT


PENGUATAN TENAGA
TIM KEPERAWATAN SBG
TIM KESEHATAN
KESEHATAN

& BENCANA MENINGKAT


PENGEMBANGAN
KURIKULUM &MODUL
TENAGA EMERGENCY &
INPUT DISASTER
MEDIS
MASYARAKAT

•PROPORSI >> NURSING


•FRONT LINE
PENINGKATAN
WORKERS KEMAMPUAN
TENAGA •PELATIHAN << PERAWAT DALAM
KEPERAWATAN •KOMPETENSI E& D
(PERAWAT & BIDAN) GADAR <<
•PERAN,FUNGSI, PENGEMBANGAN
KEWENANGAN MODEL PUSAT
PELATIH
TANGGUNGJAWAB AN E & D NURSING
TENAGA KES.LAIN GADAR &
/NON KESEHATAN BENCANA << PENGEMBANGAN
SISTEM BIMTEK
(CLINICAL SUPERVISION)

PENGEMBANGAN
BNPB/ BPBD KURIKULUM SISTEM
DIKWAT

PEMANTAPAN

BENCANA
RISK = HAZARD X KERENTANAN
KEMAMPUAN
Menetapkan besarnya risiko yang diperkirakan, dan yang kemampuan antisipasinya di suatu
daerah. Dapat dilakukan untuk menganalisis kesiapan tenaga kesehatan terhadap kejadian
bencana.
Ada 3 unsur yang dinilai:
- Ancaman atau Bahaya (H=hazard)
- Kerentanan (V= vulnerability)
- Kemampuan (C =capacity)
PENILAIAN RESIKO BENCANA
 Setiap jenis ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala tertentu (3-1)
 Bahaya/ancaman tinggi nilai 3
 Bahaya/ancaman sedang nilai 2
 Bahaya/ancaman rendah nilai 1
 Setiap kerentanan dinilai tingkat kerentanan dengan skala yang sama (3-1).
 Kerentanan tinggi nilai 3
 Kerentanan sedang nilai 2
 Kerentanan rendah nilai 1
 Sedangkan untuk kemampuan/ manajemen dinilai dengan skala yang berbalikan (1-3).
 Kemampuan tinggi nilai 1
 Kemampuan sedang nilai 2
Kemampuan rendah nilai 3

MATRIKS PENILAIAN RISIKO

EMS
(Emergency Medical Services

EMS
(Emergency Medical Services)

Environmental
Demographic

Prehospital Hospital EMS


Population Communication Emergency Dep Rehab. outcome
Transportation HCU, ICU, OR

Resources :
Prevention Personnel, Facilities, Equipment
Programs Organization
Procedures
PENANGANAN KEGAWAT DARURATAN SEHARI HARI

PRA RUMAH SAKIT

Toolong

DI RUMAH SAKIT

Perawat adalah
petugas medis
1. di lapangan.
ANTAR RUMAH SAKIT
2. dalam ambulans
3. di UGD RS

SIKLUS PENANGGULANGAN BENCANA


Kejadian
Bencana
(Disaster impact)
Tanggap darurat
Kesiagaan (acute response)
(preparedness)
Represif Bbrp jam s/d 2 mg

Mitigasi Preventif Pemulihan


(Mitigation) Rehabilitatif (recovery)

2 mg s/d 3 bulan

Pencegahan
Rekonstruksi
(prevention)
(reconstruction/rehabilitation)
3 bulan s/d 3 th
Pemilahan di triase Peng-klasifikasi-an di triase

RS
merah merah merah
kuning kuning kuning RS
Area mobil ambulans
hijau RS

hitam
RS
PPPK di
lokasi bencana
Lokasi
bencana
Tempat
peletakan
jenazah

TRIASE START
ya
Dapat berjalan?

tidak
Napas (lancarkan
saluran pernapasan)

Di bawah 9 per menit,


di atas 30 per menit
Jumlah napas

10-29
Durasi sirkulasi darah
di atas 2 detik
ke dasar kuku Bisa dilakukan jika denyut
nadi tidak dapat diukur
Kesadaran: reaksi
terhadap instruksi
Tidak ada
ada
TRIASE (STANDAR DMAT Disaster
Medical Assistance Team)
TAHAP 1: pertimbangan fisiologis TAHAP 2: pertimbangan anatomis
retak tulang kepala terbuka (depressed skull
kesadaran JCS di atas 2 digit fracture)
vena jugulum luar mengembang secara
napas di bawah 9 per menit, di menyolok
atas 30 per menit subcutaneous emphysema pada leher atau dada
flail chest
denyut nadi di atas 120 per menit, open pnemothorax
perut kembung, dinding perut terasa tegang
di bawah 50 per menit patah tulang panggul(panggulbergeser, sakit
bila ditekan, panjang kedua kaki berbeda)
Tekanan darah SBP di bawah 90, di patah tulang pada kedua tulang paha
atas 200 kaki dan tangan terpotong
Tangandan kaki baal
SpO2 di bawah 90% luka luar karena tusukan tembus
luka avulsi
lain-lain gejala shock、suhu badan Luka bakar di atas 15%, komplikasi luka bakar
rendah (di bawah 35 derajat) wajah dan saluran pernapasan

Jika terdapat salah satu dari gejala di atas,


masukkan ke kelompok prioritas tindakan medis

ROLES AND FUNCTON Of ASSOCIATION


EMERGENCY and DISASTER NURSING

• SOSIALISASI NASIONAL DAN INTERNASIONAL KEP GADAR DAN BENCANA


• PENGEMBANGAN STANDAR KOMPETENCY DAN PELATIHAN
• PERSATUAN
• KUALITAS SDM
• KERJASAMA
• PEMBERIAN PELAYANAN KEP GADAR TERBAIK

• PELAYANAN
• PENDIDIKAN
• MASYARAKAT
• LEMBAGA LAIN
HIPGABI JAMBI 2012

NYERI
CONTOH KASUS
Tn W usia 50 th datang ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati 20 menit yang lalu disertai pucat
,keluar keringat dingin , sudah melakukan tarik napas dalam dan minum obat tapi nyeri tidak
berkurang.
Di ruang tindakan Pasien ditangani oleh perawat .
Pertanyaan:
Teknik pengkajian apa yg harus dilakukan ?
Bagai mana tata laksana untuk mengurangi nyeri ?

Contoh kasus emergency


Nurse duty manager sedang jaga malam , jam 01.00 wib menerima telp dari petugas security ada
korban kecelakaan mobil sebanyak 5 orang datang ke IGD .kemudian Nurse segera datang ke
IGD melihat kondisi ps.
Pertanyaan : Sebutkan tahapan disaster plan yang harus dilakukan untuk menangani kasus
tersebut

ALGORITME IGD
FORM PENGKAJIAN LUKA TEKAN
Latihan
TANGGAL
BRADEN SCALE
PENGKAJIAN
KRITERIA
1 2 3 4 PAGI SOR MALA
E M
Persepsi Total Sangat Keterbatasan Baik-tanpa
sensori terbatas : terbatas : ringan : gangguan.
tidak hanya respon Tidak ada
respon respon dengan penurunan
terhadap dengan stimuli verbal sensori
stimuli stimuli tetapi untuk
nyeri nyeri komunikasi mengeluhk
kurang baik an rasa
tidak
nyaman
Kelembab Mutlak Sering Kadang Jarang :
an lembab: lembab lembab : kulit kulit
Kulit selalu :tidak kadang terjaga/
lembab selalu lembab, kering.
karena lembab, ekstra linen Linen
perpirasi, ganti sekali perhari diganti
urine, pempers sesuai
pampers paling jadwal
tidak pergantian
sekali linen
pershift

Aktivitas Bed rest : Tidak Kadang Berjalan


selalu mampu berjalan : aktif
ditempat berdiri, mampu
tidur perlu berjalan
bantuan pada jarak
(mampu pendek atau
duduk) ada saatnya
turun dari
tempat tidur

Mobilitas Total Keterbata Keterbatasan Mobilitas


immobilisa san ringan tanpa
si : mutlak sedang (Perubahan bantuan
perlu (Perubaha ringan dapat
bantuan n sedang dilakukan
memerluk mandiri)
an
bantuan)

Nutrisi Makan 1/3 Makan ½ Makan Lebih Intake oral


porsi, tidak porsi, Dari ½ Porsi, : makan
cukup dapat Supplement minum
nutrisi- suppleme Baik. Atau baik
supplemen nt diet dengan
, murni NGT
parenteral
lebih 5 hari

Friction Problem Potensial No apparent Nil


problem problem

 < 10 Sangat resiko tinggi


 10 s.d 12 Resiko tinggi
TOTAL
 13 s.d 14 Resiko sedang
 15 s.d 16 Resiko ringan

FORM PENCEGAHAN LUKA TEKAN


TINDAKAN TANGGAL KEGIATAN
KATEGORI PENCEGAHAN TGL TGL TGL TGL TGL TGL
PS M PS M P S MP S MP S M P S M
RINGAN  Kaji ulang risiko tiap 24
– 72 jam
 Kaji dan bantu
kebutuhan eleminasi
setiap 6 jam
 Motivasi keluarga untuk
membantu mobilisasi
merubah posisi setiap 2
jam sekali

SEDANG  Kaji ulang setiap risiko


setiam 12 jam
 Kebutuhan eliminasi
tiap 4 jam
 Ajarkan dan libatkan
keluarga untuk
merubah posisi setiap 2
jam
RISIKO  Kaji ulang resiko tiap
TINGGI shift
dan  Bantu atur atau rubah
RISIKO posisi tiap 2 jam
SANGAT dengan libatkan
TINGGI keluarga
 Gunakan kasur/matras
angin jika perlu
 Pertahankan asupan
nutrisi adequat (per-
NGT atau parenteral
nutrisi)
 Tempatkan kamar
pasien di dekat Nurse
station
 Kaji secara teratur
kenyamanan pasien
TANDA TANGAN DAN NAMA
PERAWAT

Catatan :
Berikan tanda centang (v) pada setiap tindakan pencegahan sesuai dengan waktu kegiatan
Berikan tanda centang (-) apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan
Berikan tanda centang (x) apabila tindakan pencegahan tidak dihentikan

Anda mungkin juga menyukai