Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. DESKRIPSI SINGKAT
Bencana, terutama bencana alam merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara
mendadak dan tidak dapat dicegah. Dampak dari terjadinya bencana memiliki
rentang yang sangat luas, mulai dari dampak korban meninggal, kerusakan
infrastrukstur, ekonomi, sosial meliputi individu dan keluarga. Akan tetapi
dampak dari bencana alam ini dapat diminimalkan, dengan kesiapsiagaan dan
respon yang efektif.
Untuk dapat merespon kejadian bencana secara efektif, perawat sebagai salah
satu tenaga kesehatan yang memegang peranan penting pada tim respon
bencana perlu mempersiapkan diri secara optimal.
Pada materi inti ini akan dilakukan pemaparan dan eksplorasi terkait berbagai
kompetensi dasar yang diperlukan untuk memberikan pelayanan secara optimal
bagi individu dan keluarga pada saat terjadi bencana.
IV. METODE
Tugas baca
Ceramah tanya jawab
Simulasi table top
Exercises
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
Bahan tayang
Modul
Laptop
LCD
ATK
Formulir exercises
Skenario simulasi
Table top exercises
Langkah 1.
Pengkondisian (20 menit)
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan judul materi
yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi
ini.
Langkah 2.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 1. Manajemen krisis saat bencana
(90 menit).
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menjelaskan tentang manajemen krisis saat bencana
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya terkait
dengan pokok bahasan yang disampaikan
3. Fasilitator memberikan umpan balik
4. Fasilitator melanjutkan, menjelaskan formulir B-1 dan B-4 tentang cara
pelaporan kejadian saat bencana
5. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau
menyampaikan klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau
tanggapan yang sesuai.
Langkah 3.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 2. Pengkajian kebutuhan
keperawatan individu (45 menit).
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menjelaskan pokok bahasan pengkajian kebutuhan keperawatan
individu dengan menggunakan metode ceramah tanya jawab.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan
pengalamannya tentang kebutuhan yang diperlukan saat bencana dan
menghubungkan dengan pengkajian keperwatan untuk membuat prioritas
kebutuhan individu saat bencana.
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk latihan/exercises
cara melakukan pengkajian individu dan keluarga saat terjadi bencana melalui
kasus.
4. Fasilitator memberikan umpan balik terhadap latihan yang diberikan kepada
peserta.
Langkah 4.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 3: Tindakan keperawatan saat
bencana (180 menit)
1. Fasilitator memberikan penjelaskan tentang triase bencana, zona bencana,
sitem rujukan, pencegahan penyebaran penyakit menular, dan dokumentasi
asuhan keperawatan.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
memberikan masukan terkait dengan pokok bahasan 3.
3. Fasilitator memberikan umpan balik terkait dengan pertanyaan peserta.
4. Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok untuk melakukan
simulasi dalam bentuk table top meliputi: pengkajian, triase, implementasi,
rujukan, penyakit menular, dan dokumentasi asuhan keperawatan bencana.
5. Fasilitator memberikan umpan balik terhadap simulasi table top yang
dilakukan oleh peserta.
Langkah 5.
Rangkuman dan kesimpulan (30 menit)
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran
2. Fasilitator merangkum point-point penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan tentang materi yang diberikan dan menutup
sesi ini dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta.
Pokok Bahasan 1.
MANAJEMEN KRISIS SAAT BENCANA
Materi ini sangat berkaitan dengan materi inti 1. Identifikasi hazard dan resiko
bencana serta sistem surveillance bencana, mapping sumber daya rumah sakit
sebagai pusat rujukan ketika terjadi bencana, dan rumah sakit yang kolaps
ketika terjadi bencana.
Tahap penyiagaan
Tahap ini bertujuan untuk menyiagakan sumber daya baik manusia maupun
logistik. Tahap ini terdiri dari peringatan awal, penilaian awal, dan penyebaran
informasi kejadian.
Pada peringatan awal, informasi terkait kejadian bencana dapat berasal dari
masyarakat dan berbagai sumber lainnya. Penilaian awal (initial assessment)
pada lokasi bencana memiliki pendekatan yang berbeda dengan penilaian awal
yang dilakukan dalam konteks kegawatdaruratan keseharian. Penilaian awal ini
berupa informasi singkat yang harus segera dilaporkan ke Pusat Pengendali
Kesehatan (Pusdalkes). Contoh form penilaian awal (B-1) dan form pelaporan
kejadian bencana melalui Short Message Service (SMS) (B-4) dapat dilihat pada
lampiran1. Kaitannya dengan materi inti 2 (komunikasi dan informasi.
Aspek medis yang dinilai, yaitu kebutuhan pelayanan medis dan perawatan
korban pra rumah sakit, rumah sakit dan rujukan, meliputi:
a. mengidentifikasi lokasi bencana, daerah pusat bencana, akses transportasi
dan komunikasi, lokasi pos medis lapangan dan sumber daya yang berada di
lokasi.
b. mengidentifikasi pos medis terdepan, rumah sakit atau puskesmas rawat
inap terdekat untuk rujukan awal (data mengenai rumah sakit setempat
seharusnya sudah tersedia sebelum terjadi bencana). Kaitannya dengan
materi inti 1. Identifikasi hazard dan resiko bencana serta sistem surveillance
bencana, mapping sumber daya rumah sakit sebagai pusat rujukan ketika
terjadi bencana, dst.
c. mengidentifikasi pos medis belakang beserta sumber dayanya, yaitu rumah
sakit rujukan bagi korban yang memerlukan perawatan lebih lengkap.
d. mengidentifikasi pos medis sekunder, yaitu rumah sakit lain seperti rumah
sakit TNI, Polri atau swasta.
e. mengidentifikasi alur evakuasi medis dari lokasi bencana sampai pos
terdepan.
Rumah sakit harus memiliki alur penerimaan untuk merespon rujukan korban
bencana massal agar tidak terjadi kekacauan dalam manajemen dan pertolongan
para korban. Sumber daya baik manusia dan logistik juga harus memiliki protap
pendistribusian yang jelas.
Pokok Bahasan 2.
PENGKAJIAN KEBUTUHAN KEPERAWATAN INDIVIDU
Pokok Bahasan 3.
TINDAKAN KEPERAWATAN SAAT BENCANA
a. Triage bencana
Triase atau Triage adalah proses seleksi korban untuk menentukan prioritas
penanganan berdasar pada kriteria tertentu. Penanganan pra-rumah sakit
adalah tahap penanganan yang dilakukan sebelum korban mencapai rumah
sakit. Bebeda dengan fase pra-rumah sakit yang mengutamakan tindakan
resusitasi dan stabilisasi, pada fase rumah sakit juga direncanakan penanganan
sampai tahap definitif. Ketiga proses tersebut, triase – penanganan pra-rs –
penanganan intra rs, merupakan proses yang berurutan, sehingga memerlukan
kesamaan konsep dan koordinasi yang baik dari para petugasnya.
Pada keadaan bencana, triage dilakukan pada tiga tingkat, yaitu di tempat
(lokasi kejadian), triage medik, dan triage evakuasi.
Perlu digarisbawahi adalah apabila korban masih berada di lokasi bencana (zona
1) adalah memindahkan korban sesegera mungkin, membawa korban gawat
darurat ke fasilitas kesehatan sambil melakukan usaha pertolongan pertama
(membuka jalan napas/mengehentikan perdarahan dengan bebat sederhana den
mengelevasi kaki pada syok [lihat kembali materi START]). Resusitasi jantung
dan paru tidak boleh dilakukan dilokasi bencana (pos medis lapangan) pada
bencana massal karena membutuhkan waktu dan tenaga.
2. Triage Medik
Triage medik dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan berpengalaman
di pos medis lapangan atau pos medis depan (intra hospital) untuk menentukan
perawatan yang dibutuhkan oleh korban. Triage menggunakan pendekatan
Airway, Breathing, Circulation dan Disability dengan empat level triage, yaitu
merah (untuk korban yang membutukan penanganan segera), kuning (untuk
korban yang memerlukan pengawasan ketat tetapi perawatan dapat ditunda
sementara), hijau (untuk korban yang tidak memerlukan pengobatan dan
perawatan dapat ditunda), dan hitam (korban meninggal dunia).
3. Triage Evakuasi
Triage evakuasi bertujuan untuk memilih korban yang membutuhkan perawatan
lebih lanjut di rumah sakit dengan sarana yang lebih lengkap atau pos medis
belakang. Pengiriman ke rumah sakit rujukan tipe B atau A atau rumah sakit
rujukan alternatif dan jenis kendaraan yang akan digunakan saat evakuasi perlu
diidentifikasi.
Di area intra rumah sakit tindakan yang diperlukan terbagi lagi berdasarkan
unit kerja, yaitu kamar operasi, UGD, ICU, ruang perawatan, dan seterusnya
berdasarkan jenis kasus atau korban yang dirujuk dari pre rumah sakit.
Pada area pre rumah sakit (lapangan) terdapat tujuh (7) kemampuan utama
terkait tindakan yang harus dimiliki oleh seorang perawat untuk merespon
kejadian bencana secara efektif7:
1. Transportasi dan evakuasi korban masal
2. Manajemen kegawatdaruratan
3. Haemostatis, bandaging, fiksasi, manual handling korban masal
4. Triage bencana/triage pada korban masal
5. Observasi dan monitoring korban masal
6. Tindakan awal untuk menangani krisis psikologis
7. Dokumentasi perawatan pasien di daerah bencana
Penentuan zona aman pada kejadian bencana sangat penting. Manajemen zona
bencana membagi zona bencana menjadi tiga bagian, yaitu ring 1, ring 2 dan
ring 3. Pada beberapa literatur pembagian zona ini juga disebut hot, warm dan
cold zone atau RTR1, RTR2 dan RTR3 4. Meskipun dalam penamaan, sebutan
untuk zona tersebut berbeda-beda akan tetapi memiliki prinsip pembagian
yang sama (penjelasan lebih lengkap terkait ketiga zona tersebut akan
diberikan kemudian).
Keterangan:
RTR1 = Ring 1 = Hot zone
RTR2 = Ring 2 = Warm zone
RTR3 = Ring 3 = Cold zone
AC = Assembly Center
MC = Medical Care
d. Sistem Rujukan
Sistem rujukan di Indonesia sangat berkaitan erat dengan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). SPGDT adalah suatu sistem
berupa koordinasi sektor kesehatan yang didukung oleh sektor lain dan
kegiatan kelompok professional pada keadaan kedaruratan medis. SPGDT
merupakan respon cepat yang menekankan pada waktu time saving is life and
limb saving. SPGT terdiri dari dua jenis pelayanan kedaruratan medis yaitu
SPGDT S (sehari-hari) dan SPGDT B (bencana).
Pada saat terjadi bencana aktivasi setiap komponen yang terdapat pada jejaring
SPGDT tergantung pada demografi area bencana, geografi, kesiapsiagaan
masyarakat termasuk di dalamnya multi sektor, transportasi, komunikasi dan
fasilitas kesehatan.
SPGDT juga perlu memperhatikan manajemen zona bencana beserta evakuasi
dan rujukannya serta korban bencana. Korban bencana terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu korban cidera, korban meninggal dan korban pengungsi.
SPGDT berikut merupakan salah satu contoh jejaring rujukan SPGDT Bencana
kota Salatiga5
Tujuan pengendalian penyakit pada saat bencana adalah mencegah kejadian luar
biasa (KLB) penyakit menular potensi wabah. Berdasarkan hasil survei dari kejadian
bencana sebelumnya terdapat lima penyakit yang berpotensi menjadi KLB, yaitu
diare, ISPA, malaria, DBD, penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(P3DI), dan keracunan. Akan tetapi, pencegahan penyakit tidak terbatas hanya pada
lima penyakit ini, untuk itu dibutuhkan pengamatan menyeluruh agar penyakit lain
spesifik pada jenis bencana yang berpotensi menjadi KLB dapat teridentifikasi.
VIII. REFERENSI
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Teknis
Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, Edisi Revisi. Diunduh dari
http://ino.searo.who.int/LinkFiles/Emergency_and_humanitarian_action_Te
chnical_quide_for_Health_Crisis_Response_in_Disaster.pdf Diunduh pada
tanggal 20 Juli 2014.
2. Nasrabadi, A. N., Naji, H., Mirzabeigi, dan Dadbakhs, M. 2007. Earthquake
relief: Iranian nurses’ responses in Bam, 2003, and lessons learned.
International Nursing Review, 54(1), 13-18.
3. Yang, Y., Xiao, L., Cheng, H., Zhu, J dan Arbon , P. 2010. Chinese nurses’
experience in the Wenchuan earthquake relief. International Nursing Review,
57(2), 217-223.
4. Public Health Emergency. 2013.
http://www.phe.gov/Preparedness/planning/playbooks/rdd/Pages/intro.asp
x diunduh pada tanggal 1 Agustus 2014.
5. SPGDT Kota Salatiga. 2013. http://spgdtkotasalatiga.blogspot.com
6. World Health Organisation. 2008
http://ino.searo.who.int/LinkFiles/Emergency_and_humanitarian_action_Pe
doman_RS_Lapangan_rev.pdf diunduh pada tanggal 24 Juli 2014.
7. Yin, H., He, H., Arbon, P & Zhu, J. 2011. A survey of the practice nurses’
skills in Wenchuan earthquake disaster sites: implications for disaster
training. Journal of Advanced Nursing, 67 (10), 2231-2238.
IX. LAMPIRAN
Form B-1
Dan SCENARIO SIMULASI DAN TABLE TOP EXERCISES
Form B-4