Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga (tidak ada
unsur kesengajaan) dan tidak diharapkan karena mengakibatkan kerugian,
baik material maupun penderitaan bagi yang mengalaminya. Kecelakaan
kerja terjadi karena akibat dari pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan (Rejeki, 2015).
. Secara global, diperkirakan 2,3 juta pekerja meninggal setiap
tahun dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (ILO, 2013). Di
indonesia jumlah kasus kecelakaan akibat kerja dari tahun 2011 sampai
tahun 2013 terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2011 jumlah
kecelakaan kerja adalah 9.891 kasus, tahun 2012 terdapat 21.735 kasus
dan 2013 terdapat 35.917 kasus (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015).
Salah satu penyebab dari kecelakaan adalah kelelahan, Kelelahan
kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja.
Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya
kecelakaan kerja dalam industri (Nurmianto, 2008). Kelelahan adalah
suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan
yang lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah
kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda pada setiap
individu tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2010).
Menurut Suma’mur (2009), kelelahan kerja mengandung tiga
pengertian yaitu adanya perasaan lelah, penurunan hasil kerja dan
penurunan kesiagaan yang semuanya berakibat kepada pengurangan
kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Rasa lelah pada dasarnya merupakan
pesan bahwa tubuh membutuhkan istirahat. Jika tidak dilanjutkan dengan
istirahat, kelelahan ini dapat berdampak kepada kemampuan kerja (kerja
lambat dan target kerja tidak tercapai), kualitas kerja (banyak kesalahan

1
2

atau cacat produksi), kecelakaan kerja karena seseorang menjadi tidak


awas dan tidak dapat merespon perubahan di sekitarnya dengan baik.
Berdasarkan dari data International labour Organization (ILO)
menyebutkan pada tahun 2013 1,2 juta pekerja meninggal dunia
disebabkan oleh kelelahan. Di Indonesia pada tahun 2010 terjadi 1458
kasus kecelakaan yang disebabkan oleh faktor kurangnya konsentrasi
pekerja karena kelelahan. Sedangkan pada tahun 2012 di Indonesia setiap
hari rata - rata terdapat 847 kecelakaan kerja dimana 36% disebabkan oleh
kelelahan yang cukup tinggi ( Departemen Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Dirjen Pembinaan Pengwasan Ketenaga
Kerjaan, 2014).
Kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda - bedadari
setiap individu, tetapi semuanya bermula kepada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh yang menurun. Kelelahan
umumnya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu
usia, status gizi dan masa kerja sedangkan untuk factor eksternal yaitu
beban kerja dan keluhan ( Tarwaka dan Sudiajeng, 2004). Dampak
terjadinya kelelahan pada pekerja yaitu menurunnya produktivitas kerja
dan kecelakaan kerja (Sedarmayanti, 2009)
Dari beberapa penelitian yang ditemukan terdapat hubungan antara
usia, masa kerja, status gizi dan beban kerja terhadap kelelahan kerja
(Oesman dan Simanjuntak. 2011, Atiqoh, dkk. 2014).
PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) merupakan Badan Usaha
milik swasta yang berkerja dibidang peningkatan fasilitas umum seperti
pemasangan U-ditch, Menhole, Pedestrian, dan Pintu air. Berdasarkan data
sampai saat ini sejak awal tahun 2017 PT SAP memiliki jumlah
kecelakaan sebanyak 10 orang berupa kecelakaan ringan dan sedang, 5
diantaranya kecelakan terjadi dikarenakan pekerja mengalami kelelahan
dan hilangnya konsentrasi saat bekerja. Menurut hasil studi pendahuluan
yang dilakukan oleh penulis terhadap 10 pekerja, terdapat 5 (50%) pekerja
mengalami kelelahan sedang, 4 (40%) pekerja mengalami kelelahan
3

tinggi, dan 1 (10%) pekerja mengalami kelelahan yang sangat tinggi, dari
10 pekerja tersebut mengalami gejala kelelahan berupa seluruh tubuh
merasa lelah dirasakan oleh 3 (30%) pekerja , merasa pusing dirasakan
oleh 2 (20%) pekerja, sulit untuk berkonsentrasi dirasakan oleh 1 (10%)
pekerja , punggung terasa sakit dirasakan oleh 3 (30%) pekerja, mata
terasa berat dan ingin dipejamkan dirasakan oleh 1 (10%) pekerja.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Penggalian Menhole diwilayah
Grogol pada PT SAP (Sarana Anugrah Perdana) Tahun 2017”.

1.2 Perumusan Masalah


kelelahan kerja merupakan salah satu penyebab terjadinya
kecelakaan kerja. Kelelahan kerja jika dibiarkan selain berdampak
terhadap kecelakaan kerja tetapi juga dapat menurunkan produktivitas
perusahaan . Berdasarkan data PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) dari
awal tahun 2017, PT SAP memiliki jumlah kecelakan sebanyak 10 orang
berupa kecelakaan ringan dan sedang, 5 diantaranya kecelakan terjadi
dikarenakan pekerja mengalami kelelahan dan hilangnya konsentrasi saat
bekerja. Selain itu, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh
penulis terhadap 10 pekerja, terdapat 5 (50%) pekerja mengalami
kelelahan sedang, 4 (40%) pekerja mengalami kelelahan tinggi, dan 1
(10%) pekerja mengalami kelelahan yang sangat tinggi.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja
Pada Pekerja pekerja penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT
SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017”. Penelitian yang dilakukan
oleh penulis
4

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran Kelelahan Kerja pada Pekerja dibagian
penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) Tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran usia pada pekerja dibagian penggalian Menhole
di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun
2017?
3. Bagaimana gambaran masa kerja pada pekerja dibagian penggalian
Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana)
Tahun 2017?
4. Bagaimana gambaran status gizi pada pekerja dibagian penggalian
Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana)
Tahun 2017?
5. Bagaimana gambaran beban kerja pada Pekerja dibagian penggalian
Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana)
Tahun 2017?
6. Apakah ada hubungan antara usia dengan kelelahan kerja pada pekerja
dibagian penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) Tahun 2017?
7. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja dibagian penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP
(Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017?
8. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada
pekerja dibagian penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP
(Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017?
9. Apakah ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja dibagian penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP
(Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017?
5

1.4 Tujuan penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
Kelelahan Kerja pada Pekerja dibagian penggalian Menhole di
wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun
2017.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gambaran kelelahan kerja pada pekerja
dibagian penggalian Menhole pada di wilayah Grogol PT SAP
(Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017.
2. Mengidentifikasi gambaran usia pada pekerja dibagian
penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) Tahun 2017.
3. Mengidentifikasi gambaran masa kerja pada pekerja dibagian
penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) Tahun 2017.
4. Mengidentifikasi gambaran status gizi pada pekerja dibagian
penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) Tahun 2017.
5. Mengidentifikasi gambaran beban kerja pada Pekerja dibagian
penggalian Menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) Tahun 2017.
6. Menganalisis hubungan antara usia dengan kelelahan kerja
pada pekerja dibagian penggalian di wilayah Grogol Menhole
pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017.
7. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan kelelahan
kerja pada pekerja dibagian penggalian Menhole di wilayah
Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017.
8. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan kelelahan
kerja pada pekerja dibagian penggalian Menhole di wilayah
Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017.
6

9. Menganalisis hubungan antara beban kerja dengan kelelahan


kerja pada pekerja dibagian penggalian Menhole di wilayah
Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada pekerja
penggalian menhole di wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) mengenai Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan kelelahan kerja pada pekerja.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah dan melengkapi kepustakaan khususnya mengenai
mengenai Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan kelelahan kerja
pada pekerja penggalian menhole di wilayah Grogol pada PT SAP
(Sarana Anugerah Perdana).
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Menambah ilmu,informasi serta mendapatkan teori tentang Faktor-
Faktor yang Berhubungan Dengan kelelahan kerja pada pekerja
penggalian menhole PT SAP (Sarana Anugerah Perdana).

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis factor – faktor yang
berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penggalian menhole di
wilayah Grogol pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017”.
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pada pekerja galian
menhole. Penelitian ini dilakukan di PT SAP (Sarana Anugerah Perdana).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2017 hingga Januari 2018.
Penelitian ini dilakukan karena dari 10 kejadian kecelakaan, 5 diantaranya
terjadiakibat kelelahan kerja. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan desain cross sectional
(potong lintang) dimana pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran
kuisoner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja
Istilah kelelahan sendiri mengarah pada kondisi melemahnya
tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Tetapi ini bukan gejala utama,
secara umum gejala kelelahan yang lebih sering adalah kelelahan fisik
(Physical Fatigue) selain itu ada juga kelelahan mental (Mental
Fatigue) (Budiono dkk, 2003). Kelelahan merupakan komponen
kelelahan fisik dan psikis. Kerja fisik yang melibatkan kecepatan
tangan dan fungsi mata serta memerlukan konsentrasi yang terus-
menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan penurunan
keinginan untuk bekerja yang disebabkan oleh faktor psikis yang
mengakibatkan kelelahan. Adapun kelelahan secara umum adalah
keadan tenaga kerja yang ditandai oleh adanya perasaan kelelahan dan
penurunan kesigapan kerja, bersifat kronis serta merupakan suatu
fenomena psikososial. Kelelahan kerja dapat menyebabkan menurunan
kinerja yang dapat berakibat pada menurunnya produktivitas kerja, ke
tidak hadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh perilaku
kerja (Nurmianto, 2008).
Kelelahan adalah suatu bentuk mekanisme perlindungan tubuh
agar tubuh terhindar dari kerusakan yang lebih lanjut sehingga dapat
terjadi pemulihan setelah melakukan istirahat (Tarwaka dan Sudiajeng,
2004). Kelelahan kerja termasuk suatu kelompok gejala yang
berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan
serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja ditandai
oleh adanya perasaan lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis
yang dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan. Kelelahan akibat kerja
juga sering kali diartikan sebagai menurunnya performa kerja dan
berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus
melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2003).

7
8

2.1.2 Penyebab Kelelahan Kerja


Berdasarkan penyebab kelelahan terbagi menjadi dua yaitu
kelelahan fisiologis dan kelelahan psikologis. Kelelahan fisiologis
disebabkan oleh factor fisik atau kimia yaitu suhu, penerangan,
mikroorganisme, zat kimia, kebisingan, dan lain-lain. Sedangkan
kelelahan psikologis disebabkan oleh factor psikosoial baik di tempat
kerja maupun di rumah atau masyarakat sekeliling (Nurmianto, 2008).
Menurut Sutalaksana (2006), kelelahan terjadi karena
terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah,
dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan
aktivitas otot. Atau mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk sisa
ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga
menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.
Faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi,
untuk mempertahankan kesehatan dan efisiensi proses penyegaran
harus dilakukan. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur
malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti disela – sela kerja
juga dapat memberikan penyegaran. Kelelahan yang disebabkan oleh
kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis,
dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimal otot hanya
dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga <
20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan
tenaga otot statis sebesar 15 – 20 % akan menyebabkan kelelahan dan
nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari (Tarwaka dan
Sudiajeng, 2004).

2.1.3 Dampak Kelelahan Kerja


Kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan kewaspadaan,
konsentrasi dan ketelitian sehingga menyebabkan terjadinya
kecelakaan (Suma’mur, 2009). Menurut Budiono dkk (2003),
kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan produktivitas. Jadi
kelelahan kerja dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan
9

dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan


atau dorongan untuk bekerja, menurunnya efisiensi dan kegiatan-
kegiatan fisik serta mental yang pada akhirnya mnyebabkan
kecelakaan kerja dan terjadi penurunan produktivitas kerja.
Kerja fisik yang memerlukan konsentrasi yang terus - menerus
dapat menyebabkan kelelahan fisiologis hingga terjadi perubahan faal
dan penurunan keinginan untuk melakukan suatu aktivitas kerja yang
dikarenakan oleh kelelahan psikis. Semakin berat beban kerja
seseorang maka akan semakin pendek waktu kerja yang dijalankan
untuk bekerja tanpa mengalami kelelahan dan gangguan fisiologi lain.
Namun apabila beban kerja yang diterima seseorang melebihi
kapasitasnya, maka akan menimbulkan kelelahan dan gangguan
fisiologis seperti gangguan pada sistem kardiovaskular (Tarwaka dan
Sudiajeng, 2004).
Ada 10 gejala yang menunjukan melemahnya kegiatan yaitu
Perasaan berat di kepala, Menjadi lelah seluruh badan, Kaki
merasaberat, Menguap, Merasa kacau pikiran, Mengantuk, Merasa
berat pada mata, Kaku dan canggung dalam gerakan, Tidak seimbang
dalam berdiri, dan mau berbaring (Suma’mur, 2013).
Ada pula gejala 1-10 yang menunjukan melemahnya motivasi yaitu
Merasa susah berfikir, Lelah bicara, Gugup, Tidak dapat berkosentrasi,
tidak dapat menfokuskan perhatian terhadap sesuatu, Cenderung untuk
lupa, Kurang percaya diri, Cemas terhadap sesuatu, Tidak dapat
mengontrol sikap dan Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan.
Sakit kepala, Kekakuan di bahu, Merasa nyeri di punggung, Merasa
pernafasan tertekan, Merasa haus, Suara serak, Merasa pening, kelopak
mata terasa berat, Tremor pada anggota badan, Merasa kurang sehat.
Ke 10gejala ini merupakan gambaran kelelahan fisik sebagai akibat
dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2013).
10

2.1.4 Pengukuran kelelahan


Menurut Tarwaka (2010), terdapat beberapa cara yang saat ini
dipakai untuk mengetahui kelelahan, yang sifatnya hanya mengukur
manifestasi-manifestasi atau indikator-indikator kelelahan yaitu :
1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas ouput digambarkan sebagai jumlah
proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses
operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak
faktor yang harus dipertimbangkan seperti : Target produksi, faktor
sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas
ouput (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi
kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi
faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
2. Uji psiko-motor (psychomotor test)
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi
motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari
pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau
dilaksanakannya kegiatan tertentu. Misalnya : nyala lampu sebagai
awal dan pijat tombol sebagai akhir jangka waktu tersebut, denting
suara dan injak pedal, Sentuhan kulit dan kesadaran, Goyangan
badan dan pemutaran setir. Pemanjangan waktu reaksi merupakan
waktu petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan
otot.
3. Uji Hilangnya Kelipan (Flicker fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat
kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang
waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Alat uji
kelip memungkinkan mengatur frekuensi kelipan dan dengan
demikian pada batas frekuensi mana tenaga kerja mampu
melihatnya. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga
menunjukkan kadaan kewaspadaan tenaga kerja.
11

4. Electroencephalography (EEG)
Suatu pemeriksaan aktivitas gelombang listrik otak yang direkam
melalui elektroda-elektroda pada kulit kepala. Amplitudo dan
frekuensi EEG bervariasi,tergantung pada tempat dan aktivitas otak
saat perekaman. EEG mengacu padarekaman aktivitas listrik otak
spontan selama periode waktu yang singkat, biasanya 20-40 menit.
5. Uji Bourdon Wiersma
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan
menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah
satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian
dan konstansi.
6. Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang
dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut
berisi 30 daftar pertanyaan.
Kuesioner 30-item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRS
(International Fatigue Research Committee of Japanese
Association of Industrial Health), yang dibuat sejak 1967.
Kuesioner IFRS disosialisasikan dan dimuat dalam prosiding
symposium on Methodology of Fatigue Asessment di Kyoto,Jepang
pada tahun 1969. Sepuluh pertanyaan pertama mengindikasikan
adanya pelemahan aktivitas, sepuluh pertanyaan kedua pelemahan
motivasi kerja dan sepuluh pertanyaan ketiga atau terakhir
mengindikasikan kelelahan fisik atau kelelahan pada beberapa
bagian tubuh.
Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan muncul diartikan
semakin besar pula tingkat kelelahan. Selanjutnya setelah selesai
melakukan wawancara dan pengisian kuesioner maka langkah
selanjutnya adalah menghitung skor dari ke-30 pertanyaan yang
diajukan dan dijumlahkan menjadi total skor individu. Kuesioner
12

ini kemudian dikembangkan dimana jawaban kuesioner diskoring


sesuai empat skala Likert. Berdasarkan desain penilaian kelelahan
subjektif dengan menggunakan 4 skala Likert ini, akan di peroleh
skor individu terendah adalah sebesar 30 dan skor individu
tertinggi 120. Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi
menjadi 4 kategori, yaitu sangat sering (SS) dengan diberi nilai 4,
sering (S) dengan diberi nilai 3, kadang-kadang (K) dengan diberi
nilai 2 dan tidak pernah (TP) dengan diberi nilai 1.
Tabel. 2.1.
Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif
Tingkat Total Klasifikasi
Tindakan Perbaikan
Kelelahan Skor Kelelahan
Belum diperlukan adanya
1 1-30 Rendah
tindakan perbaikan
Mungkin diperlukan
2 31-60 Sedang adanya tindakan
perbaikan
Diperlukan adanya
3 61-90 Tinggi
tindakan perbaikan
Diperlukan tindakan
Sangat
4 91-120 perbaikan sesegara
Tinggi
mungkin
Sumber : Tarwaka (2010)

2.1.5 Penanggulangan Kelelahan kerja


Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya
keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan
tersebut (faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang
diperoleh lewat proses pemulihan (recovery). Proses pemulihan
dapat dilakukan dengan cara memberikan waktu istirahat yang
cukup atau dengan cara memperpendek jam kerja harian yang
nantinya akan menghasilkan kenaikan output per jam, sebaliknya
dengan memperpanjang jam kerja harian akan memperlambat
kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan
prestasi kerja per jamnya (Wignjosoebroto, 2003).
13

2.2 Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja


2.2.1 Faktor Internal
1. Usia
Menurut Suma’mur (2009) menyebutkan bahwa seseorang
yang berumur muda sanggup melakukan pekerjaan berat, dan
sebaiknya jika seseorang sudah berumur lanjut maka
kemampuannya untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun.
Pekerja yang berumur lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak
dapat bergerak dengan leluasa ketika melaksanakan tugasnya
sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan
dapat juga dipengaruhi oleh umur tersebut.
Kerja otot memiliki peranan penting dalam meningkatkan
kebutuhan kalori seseorang dan salah satunya adalah kebutuhan
akan metabolisme basal atau Basal Metabolic Rate (BMR). Basal
Metabolic Rate merupakan jumlah energi yang digunakan untuk
proses mengolah bahan makanan dan oksigen menjadi energi
untuk mempertahankan tubuh. Metabolisme basal seorang anak
akan berbeda dengan orang dewasa, karena anak-anak akan
membutuhkan energi lebih banyak pada masa pertumbuhannya.
Dengan kata lain, faktor usia seseorang akan mempengaruhi
metabolisme basal dari individu tersebut. Semakin tua individu
tersebut maka metabolisme basal akan semakin menurun dan
individu tersebut akan mudah mengalami kelelahan (Suma’mur,
2009).
Berikut kategori usia menurut Depkes RI (2009) :
1. Masa balita : 0 - 5 tahun,
2. Masa kanak-kanak : 5 - 11 tahun.
3. Masa remaja Awal : 12 - 16 tahun.
4. Masa remaja Akhir : 17 - 25 tahun.
5. Masa dewasa Awal : 26- 35 tahun.
6. Masa dewasa Akhir : 36- 45 tahun.
14

7. Masa Lansia Awal : 46- 55 tahun.


8. Masa Lansia Akhir : 56 - 65 tahun.
9. Masa Manula : 65 - sampai atas
Hasil penelitian Kusumaningtyas (2012) terdapat hubungan
antara usia dengan kelelahan dimana persentase individu dengan
usia di atas 45 tahun 57,6% lebih mudah mengalami kelelahan
dari pada yang berusia di bawah 45 tahun.

2. Status Gizi
Status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada
produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan
tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu
(Tarwaka dan Sudiajeng, 2004). Status gizi pekerja dapat diukur
dengan IMT, dimana hasil pengukuran dibandingkan dengan
standar yang ditetapkan Depkes RI. peningkatan IMT / IMT lebih
tinggi berhubungan dengan peningkatan kelelahan kerja pada
study yang dilakukan selama 2 tahun pada pasien ICF dan
menjadi overweight / obesitas dengan fungsi fisik dan vitalitas
yang lebih rendah pada population based study (Almatsier,
2005).
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status
gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan
dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan
normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan
hidup lebih panjang (Suma’mur, 2009).
Rumus Perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

IMT =
15

Hasil perhitungan IMT tesebut akan dibandingkan dengan standar


yang diterapkan oleh Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014.
Adapun standar IMT yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 2.2
Indeks Masa Tubuh (IMT)
Kategori IMT (kg/m2)
Kurus < 18.5
Normal 18.5-24.9
Gemuk > 24.9
Sumber : Kementerian Kesehatan RI (2014)

Pada penelitian Dewi (2006) yang dilakukan di PT ” X ” kelelahan


banyak dialami oleh pekerja dengan status gizi normal yaitu
sebanyak 31 orang (59,6%), maka dinyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kelelahan pada
pekerja sedangkan pada penelitian Pada penelitian Putri (2008)
kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja yang status gizinya
obesitas yaitu sebanyak 19 orang (95,0%) dan menyatakan ada
hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja.

3. Masa kerja
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga
kerja bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat
mempengaruhi baik kinerja positif maupun negatif, akan
memberi pengaruh positif pada kinerja personal karena
dengan bertambahnya masa kerja maka pengalaman dalam
melaksanakan tugasnya semakin bertambah. Sebaliknya akan
memberi pengaruh negatif apabila semakin bertambahnya
masa kerja maka akan muncul kelelahan pada tenaga
kerja (Suma’mur, 2013). Sedarmayanti (2009) lama masa kerja
adalah salah satu faktor yang termasuk kedalam komponen ilmu
kesehatan kerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan secara kontinyu
dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap
mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan,
16

otot, syaraf, dan pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi


karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah
dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan
otot.
Menurut Handoko (2010) lama kerja adalah jangka waktu yang
telah di lalui seseorang sejak menekuni pekerjaan. Lama kerja
dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai
bidang tugasnya. Petugas dengan pengalaman kerja yang baik
tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas
yang pengalaman kerjanya sedikit.
Lama kerja menurut Handoko (2010) dikategorikan menjadi dua,
meliputi :
1. Lama kerja kategori baru < 3 Tahun

2. Lama kerja kategori lama ≥ 3 Tahun

Menurut hasil penelitian Umyati (2009), dinyatakan ada


hubungan antara masa kerja dengan kelelahan. Kelelahan kerja
yang paling banyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja lebih
dari 8 (delapan) tahun sebesar 69,7%. Hasil penelitian lain
tentang kelelahan banyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja
lebih dari 15 tahun yaitu sebanyak 32 orang (69,6%).

4. Kondisi Kesehatan / Kondisi Fisik


Kesehatan adalah faktor sangat penting bagi produktivitas dan
peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya
manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk
meraih produktivitas kerja yang baik pula. Pekerjaan yang
menuntut produktivitas kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima. Sebaliknya,
keadaan sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga
kerja tidak atau kurang produktif dalam melakukan pekerjaannya.
Tenaga kerja yang sakit atau mengalami kesehatan menurun
dalam kemampuan berkerja fisik, berfikir, atau melaksanakan
17

pekerjaan sosial kemasyarakatan sehingga hasil kerjanya


berkurang (suma’mur, 2009).
Kelelahan dapat berasal dari gaya hidup yang biasa disebut
dengan non work related fatique. Salah satu penyebab
kelelahan non work related fatique adalah kondisi kesehatan
pekerja. Secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai
suatu mesin yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber
energinya. Diketahui jam kerja yang panjang lebih berpengaruh
terhadap terjadinya kelelahan jika dipengaruhi oleh faktor
kesehatan. Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang
penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran
tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus menerus
dipelihara selama bekerja bahkan sampai setelah berhenti bekerja
(Setyawati, 2002).
Menurut hasil penelitian Anggraini, dkk (2011), menunjukkan
adanya hubungan antara kondisi kesehatan dengan kelelahan
kerja. Hal ini disebabkan karena terdapat 21 pekerja (51,2%)
yang memiliki kondisi kesehatan tidak baik sehingga pekerja
akan lebih cepat mengalami kelelahan kerja dan menurunkan
produktifitas kerja

2.2.2 Faktor Eksternal


1. Shift Kerja
Bekerja pada malam hari akan menimbulkan kondisi seperti
berikut: produktivitas kerja pekerja pada malam hari lebih rendah
dibandingkan dengan produktivitas kerja pada siang hari. Mangkir
kerja/absen pada shift kerja pagi tinggi bila sebelumnya pekerja
mendapatkan shift kerja malam. Mangkir kerja pada minggu kedua
shift kerja pada sistem shift kerja dua mingguan lebih tinggi
dibandingkan dengan shift kerja pada minggu pertama. Mangkir
kerja pada shift malam pada umumnya kurang bila dibandingkan
dengan pada shift kerja pada siang hari dan pada sistem shift kerja
18

empat mingguan (Maurits, 2010). Tarwaka dan Sudiajeng


(2004), sejak dini tubuh kita sudah terpola mengikuti siklus alam.
Pada sore hari seluruh bagian tubuh kita aktif bekerja dan pada
malam hari dalam keadaan istirahat. Untuk mengatur pola kerja dan
istirahat ini, secara alamiah tubuh kita memiliki pengatur waktu
(internal time keeper) yang sering disebut dengan istilah a body
clock atau cyrcardian rhytm. Internal timekeeper inilah yang
mengatur berbagai aktivitas tubuh kita seperti bekerja, tidur dan
proses pencernaan makanan. Peningkatan aktivitas pada sore hari
mendorong adanya peningkatan denyut nadi dan tekanan darah. Pada
malam hari, semua fungsi tubuh akan menurun dan timbulah rasa
kantuk, sehingga kelelahan pada kerja malam relatif sangat besar.
Shift kerja mempunyai berbagai definisi tetapi biasanya shift kerja
disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk di luar jam kerja biasa
(08.00-17.00). Ciri khas tersebut adalah kontinuitas, pergantian dan
jadwal kerja khusus. Secara umum yang dimaksud dengan shift kerja
adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau
tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan.
Namun demikian adapula definisi yang lebih operasional dengan
menyebutkan jenis shift kerja tersebut. Shift kerja disebutkan sebagai
pekerjaan yang secara permanen atau sering pada jam kerja yang
tidak teratur (Kuswadji, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2016)
terdapat hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja, dimana
responden yang memiliki shift kerja malam dari 24 responden
sebanyak 16 responden (66,7%) memiliki kelelahan kerja berat.

2. Waktu Kerja
Waktu kerja bagi seseorang dapat menentukan efisiensi dan
produktivitasnya. Menurut Suma’mur (2009), hal-hal yang penting
untuk persoalan waktu kerja terdiri atas :
1. Lamanya seseorang untuk mampu bekerja dengan baik.
19

2. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat.


3. Waktu bekerja sehari menurut periode meliputi siang dan
malam.
Menurut undang – undang no 13 tahun 2003 tentang ketenaga
kerjaan, lamanya seseorang berkerja lamanya seseorang bekerja
dalam sehari adalah 8 (delapan) jam atau 40 jam seminggu.
Sedangkan untuk lembur, waktu yang diperbolehkan maksimal 3
(tiga) jam/hari. Semakin panjang jam kerja maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
penyakit dan kecelakaan kerja. Pekerjaan kategori biasa yakni tidak
terlalu berat atau ringan, produktivitas seseorang akan menurun
setelah 4 (empat) jam bekerja. Keadaan ini sejalan dengan
penurunan kadar gula dalam darah. Oleh karena itu diperlukan waktu
untuk istirahat dan kesempatan makan untuk menambah kembali
energi tubuh. Istirahat selama 30 menit setelah bekerja 4 (empat) jam
kerja terus menerus sangat penting untuk dilakukan (Suma’mur ,
2009).
Suma’mur (2009) menyatakan, untuk persoalan periode kerja siang
atau malam, perlu dilakukannya kerja secara bergilir (shift), terutama
untuk bekerja pada malam hari. Hal tersebut dilakukan karena
bekerja pada malam hari akan membuat konsentrasi manusia
menjadi terganggu, metabolisme tubuh juga menjadi tidak sempurna,
mudah mengalami kelelahan kerja, dan sistem pencernaan menjadi
terganggu. Kejadian kelelahan terjadi pada pekerja setelah bekerja
lebih dari 8 jam/hari.
Menurut hasil penelitian Hastuti (2014), menunjukkan adanya
hubungan antara lama kerja dengan kelelahan kerja. Hal ini
disebabkan karena terdapat 16 pekerja yang memiliki lama kerja
yang tidak memenuhi syarat (>8jam/ hari). Penelitian tersebut
membuktikan bahwa jam kerja yang melebihi 8 jam/hari dapat
menimbulkan kelelahan kerja yang bisa memicu terjadinya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
20

3. Beban Kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas
pekerjaan sehari hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir
lebih dari separuh berat tubuh, memungkinkan kita untuk dapat
menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan, dengan bekerja
berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata
lain, bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang
bersangkutan. Beban tersebut berupa beban fisik maupun beban
mental. Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seseorang
tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama
seseorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya
sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan.
Dimana semakin berat beban kerja sehingga melampaui kapasitas
kerja akan menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja bahkan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja. Beban kerja fisik
dalam kategori berat akan menyebabkan beban kardiovaskuler
meningkat sehingga kelelahan akan cepat muncul. Pada penelitian
yang dilakukan pada pekerja bongkar muat menyatakan terdapatnya
hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja (Tarwaka dan
Sudiajeng, 2004).
Untuk menentukan kriteria beban kerja dapat ditentukan dengan
jumlah denyutan nadi pekerja dalam permenit,yang tersaji dalam
tabel 2.2 :
Tabel 2.3
Tingkatan beban kerja menurut denyut nadi per - menit
Pengukuran Beban Kerja
No Beban Kerja Denyut nadi per-menit
1 Ringan 75 – 100
2 Sedang 101 – 125
3 Berat 126 – 150
Sumber : Suma’mur (2009)
Berdasarkan penelitian Permatasari, dkk (2016) terdapat hubungan
antara beban kerja dengan kelelehan kerja, dimana dari 76
responden, 44 reponden (57,9%) mengalami beban kerja berat dan
21

dari 44 responden yang mengalami beban kerja berat sebanyak 20


responden (45,5%) mengalami kelelahan berat dan 24 resonden
(54,5%) mengalami kelelahan ringan.
4. Lingkungan
Menurut Tarwaka dan Sudiajeng (2004), di tempat kerja terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor
fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua
faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja
dan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja.
Faktor lingkungan seperti suhu, kebisingan, pencahayaan, vibrasi,
dan ventilasi akan berpengaruh terhadap kenyamanan fisik, sikap
mental, dan kelelahan kerja.
a. Tekanan Panas
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor Per - 13/Men/X/2011 tahun 2011, tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisikadan Faktor Kimia di Tempat Kerja, definisi
iklim kerja atau tekanan panas adalah hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan
tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim
kerja panas. Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri dengan
temperatur luar jika perubahan temperatur luar yang terjadi tidak
lebih dari 20% untuk suhu panas dan 35% untuk suhu dingin,
semuanya dari keadaan normal tubuh. Sedangkan batas toleransi
untuk suhu tinggi adalah 35ºC-40ºC, kecepatan gerakan udara 0,2
m/detik, kelembaban udara 40%-50% dan perbedaan suhu
permukaan 40ºC. Sehingga suhu optimal dari dalam tubuh untuk
mempertahankan fungsinya adalah 36,5ºC-39,5ºC (Tarwaka dan
Sudiajeng, 2004). Semakin aktif seorang pekerja maka semakin
rendah suhu yang diperlukan supaya ideal. Tenaga kerja akan
melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan suhu di tempat
kerja dengan menjaga keseimbangan panas tubuh.
22

Lingkungan kerja yang panas umumnya lebih banyak


menimbulkan permasalahan dibandingkan lingkungan kerja dingin.
Hal ini terjadi karena pada umumnya manusia lebih mudah
melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara yang rendah dari
pada suhu udara yang tinggi. Lingkungan kerja yang panas dan
lembab akan menurunkan produktifitas kerja yang juga akan
membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja (Santoso, 2004). Hasil penelitian fahri dan pasha (2010)
membuktikan bahwa tekanan panas pada suhu antara 30,31°c –
31,81° c mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja pada pekerja
sebanyan 27 orang ( 90%) sehingga dapat disimpulkan tekanan
panas dapat mempengaruhi kelelahan kerja.

b. Kebisingan
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor Per - 13/Men/X/2011 tahun 2011, tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisikadan Faktor Kimia di Tempat Kerja, kebisingan
adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi atau alat - alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Selain itu
kebisingan adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangan-
rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis,
dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki. Nilai
ambang batas kebisingan ditetapkan sebesar 85 dBA
(Kemenakertrans, 2011)
Alat ukur utama untuk kebisingan adalah soundlevel meter.
Kebisingan akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Dimana
pengaruh dari kebisingan adalah kerusakan pada indera pendengar
yang menyebabkan ketulian (Suma’mur, 2009). Hasil penelitian
fahri dan pasha (2010) membuktikan bahwa kebisingan (>85
dBA) mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja berat sebesar 90%
sehingga dapat disimpulkan kebisingan mempengaruhi kelelahan.
23

2.3 Kerangka Teori


Faktor Internal
1. Usia
2. Status gizi
3. Masa kerja
4. Kondisi fisik
Faktor Eksternal
Kelelahan Kerja
1. Shift kerja
2. Waktu kerja
3. Beban kerja
4. Lingkungan
a. Tekanan
panas
b. Kebisingan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor Kelelahan kerja Suma’mur (2009 ),


Tarwaka dan Sudiajeng (2004), Handoko (2010), Almatsier ( 2005),
Nurmianto (2008), Budiono, dkk (2003), Sutalaksana (2006), Sedarmayanti
(2009), Setyawati (2002), Maurits (2010), Kuswadji (2007).
24

2.4 Penelitian Terkait

Tabel 2.4
Penelitian Terkait
No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Desain Penelitian Hasil Penelitian

Independent :
1. Usia
Titin Isna Hubungan Faktor Internal 2. Status Gizi ada hubungan yang signifikan
Oesman dan dan Eksternal Terhadap 3. KeluhanKerja antara usia, status gizi,
1. Cross Sectional
Risma Adelina Kelelahan Kerja Melalui 4. BebanKerja keluhan kerja dan beban kerja
Simanjuntak Subjective Self Rating Test terhadap kelelahan kerja.
Dependent :
1. KelelahanPekerja
Independent :
ada hubungan antara usia,
Faktor-Faktor Yang 1. Usia
masa kerja, sikap kerja dan
Berhubungan Dengan 2. Status Gizi
Januar Atiqoh, beban kerja terhadap
Kelelahan Kerja Pada 3. Masa Kerja
Ida Wahyuni kelelahan kerja.
2. Pekerja Konveksi Bagian 4. Sikap Kerja Cross Sectional
dan Daru Tidak ada hubungan antara
Penjahitan di CV. Aneka 5. Beban Kerja
Lestyanto status gizi terhadap kelelahan
Garment Gunung pati
kerja
Semarang Dependent :
1. Kelelahan Pekerja
25

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Desain Penelitian Hasil Penelitian
Independent :
Faktor-faktor yang 1. Umur Ada hubungan antara status
berhubungan dengan 2. Masa Kerja gizi dengan kelelahan kerja
Dita Perwitasari
kelelahan kerja subyektif 3. Status Gizi
3. danAbdul Cross Sectional
pada perawat di RSUD 4. Jenis Kelamin Tidak ada hubungan antara
Rohim Tualeka
dr.MOHAMAD umur, jenis kelamin, masa
SOEWANDHIE. Dependent : kerja dengan kelelahan kerja.
1. Kelelahan kerja
Independent :

1. Umur Terdapat hubungan antara


2. Pendidikan masa kerjadan status gizi
3. Lama Kerja dengan kelelahan
Hubungan antara gizi kerja
Diana Puspita 4. Status Gizi
dengan kelelahan kerja pada
Langgardan 5. Asupan energi Tidak terdapat hubungan
4. karyawan perusahaan Tahu
Vilda Ana 6. Asupan Protein Cross Sectional antara umur pendidikan,
Baxo Bu Pudji di Ungaran
Veria Setyawati 7. Asupan Karbohidrat asupan energi, asupan
tahun 2014.
8. Asupan Lemak protein, asupan lemak dan
asupan karbohidrat dengan
Dependent : kelelahan kerja

1. Kelelahan kerja
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Dari beberapa faktor yang telah disebutkan oleh peneliti di kerangka teori,
peneliti hanya mengambil beberapa faktor saja untuk diamati yang sesuai dengan
keadaan di lapangan, yaitu faktor usia, status gizi, masa kerja, dan beban kerja.
Berikut kerangka konsep yang peneliti gunakan :
Variabel Independen Variabel Dependen

1. Usia
2. Status Gizi Kelelahan
3. Masa Kerja Kerja
4. Beban Kerja

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

26
27

3.2 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional
Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
Variabel Dependen
Hasil Univariat :
Keadaan kompleks yang dialami oleh 1. Kelelahan sangat tinggi jika skor >
pekerja berupa kelelahan subjektif pekerja 90
Kuesioner 2. Keleahan tinggi jika skor > 60
yang menyangkut kelelahan fisiologis dan
IFRC 3. Kelelahan sedang jika skor > 30
psikologis yang memiliki hubungan dominan
(SSRT = 4. Kelelahan rendah jika skor ≤ 30
Kelelahan dengan pelemahan kegiatan,pelemahan Mengisi Kuesioner Sumber : Tarwaka (2010) Ordinal
Subjective
motivasi,dan gambaran kelelahan fisik yang Hasil Bivariat :
self rating
diukur dengan skala IFRC (SSRT = 1. Kelelahan tinggi-sangat tinggi jika
test)
Subjective self rating test) skor 61-120
2. Kelelahan rendah-sedang jika skor
1-60
Variabel Independen
Jumlah tahun yang dihitung mulai dari
1. Usia berisiko jika hasil usia >
responden lahir hingga saat dilakukannya
Mean (39,25)
Usia penelitian Kuesioner Mengisi Kuesioner 2. Usia tidak berisiko jika hasil ≤ Ordinal
Mean (39,25)

Keadaan gizi responden yang dinyatakan Timbangan Hasil Univariat :


Status gizi dengan indeks masa tubuh (IMT) dan 1 Kurus Jika hasil < 18,5 kg/m²
(Perbandingan antara berat badan/Kg dengan Mikrotoise Pengukuran 2 Normal Jika hasil 18,5 kg/m² - 24,9 Ordinal
tinggi badan /m² kg/m²
3 gemuk Jika hasil > 24,9 kg/m²
28

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
Sumber :Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2014
Hasil Bivariat :
1 Kurus / Jika hasil < 18,5 kg/m² dan
> 24,9 kg/m²
2 Normal Jika hasil 18,5 kg/m² - 24,9
kg/m²
1. Berpengalaman jika hasil masa kerja
Panjangnya waktu terhitung mulai pertama
≥ Mean (3,1)
Masa Kerja kali pekerja masuk kerja hingga saat Kuesioner Mengisi Kuesioner Ordinal
2. Belum berpengalaman jika hasil
penelitian berlangsung masa kerja < Mean (3,1)
Hasil Univariat
1. Beban Berat Jika denyut nadi
Permenit > 125 bpm
2. Beban Sedang jika denyut nadi per-
Kondisi Berat / ringgannya pekerjaan secara meni 101 - 125 bpm
fisiologis yang dilakukan oleh responden 3. Beban Ringan jika denyut nadi per-
Beban Pengukuran menit 75-100 bpm
dalam bekerja setiap harinya Stopwatch Ordinal
Kerja Sumber : Suma’mur (2009)
Hasil Bivariat
1. Beban Berat Jika denyut nadi
Permenit > 125 bpm
2. Beban Ringan-Sedang jika denyut
nadi per-menit 75-125 bpm
29

3.3 Hipotesis Penelitian


1. Ada hubungan antara usia dengan kelelahan kerja pada pekerja
pemasangan menhole di wilayah Grogol pada PT Sarana Anugerah
Perdana pada tahun 2017
2. Ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja
pemasangan menhole di wilayah Grogol pada PT Sarana Anugerah
Perdana pada tahun 2017
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja
pemasangan menhole di wilayah Grogol pada PT Sarana Anugerah
Perdana pada tahun 2017
4. Ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja
pemasangan menhole di wilayah Grogol pada PT Sarana Anugerah
Perdana pada tahun 2017
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitia
Penelitian ini dilaksanakan di PT Sarana Anugerah Perdana pada
bagian pekerjaan pemasangan menhole, Grogol, Jakarta barat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan September
2017 – februari 2018.
3.5 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif
yang bersifat deksriptif analitik dengan desain cross sectional karena
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dengan mempelajari
dinamika hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
dalam kurun satu waktu.
3.6 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja tetap
penggalian yang berjumlah 40 orang per-tanggal 10 November 2017
30

hingga 10 februari 2018 di PT Sarana Anugerah Perdana pada bagian


pekerjaan pemasangan menhole, Grogol, Jakarta Barat
2. Sampel
sampel pada penelitian ini yaitu melibatkan seluruh populasi yang
ada dilapangan. Yaitu para pekerja tetap Menhole, Grogol, Jakarta Barat
yang sebanyak 40 pekerja.
3. Teknik Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh. Yaitu
dimana semua populasi yang ada dijadikan sampel.
3.7 Pengumpulan Data
Sumber informasi dalam penelitian ini adalah dari data primer dan
sekunder, data primer yang didapat berupa data variabel usia, status gizi,
masa kerja, dan beban kerja melalui pemberian kuesioner dan pengisian
identitas diri responden.
3.8 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu :
1. Kelelahan kerja
Data mengenai kelelahan kerja diperoleh dengan
wawancara langsung menggunakan kuesioner 30-item gejala
kelelahan umum IFRC (International Fatigue Research Committee
of Japanese Association of Industrial Health). Selanjutnya setelah
selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner maka
langkah selanjutnya adalah menghitung skor dari ke-30 pertanyaan
yang diajukan dan dijumlahkanya menjadi total skor individu.
Kuesioner ini kemudian dikembangkan dimana jawaban kuesioner
diskoring sesuai empat skala Likert. Berdasarkan desain penilaian
kelelahan subjektif dengan menggunakan 4 skala Likert ini, akan di
peroleh skor individu terendah adalah sebesar 30 dan skor individu
tertinggi 120. untuk masing-masing pertanyaan yang diberikan,
pemberian skor tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam
analisis data :
31

a. Nilai 1 untuk jawaban Tidak Pernah (TP)


b. Nilai 2 untuk jawaban Kadang - Kadang (K)
c. Nilai 3 untuk jawaban Sering (S)
d. Nilai 4 untuk jawaban Sangat Sering (SS)
Setelah mendapatkan skor dari kuesioner yang diberikan,
hasil skor akan diolah menjadi skala ordinal untuk menentukan
tingkatkatan kelelahan. Berikut adalah tingkatan kelelahan sesuai
hasil skor yang didapat :
Dalam bentuk univariat :
1 Kelelahan sangat tinggi jika skor > 90
2 Keleahan tinggi jika skor > 60
3 Kelelahan sedang jika skor > 30
4 Kelelahan rendah jika skor ≤ 30
Dalam bentuk bivariat :
1. Kelelahan tinggi-sangat tinggi jika skor 61-120
2. Kelelahan rendah-sedang jika skor 1-60
5 Usia
Data usia pekerja didapatkan melalui pengisian identitas
diri yang berada didalam kuesioner. Hasil yang didapat dari
pengisian akan dikelompok kan menjadi :
a. Usia berisiko jika hasil usia responden > mean (39,25).
b. Usia Tidak berisiko jika hasil usia responden ≤ mean
(39,25).
6 Masa Kerja
Data Masa Kerja didapatkan melalui pengisian identitas diri
yang berada didalam kuesioner. Hasil yang didapat dari pengisian
akan dikelompok kan menjadi :
a. Berpengalaman jika hasil masa kerja responden ≥ Mean
(3,1)
b. Belum berpengalaman jika hasil masa kerja responden <
Mean (3,1)
32

7 Status Gizi
Data status gizi memerlukan pengukuran dua variabel.
Yaitu data berat badan dalam kilogram dan tinggi badan dalam
centi meter. Untuk pengukuran berat badan dan tinggi badan,
pekerja diminta untuk menimbang berat badan diatas timbangan
yang telah disediakan. Timbangan berat badan berupa timbangan
jarum merek omron dengan tingkat ketelitian 0,1 kg. Pada saat
proses pengukuran berat badan dan tinggi badan, responden tidak
diperbolehkan mengenakan alas kaki, topi, dan memakai benda
lain yang mempengaruhi hasil pengukuran. Data hasil berat badan
dan tinggi badan kemudian dihitung menggunakan rumus standar
IMT.

IMT =

Setelah hasil IMT didapatkan, maka akan diolah menjadi


tingkatan sebagai berikut :
Dalam bentuk univariat
1. Kurus jika hasil IMT< 18,5 kg/m²
2. Status gizi normal jika hasil IMT 18.5 – 24.9 kg/m²
3. Status gizi gemuk jika hasil imt > 24,9 kg/m²
Dalam bentuk bivariat
1. Kurus/gemuk jika hasil IMT < 18,5 kg/m² / > 24,9 kg/m²
2. Status gizi normal jika hasil IMT 18.5 – 24.9 kg/m²
5. Beban Kerja
Data Beban Kerja diperoleh dengan melakukan pengukuran
denyut nadi per-menit secara manual yang dilakukan oleh ahli
tenaga medis Kepada para pekerja dengan alat bantu berupa
stopwatch. Setelah hasil pengukuran denyut nadi didapat, akan di
tentukan menjadi beberapa tingkatan beban kerja yang didapat
yaitu :
Dalam bentuk univariat
1. Beban Berat Jika hasil Denyut nadi Permenit > 125 bpm
2. Beban sedang Jika hasil Denyut nadi Permenit 101-125 bpm
33

3. Beban ringan jika hasil denyut nadi permenit 75-100 bpm


Dalam bentuk bivariat
1. Beban Berat Jika hasil Denyut nadi Permenit > 125 bpm
2. Beban ringan sedang Jika hasil Denyut nadi Permenit 75-125
bpm
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data
3.9.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan tahapan
sebagai berikut:
1. Editing
Pada tahap ini data yang telah terkumpul diseleksi untuk
mendapatkan data yang akurat. Editing data dilakukan dengan
cara memeriksa dan mengamati dengan teliti kelengkapan
pengisiannya, dan apabila terjadi kesalahan atau jawaban yang
belum lengkap dapat dikonfirmasi kembali.
2. Coding
Yaitu proses pemberian kode pada jawaban kuesioner
untuk memudahkan data ketika dimasukkan ke dalam
komputer (komputerisasi). Coding merupakan kegiatan
merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan.
3. Entry data
Yaitu proses meng-entry (memasukkan) data dari kuesioner
ke dalam komputer dengan menggunakan bantuan program
komputer setelah semua jawaban kuesioner diberikan kode
serta kuesioner terisi penuh dan benar.
4. Cleaning
Yaitu proses pengecekan kembali data yang sudah di entry
untuk memastikan tidak terdapat kesalahan pada data tersebut.
Kemudian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
3.9.2. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan
analisis univariat dan analisis bivariat.
34

a. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat
gambaran distribusi frekuensi dari semua variabel yang
diamati meliputi nilai frekuensi atau persentasenya.
Variabel dependen adalah variabel terpengaruh, variabel
akibat, dan variabel yang tergantung oleh variabel
independen. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini
adalah Kelelahan Kerja. Sedangkan variabel independen
adalah variabel bebas, sebab atau mempengaruhi variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu
Usia, status gizi, masa kerja, dan Beban Kerja.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis
hubungan antara variabel bebas yaitu usia, status gizi, masa
kerja, dan Beban Kerja, dan variabel terikat yaitu, kelelahan
kerja pada pekerja di PT Sarana Anugerah Perdana pada
bagian pekerjaan penggalian menhole, Grogol, Jakarta
barat, dengan menggunakan Chi-Square test dengan tingkat
kepercayaan 95%. Jika P-value ≤ 0,05 maka perhitungan
secara statistik menunjukan bahwa adanya hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Jika P-
value > 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukan
bahwa tidak adanya hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen, perhtitungan menggunakan
bantuan program komputer.
Hasil/ nilai odds rasio, jika OR = 1 menunjukan
bawha faktor risiko yang diteliti ternyata bukan merupakan
faktor untuk terjadinya efek. OR > 1 menunjukan bahwa
besar faktor risiko yang diteliti merupakan risiko terjadinya
efek, sedangkan OR < 1 menunjukan bawha faktor risiko
tersebut merupakan faktor protektif untuk terjadinya efek.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Univariat


4.1.1. Gambaran Tingkat Kelelahan Pada Pekerja PT Sarana Anugrah
Perdana Tahun 2017.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 40 responden
pada pekerja PT Sarana anugrah perdana Pada proses penggalian
menhole tahun 2017. Gambaran tingkat kelelahan kerja pada pekerja
dibagi dalam 4 kategori, yaitu kelelahan rendah, kelelahan sedang,
kelelahan tinggi, dan kelelahan sangat tinggi. Distribusi frekuensi
tingkat kelelahan kerja pada pekerja dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Distibusi Frekuensi Tingkat Kelelahan pada Pekerja PT
Sarana Anugrah Perdana Bagian menhole tahun 2017.

Kelelahan Frekuensi Persen


Sangat tinggi 2 5%
Tinggi 14 35%
sedang 24 60%
Jumlah 40 100%

Dari data tabel 4.1 menggambarkan tentang tingkat kelelahan pada


pekerja konstruksi PT Sarana Anugrah Perdana bagian menhole tahun
2017. Sebanyak 2 responden (5%) mengalami kelelahan sangat tinggi,
14 responden (35%) mengalami kelelahan tinggi, 24 responden (60%)
mengalami kelelahan sedang, dan tidak ada responden yang
mengalami kelelahan rendah.
Berdasarkan kebutuhan analisis bivariat, penulis memutuskan
untuk menggabungkan variabel kelelahan yang semula terdiri dari
empat kategori menjadi dua kategori yaitu kelelahan tinggi-sangat
tinggi dan kelelahan rendah-sedang. Perubahan kategori variabel
kelelahan dapat dilihat pada tabel 4.2

35
36

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kelelahan Dua Ketegori


Pada Pekerja Penggalian Menhole PT SAP Tahun 2017
Kelelahan Frekuensi Persen
Tinggi-sangat tinggi 16 40%
Rendah-sedang 24 60%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.2 diperoleh


bahwa proporsi tertinggi yaitu pada pekerja yang memiliki tingkat
kelelahan rendah-sedang sebanyak 24 orang (60%), sedangkan
proporsi terendah yaitu pada pekerja yang memiliki tingkat kelelahan
tinggi-sangat tinggi yaitu sebanyak 16 orang (40%).

4.1.2. Gambaran usia Pada Pekerja PT Sarana Anugrah Perdana


Tahun 2017
Sebelum dilakukan uji univariat, dilakukan terlebih dahulu uji
normalitas yang bertujuan untuk mengetahui normal atau tidak normal
suatu distribusi data. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan
uji Shapiro-Wilk One Sample karena jumlah sampel < 50. Dasar
pengambilan keputusan dalam penelitian ini yaitu, jika nilai signifikan
kurang dari sama dengan nilai alpha (≤ 0,05) maka variabel tersebut
berdistribusi tidak normal, dan jika nilai signifikan lebih dari nilai
alpha (> 0,05) maka variabel tersebut berdistribusi normal. Dari hasil
olah data yang dilakukan, didapatkan hasil uji normalitas sebagai
berikut.
Tabel 4.3 Uji Normalitas Usia Pada pekerja PT
Sarana Anugrah Perdana bagian Menhole Tahun 2017

Variabel Saphiro-Wilk Min. Max. P value Ket.


Usia Mean Median 26 58 0,090 Normal
39,25 40,50

Berdasarkan tabel 4.3, terlihat bahwa variabel pengetahuan


memiliki nilai signifikan 0,090 yang artinya nilai tersebut lebih besar
dari nilai alpha 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
37

pengetahuan berdistribusi normal. Oleh karena itu, dalam univariat


variabel pengetahuan menggunakan cut of point mean yang bernilai
39,25. Dalam penelitian ini, usia pekerja dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
usia berisiko (jika hasil skor > mean yaitu 39,25) dan usia tidak
berisiko (jika hasil skor ≤ Mean 39,25) , seperti yang terlihat pada
tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.4. Distibusi Frekuensi Usia pada Pekerja PT Sarana
Anugrah Perdana Bagian Menhole tahun 2017.

Kategori usia Frekuensi Persen


Usia berisiko 21 52,5%
Usia tidak berisiko 19 47,5%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.4 diperoleh


bahwa proporsi tertinggi yaitu pada pekerja yang memiliki usia
berisiko sebanyak 21 orang (52,5%), sedangkan proporsi terendah
yaitu pada pekerja yang memiliki usia tidak berisiko yaitu sebanyak
19 orang (47,5%).

4.1.3. Gambaran Status Gizi Pada Pekerja PT Sarana Anugrah


Perdana Tahun 2017
Data status gizi pada pekerja PT Sarana Anugrah Perdana bagian
menhole tahun 2017 didapatkan dengan cara pengukuran indeks masa
tubuh yang didapat dari tinggi badan dan berat badan pekerja. Hasil
penelitian menggambarkan tingkat status gizi pada pekerja yang
terbagi menjadi 3 kategori yaitu, status gizi kurus Jika hasil < 18,5
kg/m², status gizi normal jika hasil 18,5 – 24,9, dan status gizi gemuk
jika hasil > 24,9 kg/m², untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5.
Distibusi Frekuensi Status Gizi pada Pekerja PT Sarana
Anugrah Perdana Bagian menhole tahun 2017.
Status gizi Frekuensi Persen
Kurus 2 5%
Normal 22 55%
Gemuk 16 40%
Jumlah 40 100%
38

Dari data pada tabel 4.5 menggambarkan tentang status gizi pada
pekerja konstruksi PT Sarana Anugrah Perdana bagian menhole tahun
2017. Sebanyak 2 responden (5%) memiliki status gizi kurus, 22
responden (55%) memiliki status gizi normal, dan 16 responden
(40%) memiliki status gizi gemuk.
Berdasarkan kebutuhan analisis bivariat, penulis memutuskan
untuk menggabungkan variabel status gizi yang semula terdiri dari
tiga kategori menjadi dua kategori yaitu status gizi kurus/gemuk dan
status gizi normal. Perubahan kategori variabel status gizi dapat dilihat
pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Status Gizi Dua Kategori
Pada Pekerja Penggalian Menhole PT SAP Tahun 2017
Status gizi Frekuensi Persen
Kurus / gemuk 18 45%
normal 22 55%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.6 diperoleh


bahwa proporsi tertinggi yaitu pada pekerja yang memiliki status gizi
normal sebanyak 22 orang (55%), sedangkan proporsi terendah yaitu
pada pekerja yang memiliki status gizi kurus/gemuk yaitu sebanyak
18 orang (45%).
4.1.4. Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja PT Sarana Anugrah
Perdana Tahun 2017
Sebelum dilakukan uji univariat, dilakukan terlebih dahulu uji
normalitas yang bertujuan untuk mengetahui normal atau tidak normal
suatu distribusi data. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan
uji Shapiro-Wilk One Sample karena jumlah sampel < 50. Dasar
pengambilan keputusan dalam penelitian ini yaitu, jika nilai signifikan
kurang dari sama dengan nilai alpha (≤ 0,05) maka variabel tersebut
berdistribusi tidak normal, dan jika nilai signifikan lebih dari nilai
alpha (> 0,05) maka variabel tersebut berdistribusi normal. Dari hasil
olah data yang dilakukan, didapatkan hasil uji normalitas sebagai
berikut.
39

Tabel 4.7
Uji Normalitas Masa Kerja Pada pekerja PT Sarana Anugrah
Perdana bagian Menhole Tahun 2017

Variabel Saphiro-Wilk Min. Max. P value Ket.


Masa Mean Median 1,4 4,0 0,057 Normal
Kerja 3,1 3,2

Berdasarkan tabel 4.7, terlihat bahwa variabel masa kerja memiliki


nilai signifikan 0,057 yang artinya nilai tersebut lebih besar dari nilai
alpha 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel masa kerja
berdistribusi normal. Oleh karena itu, dalam univariat variabel masa
kerja menggunakan cut of point mean yang bernilai 3,1. Dalam
penelitian ini, masa kerja pekerja dibagi menjadi 2 (dua), yaitu masa
kerja berpengalaman (jika hasil skor ≥ mean yaitu 3,1) dan masa kerja
belum berpengalaman (jika hasil skor < Mean 3,1) , seperti yang
terlihat pada tabel 4.8 dibawah ini.
Tabel 4.8.
Distibusi Frekuensi Masa Kerja pada Pekerja PT Sarana
Anugrah Perdana Bagian menhole tahun 2017.
Masa Kerja Frekuensi Persen
Berpengalaman 24 60%
Belum berpengalaman 16 40%
Jumlah 40 100%
B
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.8 diperoleh
bahwa proporsi tertinggi yaitu pada pekerja yang memiliki masa kerja
berpengalaman sebanyak 24 orang (60%), sedangkan proporsi
terendah yaitu pada pekerja yang memiliki masa kerja belum
berpengalaman yaitu sebanyak 16 orang (40%).
4.1.5. Gambaran Beban Kerja Pada Pekerja PT Sarana Anugrah
Perdana Tahun 2017
Data beban kerja pada pekerja PT Sarana Anugrah Perdana bagian
menhole tahun 2017 didapatkan dengan cara pengukuran denyut nadi
per-menit yang didapat dari pengukuran denyut nadi para pekerja saat
40

sedang berkerja, pengukuran ini dilakukan oleh tenaga medis. Hasil


penelitian menggambarkan tingkat beban kerja pada pekerja yang
terbagi menjadi 2 kategori yaitu, beban kerja berat Jika hasil denyut
nadi >125 bpm, sedangkan beban kerja ringan-sedang jika hasil
denyut nadi ≤ 125, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9.
Distibusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja PT Sarana
Anugrah Perdana Bagian menhole tahun 2017.
Beban Kerja Frekuensi Persen
Berat 17 42,5%
Sedang 15 37,5%
Ringan 8 20%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.7 diperoleh
bahwa proporsi pekerja yang memiliki beban kerja berat sebanyak 17
orang (42,5%), proporsi pekerja yang memiliki beban kerja sedang
yaitu sebanyak 15 orang (37,5%), dan proporsi pekerja yang memiliki
beban kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (20%).
Berdasarkan kebutuhan analisis bivariat, penulis memutuskan
untuk menggabungkan variabel beban kerja yang semula terdiri dari
tiga kategori menjadi dua kategori yaitu beban kerja berat dan beban
kerja ringan-sedang. Perubahan kategori variabel beban kerja dapat
dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Beban Kerja Dua
Ketegori Pada Pekerja Penggalian Menhole PT SAP Tahun 2017

Beban Kerja Frekuensi Persen


Berat 17 42,5%
Ringan-sedang 23 57,5%
Jumlah 40 100%

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.10 diperoleh


bahwa proporsi tertinggi yaitu pada pekerja yang memiliki beban
kerja berat sebanyak 17 orang (42,5%), sedangkan proporsi terendah
yaitu pada pekerja yang memiliki beban kerja ringan-sedang yaitu
sebanyak 23 orang (57,5%).
41

4.2. Analisis Bivariat


4.2.1. Hubungan Antara Usia Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun 2017.
Hasil analisis bivariat antara Usia dengan kelelahan kerja pada
pekerja PT Sarana Anugrah Perdana bagian menhole tahun 2017 dapat
dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini.
Tabel 4.11
Hubungan Antara Usia Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun 2017.

Kelelahan Jumlah P OR
Tinggi – Rendah- value (95%
Usia Sangat sedang CI)
Tinggi
N % N % N %
14 66,7 7 33,3 21 100 0,001 17,000
Berisiko
(3,034–
Tidak 2 10,5 17 89,5 19 100 95,254)
Berisiko

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada pekerja dengan


usia berisiko proporsi tertinggi yaitu pada kelelahan tinggi-sangat
tinggi sebanyak 15 orang (66,7%), pada pekerja dengan usia tidak
berisiko proporsi tertinggi yaitu dengan kelelahan rendah-sedang
sebanyak sebanyak 17 orang (89,5%). Dan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia
pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja dengan (p-value =
0,001). Dari hasil analisis diperoleh Odds Ratio (OR) usia terhadap
kelelahan adalah 17, artinya pada pekerja dengan usia berisiko
memiliki risiko 17 kali terkena kelelahan dibandingkan dengan
pekerja yang usia tidak berisiko.
42

4.2.2. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kelelahan Kerja Pada


Pekerja PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun
2017.
Hasil analisis bivariat antara status gizi dengan kelelahan kerja
pada pekerja PT Sarana Anugrah Perdana bagian menhole tahun 2017
dapat dilihat pada tabel 4.12 dibawah ini.
Tabel 4.12
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun
2017.
Kelelahan Jumlah P OR
Tinggi – Rendah- Value (95%
Status gizi Sangat sedang CI)
Tinggi
N % N % N %
11 61,1 7 38,9 18 100 0,032 5,343
Kurus/gemuk
(1,350–
Normal 5 22,7 17 77,3 22 100 21,144)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada pekerja dengan


status gizi kurus/gemuk proporsi tertinggi yaitu pada kelelahan tinggi-
sangat tinggi sebanyak 11 orang (61,1%), pada pekerja dengan status
gizi normal proporsi tertinggi yaitu dengan kelelahan rendah-sedang
sebanyak sebanyak 17 orang (77,3%). Dan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status
gizi pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja (p-value = 0,032).
Dari hasil analisis diperoleh Odds Ratio (OR) status gizi terhadap
kelelahan adalah 5,343, artinya pada pekerja dengan status gizi
kurus/gemuk memiliki risiko 5,343 kali terkena kelelahan
dibandingkan dengan pekerja yang status gizi normal.
43

4.2.3. Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada


Pekerja PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun
2017.
Hasil analisis bivariat antara masa kerja dengan kelelahan kerja
pada pekerja PT Sarana Anugrah Perdana bagian menhole tahun 2017
dapat dilihat pada tabel 4.13 dibawah ini :
Tabel 4.13
Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada
Pekerja PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun
2017.

Kelelahan
Tinggi – OR
Rendah- Jumlah
Masa Kerja Sangat Pvalue (95%
sedang CI)
Tinggi
N % N % N %
Berpengalaman 9 37,5 15 62,5 24 100 0,771
(0,21
Belum 0,947 3–
7 43,8 9 56,2 16 100 2,796
Berpengalaman
)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada pekerja dengan


masa kerja berpengalaman proporsi tertinggi yaitu pada kelelahan
rendah-sedang sebanyak 15 orang (62,5%), pada pekerja dengan masa
kerja belum berpengalaman proporsi tertinggi yaitu dengan kelelahan
rendah-sedang sebanyak sebanyak 9 orang (56,2%). Dan hasil uji
statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara masa kerja pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja (p-
value = 0,947). Dari hasil analisis diperoleh Odds Ratio (OR) masa
kerja terhadap kelelahan adalah < 1 yang artinya bersifat protektif,
yaitu masa kerja yang berpengalaman memiliki efek protektif 0,771
terhadap kelelahan, dibandingan dengan masa kerja yang belum
berpengalaman.
44

4.2.4. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada


Pekerja PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun
2017.
Hasil analisis bivariat antara beban kerja dengan kelelahan kerja
pada pekerja PT Sarana Anugrah Perdana bagian menhole tahun 2017
dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini.
Tabel 4.14
Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada
Pekerja PT Sarana Anugrah Perdana Bagian Menhole Tahun
2017.
Kelelahan Jumlah Pvalue OR
Tinggi – Rendah- (95%
Beban CI)
Kerja Sangat sedang
Tinggi
N % N % N %
Berat 11 64,7 6 35,3 17 100 0,016 6,600
(1,621–
Ringan- 5 21,7 18 78,3 23 100 26,871)
sedang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada pekerja dengan


beban kerja berat proporsi tertinggi yaitu pada kelelahan tinggi-sangat
tinggi sebanyak 11 orang (64,7%), pada pekerja beban kerja ringan-
sedang proporsi tertinggi yaitu dengan kelelahan rendah-sedang
sebanyak sebanyak 18 orang (78,3%). Dan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara beban
kerja pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja (P-Value = 0,016).
Dari hasil analisis diperoleh Odds Ratio (OR) beban kerja terhadap
kelelahan adalah 6,6, artinya pada pekerja dengan beban kerja berat
memiliki risiko 6,6 kali terkena kelelahan dibandingkan dengan
pekerja yang beban kerjanya ringan-sedang.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan penelitian penulis yaitu :


1. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghubungkan faktor-
faktor yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel kelelahan kerja
pada pekerja di PT Sarana Anugrah Perdana, sehingga masih terdapat
kemungkinan variabel-variabel lain yang belum masuk dalam kerangka
konsep seperti lingkungan kerja, tidak dipilih karena pada saat proses
penelitian terjadi pemindahan lokasi pekerjaan pada responden. Kemudian
variabel waktu kerja, tidak dipilih karena dalam pekerjaan perusahaan hanya
menerapkan waktu kerja selama 8 jam, selebihnya jika ada waktu lembur
tergantung kemauan para pekerja tanpa unsur paksaan, dan yang terakhir
variabel shift kerja, tidak dipilih karena perusahaan tidak menerapkan shift
kerja.
2. Data kelelahan kerja hanya berdasarkan keluhan yang bersifat subjektif,
karena tidak didukung oleh data medis yang dapat memastikan bahwa
responden benar benar mengalami kelelahan kerja.
3. Pada pengukuran beban kerja tidak sesuai dengan teori yang ada yaitu
pengukuran denyut nadi dengan cara responden diberikana waktu untuk
beristirahat selama 5-10 menit sebelum pengukuran denyut nadi dilakukan,
sehingga mempengaruhi hasil ukur yang didapat.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja di bagian Penggalian Menhole
pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prevalensi kelelahan
pada pekerja di bagian penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 4.1 diketahui
yaitu pekerja paling banyak mengalami kelelahan dengan tingkat sedang

45
46

sebanyak 24 pekerja (60%). Penelitian ini sejalan dengan Maharja (2015)


pada responden di instalasi Ruang IIIC dan IVC RSU Haji Surabaya Tahun
2015 yang menemukan 88,9% responden mengalami kelelahan sedang.
Menurut Suma’mur (2009), terdapat 5 penyebab kelelahan salah
satunya beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental dan
menyatakan bahwa produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja
terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh
menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat
diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja terus menerus
agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energy
yang diperlukan tubuh untuk bekerja
Menurut Budiono dkk., (2003), istilah kelelahan sendiri mengarah
pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Tetapi
ini bukan gejala utama, secara umum gejala kelelahan yang lebih sering
adalah kelelahan fisik (Physical Fatigue) selain itu ada juga kelelahan
mental (Mental Fatigue). Selain itu, kelelahan kerja dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas. Jadi kelelahan kerja dapat berakibat menurunnya
perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir,
penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, menurunnya efisiensi
dan kegiatan-kegiatan fisik serta mental yang pada akhirnya mnyebabkan
kecelakaan kerja dan terjadi penurunan produktivitas kerja.
Gejala kelelahan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu penurunan
kegiatan, penurunan motivasi, dan kielelahan fisik. Berdasarkan penelitian
yang didapat, jenis keluhan penurunan kegiatan terbanyak yang dirasakan
adalah terasa lelah seluruh tubuh, pekerja yang merasakan keluhan tersebut
sebanyak 35 pekerja (87,5%). Kemudian jenis keluhan penurunan motivasi
paling terbanyak yang dirasakan oleh pekerja adalah merasa sulit beripikir
sebanyak 30 pekerja (75%), dan jenis keluhan kelelahan fisik terbanyak
yang dirasakan oleh pekerja adalah merasa pusing/pening sebanyak 28
pekerja (70%). Hal ini disebabkan karena tidak teraturnya waktu istirahat
47

dan karena adanya tanggung jawab untuk mempercepat progres pekerjaan,


penyebab lain yaitu, karena pekerjaan yang monoton yang dilakukan secara
terus menerus selama setiap hari. Sehingga pekerja mengalami rasa jenuh
saat berkerja yang mengakibatkan menurunnya performa kerja para
pekerja. Disisi lain Seperti yang kita ketahui, pekerja penggalian menhole
berkerja selama 8 jam kerja, tetapi memiliki jam kerja tambahan bilamana
terdapat pemasangan beton di jam malam, sehingga para pekerja
penggalian menhole memiliki waktu kerja yang tidak teratur, hal tersebut
juga merupakan penyebab terjadinya kelelahan kerja dikarenakan
kurangnya istirahat.
Dari tinjauan diatas, kelelahan yang paling banyak dialami oleh
pekerja penggalian Menhole PT Sarana Anugrah Perdana yaitu pada
kelelahan dengan tingkat sedang sebanyak 24 pekerja (60%). Walaupun
jumlah kelelahan dengan tingkat tinggi-sangat tinggi lebih sedikit, pekerja
harus tetap harus berhati hati dan menjaga kondisi kesehatan agar pekerja
dapat meminilaisir terjadinya kelelahan yang tinggi. Untuk menghindari
terjadinya kecelakaan saat sedang berkerja. Oleh sebab itu perusahaan
harus tegas dalam menetapkan waktu istirahat pada pekerja, dan membuat
shift kerja.
5.2.2 Gambaran Usia pada Pekerja di bagian Penggalian Menhole pada PT
SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa, distribusi frekuensi usia pada
pekerja di bagian penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana Anugerah
Perdana) pada tahun 2017 yang berusia berisiko ( > 39) berjumlah 21
orang (52,5%). Penelitian ini sejalan dengan Domopoli dkk (2015) pada
tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan samudera bitung yang menemukan
54,16% pekerja berusia lebih dari 39 tahun dan pada penelitian Gurusinga,
dkk (2013) pada operator pabrik gula di PT.PN VII Cinta Manis tahun
2013 yang menemukan 58,7% pekerja berusia ≥ 40 tahun.
48

Menurut Hoetomo (2005) usia adalah lama waktu hidup atau ada
(sejak dilahirkan atau diadakan). Adapun usia tenaga kerja menurut
undang-undang tenaga kerja no. 13 tahun 2003 adalah 15-64 tahun.
Seseorang yang berumur muda sanggup melakukan pekerjan berat, dan
sebaliknya jika seseorang sudah berumur maka kemampuannya untuk
melakukan pekerjaan berat pun akan ikut menurun. Pekerja yang berumur
lanjut akan merasa cepat lelah dan tertekan maka tidak dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan
baik setiap individu berbeda-beda dan salah satunya dapat dipengaruhi
dengan faktor umur (Suma’mur, 2009).
Bila dilihat dari hasil penelitian diatas, jumlah pekerja berusia berisiko
lebih banyak dibandingkan pekerja yang berusia tidak berisiko. Hal ini
dikarenakan perusahaan tidak menerapkan standar usia minimun dalam
penerimaan kerja, pekerja yang memiliki usia berisiko biasanya lebih
rentan terkena penyakit, karena kondisi fisiknya mulai menurun. Disisi lain
perusahaan belum pernah melakukan pemeriksaan kesehatan kepada para
pekerja, sehingga baik pekerja maupun perusahaan tidak mengetahui
kondisi kesehatan para pekerja selama berkerja diperusahaan tersebut.
PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) merupakan Badan Usaha milik
swasta yang berkerja dibidang peningkatan fasilitas umum seperti
pemasangan U-ditch, Menhole, Pedestrian, dan Pintu air yang berdiri sejak
tahun 2013. Berdasarkan penelitian ini, usia pekerja yang bekerja di
bagian penggalian menhole di wilayah Grogol paling banyak berusia 27
tahun sebanyak 4 orang (10%) dan usia paling muda yang ditemukan pada
penelitian ini yaitu usia 26 tahun sebanyak 1 orang (2,5%) dan usia paling
tua yaitu 58 tahun sebanyak 1 orang (2,5%). Oleh sebab itu penulis
menyarankan agar perusahaan melakukan pemeriksaan kesehatan kepada
para pekerjanya, agar mengetahui kondisi kesehatan para pekerja.
49

5.2.3 Gambaran Status Gizi pada Pekerja di bagian Penggalian Menhole


pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prevalensi status gizi
pada pekerja di bagian penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) pada tahun 2017 yang tertinggi yaitu normal sebanyak
22 pekerja (55%). Penelitian ini sejalan dengan Garedja dkk (2017) pada
tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan manado yang menemukan bahwa
55,8% pekerja berstatus gizi normal dan Lukitasari, dkk (2013) pada unit
pekerja spinning di PT. “P” Indonesia yang menemukan bahwa 71,6%
berstatus gizi normal.
Menurut Tarwaka dan Sudiajeng (2004), Status gizi berhubungan erat
dan berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan
pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu. Status gizi
diartikan sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang
ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi
tertentu (Soekirman, 2000). Status gizi dapat dibedakan antara status gizi
buruk, kurang, baik dan lebih, Status gizi kurang terjadi bila tubuh
mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial, status gizi lebih
terjadi karena tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,
sehingga menimbulkan efek toksik yang membahayakan. Baik pada status
gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier,
2005). Menurut Kemenkes RI (2014) Pengukuran status gizi dapat
dilakukan dengan IMT dengan pengkategorian < 18.5 kurus, 18,5 – 24,9
normal dan >24,9 gemuk.
Bila dilihat dari hasil penelitian diatas, masih banyak terdapat pekerja
yang memiliki status gizi normal, dikarenakan para pekerja yang memiliki
status gizi normal mengetahui pentingnya asupan makanan sebagai energi
bagi tubuh. Sehingga saat sebelum berkerja, pekerja tersebut secara rutin
sarapan setiap hari agar memiliki sumber energi saat nanti berkerja. Namun
50

dapat dilihat juga terdapat pekerja yang memiliki status gizi gemuk, karena
pekerja yang memiliki status gizi gemuk merasa cepat lapar dan lelah saat
berkerja, disisi lain kurangnya pengetahuan mengenai kadar gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh, sehingga pekerja yang memiliki status gizi gemuk
tidak perduli makanan yang dimakan mengandung gizi yang sesuai atau
tidak.
Berdasarkan hasil penelitian, IMT tertinggi yang dimiliki pekerja
adalah 35,38 sebanyak 1 orang dan IMT terendah yang dimiliki oleh
pekerja adalah 16,7 sebanyak 1 orang. Karena masih ada beberapa pekerja
yang belum mengetahui kadar gizi yang butuh kan oleh tubuh, oleh sebab
itu perusahaan perlu melakukan kegiatan berupa pembekalan ilmu
mengenai pengaruh kadar gizi dalam tubuh kepada para pekerja, agar
pekerja dapat menjaga dan mengkontrol status gizinya dengan baik.

5.2.4. Gambaran Masa Kerja pada Pekerja di bagian Penggalian Menhole


pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prevalensi masa kerja
pada pekerja di bagian penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) pada tahun 2017 yang tertinggi yaitu berpengalaman
sebanyak 24 pekerja (60%). Penelitian ini sejalan dengan Lukitasari, dkk
(2013) pada unit pekerja spinning di PT. “P” Indonesia yang menemukan
bahwa 67,6% sudah bekerja > 5 tahun.
Masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan
tenaganya pada perusahaan tertentu dan menghasilkan penyerapan dari
berbagai aktivitas manusia, serta mampu menumbuhkan keterampilan yang
muncul secara otomatis dalam tindakan yang dilakukan karyawan
menyelesaikan pekerjaannya (Tulus, 2002).
Menurut Suma’mur (2013) , masa kerja dapat mempengaruhi baik
kinerja positif maupun negatif, akan memberi pengaruh positif pada
kinerja personal karena dengan bertambahnya masa kerja maka
51

pengalaman dalam melaksanakan tugasnya semakin bertambah.


Sebaliknya akan memberi pengaruh negatif apabila semakin
bertambahnya masa kerja maka akan muncul kelelahan pada
tenaga kerja.
Bila dilihat dari hasil penelitian, terlihat bahwa proporsi tertinggi yaitu
pekerja yang berpengalaman. Menurut para pekerja yang memiliki masa
kerja lama di perusahaan tersebut, mereka tetap berkerja di perusahaan
tersebut karena tidak adanya keahlian lain yang dimiliki, sehingga pekerja
tersebut berpikiran akan sulit mencari pekerjaan di tempat lain. Disisi lain
perusahaan juga tidak memberikan pelatihan khusus di bidang lain kepada
pekerjanya.
Berdasarkan penelitian ini, massa pekerja yang bekerja di bagian
penggalian Menhole yaitu selama 4 tahun sebanyak 5 orang (12,5%) dan
paling sedikit dengan masa kerja 1,4 tahun sebanyak 1 orang (1,25%).
Mengingat responden dalam penelitian ini paling banyak memiliki masa
kerja 4 tahun. Ditinjau dari kasus yang terjadi diatas seharusnya perusahaan
memberikan pelatihan keterampilan pada pekerja selain dibidangnya,
karena hal ini dapat menguntungkan perusahaan. Karena akan
bertambahnya pekerja yang berkualitas, hali ini akan berguna bila
perusahaan sedang dalam kekurangan pekerja di bidang lain.

5.2.5.Gambaran Beban Kerja pada Pekerja di bagian Penggalian Menhole


pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prevalensi beban kerja
pada pekerja di bagian penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana
Anugerah Perdana) pada tahun 2017 yang tertinggi yaitu beban kerja berat
sebanyak 17 pekerja (42,5%). denyut nadi permenit tertinggi pada pekerja
di bagian penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana)
adalah 135 bpm sebanyak 2 pekerja (5%). Penelitian ini sejalan dengan
52

Pajow, dkk (2015) di PT Timur Laut Jawa Manado yang menemukan


bahwa 62,5% pekerja mengalami beban kerja berat.
Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja yang sesuai
dengan jenis pekerjaanya. Beban kerja diukur atau dideteksi dengan denyut
nadi. Dimana pengukurannya dihitung dengan satuan denyut per menit
(denyut/menit) pada arteria radialis di pergelangan tangan, metode
pengukuran denyut nadi dapat dilakukan bilamana pekerja diberi waktu
untuk istirahat selama 5-10 menit setelah melakukan kegiatan akitivitas
fisik, hal tersebut bertujuan agar denyut nadi mencapai angka yang stabil.
Karena dalam kondisi stabil tersebut seseorang dapat dikatakan berat atau
tidak beban kerja yang diterimanya (Tarwaka, 2010). Menurut suma’mur
(2009) beban kerja ringan adalah 75 – 100 denyut nadi/menit, beban kerja
sedang 101 – 125 denyut nadi/menit dan beban kerja berat 126 – 150
denyut nadi/menit.
Menurut Tarwaka dan Sudiajeng (2004), semakin berat beban kerja
yang melampaui kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan
produktivitas kerja bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pekerja. Beban kerja fisik dalam kategori berat akan menyebabkan beban
kardiovaskuler meningkat sehingga kelelahan akan cepat muncul.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa proporsi tertinggi yaitu
pekerja yang memiliki beban kerja berat. Hal ini disebabkan karna dalam
pengerjaan menhole yaitu mengguakan alat kerja berupa cangkul, dan saat
dalam pembongkaran aspal biasanya beberapa pekerja hanya menggunakan
alat palu besi yang disebut bogem, hal tersebut diakibatkan karena
terbatasnya alat bantu lain sepeti jack hammer yang dapat mempermudah
proses penghancuran aspal, sehingga jika pekerja tidak mendapatkan
giliran untuk menggunakan alat tersebut, pekerja lebih memilih
menghancurkan dengan palu agar proses pekerjaan tetap berjalan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwai proporsi tertinggi adalah
beban kerja berat hal dikarenakan menurut observasi yang dilakukan oleh
53

peneliti yaitu karena pekerjaan menggunakan alat bantu berupa cangkul,


dan terbatasnya alat bantu lain seperti jack hammer untuk penghancuran
aspal diproyek. Untuk mengurangi beban kerja yang dirasakan oleh
pekerja, sebaiknya perusahaan menyediakan alat bantu seperti jack hammer
dengan jumlah yang cukup agar dapat membantu pekerja lebih ringan
dalam melakukan pekerjaannya.

5.3 Analisis Bivariat


5.3.1.Hubungan Usia dengan Kelelahan pada Pekerja di bagian Penggalian
Menhole pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun 2017

Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pada usia berisiko proporsi


tertinggi yaitu dengan tingkat kelelahan tinggi-sangat tinggi sebanyak 14
pekerja (66,7%) sedangkan pada usia tidak berisiko proporsi tertinggi yaitu
dengan tingkat kelelahan rendah-sedang sebanyak 17 pekerja (89,5%).
Berdasarkan hasil analisis bivariat yang peneliti dapatkan bahwa ada
hubungan antara antara usia dengan kelelahan pada pekerja. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Penelitian sejalan dengan Budiman dkk.,
(2015) pada pekerja mebel di PT Karias Tabing Kencana dan Malonda
dkk., (2015) pada pekerja di bagian produksi PT Sari Usaha Mandiri
Bitung yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan
kelelahan kerja.
Menurut Summa’mur (2009), bahwa seseorang yang berusia muda
sanggup melakukan pekerjan berat, dan sebaliknya jika seseorang sudah
berusia tua maka kemampuannya untuk melakukan pekerjaan berat pun
akan ikut menurun. Pekerja yang berusia lanjut akan merasa cepat lelah
dan tertekan maka tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu
berbeda-beda dan salah satunya dapat dipengaruhi dengan faktor usia.
54

Usia mempengaruhi kelelahan pada seseorang, dimana semakin tua


umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan, faktor usia berpengaruh
terhadap adanya perasaan kelelahan kerja maupun perubahan waktu reaksi
seorang pekerja (Setyawati, 2010). Hal ini dikarenakan metabolisme basal
atau Basal Metabolic Rate (BMR) yang merupakan jumlah energi untuk
proses mengolah bahan makanan dan oksigen menjadi energi seseorang
yang semakin tua akan semakin menurun sehingga seseorang tersebut akan
mudah mengalami kelelahan (Suma’mur, 2009).
Bila dilihat dari hasil penelitian, diketahui usia memiliki hubungan
antara kejadian kelelahan kerja pada pekerja. Hal ini dapat terjadi karena,
tingkat produktivitas seseorang ditentukan oleh usia. Semakin muda usia
seseorang, maka produktivitas seseorang pun akan tinggi karena masih
memiliki stamina dan tenaga yang besar. Disisi lain pekerja juga masih
belum mengetahui gejala gejala kelelahan, sehingga pekerja belum
mampu mengetahui cara meminimalisir terjadinya kelelahan. Hal tersebut
karena perusahaan masih belum memberikan edukasi kepada para pekerja
mengenai gejala gejala kelelahan, yang mengakibatkan para pekerja tidak
mengetahui dampak apa saja yang terjadi jika pekerja tersebut mengalami
kelelahan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada pekerja
yang memiliki usia berisiko dapat mengalami kelelahan dengan tingkat
tinggi-sangat tinggi dibandingkan dengan usia tidak berisiko. Oleh karena
itu usia dapat mempengaruhi kelelahan pada pekerja. Usia dapat
mempengaruhi kelelahan pada pekerja disebabkan oleh metabolisme basal
atau Basal Metabolic Rate (BMR) yang berguna untuk membuat energi
semakin menurun seiring pertambahan usia. Ditinjau dari kasus diatas,
peneliti perusahaan diharapkan memberikan edukasi mengenai gejala
gejala kelelahan kepada para pekerja melalui kegiatan tool box meeting.
Hal tersebut bertujuan agar pekerja mengetahui gejala-gejala awal
55

terjadinya kelelahan sehingga mereka dapat menekan kelelahan kerja


sebelum terjadi ataupun semakin parah.

5.3.2.Hubungan Masa Kerja dengan Kelelahan pada Pekerja di bagian


Penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun
2017
Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pada masa kerja pekerja yang
berpengalaman proporsi tertinggi yaitu dengan tingkat kelelahan rendah-
sedang sebanyak 15 pekerja (62,5%) sedangkan pada masa kerja pekerja
yang belum berpengalaman proporsi tertinggi yaitu dengan tingkat
kelelahan rendah-sedang sebanyak 9 pekerja (56,25%). Berdasarkan hasil
analisis bivariat yang peneliti dapatkan bahwa tidak ada hubungan antara
antara masa kerja dengan kelelahan pada pekerja. Hasil penelitian ini
sejalan dengan Penelitian sejalan dengan Salasa, dkk (2017) pekerja di
Bagian Loining PT. Sinar Pure Foods International yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja.
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu
bekerja disuatu tempat (Tarwaka, 2010). Masa kerja dapat mempengaruhi
pekerja baik positif maupun negatif. akan memberikan pengaruh positif
bila semakin lama sesorang bekerja maka akan berpengalaman dalam
melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan dampak negatif
apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan
(Tulus, 2002).
Berdasarkan dalam penelitian ini, masa kerja tidak mempengaruhi
kelelahan pada para pekerja yang bekerja di bagian menhole karena
terdapat faktor lain yang mempengaruhi pada para pekerja yang
berpengalaman, para pekerja yang berpengalaman terdapat 14 pekerja yang
memiliki status gizi normal. Dapat kita ketahui status gizi merupakan hal
terpenting bagi tubuh, karena semakin baik gizi yang dimiliki pekerja,
semakin baik pula energi yang dimiliki pekerja tersebut. Ditinjau dari kasus
56

ini, peneliti menyarankan bahwa perusahaan perlu lebih memperhatikan


kondisi kesehatan kepada seluruh para pekerjanya, dengan cara melakukan
pemeriksaan kesehatan kepada seluruh pekerja baik itu yang pekerja lama
ataupun pekerja baru. Karena pekerja yang memiliki status kesehatan yang
baik akan mampu berkerja secara maksimal, hal ini akan menguntungkan
perusahaan.

5.3.3.Hubungan Status Gizi dengan Kelelahan pada Pekerja di bagian


Penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun
2017
Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pada status gizi kurus/gemuk
proporsi tertinggi yaitu dengan tingkat kelelahan tinggi-sangat tinggi
sebanyak 11 pekerja (61%) sedangkan pada status gizi normal proporsi
tertinggi yaitu dengan tingkat kelelahan rendah-sedang sebanyak 17 pekerja
(77,27%). Berdasarkan hasil analisis bivariat yang peneliti dapatkan bahwa
ada hubungan antara antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja. Hasil
penelitian ini sesuai sejalan dengan Tasmi dkk (2015) di PT. Perkebunan
Nuantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga yang menyatakan terdapat
hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja.
Salah satu penyebab kelelahan kerja adalah status gizi. Kesehatan dan
daya kerja sangat erat dan kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh
memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan
kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk
bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur,
2009). Menurut Supariasa (2012) masalah gizi tidak normal (kelebihan atau
kekurangan) pada usia 18 tahun keatas merupakan masalah penting yang
dapat menunjang pekerjaan dan harus diperhatikan. Hal tersebut karenakan
adanya resiko penyakit-penyakit tertentu yang akan timbul dan
menyebabkan seseorang cepat mengalami kelelahan dan akan
mempengaruhi produktivitas seseorang.
57

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, bahwa pada pekerja yang


memiliki status gizi kurus/gemuk dapat mengalami kelelahan dengan tingkat
tinggi-sangat tinggi dibandingkan dengan pekerja yang memiliki status gizi
normal karena status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan karena
tubuh memerlukan zat makanan yang diperlukan dalam bekerja selain itu
status gizi yang berlebih juga dapat mengakibatkan berbagai macam
penyakit. Hal tersebut terjadi karena masih kurangnya pengetahuan para
pekerja mengenai status gizi dan kadar gizi yang dibutuhkan oleh tubuh,
karena perusahaan belum memberikan edukasi kesehatan mengenai status
gizi yang baik kepada para pekerjanya. Disisi lain perusahaan juga belum
melakukan kegiatan pemeriksaan status gizi kepada para pekerjanya,
sehingga para pekerja belum mengetahui apakah status gizi para pekerja
tersebut sudah baik atau belum. Ditinjau dari kasus diatas, peneliti
menyarankan perusahaan melakukan kegiatan pemberian edukasi kesehatan
mengenai status gizi kepada para pekerja dan melakukan pemeriksaan
kesehatan maksimal enam bulan sekali kepada para pekerjanya,hal tersebut
bertujuan untuk para pekerja dapat mengetahui status gizi yang dimilikinya
dan mampu mengkontrol status gizinya.

5.3.4.Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan pada Pekerja di bagian


Penggalian Menhole pada PT SAP (Sarana Anugerah Perdana) Tahun
2017
Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pekerja yang memiliki beban
kerja berat proporsi tertinggi yaitu dengan tingkat kelelahan tinggi-sangat
tinggi sebanyak 11 pekerja (64,70%) sedangkan pekerja yang memiliki
beban kerja ringan-sedang proporsi tertinggi yaitu dengan tingkat kelelahan
rendah-sedang sebanyak 18 pekerja (78,26%). Berdasarkan hasil analisis
bivariat yang peneliti dapatkan bahwa ada hubungan antara antara beban
kerja dengan kelelahan pada pekerja. Penelitian sejalan dengan Pajow dkk.,
58

(2015) pada tenaga kerja di PT. Timur Laut Jaya Manado yang menemukan
bahwa terdapat hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja.
Hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja dipengaruhi oleh
kemampuan tiap-tiap pekerja yang berbeda walaupun pekerja bekerja
ditempat yang sama dan dengan latar belakang pendidikan yang sama.
Kemampuan seseorang yang lain meskipun pendidikan dan pengalamannya
sama dan bekerja pada suatu pekerjaan yang sama, perbedaan ini
disebabakan karena kapasitas orang tersebut berbeda (Notoadmojo, 2003).
Menurut Tarwaka (2004) semakin berat beban kerja yang dimiliki oleh
setiap tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan, energi yang dikeluarkan
juga semakin besar, maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan
terjadinya kelelahan pada pekerja, dari sudut pandang ergonomi, setiap
beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik
terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan
manusia yang menerima beban tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa pada pekerja yang memiliki
beban kerja berat dapat mengalami kelelahan dengan tingkat tinggi-sangat
tinggi, hal ini dikarenakan para pekerja hanya menggunakan cangkul dalam
proses pekerjaan. Disisi lain masih terbatasnya alat bantu berupa jack
hammer yang disediakan oleh perusahaan, jack hammer dapat
mempermudah proses penghancuran aspal. Sehingga jika beberapa pekerja
tidak mendapatkan giliran menggunakan alat tersebut, mereka terpaksa harus
menggunakan tenaga manual dengan menggunakan palu besar yang disebut
bogem untuk mengahncurkan aspal, agar proses pekerjaan tetap berjalan.
Hal tersebut dapat menguras banyak tenaga para pekerja, sehingga pekerja
lebih cepat merasa lelah. Ditinjau dari kasus diatas, peneliti menyarankan
perusahaan menyediakan alat bantu berupa jack hammer dengan jumlah
yang lebih banyak untuk mengurangi beban kerja yang diterima oleh pekerja
dan lebih mempermudah dalam proses pekerjaan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakuakan terhadap 40 pekerja PT Sarana Anugrah
Perdana dalam penggalian menhole Tahun 2017 dapat disimpulkan bahwa :
1. Proporsi tertinggi yaitu responden yang memiliki tingkat kelelahan kerja
sedang.
2. Proporsi tertinggi yaitu responden yang memiliki usia berisiko.
3. Proporsi tertinggi yaitu responden yang memiliki masa kerja berpengalaman.
4. Proporsi tertinggi yaitu responden yang memiliki status gizi normal.
5. Proporsi tertinggi yaitu responden yang memiliki beban kerja berat.
6. Ada hubungan antara usia dengan kelelahan kerja pada pekerja penggalian
menhole PT Sarana Anugrah Perdana Tahun 2017.
7. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja
penggalian menhole PT Sarana Anugrah Perdana Tahun 2017.
8. Ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja
penggalian menhole PT Sarana Anugrah Perdana Tahun 2017.
9. Ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja
penggalian menhole PT Sarana Anugrah Perdana Tahun 2017.
6.2. Saran.
1. Perusahaan diharapkan memberikan edukasi mengenai gejala gejala kelelahan
kepada para pekerja melalui kegiatan tool box meeting. Hal tersebut bertujuan
agar pekerja mengetahui gejala-gejala awal terjadinya kelelahan sehingga
mereka dapat menekan kelelahan kerja sebelum terjadi ataupun semakin
parah.
2. Perusahaan perlu lebih memperhatikan kondisi kesehatan kepada seluruh para
pekerjanya, dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan kepada seluruh
pekerja baik itu yang pekerja lama ataupun pekerja baru. Karena pekerja yang
memiliki status kesehatan yang baik akan mampu berkerja secara maksimal,
hal ini akan menguntungkan perusahaan.
3. Perusahaan melakukan kegiatan pemberian edukasi kesehatan mengenai status
gizi kepada para pekerja dan melakukan pemeriksaan kesehatan maksimal
enam bulan sekali kepada para pekerjanya,hal tersebut bertujuan untuk para

59
60

pekerja dapat mengetahui status gizi yang dimilikinya dan mampu


mengkontrol status gizinya .
4. Perusahaan menyediakan alat bantu berupa jack hammer dengan jumlah yang
lebih banyak untuk mengurangi beban kerja yang diterima oleh pekerja dan
lebih mempermudah dalam proses pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai