Anda di halaman 1dari 81

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan


Yesu Kristus karena pertolongan dan kasih setia-
Nya saya dapat menyelesaikan buku
“Keluargaku”. Saya menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penulisan buku ini sehingga
kritik dan saran terhadap penyempurnaan sangat
diharapkan. Saya berharap buku ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan menjadi berkat
bagi para pembaca.

Saya mengucapkan terima kasih kepada


dosen, orang tua keluarga, teman-tman dan
sumber-sumber yang telah membantu saya dalam
proses pembuatan buku ini.

Malang, 10 Desember 2018

~ 1 ~ Immanuel’s Family
Hallo
Nama saya

Immanuel M. Bo’ose.

Dalam buku

“KELUARGAKU” ini,

saya berharap para

pembaca dapat mengenal saya lebih dalam lagi.

A. KELAHIRAN
Saya lahir di sebuah kabupaten, namanya

Kuala Kapuas, 24 Agustus 1999. Saya lahir pada

hari Kamis, jam 3 sore. Sebenarnya, dokter

melihat bahwa ada kelainan pada posisi saat mau


~ 2 ~ Immanuel’s Family
dilahirkan yaitu dalam kondisi sungsang. Selain

itu, dokter juga mengatakan bahwa ibu saya

mengandung anak kembar. Ayah saya hanya

berdoa kepada Tuhan saat ibu saya sudah mulai

proses bersalin. Puji Tuhan, saya dapat lahir

dalam keadaan normal dan ibu saya dalam

keadaan sehat juga. Saya diberi nama Immanuel

M. Bo’ose. Nama Immanuel itu diberikan oleh ayah

saya karena ketika ibu saya sedang dalam proses

bersalin, ayah saya berdoa dan mendengar suara

Tuhan untuk memberikan nama itu kepada saya.

Immanuel, nama itu diambil dari Alkitab yang

berarti “Allah menyertai kita” dan huruf “M” pada

nama saya “M. Bo’ose” merupakan singkatan dari

“Menggana” yaitu nama fam keluarga dari ayah

~ 3 ~ Immanuel’s Family
saya, Oktavianus M. Bo’ose. Nama itu dijadikan

sebagai wujud ungkapan rasa syukur ayah saya

karena telah mendengar doanya dan menolong ibu

saya selama proses persalinan.

B. Keluarga
Saya mempunyai 4 kakek dan nenek. Karena 2

dari ayah saya dan 2 dari mama saya. Kakek dari

ayah saya bernama Menggana dan nenek dari

ayah saya bernama Solfina Bo’ose. Saya tidak

pernah sama sekali bertemu dengan kakek dan

nenek dari ayah saya. Ayah saya hanya

menceritakan kepada saya bahwa mereka masih

belum percaya kepada Tuhan hanya itu saja yang

saya ketahui dari mereka.

~ 4 ~ Immanuel’s Family
Kakek dari ibu saya bernama Olly Tindan dan

nenek dari ibu saya bernama Nila Saman. Saya

tidak pernah sama sekali bertemu dengan kakek

dari ibu saya karena ketika saya lahir kakek saya

meninggal dunia. Namun, saya masih bisa

bertemu dengan nenek dari ibu saya. Dia sering

datang ke rumah saat saya masih berumuh sekitar

4 tahun. Tapi, saya hanya bertemu dengan dia

beberapa kali saja karena saat saya berumur

sekitar 6 tahun nenek saya meninggal dunia

karena kecelakaan mobil saat ingin datang ke

acara pernikahan keluarga.

Kakek dan nenek dari ibu saya adalah orang

yang sederhana menurut cerita dari ibu saya.

~ 5 ~ Immanuel’s Family
Kakek, dia bekerja sebagai kepal sekolah di desa

ibu saya dan nenek hanya sebagai petani kebun

yang merawat tanah milik mereka. Namun,

mereka memiliki banyak sekali anak. Mungkin

karena kepercayaan orang tua zaman dahulu yang

menyebutkan bahwa “banyak anak banyak rezeki”

hal itulah yang menyebabkan mereka mempunyai

banyak anak. Selain memiliki banyak anak, mereka

juga banyak memiliki tanah. Bahakan sampai

berarus-ratus hektare. Setelah kakek dan nenek

saya meninggal, warisan tanah itu dibagikan

kepada anak-anaknya kecuali kepada ibu saya.

Sebenarnya saya tidak terlalu mengerti tentang

pembagian warisan pada saat itu. Namun,

menurut cerita oang tua saya, mereka tidak

~ 6 ~ Immanuel’s Family
menerima warisan itu karena mereka tidak

tersangkut paut dengan masalah pembagian

tanah warisan itu. Saudara-saudara dari ibu saya,

mereka memperubatka warisan itu bahkan sampai

ada yang bertengkar karena masalah warisan.

Oleh karena itu, orang tua saya tidak ingin

mengambil hak miliknya sebagai anak untuk

mendapatkan warisan itu.

Papah (Ayah Kandung)

Ayah saya

bernama Oktavianus M.

Bo’ose. Dia lahir di

Livova daerah Ternate

tanggal 5 Oktober 1974.

~ 7 ~ Immanuel’s Family
Saya tidak terlalu tahu tentang kampung halaman

ayah saya. Meskipun saya mencari daerah dimana

ayah saya lahir, tetap saya tidak menemukanya.

Ayah saya tidak pernah menceritakan tentang

kampung halamanya. Dia hanya sering

menceritakan tentang masa mudanya ketika dia

merantau keluar dari kampung halamanya. Ayah

saya pergi merantau setelah dia lulus dari SMA.

Setelah lulus SMA, Dia bisa melanjutkan sekolah

di perguruan tinggi dengan beasiswa dari sebuah

yayasan yang sayapun tidak mengetahui apa

nama yayasan itu karena ketika saya bertanya

kepada diapun, ayah saya sudah tidak ingat akan

hal itu.

~ 8 ~ Immanuel’s Family
Ayah saya lulus dari sekolah teologi dan

setelah lulus dia menjadi seorang hamba Tuhan

yang melayani di daerah pedalaman Kalimantan.

Tidak ada foto dokumentasi tentang pelayanan

ayah saya dulu karena semua itu sudah dibakar

tanpa sebab oleh ayah saya. Cukup lama dia

melayani di pedalaman hingga akhirnya dia

bertemu dengan ibu saya dan akhirnya menikah.

Mamah (Ibu Kandung)

Ibu saya bernama

Betiasi. Dia lahir di

Desa Pilang daerah

Pulang Pisau

Provinsi Kalimantan

~ 9 ~ Immanuel’s Family
Tengah. Saya sering datang ke kampung halaman

ibu saya ini. Setiap ada acara keluarga atau

upacara-upacara adat di kampung halaman, saya

biasa datang bersama ibu saya. Ayah saya jarang

ikut karena dia sering sibuk bekerja.

Ibu saya sering menceritakan tentang masa

lalunya kepada saya. Saat masih muda, ibu saya

adalah orang yang sangat tomboi. Dia sering

sering melakukan hal-hal yang laki-laki biasa

lakukan bukan hanya dari tindakanya, tapi juga

dari penampilanya. Ibu saya sering sekali

berpenampilan seperti laki-laki. Dia biasanya

memakai celana pendek, baju kaos laki-laki dan

jarang sekali memakai rok atau gaun karena dia

~ 10 ~ Immanuel’s Family
tidak suka baju yang membuatnya sulit untuk

bergerak. Oleh karena itu, hingga sekarang ibu

saya memang tidak bisa berdandan.

Setelah lulus SMP, ibu saya melanjutkan

SMA di sekolah keperawatan di kota Palangkaraya

yang setara dengan lulusan SMA. Sekarang, ibu

saya sudah menjadi perawat sekitar 20 tahun lebih

dan sedang bertugas di Desa Panamas Kabupaten

Kapuas sebagai perawat gigi. Kebanyakan orang

berpikir bahwa bekerja di bidang kesehatan itu

bisa mengubah ekonomi keluarga yang saat itu

sedang sulit, tapi kenyataanya tidak seperti itu.

Selama, ayah saya menjadi hamba Tuhan

melayani di daerah ibu saya bekerja. Penghasilan

~ 11 ~ Immanuel’s Family
ibu sebagai tenaga kerja kesehatan dan ayah

sebagai hamba Tuhan tidak mencukupi untuk

kebutuhan kami. Bahkan terkadang orang tua saya

haru meminjam uang dari bank untuk supaya kami

bisa hidup selama satu bulan karena seringkali

ayah saya pergi pelayanan keluar kota dan itu

semuan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Hingga akhirnya, kondisi keuangan keluarga kami

semakin sulit dan ayah saya memutuskan untuk

berhenti menjadi hamba Tuhan supaya bisa

mencari perkerjaan dan membantu keuangan

keluarga serta membayar semua hutang.

Sekarang, ibu saya sudah berumur 41

tahun. Banyak pengalaman yang sudah dia

~ 12 ~ Immanuel’s Family
dapatkan tentang kesehatan seperti membantu

orang bersalin, menjahit luka, dan lain-lain. Oleh

karena itu, banyak orang yang sering datang

kepada ibu saya untuk berobat karena kondisi di

tempat ibu saya bertugas memang tidak ada

dokter yang berjaga di daerah itu sehingga ibu

saya yang sering membantu masyarakat yang ada

di sana. Saya sering membantu ibu saya ketika

sedang mengobati pasien sehingga saya sedikit

banyak tahu tentang pengobatan karena ibu saya

juga sering mengajarkan saya tentang mengobati

pasien seperti jenis-jenis penyakit dan obat yang

cocok untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

~ 13 ~ Immanuel’s Family
Saya bangga melihat ibu saya bisa menjadi

berkat bagi orang lain. Dia terkadang harus

mengorbankan waktu lebih untuk membantu

pasien. Sering sekali dia harus mengantarkan

pasien ke rumah sakit karena puskesmas di

kampung saya tidak cukup mampu untuk

menerima pasien itu sehingga harus langsung

dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan

perawatan yang lebih intensif. Terkadang pasien

yang datang juga bukan hanya saat jam kerja, tapi

juga saat ibu saya sedang di rumah. Bahkan ada

pasien yang datang berobat kepada ibu saya jam

1 pagi. Oleh karena pelayananya di desa itu, ibu

saya menjadi sedikit disegani oleh masyarakat di

desa itu.

~ 14 ~ Immanuel’s Family
Meskipun saya bangga dengan ibu saya

karena pelayananya kepada masyarakat, tapi

terkadang juga saya membenci hal itu Karena di

menjadi lupa waktu dan hanya memikirkan

tentang pekerjaan. Seringkali saya ditinggalkan di

rumah sendirian karena dia sibuk bekerja. Hal itu

yang saya benci dari pekerjaan ibu. Dia sering lupa

bahwa dia juga mempunyai seorang anak yang

harus dia urus sehingga saya merasa seperti tidak

diperhatikan oleh ibu saya.

~ 15 ~ Immanuel’s Family
Mama (Ibu)

Yohana Kristiana

begitulah nama ibu

angkat saya. Dia lahir di

sebuah desa yang di

daerah Prabumulih,

Palembang provinsi Sumatra Selatan tanggal 10

Mei 1980. Saya sering memanggilnya mama

karena bagi saya dia sudah seperti ibu kandung

saya sendiri dan diapun sudah menganggap saya

seperti anaknya sendiri. Banyak hal yang sudah

dia lakukan untuk saya termasuk yang

mengenalkan program TFN ini kepada saya.

Bukan hanya itu mengenalkan, mereka juga yang

~ 16 ~ Immanuel’s Family
menjadi orang tua wali saya untuk program ini dan

mengantarkn saya menuju ke tempat tes untuk

program TFN ini di daerah Matarah.

Mama sangat menyayangi saya. Apapun

yang saya butuhkan, dia pasti memberikan hal itu.

Bagi saya dia adalah seperti gambaran ibu yang

saya inginkan. Saya tidak mendapatkan gambaran

ibu yang baik. Namun, mama memberikan semua

gambaran ibu selama ini saya inginkan. Dia

mendidik saya bukan hanya dengan kasih saja,

tapi juga dengan kedisipilan. Menurutnya, jika

seorang anak dididik hanya dengan kasih, maka

anak itu akan menjadi seorang anak yang manja.

Namun, bukan berarti mendidik anak dengan

~ 17 ~ Immanuel’s Family
kedisiplinan merupakan suatu hal yang bagus.

Kedisiplinan tanpa kasih akan membuat anak

sakit hati dengan orang tua. Jadi, dia mendidik

saya dengan kasih dan kedisiplinan.

Sejak kecil ibu saya sudah ditinggalkan oleh

orang tuanya. Mereka berpisah dan menikah lagi

sehingga orang tua ibu saya ini sudah memiliki

keluarga masing-masing. Oleh karena itu, mama

tidak pernah tahu dia lahir dimana karena sejak

kecil dia tinggal dengan kakek dan nenek dari ibu.

Mama berusaha mencari keberadaan ibunya dan

akhirnya bisa menemukanya. Namun, ibunya

ternyata sudah menjadi mualaf, tapi mama tetap

menyayangi dia karena walau bagaimanapun dia

~ 18 ~ Immanuel’s Family
adalah ibu kandungnya. Mama juga berusaha

untuk mencar ayahnya, tidak pernah

menemukanya hingga sekarang. Mama kesulitan

mencari ayahnya karena dia bahkan tidak pernah

melihat wajah dari ayahnya ini.

Mama banyak membantu saya dalam hal

pertumbuhan rohani. Dialah yang menjadi orang

tua rohani saya. Mama mengajarkan untuk saat

teduh setiap hari dan membaca Alkitab. Dia

berkata kepada saya bahwa kita harus selalu

membaca Alkitab supaya pengenalan kita akan

Tuhan, menjadi semakin lebih dalam. “Tanpa

pertolongan Tuhan, kita tidak dapat hidup hingga

sekarang. Kita bisa hidup semua oleh karena kasih

~ 19 ~ Immanuel’s Family
dan karunia Tuhan saja”, hal itu yang sering dia

katakan kepada saya.

Om Thomas (Ayah)

Pdt. Thomas Rogi

Widakdo S.Pd. K

begitulah nama ayah

angkat saya. Dia lahir di

sebuah desa yang

bernama Kandongsari, Purworejo tanggal 30

Oktober 1979. Bagi saya, dia seperti seorang ayah

yang sangat saya inginkan karena sejak kecil saya

sudah mendapatkan gambaran seorang ayah yang

buruk dan itu berpengaruh pada perilaku saya

terhadap orang lain.

~ 20 ~ Immanuel’s Family
Saya banyak belajar melalui dia. Mandiri,

disiplin, pengasih, dan bijaksana, itulah gambaran

tentang karakternya yang saya ketahui setelah

beberapa bulan tinggal bersama dia. Sejak kecil,

kelas 1 SD, ayah dan ibunya bercerai. Jadi, dia

tinggal bersama neneknya.

Dulu saya adalah orang yang cuek, pemarah,

dan suka berbohong. Namun, setelah perjumpaan

saya dengan Tuhan, hal itulah yang mengubah

kehidupan saya. Om Thomas adalah orang yang

berjasa dalam hidup saya. Dia banyak sekali

membuka pola pikir saya tentang kehidupan. “Kita

hidup bukan karena gaji kita. Jika kita berpikir

tentang gaji cukup untuk mencukupi semua

~ 21 ~ Immanuel’s Family
kebutuhan kita, maka hal itu tidak akan cukup.

Kita akan terus merasa kurang”, nasehat dari om

Thomas yang sangat berbekas di hati saya sampai

saat ini karena apa yang dia katakan itulah yang

terjadi. Orang tua kandung saya selalu sibuk

bekerja untuk mencari uang. Namun, tetap saja

mereka mengeluh karena pendapatan yang pas-

pasan. Om Thomas memang bukan ayah kandung

saya, tapi saya sudah menganggap dia sebagai

ayah saya sendiri karena semua kebaikan yang

saya terima dari dia, itu murni ketulusan hatinya

untuk membantu dan menolong saya terlepas dari

bayang-bayang kepahitan dengan orang tua saya.

Ketika saya menangis, bahagia, atau lelah dia

selalu ada membantu dan menyemangati ketika

~ 22 ~ Immanuel’s Family
saya terpuruk. Kehidupan memang sulit dan

terkadang menyulitkan, tapi kita harus ingat untuk

tidak mengeluh dan mengasihani diri sendiri.

Lakukanlah apa yang bisa kamu lakukan dan

sisanya biarkan Tuhan yang mengurus semuanya.

Kata-kata itu yang selalu dia katakan kepada saya.

Dia selalu menekankan kepada saya tentang

hidup bukan untuk dirimu sendiri karena masih

banyak orang lain di luar sana yang

membutuhkanmu. Jadi, om Thomas adalah orang

yang sangat membantu saya untuk bertumbuh,

terutama membantu saya untuk terus bangkit

dalam menghadapi semua masalah saya.

~ 23 ~ Immanuel’s Family
C. Sepupu
Saya mempunyai banyak sekali sepupu

sampai-sampai saya tidak bisa menghitung

berapa banyak saudara sepupu yang saya punya.

Lagipula, saya dengan keluarga saya yang lain

memang tidak terlalu sering bertemu karena

tempat tinggal mereka yang jauh dari rumah saya.

Mungkin di saat-saat tertentu saja kami bisa

berkumpul bersama keluarga, seperti perayan

natal atau acara-acara keluarga lainya. Hanya

beberapa nama saja yang bisa saya ingat dari

sepupu saya yaitu :

1. Gabriel Prisanjaya

Dia adalah kakak sepupu saya (anak kakak

dari ibu saya. Biasanya dia dipanggil Gaby.

~ 24 ~ Immanuel’s Family
Mungkin di antara semua sepupu saya, hanya

dia yang paling dekat dengan saya. Umur kami

berdua tidak terlalu jauh berbeda, hanya

terpaut 1 tahun saja. Sejak kecil, kami memang

sudah dekat karena sering bermain bersama di

rumahnya. Berkulit putih, pintar, bertubuh

kurus, dan memakai kacamata, itulah dia yang

sekarang. Dia saat ini sedang menjalani

pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistika

(STIS) di Jakarta. Namun, beberapa tahun ini

kami tidak pernah bertemu karena dia sedang

sibuk dengan PKL.

Kakak sepupu saya memiliki adik yang

bernama Abram. Dia masih duduk di bangku

Sekolah Dasar (SD) kelas 4. Setiap saya datang

~ 25 ~ Immanuel’s Family
ke rumah Gaby, kami selalu bermain game

bersama. Karena Abram sangat suka bermain

game. Oleh karena itu, setiap datang ke

rumahnya, kami hanya menghabiskan waktu

untuk bermain. Bahkan kami sering dimarahi

karena terlalu banyak bermain sampai lupa

waktu.

2. Destri

Dia adalah adik sepupu saya (anak adik dari

ibu saya). Saat ini, dia masih duduk di bangku

sekolah dasar (SD) kelas 6. Adik sepupu saya

mempunyai prestasi yang bagus di sekolahnya.

Dia selalu masuk peringkat 5 besar di kelasnya.

Memang wajar kenapa dia bisa masuk

peringkat 5 besar di kelasnya karena orang

~ 26 ~ Immanuel’s Family
tuanya selalu menyuruhnya untuk belajar.

Meskipun begitu, dia juga suka bermain game.

Oleh karena itu, kami juga sering bermain

game bersama.

Mungkin masih banyak sepupu saya yang

tidak bisa saya sebutkan semua karena saya

saja bahkan tidak mengenal mereka. Saya

hanya mengetahui nama mereka tanpa tahu

karakter dan sifat asli mereka. Berikut adalah

nama-nama sepupu yang saya ketahui, Yaitu :

1. Yuni

2. Abe

3. Jimmy

4. Yola

5. Didik

~ 27 ~ Immanuel’s Family
6. Siga

Di antara banyaknya sepupu saya, hanya inilah

yang bisa saya ingat karena ayah dan ibu saya

memang jarang sekali berkumpul dengan

keluarga. Jadi, kami tidak terlalu akrab dengan

keluarga yang lain.

D. Masa Kanak-kanak Dan SD


Saa masih kecil saya sangat suka sekali sekali

bermain air. Saya melihat air seperti melihat

tumpukan emas sehingga saya sering dimarahi

oleh orangtua saya karena saat itu saya masih

belum bisa berenak. Selain suka bermain, saya

juga adalah anak yang sangat hiperaktif. Hampir

setiap hari saya bermain bola, laying-layang, dan

~ 28 ~ Immanuel’s Family
berpetualang ke sawah-sawah dengan teman-

teman saya. Sejak saya bisa berenang saaat kelas

4 SD, bertambah lagi permainan saya. Bukan lagi

hanya bermain bola, menerbangkan layang-layang

dan berpetualang, tapi juga berenang di sungai.

Oleh karena itu, sangat menyenangkan sekali

ketika saya bisa bermain dengan teman-teman

dan saya bisa bersenang-senang dnegan bebas

dengan mereka.

Saat kelas 3 SD, saya pernah mengalami

kejadian yang tidak pernah saya lupakan. Saya

mengalami kecelakaan karena hal yang sangat

konyol. Saya mengalami patah tulang di bagian

tangan saya. Semua itu trjadi karena saya

~ 29 ~ Immanuel’s Family
berusaha meniru adegan berbahaya dari acara TV

yang sangat terkenal saat itu yaitu “Ninja Warrior”.

Saya meihat tiang jemuran seperti sebuah

tantangan bagi saya. Saya melompati rintangan itu

dan bergelantung di tiang jemuran itu. hasilnya

tangan saya tidak mampu menahan berat badan

saya lalu terjatuh dan tangan saya terbentur kayu

dengan keras. Hal itulah yang menyebabkan

tangan saya mengalami patah tulang.

Bukan hanya sampai disitu pengalaman

menyedihkan saya. Dengan keadaaan tangan yang

masih belum pulih total, saya tetap berangkat ke

sekolah. Di sekolah, saya ikut bermain bersama

teman-teman saya ke kebun di samping sekolah

~ 30 ~ Immanuel’s Family
karena ingin melihat sebuah sarang burung.

Namun, saat itu cuaca sedang hujan gerimis dan

jalanan menjadi licin karena hujan. Oleh karena

itu, saya terpeleset dengan posisi tangan saya

yang belum pulih total itu sebagai tumpuan badan

saya dan akhirnya tangan saya kembali patah di

tempat yang sama. Mengingat hal itu, saya

menjadi tertawa karena masa kecil saya penuh

dengan hal-hal yang konyol.

E. Masa SMP
Saat SMP saya sekolah di SMPN 2 KAPUAS

KUALA, yang ada di desa Lupak Dalam,

Kabupaten Kapuas. Banyak suka duka yang saya

rasakan ketika saya sekolah di sini. Mulai dari atap

sekolah yang bocor sampai kami harus belajar di

~ 31 ~ Immanuel’s Family
ruang kelas yang menurut saya tidak layak pakai.

Sebenarnya, setelah lulus SD saya ingin

melanjutkan sekolah ke kota, namun ayah dan ibu

saya tidak mengizinkan saya karena umur saya

yang masih terlalu muda. Jadi, saya melanjutkan

sekolah di SMP yang dekat dengan rumah saya.

Saya termasuk siswa yang nakal ketika SMP,

sering balapan liar, dan menongkrong tidak jelas

di jembatan atau pelabuhan. Setiap hari hampir

seperti itulah kegiatan yang saya lakukan. Oleh

karena itu, saya sering dimarahi oleh orang tua

saya, terutama ayah saya.

Ada satu kali, ketika ayah saya pergi bekerja ke

sawah, dia berpesan kepada saya untuk tidak

~ 32 ~ Immanuel’s Family
pergi kemana-mana. Namun, saya setelah ayah

saya pergi, bukanya saya mendengarkan apa yang

dia katakan, saya justru pergi ke rental game dan

bermain di sana selama beberapa jam. Saya pikir

ayah saya akan pergi lama ke sawah, ternyata

perkiraan saya salah. Dia pulang cepat dan ketika

sampai di rumah, dia melihat rumah dalam

keadaan kosong dan bahkan pintu rumah dalam

keadaan tidak terkunci. Lebih parahnya lagi,

makan siangnya yang sudah disiapkan, habis

semuanya dimakan oleh kucing. Dia datang dalam

keadaan kelaparan, bukanya makanan yang

tersedia justru isi rumah yang berantakan karena

kucing tersebut menghamburkan makanan yang

ada di rumah. Ayah saya langsung marah besar

~ 33 ~ Immanuel’s Family
dan mencari saya dan akhirnya dia menemukan

saya di rental game. Semakin bertambah

amarahnya karena melihat kondisi dia yang

sedang lelah dan lapar karena baru saja pulang

kerja, sedangkan saya yang sedang asik bermain

game. Ayah saya melihat dengan tatapan penuh

amarah. Dia melihat sepeda saya dan langsung

membantingnya ke pinggir jalan. Bukan hanya itu,

dia juga menampar saya di depan umum tanpa

ragu sambal berkata, “Pulang sekarang!”, setelah

itu dia pergi meninggalkan saya dan pulang ke

rumah. Saat itu saya sangat ketakutan. Dalam

perjalanan pulang saya berpikir tentang hukuman

apa lagi yang akan saya dapatkan ketika sudah

sampai di rumah nanti. Setelah saya sampai di

~ 34 ~ Immanuel’s Family
rumah, saya langsung masuk dengan perasaan

takut. Ternyata ayah saya sudah menunggu

dengan memegang pipa besar di tanganya. Dia

langsung menghampir dan memegang tangan

saya, lalu memukulkan pipa itu di kaki saya.

Karena begitu kerasnya dia memukul, sampai-

sampai pipa itu patah. Saya hanya bisa menangis

sambil berkata, “Ampun pah!”, namun dia tidak

menghiraukan. Tidak hanya sampai di situ, dia

mendorong saya hingga ke tembok dan pergi ke

dapur untuk mengambil sesuatu. Ternyata yang

dia ambil adalah sebuah kapak. Saya tidak tahu

apa yang ada dipikiran ayah saya saat itu. Mungkin

dia akan membunuh saya, hanya itu yang terlintas

dipikiran saya. Pasrah tak berdaya sembari

~ 35 ~ Immanuel’s Family
memohon ampun, hanya itulah yang bisa saya

lakukan. Dia mengayunkan kapak itu ke kepala

saya, tapi dia menahanya tepat di dahi saya dan

berkata, “Mau kupecahkan saja kepalamu ini!”,

lalu dia melempar kapak itu ke samping. Saat itu

ibu saya tidak di rumah karena dia sedang pergi

bekerja. Biasanya, ibu saya yang selalu melindungi

saya. Tapi, hari itu dia tidak ada di samping saya

untuk melindungi saya. Tidak ada lagi malaikat

pelindung yang bisa melindungi saya.

Apakah karena kejadian itu saya menjadi jera?

Tidak sama sekali. Saya tetap melakukanya yaitu

sering bermain game. Bahkan hal ini saya lakukan

ketika saya sedang dalam masa-masa

~ 36 ~ Immanuel’s Family
menghadapi ujian nasional. Bukanya lebih banyak

belajar, saya justru lebih banyak bermain. Setelah

selesai mengerjakan soal ujian, saya langsung

pulang dan pergi ke tempat rental game dalam

keadaan masih menggunakan seragam sekolah

tanpa mengganti baju terlebih dahulu dan

meminta izin kepada orang tua. Saya terus

melakukan hal itu selama ujian nasional

berlangsung. Ibu saya bingung karena saya selalu

pulang terlambat, padahal setiap hari hanya ada

satu mata pelajaran yang diujikan, tapi kenapa

justru saya pulang selaluy terlambat. Jadi, dia

mencari saya dan menelepon guru di sekolah saya,

tapi justru tidak menemukan saya. Guru saya

berkata bahwa saya sudah pulang, bahakan lebih

~ 37 ~ Immanuel’s Family
awal dari yang lain karena sudah selesai

mengerjakan soal ujian lebih cepat. Mendengar

hal itu ibu saya menjadi marah kepada saya dan

bertanya, “Darimana saja, kenapa baru pulang?”

ucap ibu saya karena saya sudah tahu dari caranya

bertanya, saya pikir dia sudah tahu bahwa ada

yang salah dengan saya. Jadi, saya jujur dengan

dia bahwa saya pergi ke rental game setelah

pulang sekolah. Dia langsung marah dan

menceramahi saya lama sekali dan karena

perbuatan saya, membuat satu sekolah heboh

mencari saya. Mereka mencari dimana saya

berada, namun tidak menemukan saya. Keesokan

harinya, saya dipanggil ke kantor. Guru-guru

bertanya kepada saya, “kamu kemana saja? Ibu

~ 38 ~ Immanuel’s Family
kamu itu menelepon saya dan bertanya kamu ada

dimana. Saya jawab saja kamu sudah pulang, tapi

katanya kamu belum sampai rumah. Jadi, kamu

kemana kemaren?”, lalu saya menjawab dengan

jujur bahwa setelah pulang sekolah saya langsung

pergi ke rental game untuk bermain di sana tanpa

izin kepada orang tua terlebih dahulu. Guru saya

hanya menggelengkan kepala dan berkata, “kamu

tahukan bahwa kamu sedang menghadapi ujian

nasional? Saya tahu kamu murid paling pintar di

sekolah, tapi kamu jangan sombong dengan

menganggap remeh ujian ini karena tidak

menentukan kelulusan”, ucap guru. Saya hanya

tertunduk dan tidak bisa berkata apa-apa. Setelah

~ 39 ~ Immanuel’s Family
itu, guru saya menasehati dan meminta saya untuk

tidak melakukan hal itu lagi.

Saya berpikir tentang apa yang telah saya

perbuat dan menyadari bahwa, memang saat itu

saya terlalu sombong dan menganggap remeh

semuanya. Jadi, wajar saja jika nilai ujian yang

saya dapatkan tidak bagus. Hingga tahun 2014,

saya dinyatakan lulus dari sekolah itu, tapi tetap

saja lulus dengan nilai yang rendah.

F. Masa SMA
Meskipun dengan

nilai yang pas-pasan,

saya memberanikan

diri mendaftar di SMA

~ 40 ~ Immanuel’s Family
yang katanya cukup bergengsi di kota saya. Saya

hanya mendaftar di satu sekolah yaitu SMAN 1

KAPUAS KUALA. Tidak pernah terpikir oleh saya

untuk mendaftar di sekolah lain. Saya harus

mengikuti seleksi untuk masuk sekolah ini. Saat

itu, ada lebih dari 300 siswa yang mendaftar ke

sekolah tersebut sedangkan yang dicari hanya

sekitar 200 siswa. Jadi, saya harus bersaing

dengan banyak sekali orang dari berbagai daerah

untuk bisa masuk di sekolah ini.

Sebenarnya ayah saya tidak ingin saya sekolah

di sini karena dia ingin saya masuk sekolah

kejuruan di Kalimantan Selatan atau tepatnya di

Banjarmasin. Namun, saya menolaknya karena

~ 41 ~ Immanuel’s Family
masalah dana yang tidak mencukupi untuk saya

bisa bersekolah di sana. Saya berpikir tentang

biaya sekolah, tempat tinggal, dan fasilitas lainya

yang saya perlukan untuk sekolah di tempat

tersebut karena hal itu akan membutuhkan biaya

yang tidak sedikit sedangkan kondisi ekonomi

kami bisa dibilang pas-pasan. Jadi, saya

memutuskan untuk melanjutkan sekolah saya di

SMAN 1 KAPUAS KUALA pada tahun 2014. Puji

Tuhan, saya bisa diterima dari hasil nilai tes yang

cukup bagus.

Sebelum masuk kelas X, kami melaksanakan

orientasi selama 3 hari. Banyak sekali peraturan

yang dibuat dan hal itu harus saya ikuti semuanya

~ 42 ~ Immanuel’s Family
seperti potongan rambut harus gundul, memakai

kaos kaki yang berbeda warna satu sama lain,

memakai rambut palsu yang terbuat dari tali rafia,

dan memakai rompi dari plastik. Bahkan kami

diminta untuk datang ke sekolah dari pukul 4 dini

hari dan itu sudah harus berada di sekolah. Jika

tidak datang tepat waktu atau terlambat, maka

akan mendapatkan hukuman. Dari peraturan yang

ada, saya pikir itu semua tidak ada kaitanya sama

sekali dengan tujuan orientasi, justru hal ini lebih

cenderung pada kegiatan perpeloncoan. Bahkan

ayah saya sampai marah karena peraturan

tersebut, “Peraturan seperti apa itu, tidak ada

hubunganya sama sekali dengan orientasi. Kamu

jangan mau dipermainkan oleh kakak-kakak

~ 43 ~ Immanuel’s Family
kelasmu itu”, ucap ayah saya. Tapi, saya

mengikutinya dengan sukacita karena hal ini

merupakan hal baru bagi saya karena saya bisa

mendapatkan sesuatu yang baru.

Saya mendapatkan banyak teman-teman baru

dari berbagai daerah selama orientasi. Di sinilah

awal saya memulai berteman dengan Reza,

Claudio, Marcelino, dan Kukuh. Semua berawal

ketika Claudio mengalami sebuah kecelakan saat

dia berangkat menuju ke sekolah. Teman-teman

saya yang lain mengatakan bahwa kecelakan yang

dialaminya sangat parah, hingga sepeda motor

yang dikendarainya rusak parah. Kami semua

merasa cemas dan kasihan kepada Claudio. Jadi,

~ 44 ~ Immanuel’s Family
beberapa orang dari kelas kami memutuskan

untuk menjenguk Claudio ke rumahnya. Mayang,

Ari, Reza, Febe, dan saya datang ke rumah Cladio.

Sampai di rumahnya, kami bingung karena apa

yang kami lihat berbeda dengan informasi yang

kami dapatkan mengenai Claudio. Dia tidak

mengalami cidera yang cukup parah, hanya sedikit

luka lecet saja di bagian kaki dan tangan.

Sedangkan motornya hanya pecah di bagian kaca

spion dan lampu depan. Kami pikir dia mengalami

luka yang cukup serius, ternyata hanya mendapat

luka kecil di bagian kaki dan tangan. Padahal kami

sudah harapp-harap cemas karena mendengar

informasi tadi, namun ternyata hanya kecelakaan

~ 45 ~ Immanuel’s Family
kecil saja. Tapi, kami tetap bersyukur karena

setidaknya kami teman kami baik-baik saja.

Selama kelas X, saya harus bersusah payah

menyesuaikan diri dengan pelajaran-pelajaran.

Karena pelajaran yang saya dapatkan di sekolah

SMP saya dulu, sangat berbeda jauh tingkatanya

dengan materi di SMA saya saat ini. Sering saya

mendapatkan nilai yang jelek dalam tugas-tugas

yang diberikan. Seperti menjawab soal, membuat

makalah, mengerjakan pekerjaan rumah, dan

tugas praktikum. Saya selalu mendapatkan nilai

yang rendah dalam hal itu. Sehingga saya sadar

bahwa, dulu saya terlalu sombong berpikir bahwa

saya sudah seperti di atas angin. Padahal di sini,

~ 46 ~ Immanuel’s Family
saya tidak bisa melakukan apa-apa. Sampai pada

akhirnya, semester pertama telah berlalu dan saya

hanya bisa menduduki peringkat 9 di kelas. Hal ini,

jauh sekali dari peringkat saya saat di SMP,

karena dulu saya selalu mendapatkan nilai serta

peringkta teratas. Berbeda jauh dengan sekarang,

bahkan mendapatkan peringkat 5 besarpun tidak.

Oleh karena itu, saya berusaha dengan keras

untuk mengejar ketertinggalan saya dalam hal

pelajaran.

Saat awal saya masuk sekolah tersebut,

sekolah kami menerapkan kurikulum yang baru,

yaitu Kurikulum 2013. Namun, saya tidak tahu

alasanya kenapasaat semester 2 kelas X,

~ 47 ~ Immanuel’s Family
kurikulumnya kembali berubah menjadi Kurikulum

2006. Dari awal, saya memang memilih jurusan

IPA, karena jurusan IPS di sekolah saya terkenal

dengan murid-muridnya yang nakal. Saat kelas XI,

kelas kami diacak. Jadi, setiap siswa-siswi

mendapatkan teman-teman kelas yang berbeda

dari sebelumnya. Awalnya, saya berada di kelas X-

IPA 1, setelah kelas diacak saya berada di kelas

XI-IPA 5. Saya sebenarnya sudah nyaman dengan

kelas yang dulu, karena merasa cocok dengan

mereka. Saya merasa memiliki kerjasama yang

baik, saling peduli, dan menolong satu sama lain

di kelas saya saati itu. Jadi, ada perasaan kecewa

karena mungkin akan ada sedikit kerenggangan di

antara kami oleh sudah tidak satu kelas lagi.

~ 48 ~ Immanuel’s Family
Ternyata tidak, justru saya mendapatkan teman-

teman baru di kelas yang saya rasa mereka juga

memiliki kerjasama dan kepedulian yang baik

antara teman satu kelas.

Kelas XI adalah masa-masa tersibuk selama

saya sekolah di situ. Saat itu, saya mengikuti

banyak sekali kegiatan ekstrakulikuler, seperti

pramuka, teater, paduan suara, dan beberapa kali

juga saya ikut latihan basket bersama-sama.

Meskipun banyak kegiatan yang diikuti, saya

masih bisa mengatur waktu dengan baik supaya

saya masih ada waktu untuk mengerjakan tugas-

tugas saya. Tidak terasa kami sudah kelas XII,

waktu terasa berjalan cepat sekali sehingga kami

~ 49 ~ Immanuel’s Family
tidak menyadarinya dan akhirnya kami lulus dari

SMA.

G. Tim Basket
Hobi saya adalah bermain basket, tapi saya

tidak pernah mengikuti pertandingan resmi. Saya

mulai mengenal basket sejak saya SMP, namun

tidak menekuninya lebih dalam karena teman-

teman saya semua tidak terlalu mengerti bermain

basket. Terkadang saya hanya bermain dan

berlatih basket sendirian. Sejak saya masuk SMA

baru saya menemukan teman untuk bermain

basket. Cladio, Tandi, Reza, Marcelino, Tribintari,

Marcelino, Kukuh, Dan Rona, mereka adalah

teman yang sering menemani saya dalam bermain

basket. “Hey, nanti dulu pulang, main basket dulu

~ 50 ~ Immanuel’s Family
yuk!”, ucap Claudio setelah pulang sekolah. Setiap

sepulang sekolah kami selalu bermain basket

Bersama dan terkadang bahkan kami bermain

sampai larut malam. Kami bermain basket hingga

lupa waktu, padahal kami masih menggunakan

seragam sekolah. Saya merasa senang kita kami

bermain basket Bersama dan banyak sekali suka

duka kami selama bermain basket. Setiap akhir

semester di sekolah kami pasti mengadakan

pertandingan antar sesame kelas. Saya dan

teman-teman memang berbeda kelas, tapi kami

selalu membuat group Bersama. Karena kami

merasa permainan kami satu sama lain sudah

cocok satu sama lain. Mungkin ini karena kami

sudah sering bermain basket Bersama. Saya,

~ 51 ~ Immanuel’s Family
Cladio, Reza, Marcelino, dan teman-teman kami

yang lain, sebelum hari pertandingan, kami selalu

latihan Bersama setiap sore di sekolah SMPN 4

KAPUAS KUALA sekolah Cladio dulu. Sampai tiba

hari dimana saatnya kami bertandingan. Musuh

pertama kami sangat berat menurut kami. Karena

kami akan melawan tim basket kakak kelas yang

terdiri dari pemain-pemain basket yang sudah

sering mengikuti pertandingan. Awalnya tim kami

adalah tim yang tidak di anggap karena tidak ada

pemain basket murni di tim kami. Tapi siapa yang

menyangka, kami bisa mengalahkan mereka

dengan skor yang cukup telak dan bahkan kami

bisa masuk hingga babak semi-final dan

mengalahkan tim-tim basket kakak kelas yang

~ 52 ~ Immanuel’s Family
terdiri dari pemain yang sering ikut pertandingan.

Kami sendiripun tidak menyangka akan sampai di

babak semi-final, tapi kami hanya menyemangati

satu sama lain dan bertekat untuk berjuang sekuat

yang kami bisa. Kami bermain bukan untuk

sebuah kemenangan, karena sebuah permainan

bukan hanya masalah menang atau kalah. Tapi

kami berpikir bagaimana kami bisa menikmati

permainan dan memainkan permainan dengan

sportif. Tapi lawan kami di semi-final tidak berpikir

hal demikian, mereka bermain curang dan kasar.

Saat itu teman saya Claudio sedang mendrible

bola, tapi lawan kami menghalangi jalanya dan

menghalau kaki Cladio sehingga ia terjatuh. “Hey!!

Bisa main gak bro!, kalo main jangan curang bro”,

~ 53 ~ Immanuel’s Family
ucap saya kepada mereka. Tapi mereka hanya

tertawa dan berkata, “Ahhh!! Jangan manja, baru

disenggol dikit sudah jatuh.” Bukan hanya sampai

disitu kecurangan mereka, bahkan teman kami

mereka buat cidera dan hampir saja tidak bisa

mengikuti permainan. Meskipun begitu, teman

saya hanya berkata, “Tidak apa-apa, main saja.

Walaupun mereka curang, kita tetap bermain

dengan sportif.” Kami tetap melanjutkan

permainan dengan sportif, walaupun pada

akhirnya kami kalah. Tapi setidaknya kami sudah

berjuang dengan keras dan bermain dengan

sportif. Kami sangat menikmati sekali permainan

tersebut dan kami sangat senang bermain basket

bersama.

~ 54 ~ Immanuel’s Family
Banyak suka duka yang telah kami lewati

selama kami bermain basket. Bukan hanya

bermain, ketika kami sedang istirahat juga sering

kami bercerita tentang masalah kami masing-

masing, baik itu masalah pribadi, maupun masalah

antara kami sendiri dengan teman yang lainya.

Kami terbuka tentang masalah kami, dan jujur bila

kami tidak suka dengan sikap salah satu teman

kami. Sering teman saya mengalami masalah baik

itu tentang keluarga, percintaan, maupun tugas-

tugasnya di sekolah. Tapi kami saling membantu

satu sama lain, dan memberikan nasehat terbaik

yang bisa kami berikan. Biasanya kami saling

berbagi cerita saat kami bermain basket bersama.

~ 55 ~ Immanuel’s Family
H. Graduation
Saat terakhir

perpisahan

dengan teman-

teman sudah

semakin dekat.

Tapi, bukan menjadi sedih karena hal tersebut,

kami justru semakin semakin bersenang-senang.

Karena kami bisa menghabiskan waktu lebih

sering. Namun tidak dengan Reza teman kami. Dia

harus berjuang untuk bisa masuk IPDN, karena

banyak tes dan persaingan yang sangat ketat.

Kami sebagai teman selalu memberikan dukungan

kepada Reza.

~ 56 ~ Immanuel’s Family
Yang saya ingat, sekolah kami mengadakan

acara perpisahan di bulan April. Setiap kelas kami

mempunyai ciri khas pakaian masing-masing.

Untuk kelas 12 IPA 5, kami mempunyai motif

pakaian seperti baju pantai dan menurut saya baju

itu bagus sekali.

Kata sambutan dari Bapak Kepala Sekolah,

Ketua OSIS, dan Ketua Panitia. Saya merasa

sangat bosan karena mereka banyak sekali

menyampaikan amanat yang sudah bisa ditebak

bahwa akan membosankan. Jadi akhirnya saya

dan teman-teman hanya bermain game di

Handphone kami masing-masing.

~ 57 ~ Immanuel’s Family
Saya tidak tahu bagaimana perasaan mereka

masing-masing. Mungkin mereka merasa senang,

sedih, atau tidak merasakan apapun. Saya hanya

berpikir untuk menikmati waktu-waktu kami yang

masih ada untuk bisa berkumpul bersama-sama,

karena mungkin nanti kami akan sulit untuk

berkumpul bersama lagi. Jadi, saya hanya ingin

menikmati masa-masa ketika kami berkumpul

bersama.

I. Keluarga Baru Dari TFN

~ 58 ~ Immanuel’s Family
27 Februari

2018 merupakan

tanggal yang

bersejarah untuk

saya karena pada

hari itu itu saya

bisa mendapat kesempatan untuk merubah masa

depan yang lebih baik. Saya tidak pernah

membayangkan sebelumnya, bahwa saya akan

mendapat beasiswa dari yayasan

Transformnation. Saya sempat frustasi

memikirkan bagaimana masa depan saya nanti.

Bagaimana jika saya tidak diterima kembali di

sini? Apa yang akan saya lakukan selanjutnya?.

Pertanyaan seperti itu sangat menghantui saya

~ 59 ~ Immanuel’s Family
pada saat sebelum tes. Bahkan di malam sebelum

tes saya terbangun tengah malam dan berdoa

sambal menangis. “Tuhan tolong saya, bantu saya

untuk bisa melewati tes ini. Karena saya tidak tau

tahu lagi mau kemana lagi jika di sini saya tidak

lulus lagi. Saya malu dengan diri saya karena tidak

mampu, saya tidak ingin membuat orang tua saya

kecewa lagi Tuhan. Saya percaya, jika Engkau

membawa saya sampai ke titik ini, maka Engkau

akan menunjukan jalan-Mu Tuhan. Amin”, doa

saya pada saat itu dan doa saya terjawab. Saya

dinyatakan lolos dan diterima di program

Transformnation. Saya bersyukur sekali karena

bisa bergabung bersama TFN.

~ 60 ~ Immanuel’s Family
1 Juli 2018, saya dan teman-teman saya yang

lain, Edi, Ulan, dan Rosi dan bersiap-siap untuk

berangkat dari Bandara Syamsudin Noor dengan

menggunakan pesawat LION AIR JT 313 tujuan

Surabaya. Setelah tiba di Surabaya kami langsung

disambut oleh Staf TFN. Awalnya saya bingung

karena ada banyak sekali bule yang menyambut.

Kami berpikir karena ada artis dibelakang kami,

oleh karena itu mereka bersorak menyambut.

Semakin dekat kami ke pintu keluar, semakin

nyaring mereka bersorak. Perasaan heran dan

senang tercampur aduk saat itu.

Dua jam perjalanan kami dengan

menggunaka bis menuju asrama tempat kami

~ 61 ~ Immanuel’s Family
tinggal. Setelah sampai di asrama kami sudah

disambut oleh kakak-kakak tingkat dari kelas A

sampai E. kami mulai memperkenalkan diri kami

masing-masing yang dimulai dari Astuti dan

sampai teman saya Edi yang terakhir.

Ini adalah beberapa nama teman-teman

(keluarga baru) saya dari kelas F dan saya akan

menjelaskan beberapa hal menurut pandangan

saya mengenai mereka :

1. Ade Kornelia Putika

Lia berasal dari Sumba Barat Daya.

Menurut saya dia adalah orang yang

pendiam (menurut pandangan orang).

Namun, sebenarnya Lia adalah orang yang

~ 62 ~ Immanuel’s Family
konyol dan asyik untuk diajak bercanda.

Banyak orang menilai dia pendiam karena

dia sering menyendiri.

2. Afleningsih Ndapa Banjal

Ningsih, begitu panggilanya, berasal

dari Sumba. Tinggi, kulit sawo matang, dank

urus begitulah ciri fisik dari Ningsih. Dia

adalah orang yang periang dan sering

bercanda dengan saya. Terkadang, dia

menjadi orang yang kritis.

3. Astuti Lestari Tamu Ina

Astuti atau sering disapa Tuce, dia

berasal dari Sumba. Perawakan kecil,

periang, namun terkadang juga sering

sekali stress dengan berbagai macam hal.

~ 63 ~ Immanuel’s Family
Tapi dibalik itu semua, saya tahu bahwa

Tuce adalah orang yang kuat.

4. Christi Apriwulandari

Christi Apriwulandari atau sering

disapa Ulan, dia berasal dari Kalimantan.

Tapi saya bingung dengan latar

belakangnya, karena dia juga dari Sulawesi,

namun dia juga bisa bahasa Jawa. Ulan

adalah pendengar yang baik dan terbuka

dengan semua orang. Oleh karena itu,

banyak teman-teman yang sering

mencurahkan isihati mereka kepada Ulan.

5. Edi Arianto

Edi adalah teman saya waktu

berangkat bersama-sama dari Kalimantan.

~ 64 ~ Immanuel’s Family
Pribadinya yang gigih dalam belajar

membuat saya terkadang khawatir. Saya

takut dia akan melampaui saya kelak.

6. Elsy

Si Kacamata dari kelas F, Elsy

namanya. Dia berasal dari Sulawesi.

Rambut lurus, berkulit putih, memiliki tubuh

yang cukup bongsor seperti itulah Elsy.

Menurut saya, dia adalah seorang teman

yang sangat susah sekali ditebak, misterius,

dan ketika sedang belajar dia akan sangat

serius sekali.

7. Hengki Saputra

Di antara kami semua, Hengki adalah

yang paling tua. Dia berasal dari Kalimantan

~ 65 ~ Immanuel’s Family
Barat. Bertubuh tinggi, suara tegas, mirip

sekali dengan tampang polisi. Hengki

memiliki sifat yang pendiam, tapi

sebenarnya dia juga sangat senang

bercanda.

8. Isramirawati Njuala Jakatamu

Ira berasal dari Sumba. Bertubuh

mungil, dan periang itulah Ira. Ira adalah

orang yang pelupa, karena terkadang sering

sekali lupa dengan tugas atau buku.

Menurut saya, Ira adalah seorang yang

mudah sekali menangis karena terlihat dari

matanya yang sering kali berkaca-kaca.

9. Priska Natalia Kana Mangngi

~ 66 ~ Immanuel’s Family
Priska berasal dari Sabu. Dia orang

yang sangat suka sekali bertanya dan

terkadang hal itu membuat orang lain

jengkel. Bertubuh mungil, kurus, dan

berkulit coklat itulah Priska. Dia orang yang

periang, dan suka bercanda.

10. Putriana M. Riwa

Putri berasal dari Sumba. Dia orang

yang suka sekali menjahili orang lain,

trutama mencubit dan saya yang sangat

sering menjadi korban kejahilan orang ini.

Bertubuh pendek, berambut kriting, dan

berkulit sawo matang itulah Putri. Dia

merupakan pribadi yang periang, senang

bergaul, dan juga pemalu.

~ 67 ~ Immanuel’s Family
11. Rosi Damayanti

Rosi adalah teman saya waktu

berangkat dari Kalimantan sama seperti

Edi. Bertubuh mungil, rambut lurus, dan

berkulit sawo matang itulah Rosi. Menurut

saya, dia adalah seorang yang mandiri,

mudah bergaul, namun juga terkadang

cuek.

12. Sriningsih Jati Unjar

Sriningsih sering dipanggil Ningsih.

Dia berasal dari Sumba. Rambut lurus

Panjang sampai ke pinggang, berkulit

coklat, dan selalu tersenyum. Sama seperti

Priska, Ningsih juga terkadang sering

bertanya dan itu untuk beberapa orang

~ 68 ~ Immanuel’s Family
menjengkelkan. Tapi, dia adalah orang yang

periang dan suka bercanda dengan teman-

teman.

13. Terpina Gombo

Terpina sempat terlambat datang

karena ketinggalan pesawat saat datang ke

TFN. Awalnya saya mengira Terpina adalah

laki-laki, tapi saya bingung karena jika laki-

laki mengapa saat acara penyambut

dilaksanakan di asrama putri. Ternyata saya

salah sangka, Terpina adalah seorang

perempuan. Seperti yang saya katakana

tadi, Terpina mempunyai tampang seperti

laki-laki dengan bertubuh kekar, berkulit

putih, dan berambut pendek seperti laki-

~ 69 ~ Immanuel’s Family
laki. Ditambah lagi dia menyukai sepak bola

seperti laki-laki. Terpina adalah seorang

yang sangat suka sekali bercanda dan

mudah sekali bergaul dengan orang baru.

14. Yesaya Ngongo Bili

Yesaya berasal dari Sumba Barat

Daya sama seperti Lia. Bahkan mereka

sempat satu sekolah. Bertubuh kecil,

bekulit coklat, dan lincah itulah Yesaya. Dia

suka sekali bermain futsal. Setiap sabtu

atau minggu sore dia sering bermain futsal.

Yesaya adalah orang yang berani, keras

kepala, dan mudah sekali akrab dengan

orang lain.

~ 70 ~ Immanuel’s Family
Setelah beberapa pengumuman, kami

beristirahat di kamar yang sudah disedikan untuk

kami.

Awal berada di TFN, saya merasa sangat

kesulitan untuk mengelola waktu. Saya sering

sekali bangun terlambat, bingung apa yang mau

dikerjakan, dan sulit mengikut kegiatan yang

sudah dijadwalkan. Namun setelah beberapa

lama, saya sudah mulai terbiasa dan bisa

mengikuti pelajaran dengan nyaman. Ada satu

mata kuliah yang menarik menurut saya yaitu

mata kuliah Cross Culture. Kami belajar untuk

mempersiapkan apa saja yang kami perlu ketahui

ketika kami sudah berada di lingkungan yang

~ 71 ~ Immanuel’s Family
berbeda. Jadi, kami belajar tentang tokoh-tokoh

missionaris yang masuk ke pedalaman untuk

penginjilan.

Ujian akhir di TFN telah berakhir, tapi masih

ada satu kegiatan lagi yang harus dilakukan untuk

mata kuliah Cross Culture. Saat menjalankan

tugas Outing For Cross-Culture Course, kami

diminta untuk menginjili ke tempat umum. Saya

mencari seseorang yang tidak saya kenal dan

harus bisa menemukan orang yang mau bercerita

tentang latar belakang kehidupanya supaya

mungkin kita bisa menginjili mereka secara

perlahan dan memperkenalkan tentang siapa

Yesus itu.

~ 72 ~ Immanuel’s Family
Pertama, saya bingung karena ini pertama

kalinya untuk saya dalam menginjili seseorang

yang bahkan saya tidak kenal sama sekali.

Bahkan, ketika pertama kali saya mencoba untuk

mendekati seseorang, dia adalah seorang penjual

koran di kawasan tersebut. Awalnya, saya

mendekati dia dan duduk disampingnya serta

bertingkah seperti sedang ingin membeli koran

miliknya. Dia baik kepada saya dan mau

berbincang-bincang dengan saya, namun setelah

dia lihat saya hanya mau basa-basi saja dia pergi.

Saya berpikir mungkin cara saya yang salah dalam

mendekati orang.

~ 73 ~ Immanuel’s Family
Saya melanjutkan perjalanan saya ke orang

yang lain. Setelah itu saya menemukan seorang

kakek yang sedang duduk di tempat duduk yang

ada di dekat kolam air mancur. Awalnya, ketika

saya menegur dia mengangguk kepada saya.

Lama saya berpikir bagaimana caranya memulai

percakapan, hingga akhirnya saya memberanikan

diri sdan berkata, “Bapak sudah lama di sini?”.

Lama dia tidak merespon pertanyaan saya, dan

ada 2 orang yang sedang pacarana di depan saya

tertawa kecil melihat hal tersebut. Sya menjadi

malu karena hal itu dan pergi meninggalkan kakek

itu tadi.

~ 74 ~ Immanuel’s Family
Saya melanjutkan kembali perjalanan saya

untuk mencari seseorang yang bisa diajak bicara.

Ketika itu di pojok kawasan alun-alun tersebut

(arah bank), saya melihat ada seorang bapak yang

sedang duduk sendiri. Saya melihat tampangnya

seperti seorang dosen dan saya mulai

menghampirinya dan berkata, “Permisi Pak, boleh

saya duduk di sini?, dia menjawab, “Silahkan dek,

silahkan duduk santai di sini.” Dengan ramah

bapak itu menjawab. Saya berpikir sepertinya

bapak ini bisa diajak untuk berbicara. Saat itu dia

memang sedang bersantai di Alun-alun sambal

menunggu waktu sholat jumat. Sambal basa-basi

saya mulai bertanya tentang apa pekerjaan bapak

itu, dan banyak pertanyaan yang saya ajukan

~ 75 ~ Immanuel’s Family
kepada dia. Tetapi, dia menanggapinya dengan

sangat antusias, bahkan dia bercerita mulai dari

dia umur 5 tahun.

Dari semua percakapan kami, saya

memperoleh banyak informasi dan pengalaman.

Bapak Ardianto, dia berprofesi sebagai tukang

pijat panggilan. Dia sudah bekerja sejak dia masih

muda, karena orang tuanya mendidikanya dengan

disiplin dan dituntut untuk hidup mandiri. Umur 5

tahun dia sudah membantu ayahnya berkebun,

dan terkadang ikut membantu ibunya mencuci

pakaian karen pekerjaan ibunya adalah seorang

pembantu rumah tangga.

~ 76 ~ Immanuel’s Family
Mulai SMP dia sudah berpikir untuk masa

depanya, dia mulai menabung dan membuat

sebuah kotak khusus dari kayu sebagai tempat dia

menyimpan uangnya dan tidak pernah membuka

kotak itu sama sekali. Dia mendapatkan uang

bukan hanya dari orang tua, dia juga sekolah

sambil berjualan gorengan dan uang hasil dari

penjualan itu dia sisihkan sedikit untuk ditabung.

Hal itu dia lakukan hingga masa SMA dan ketika

dia juga kuliah di perguruan tinggi.

Awalnya saya tidak menyangka ternyata dia

lulusan S1 UNISMA jurusan Bisnis Niaga, karena

melihat dari profesinya. Lalu saya bertanya

kepadanya, “Apakah bapak tidak malu lulusan

~ 77 ~ Immanuel’s Family
sarjana, tapi malah menjadi seorang tukang pijit.”

Dia menjawab dengan sederhana, “Untuk apa

malu, saya tidak mencuri, saya tidak berbuat jahat,

saya mencari pekerjaan yang halal, jadi untuk apa

malu.”

Kemudian dia bercerita tentang

keluarganya. Bapak Ardianto mempunyai seorang

istri dan 3 orang anak. 2 anak laki-laki dan 1 anak

perempuan. Dia tinggal di daerah Jl. Merdeka di

sekitar Alun-alun. Anak laki-laki yang pertama

saat ini sedang kuliah jurusan Teknik mesin di UI

dengan beasiswa yang dibiayai oleh perusahan

Astra dan diberikan fasilitas seperti tempat tinggal

dan kendaraan pribadi. Bahkan anaknya telah

~ 78 ~ Immanuel’s Family
dikontrak untuk bekerja dengan perusahan

mereka. Kemudian anak perempuanya, sekarang

sudah bekeluarga dan mempunyai anak 1. Dia

lulusan dari UNMER dan sudah bekerja sebagai

seorang guru Bahasa Indonesia. Kemudaian anak

laki-lakinya yang terakhir, saat ini sedang kuliah di

UGM dengan beasiswa pula.

Saya bertanya kepada bapak, “Anak-

anak bapak sekarang semua sudah kuliah dan

mempunyai pekerjaan masing-masing, tapi

kenapa bapak masih capek-capek kerja

sebagai seorang tukang pijat?”. Dia menjawab,

“saya tidak mau menyusahkan mereka, saat ini

mereka sudah bisa hidup mandiri, jadi saya

~ 79 ~ Immanuel’s Family
tidak mau menyusahkan mereka. Selama saya

masih bekerja kenapa tidak selama itu halal”.

Setelah itu dia mulai memberikan

banyak nasehat kepada saya tentang

persaingan dunia kerja saat ini yang sangat

sulit. Bukan hanya itu dia juga mulai

memberikan doktrin agama-agama Islam

kepada saya karena dia berpikir bahwa saya

adalah orang Islam. Sampai pada waktunya,

karena waktu sudah hamper habis, dan jam

juga sudah menunjukan waktunya untuk sholat

jumat, kami pun pamit dan dia berkata, jika

membutuhkan jasa nya, saya bisa menemukan

dia di daerah alun-alun, karena dia akan ada di

~ 80 ~ Immanuel’s Family
sana. Setelah itu kami berpisah dan saya

bergabung dengan teman-teman saya yang

lain.

Banyak sekali kisah yang tak bisa saya

ungkapkan dalam kata-kata. Semua begitu berarti

untuk saya. Setiap momen yang kami semua alami

bersama di sini, tidak akan bisa terlupakan.

Mungkin banyak masalah yang terjadi sekarang

maupun akan muncul nanti, tapi kami percaya

bahwa kami, kelas F, akan bisa melewatinya

selama kami bersama.

~ 81 ~ Immanuel’s Family

Anda mungkin juga menyukai