Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis atau TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang menjadi tantangan global dan nasional. Indonesia masih merupakan salah

satu dari negara dengan beban TB tertinggi. Berdasarkan hasil Survei Prevalensi

TB Indonesia tahun 2013-2014, diperkirakan prevalensi TB sebanyak 1.600.000

kasus sedangkan insiden TB sebanyak 1.000.000 kasus dan mortalitas TB

100.000 kasus. Dengan angka notifikasi kasus tahun 2014 sebanyak 324.000

kasus maka case detection TB di Indonesia hanya sekitar 32%. (Depkes RI,

2013)

Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia

setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO, 2009). Diperkirakan

jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB didunia.

(Depkes RI, 2013).

Dengan adanya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan

penyakit Tuberkulosis. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian

Tuberkulosis secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman

Tuberkulosis terhadap obat anti TB (multidrug resistence/MDR) semakin menjadi

masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada

akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi penyakit tuberkulosis yang sulit

ditangani. (Depkes RI, 2016)

1
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia terinfeksi oleh

Mycobacterium Tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien

TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus

TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara

berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif

secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan

kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat

pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia

meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.

(Depkes. RI, 2013).

Timbulnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh kuman saja, tetapi

faktor lingkungan sangat berperan didalam timbulnya suatu penyakit. Faktor

lingkungan tersebut dapat berupa faktor lingkungan fisik, lingkungan biologis

ataupun lingkungan sosial ekonomi dan budaya yang bersifat dinamis dan

kompleks. Faktor lingkungan tersebut dapat mempengaruhi kondisi fisiologis

dari manusia dan dapat menimbulkan penyakit. (Mukono, 2009)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobing pada tahun 2008 di

Kabupaten Tapanuli Utara menyimpulkan ada pengaruh perilaku dan kondisi

lingkungan fisik rumah dengan potensi penularan penyakit Tuberkulosis paru.

Hasil penelitian Sugiharto (2004) di Puskesmas Jenggot Semarang tentang

Hubungan Sanitasi rumah (kepadatan hunian rumah, ventilasi, pencahayaan)

dengan kejadian tuberkulosis berhubungan sangat segnifikan.

2
Berdasarkan angka prevalensi penyakit tuberkulosis paru di Kabupaten

Bangli 11% dari beban TB 655 kasus diperkirakan ada sekitar 72 kasus baru

penderita tuberkulosis dalam setahun. Pada tahun 2013 jumlah kasus

tuberkulosis adalah 60 orang, tahun 2014 jumlah kasus 68 orang, tahun 2015

jumlah kasus 54 orang dan pada tahun 2016 jumlah kasus sebanyak 61 orang.

Walaupun di Kabupaten Bangli penemuan kasus baru penderita tuberkulosis paru

tidak sebesar yang diperkirakan namun satu kasus dapat menginfeksi seluruh

anggota keluarga dan tetangga dekatnya.

Adanya peningkatan kasus tuberkulosis paru di Kabupaten Bangli

sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan perilaku masyarakat yang masih

kurang terhadap penyakit tuberkulosis. Penderita tuberkulosis merasa malu kalau

diketahui dirinya mengidap penyakit ini dan kalau bisa mereka tidak mau

diketahui mengidap penyakit tuberkulosis karena masih beranggapan penyakit ini

adalah penyakit kutukan dan penyakit orang miskin. Perilaku masyarakat juga

belum baik dalam pencegahan penyakit tuberkulosis ini yaitu sering berludah

disembarangan tempat dan tidak pernah menutup mulut saat datangnya batuk.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap perilaku masyarakat di

Kabupaten Bangli yang tidak patuh dalam pengobatan TB paru membuat bakteri

TB paru menjadi resisten pada tubuh. Pengawasan selama proses pengobatan

yang berlangsung tidak dapat terlaksana dengan baik oleh keluarga maupun

penderita sendiri. Penderita merasa pengobatan yang dijalani tidak memberikan

dampak yang signifikan sebagai upaya penyembuhan penyakit TB paru yang

diderita dalam waktu yang relatif singkat. Selain perilaku, lingkungan terutama

kondisi rumah juga memiliki peranan dalam penyebaran bakteri TB paru ke

3
orang yang sehat. Bakteri TB paru yang terdapat di udara saat penderita TB paru

bersin akan dapat bertahan hidup lebih lama jika keadaan udara lembab dan

kurang cahaya. Penyebaran bakteri TB paru akan lebih cepat menyerang orang

sehat jika berada dalam rumah yang lembab, kurang cahaya dan padat hunian.

(Depkes RI, 2013).

Berdasarkan sikap masyarakat di Kabupaten Bangli yang beranggapan

bahwa penyakit TB paru merupakan batuk biasa yang dapat sembuh dengan

sendirinya dengan mengkonsumsi obat batuk biasa yang dijual secara bebas, hal

ini juga dapat menghambat upaya penanggulangan dan penyembuhan penyakit

TB paru. Penderita TB paru kebanyakan datang sudah dalam keadaan yang

lemah, disertai batuk darah karena telah terjadinya penyebaran kuman bakteri di

paru-paru.

Hasil observasi lapangan yang telah dilakukan kebanyakan kondisi

rumah penderita TB kurang cahaya, lembab, dan padat penghuni. Bakteri

tuberkulosis dapat hidup lama sampai tiga (3) bulan pada tempat yang lembab.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian dalam upaya penanggulangan penyakit TB dengan memperhatikan

perilaku penderita TB dan keluarga serta kondisi rumah penderita di wilayah

Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.

4
B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas maka penulis dapat

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan perilaku penderita Tuberkulosis dengan kejadian

Tuberkulosis di wilayah Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli?

2. Apakah ada hubungan kondisi rumah penderita Tuberkulosis dengan

kejadian Tuberkulosis di wilayah Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan perilaku penderita Tuberkulosis serta kondisi rumah

dengan kejadian Tuberkulosis pada daerah pemukiman di Kecamatan

Kintamani Kabupaten Bangli.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan perilaku penderita Tuberkulosis dengan

kejadian Tuberkulosis di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli

b. Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah penderita Tuberkulosis

dengan kejadian Tuberkulosis di Kecamatan Kintamani Kabupaten

Bangli.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit

Tuberkulosis di Kabupaten Bangli.

2. Dapat mengurangi penyebaran kuman Tuberkulosis pada keluarga yang

terkena penyakit Tuberkulosis.

5
3. Bagi ilmu pengetahuan adalah diketahuinya faktor risiko yang

berpengaruh terhadap penyebaran Tuberkulosis melalui pendekatan

perilaku masyarakat serta kondisi rumah

4. Bagi Program Pengendalian Penyakit Menular di Kabupaten Bangli

dapat dijadikan bahan intervensi dalam pemberantasan penyakit

Tuberkulosis sehingga pemberantasan dan pencegahan penyakit

Tuberkulosis dapat berhasil.

Anda mungkin juga menyukai