Anda di halaman 1dari 12

A.

DEFINISI

Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung
kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).

Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih,
maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa
nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).

Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan
tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriks organik (Sjabani
dalam Soeparman, 2001:377).

Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi
tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer,
2002:1460).

B. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode
imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis)
adalah

1. Hiperkalsiuria

Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer,
sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.

2. Hipositraturia

Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan
idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan
masukan protein tinggi.

3. Hiperurikosuria

Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena
masukan diet purin yang berlebih.

4. Penurunan jumlah air kemih : dikarenakan masukan cairan yang sedikit.


5. Jenis cairan yang diminum : minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan
jus anggur.

6. Hiperoksalouria

Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium,
peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang
mengganggu absorbsi garam empedu.

7. Ginjal Spongiosa Medula

Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi
metabolik).

8. Batu Asan Urat

Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan
sekunder).

9. Batu Struvit

Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi
urease.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :

1. 75 % kalsium.

2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).

3. 6 % batu asam urat.

4. 1-2 % sistin (cystine).

C. PATHOFISIOLOGI

Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam
beberapa teori (Soeparman, 2001:388):

1. Teori Supersaturasi

Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi.


Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.

2. Teori Matriks

Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 %
air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
3. Teori Kurangnya Inhibitor

Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga
membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan
penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi
pengendapan.

4. Teori Epistaxy

5. Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu
merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi
asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat
sebagai inti pengendapan kalsium.

6. Teori Kombinasi

Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.

D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi
urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien,
dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer,
2002:1461).

Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab
penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis
akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang
punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang
punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal adalah:

1. Hematuri.

2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.

3. Demam.

4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.

5. Mual.

6. Muntah.

7. Nyeri abdomen.

8. Disuria.

9. Menggigil.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:

1. Urine

a. pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu
magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.

b. Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi
maka sel darah putih akan meningkat.

c. Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan
batu saluran kemih.

d. Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.

2. Darah

a. Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.

b. Lekosit terjadi karena infeksi.

c. Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

d. Kalsium, fosfat dan asam urat.

3. Radiologis

a. Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
b. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan
retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.

4. USG (Ultra Sono Grafi)

Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.

5. Riwayat Keluarga

Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran kemih, jika ada untuk
mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa jenis
batu.

G. PENGOBATAN

Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :

1. Mengatasi SimPtom

Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau
inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.

2. Pengambilan Batu

a. Batu dapat keluar sendiri : batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6
mm.

b. Vesikolithotomi.

c. Pengangkatan Batu

1) Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal

Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan
untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3
cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi
melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu
tersebut dikeluarkan secara spontan.

2) Metode endourologi pengangkatan batu

Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu
alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan batu.
3) Ureteroskopi

Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui
sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound
kemudian diangkat.

d. Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)

1) Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)

2) Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam
hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan meningkatkan masukan
cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.

3) Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi
masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium (80-100
meq/hari), dan masukan kalsium.

4) Pemberian obat Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan
metabolik yang ada.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah sebagai berikut:

a. Sistem Pernafasan

Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan
posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat
menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa
terjadi emboli pulmonal.

b. Sistem Sirkulasi

Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya
bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi
karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa
menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.

c. Sistem Gastrointestinal

Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi
abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat
diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.

d. Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.

e. Sistem Integumen

Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase
penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase
dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal
melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).

f. Sistem Saraf

Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Dalam melakukan pengkajian pada vesikolithiasis yaitu :

1. Data biologis meliputi :

a. Identitas klien (umur,jenis kelamin,pekerjaan,pendidikan)

b. Identitas penanggung

2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)

Adanya rasa nyeri : lokasi,karakter,durasi dan hubungannya denagn urinasi serta factor-factor yang
memicu rasa nyeri dan yang meringankannya

3. Riwayat infeksi traktus urinarius

a. Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menangani infeksi traktus urinarius

b. Adanya gejala panas atau menggigil

c. Sistoskopi sebelumnya,riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil pemeriksaan diagnostic


renal atau urinarius

4. Gejala kelainan urinasi


a. Disuria (sakit dan sulit saat berkemih) kapan keluhan ini terjadi pada saat urinasi ( awal atau akhir
urinasi )

b. Hesistancy (keterlambatan yang abnormal atau kesulitan untuk memulai urinasi)

c. Mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi dapat menunjukan adanya kompresi
uretra,neurogenik kandung kemih atau obstruksi saluran keluar

d. Inkontinensia (pengeluaran urine diluar kehendak) : dapat terjadi akibat cidera pada sfingter
urinarius eksterna

5. Riwayat salah satu berikut :

a. Hematuri : perubahan warna atau volume urin dapat menunjukan adanya kanker traktus
urogenital,iritasi pada uretra,ataupun adanya trauma

b. Nokturia : menunjukan penurunan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine

c. Penyakit pada usia anak-anak (nefrotik syndrome)

d. Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal (DM,hipertensi,trauma abdomen,cidera medulla


spinalis)

6. Pemeriksaan fisik

a. TTV

b. Inspeksi : adanya distensi kandung kemih

c. Palpasi : adanya nyeri tekan pada kandung kemih

d. Perkusi : pada daerah supra pubis apakah terdengar suara dullness.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada traktus urinarius

2. Nyeri yang berhubungan dengan distensi kandung kemih (retensio urine)

3. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

4. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang berhubungan dengan pasien mual dan muntah

C. RENCANA KEPERAWATAN
No Dx

NOC

NIC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1/4 jam, pasien dengan reesiko infeksi diharapkan dapat
teratasi dengan criteria hasil

IMMUNE STATUS

v Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

v Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

v Jumlah leukosit dalam batas normal

v Menunjukkan perilaku hidup sehat

v Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

v Pertahankan teknik aseptif

v Batasi pengunjung bila perlu

v Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

v Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

v Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

v Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

v Tingkatkan intake nutrisi


v Berikan terapi antibiotik: .....

v Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

v Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

v Monitor adanya luka

v Dorong masukan cairan

v Dorong istirahat

v Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

v Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 10 menit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien dengan nyeri akut diharapkan dapat
teratasi dengan criteria haasil :

PAIN LEVEL : 2102

v (210201) Melaporkan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 2

v (210202) Ekspresi wajah rilek tidak gelisah

v (210203) Tidak ada kehilangan selera makan

v (210204) Posisi proteksi terhadap nyeri tidak ada

Pain Menagement : 1400

v Kaji lokasi, karakteristik dan kualitas nyeri

v Observasi tanda non verbal terhadap ketidaknyaman

v Bantu keluarga memberikan support

v Dorong klien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri

v Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik

v Kontrol factor lingkungan terhadap ketidaknyaman

v Berikan informasi tentang penyebab dan antisipasi nyeri

v Ajarkan penggunaan tahnik non farmakologi (relaksasi/distraksi)


v Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik / OAINS

Setelah di lakukuan tindakan keperawatan 3x 24 jam pada pasien dengan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dapat mulai teratasi dengan kriteria hasil:

Nutritional Status (status nutrisi):

- Intake nutrisi meningkat sesuai dengan diit

- Intake makanan dan cairan meningkat sesuai dengan diet

- Menunjukkan perubahan prilaku/pola hidup untuk menigkatkan/ mempertahakan BB.

Nutrition Management

- Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, BB, intergritas mukosa oral,
kemampuan menelan, riwayat mual/muntah/diare.

- Pastikan pola diet biasa pasien

- Awasi masukan dan pengeluaran nutrisi dan BAB secara periodik

- Selidiki adanya anoreksia

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth aja. 2009. Buku Saku PATOFISIOLOGI . Penerbit buku kedokteranEGC: Jakarta.
Doengos, Marilynn, E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit bukukedokteran EGC: Jakarta.

Smeltzer, Suzanne.C dan Brenda G. bare. 2002. Keperawatan medical bedah .Penerbit buku kedokteran
EGC: Jakarta

Somantri, Iman. 2008. KMB: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika

Alsagaff, Hood, 2006, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.

Pearce, Evelyn, 2006, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pooter, Patricia, A., 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Anonim1.Buku Ilmu Penyakit Dalam.Vol 3 Ed 4. Jakarta: EGC Misnadiarly.2008. Penyakit Infeksi saluran
napas. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai