Anda di halaman 1dari 12

PANCASILA DAN PERUBAHAN SOSIAL:

PERSPEKTIF INDIVIDU DAN STRUKTUR


DALAM DINAMIKA INTERAKSI SOSIAL

Pancasila and Social Change:


Individual and Structural Perspectives in Social Interaction Dynamics

Ujianto Singgih Prayitno


Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI

Naskah diterima: 5 April 2014


Naskah dikoreksi: 10 Agustus 2014
Naskah diterbitkan: 22 Desember 2014

Abstract: The background of this review is the fact that today’s society marginalize Pancasila as the values ​​and
moral insocial interaction. By using contemporary sociological perspectives that develops relationships between
individual and structures the writer concludes that pancasila as the vision of social change, see the reciprocal
relation between individual and structure. It has greatly affect the quality of social change in the society. The
consequence of this view is that Pancasila materialized in values ​​and morality embodied in individual and
collective level. Therefore it has become our collective duty to contextualized and implement Pancasila in a
variety of direction of life in national and state levels.
Keywords: Pancasila, social interaction, individu, structure.

Abstrak: Tinjauan ini dilatarbelakangi dengan adanya fakta dalam masyarakat dewasa ini, yang memarginalkan
Pancasila sebagai nilai dan moral dalam interaksi sosial. Dengan menggunakan perspektif sosiologi kontemporer
yang mengembangkan relasi individu dan struktur, diperoleh kesimpulan bahwa sebagai visi perubahan sosial,
Pancasila memandang relasi individu dan struktur secara timbal balik. Hal ini sangat memengaruhi kualitas
perubahan sosial di tengah masyarakat. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa Pancasila terwujud
dalam nilai dan moralitas pada tataran individual sekaligus tataran kolektif. Oleh karena itu, menjadi tugas
kita bersama untuk melalui upaya kontekstualisasi dan implementasi Pancasila dalam berbagai aras kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kata kunci: Pancasila, interaksi sosial, individu, struktur.

Pendahuluan berkeinginan membentuk masa depan bersama di


Sejak reformasi bergulir hingga saat ini, bawah lindungan suatu negara, tanpa membedakan
Pancasila telah mulai dilupakan dalam kehidupan suku, ras, agama ataupun golongan. Pancasila
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. bukan semata-mata sebagai ideologi negara,
Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan melainkan vision of state yang dimaksudkan untuk
Pancasila. Apabila terdapat kekeliruan, hal itu memberi landasan filosofis bersama (common
dikarenakan adanya pihak yang membuat pemaknaan philosophycal ground) sebuah masyarakat plural
tunggal atas Pancasila yang kemudian dipaksakan yang modern, yaitu masyarakat Indonesia yang
sebagai alat politik untuk mempertahankan status maju, berdaulat, adil dan makmur. Tantangan
quo kekuasaan. Meskipun demikian, terdapat utama dalam membangun bangsa adalah bagaimana
keyakinan, bahwa persatuan dan kesatuan nasional negara memberikan identitas yang kuat agar dapat
baik yang bernuansa struktural maupun kultural memberikan perasaan istimewa, lain dari pada
(solidaritas sosial) tetap dapat dipertahankan di yang lain. Dengan prinsip-prinsip Pancasila, bangsa
negeri ini. Sebab Indonesia didirikan atas dasar rasa Indonesia diharapkan dapat memiliki karakter yang
penderitaan yang sama (sense of common suffering) memiliki nilai tambah jika dibandingkan dengan
akibat penjajahan asing ratusan tahun, bukan atas bangsa-bangsa lain.
dasar falsafah non-primordialisme. Terkait dengan hal tersebut, penulisan tinjauan
Pancasila merupakan paham yang berpendirian, ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
bahwa suatu bangsa adalah semua orang yang Pancasila sebagai visi bangsa yang dianalisis

Ujianto Singgih, Pancasila dan Perubahan Sosial | 107


sebagai arah perubahan sosial dalam perspektif sukarela dari para pelaku yang otonom, sehingga
interaksi sosial masyarakat. Namun demikian, pemahaman terhadap Pancasila merupakan
keinginan pragmatis ini akan mengalami kesulitan, proses yang tidak pernah selesai. Oleh karena itu,
jika persoalan ini semata-mata ditempatkan interaksi sosial yang dibangun bersifat konstitutif1
sebagai persoalan analisis moral Pancasila yang preferensinya tidak sepenuhnya ditentukan
belaka. Dengan menempatkannya sebagai oleh struktur, karena pada saat yang sama interaksi
dasar bagi perubahan sosial, melalui perspektif hanya dapat terjadi melalui perjumpaan yang terus-
interaksi sosial yang memandang sekaligus relasi menerus antarpelaku.
individu dan struktur sosial, diharapkan mampu
menganalisis secara cermat fenomena sosial Masyarakat Indonesia
yang terjadi sejak masa reformasi. Menempatkan Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai
Pancasila sebagai dasar dan arah perubahan sosial kelompok etnik atau disebut ethnic nation
akan mendukung eksistensi masyarakat Indonesia (Suryadinata, 2000 dalam Wirutomo, 2012),
yang memiliki sustainibility yang mantap dan yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri
dinamis. Implementasi Pancasila sebagai dasar atas masyarakat-masyarakat sukubangsa yang
bagi perubahan sosial membutuhkan landasan dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional dari
sosiologis yang dapat diterjemahkan dalam masyarakat negara tersebut (Suparlan, 2008).
visi, misi, dan tujuan negara. Harapan ini dapat Penekanan keanekaragaman dalam masyarakat
terwujud, apabila masa depan Indonesia dibangun majemuk terletak pada sukubangsa dan kebudayaan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) sukubangsa. Setiap sukubangsa mempunyai wilayah
menginventarisir nilai-nilai unggul apa saja yang tempat hidup yang diakui sebagai hak ulayatnya
dapat kita kembangkan; (2) menciptakan interaksi dan merupakan tempat sumber daya yang dapat
yang sehat dalam masyarakat yang memungkinkan dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup mereka.
nilai-nilai unggul itu terwujud; dan (3) menanggapi Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus mampu
segala persoalan yang muncul secara proaktif, mengelola dan mempersatukan keragaman etnik
bukan reaktif atau represif, sehingga dapat menepis ini, serta mengeliminasi kemungkinan terjadinya
berbagai potensi kekerasan dimulai dari diri kita konflik.
sendiri demi terwujudnya kedamaian antarsesama Menurut Suparlan (2000:5), sukubangsa
manusia. merupakan sebuah kategori atau golongan sosial
Pendekatan sosiologi yang digunakan askriptif. Sukubangsa didefinisikan sebagai suatu
dalam tinjauan ini, mengasumsikan bahwa relasi pengorganisasian sosial yang askriptif, di mana
antaranggota masyarakat bersifat saling bergantung, pengakuan terhadap warga sukubangsa dilakukan
tidak mungkin dapat mencapai tujuannya tanpa berdasarkan kelahiran dan keturunan. Sifat
menggunakan sumber daya yang dimiliki anggota askriptif ini, mengakibatkan jatidiri sukubangsa
masyarakat lainnya. Interaksi yang muncul akan atau kesukubangsaan tidak dapat dibuang atau
terjadi secara berulang-ulang dan terus-menerus diganti dengan jatidiri lainnya. Jatidiri sukubangsa
dalam jangka waktu yang lama dalam kehidupan atau asal yang askriptif ini tetap melekat pada
keseharian. Kesinambungan proses ini pada akhirnya seseorang sejak kelahirannya.
akan memunculkan suatu tata aturan yang mengatur Setiap interaksi antarindividu dalam hubungan
perilaku mereka, dari yang daya ikatnya paling rendah sosial, akan memperlihatkan jatidiri yang muncul
sampai yang lebih kuat. Tata aturan itu berupa nilai- karena adanya atribut-atribut yang digunakan dalam
nilai yang dibagi bersama yang dianggap sebagai mengekspresikan jatidiri. Dalam hubungan antar-
perekat dan pengikat bangsa. Nilai-nilai yang dibagi sukubangsa, atribut dari jatidiri suatu sukubangsa
bersama itu, dipersepsi menjadi nilai-nilai yang menjadi kebudayaannya. Kebudayaan sukubangsa
sifatnya universal antaretnis bahkan antarbangsa, juga bersifat askriptif, karena diperoleh seseorang
sesuai dengan konteks dan setting sosial yang melalui proses pembelajaran yang ‘dipaksa’.
berbeda. Akibatnya, jika Pancasila dijadikan arah Dengan kata lain, pembelajaran kebudayaan
bagi perubahan sosial, maka diperlukan redefinisi
1
Konstitutif dikenal sebagai dualitas struktur dalam teori
dengan mengadopsi nilai-nilai dalam masyarakat strukturasi Anthony Giddens, yaitu bahwa setiap struktur
yang mengarah kepada konsep-konsep demokrasi, besar memiliki tiga gugus struktur yang membangunnya
HAM, partisipatif, egaliter, lokalitas, kemandirian, (Giddens, 1984:29), adalah (1) struktur signifikasi
dan gender. yang berkaitan dengan skema simbolik dan wacana; (2)
struktur dominasi, yang mencakup skema penguasaan
Disamping itu, pendekatan sosiologi ini
atas orang dan barang; dan struktur legitimasi yang
juga mengasumsikan bahwa penafsiran terhadap berkaitan dengan skema aturan normatif yang tertuang
Pancasila dibangun melalui interaksi yang bersifat dalam tata hukum.

108 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


sukubangsa merupakan suatu keyakinan oleh saat ini yang cenderung mengabaikan Pancasila
masyarakatnya. Keyakinan menjadi nilai-nilai yang dinilai sebagai warisan Orde Baru. Terutama
budaya sebagai inti dari kebudayaan sukubangsa dengan terjadinya reformasi yang mulai meragukan
yang primordial bagi seorang anak. Nilai-nilai gagasan-gagasan ideal masyarakat Pancasila.
utama yang pertama dipelajari dan diyakini dalam Fakta yang dihadapi pada masa itu adalah situasi
kehidupannya. konflik etnik dan agama, tawuran antarkampung,
Secara teoritik, untuk mewujudkan harmoni perebutan kekuasaan, konflik komunal akibat
antaretnik dalam interaksi sosial, dibutuhkan pemilihan kepala daerah, korupsi dan berbagai
adanya faktor sosial yang berfungsi positif untuk persengketaan lain. Struktur toleransi dengan nilai
mengeliminasi perbedaan etnis yang ada, agar keselarasan yang mendasarinya perlahan hilang,
tidak meruncing dan menjadi gesekan sosial yang sementara struktur reformasi yang dibangun
bersifat manifes. Salah satu bentuk eliminasi masih sangat lemah menopang struktur sosial, dan
tersebut, antara lain yaitu pola hubungan yang belum mendapatkan pengakuan. Akibatnya, terjadi
bersifat “simbiosis mutualisme” antar-etnis ambivalensi dalam penerapan Pancasila. Di tengah
yang berbeda, dalam kegiatan produksi. Artinya, situasi ini, kemudian muncul dua sikap dalam
meskipun tidak terjadi asimilasi kultural, namun menempatkan Pancasila sebagai dasar perubahan
akan tetap terjalin hubungan sosial yang erat struktur sosial masyarakat Indonesia, yaitu sikap
dan saling membutuhkan, apabila terbangun pola yang konservatif dan sikap yang lebih progresif.
hubungan patront-client yang adil dalam hubungan Sikap yang konservatif memperlihatkan
produksi. pendiriannya yang cemas terhadap perkembangan
Adanya komunikasi dan hubungan sosial yang masyarakat, yang mengarah pada lenyapnya nilai-
intensif, akan menyebabkan karakter masing- nilai masyarakat, dan menempatkan Pancasila
masing etnis semakin mudah dipahami. Pemahaman dan UUD RI 1945 sebagai kekuatan integratif
ini dapat menumbuhkan adanya kesadaran terhadap antarkelompok masyarakat. Penanganan ketika
perbedaan antar-etnis, sehingga tidak perlu saling terjadi pertentangan dan perpecahan antarkelompok
menyubordinasi. Selain itu, dukungan dan sense sosial saat ini, ingin dikembalikan seperti zaman
of belonging yang tinggi dari tokoh masyarakat Orde Baru. Keadaannya tersusun secara hirarkis,
dan agama, serta lembaga sosial dapat menjaga dengan memahami hak dan kewajiban masing-
dan mencegah kemungkinan terjadinya konflik masing, demi pulihnya keintegrasian dan kerukunan
horizontal yang terbuka. masyarakat. Sementara itu, sikap progresif
Menurut Wirutomo (2012:3), masyarakat yang sesungguhnya juga menyesali kondisi masyarakat
memiliki beragam etnik memiliki dua ciri, yaitu: yang chaos, akibat adanya perpecahan dan anarki.
pertama, hot etnicity yang cenderung menonjolkan Meskipun demikian, tatanan masyarakat baru,
identitas etniknya, memiliki kecenderungan untuk yaitu masyarakat dengan pemerataan di semua
selalu ingin merdeka; dan kedua, cold etnicity yang lapisan masyarakat, masih diyakini dapat terwujud.
sifatnya kurang fanatik, kurang emosional dan Kelompok ini tetap percaya akan keunggulan Hak
hanya digunakan untuk mencari keuntungan sesaat. Asasi Manusia dan nilai-nilai humanitas lainnya
Indonesia memiliki kedua ciri ini. Situasinya dalam membangun masyarakat. Masyarakat yang
sangat tergantung bagaimana negara mengelola akan dibangun didasarkan atas suatu perencanaan
integrasi masyarakatnya, sehingga diperlukan satu rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara
identitas bersama yang bersifat nasional yang dapat ilmiah.
merangkum semua kepentingan. Dalam kaitan ini, Kedua sikap tersebut perlu didamaikan
Pancasila merupakan strategi integrasi yang relevan, dengan mengedepankan nilai ke-Indonesia-an yang
karena memberikan kebebasan kepada semua etnik bersumber dari berbagai nilai, sehingga dalam
untuk tetap hidup, sekaligus mengembangkan proses dialogis akan ditemukan ke-Indonesia-an
sistem budaya dan kesetiakawanan sosialnya, serta yang lebih utuh. Nilai ke-Indonesia-an itu berbasis
saling menghargai secara setara, yang dikukuhkan pada nilai yang mengutamakan kehidupan dan
dalam prinsip Bhineka Tunggal Ika. kemanusiaan. Menjadi ruang hidup masyarakat
untuk memaknai hidup, memberi arti sosialitas dan
Pancasila sebagai Visi Bangsa identitas dirinya, dalam upaya saling memperkaya,
Sebagai vision of state, Pancasila dapat hormat dan beradab, serta adilnya kemanusiaan.
dijadikan dasar perubahan sosial, yaitu Dalam kaitan ini, terdapat empat asumsi
terbentuknya masyarakat multikultural yang yang perlu dimanifestasikan dalam menempatkan
berdaulat, adil, dan makmur. Hal ini memang Pancasila sebagai dasar perubahan sosial, yaitu:
tidak mudah untuk dilakukan. Mengingat kondisi (1) adanya pattern maintenance di masyarakat,

Ujianto Singgih, Pancasila dan Perubahan Sosial | 109


atau kemampuan memelihara dan melestarikan (g) fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan
sistem nilai yang dianut sebagai endapan atau manusia mulai dari tingkat individu sampai dengan
manifestasi tingkah laku manusia; (2) adanya tingkat dunia (Prayitno, 2014:21). Di samping
kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia itu, perubahan sosial merupakan perubahan yang
yang berubah dengan cepat. Masyarakat yang terjadi dalam struktur sosial dalam kurun waktu
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan tertentu yang mengandung beberapa jenis, yaitu (a)
memanfaatkan peluang yang timbul, akan tetap eksis perubahan peran individu dalam sejarah kehidupan
dan memiliki keberlanjutan kehidupan kebangsaan yang menyangkut keberadaan struktur yang bersifat
yang mantap; (3) adanya fungsi integratif dari gradual; (b) perubahan dalam cara bagaimana
unsur-unsur masyarakat yang beragam secara struktur sosial saling berhubungan; (c) perubahan
terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga dalam fungsi struktur yang berkaitan dengan
terbentuk kekuatan sentripetal yang kian apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana
menyatukan masyarakat itu; dan (4) masyarakat masyarakat tersebut melakukannya; dan (d)
perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama perubahan dalam bentuk interaksi antarindividu.
yaitu kesamaan cita-cita, pandangan, harapan, dan Individu merupakan hal yang paling penting
tujuan tentang masa depannya. dalam konsep sosiologi, sebagai obyek yang bisa
secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui
Perubahan dan Struktur Sosial interaksinya dengan individu yang lain. Dalam
Perubahan sosial terjadi di dalam atau perspektif ini, dikenal nama sosiolog George
mencakup sistem sosial yang memperlihatkan Herbert Mead (1863–1931), Charles Horton Cooley
perbedaan antara keadaan sistem tertentu (1846–1929), yang memusatkan perhatiannya pada
dalam jangka waktu yang berbeda (Prayitno, interaksi antara individu dan kelompok. Mereka
2014:21). Perubahan sosial merupakan sebuah menemukan bahwa individu-individu tersebut
proses yang selalu melekat dalam perkembangan berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol,
masyarakat. Tidak selalu terencana dan menuju yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan
pada perkembangan yang diharapkan, karena kata-kata. Sosiolog interaksionisme simbolik
terbuka kemungkinan dimaknai sebagai suatu yang kontemporer lainnya adalah Herbert Blumer (1962)
negatif dan harus dihindari. Perubahan sosial yang dan Erving Goffman (1959). Interaksionisme
dimaknai sebagai sesuatu yang negatif, berkaitan simbolik memfokuskan diri pada hakekat interaksi,
dengan anggapan bahwa masyarakat merupakan pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial
sebuah sistem yang stabil. Sistem yang memiliki dan hubungan sosial. Interaksi individu dalam
tatanan sosial yang relatif stabil dan terintegrasi, masyarakat antara lain termanifestasi dalam
yang terus menerus dianggap sebagai kondisi yang hubungan institusi-institusi sosial, yang muncul
normal. Perubahan dalam pandangan ini dianggap dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial.
sebagai kondisi yang menyimpang, sehingga Interaksi ini dimediasi oleh penggunaan simbol-
mengabaikan arti penting perubahan sosial sebagai simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan
sarana menjaga keutuhan sistem sosial. Perubahan makna dari tindakan orang lain. Semua interaksi
sosial juga dianggap sebagai sesuatu yang bersifat antarindividu manusia melibatkan suatu pertukaran
abnormal dan traumatis, suatu perubahan yang simbol. Ketika antarindividu saling berinteraksi,
dipandang sebagai kondisi yang penuh krisis dan biasanya secara konstan mereka mencari
terdapat campur tangan pihak diluar komunitas “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang
yang tidak dikehendaki. cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana
Perubahan sosial itu dapat terjadi dalam: menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh
(a) struktur dan fungsi masyarakat, (b) dalam orang lain.
hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap Sementara itu, struktur sosial merupakan
keseimbangan, (c) perubahan kondisi geografis ikatan antarmanusia sebagai bangunan utama
kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi dari bangunan sosial, yang menjadi simpul yang
maupun karena adanya difusi ataupun penemuan- menyatukan jalinan masyarakat. Struktur sosial
penemuan dalam masyarakat, (d) modifikasi berkaitan dengan hubungan atau interaksi sosial
pola kehidupan manusia, (e) tidak terulang dari yang bersifat imperatif dengan membangun
sistem sosial sebagai satu kesatuan, (f) lembaga hubungan antarsesama dan menjaganya agar
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang terus berlangsung. Struktur sosial memungkinkan
memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di individu agar dapat bekerja bersama-sama untuk
dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di mencapai berbagai hal yang tidak dapat dilakukan
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, dan seorang diri. Struktur sosial termanifestasi

110 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


dalam jaringan, yaitu sarana bagi seseorang yang karena sosiologi merupakan disiplin ilmu yang
dilakukan karena adanya kesamaan nilai dengan lahir sebagai upaya untuk menjelaskan asal-usul
anggota lain dalam jaringan yang bersangkutan. dan sifat tatanan sosial. Sosiologi berupaya untuk
Jaringan ini dapat menjadi sumber daya yang dapat memberikan pemahaman, bagaimana manusia
bermanfaat langsung dan dapat dipandang sebagai menciptakan struktur sosial dan pola perilaku
modal sosial. Jaringan sosial merupakan aset yang stabil di dunia tempat urbanisasi, industrialisasi,
sangat bernilai, yang memberikan dasar bagi kohesi dan solidaritas ilmiah menggerogoti basis tatanan
sosial dan mendorong orang bekerjasama untuk tradisonal, seperti perilaku, iman, dan kepatuhan
mendapat manfaat timbal balik. Paling tidak, buta.
seperti ditegaskan oleh Putnam (2000:19) dan Setidaknya, kualitas jaringan ditentukan oleh
Woolcock (1998) hubungan kerjasama membantu tingkat kepercayaan para anggota masyarakat yang
orang memperbaiki kehidupan mereka. terlibat di dalamnya. Orang bekerjasama untuk
Jaringan yang dimiliki seseorang perlu mencapai tujuan-tujuan mereka, tidak hanya harus
dipandang sebagai bagian dari hubungan dan mengenal satu sama lain sebelumnya, tetapi juga
norma yang lebih luas yang memungkinkan orang harus saling percaya dan berharap bahwa mereka
mencapai tujuan-tujuannya, dan mengikat bersama. bekerjasama untuk mendapatkan manfaat yang
Seperti yang disampaikan Giddens (1984:169) setimpal. Putnam dan Coleman adalah diantara
dalam teori strukturasinya, bahwa struktur selalu teoritisi utama yang mendefinisikan kepercayaan
mendorong sekaligus mengekang, ditinjau dari sebagai komponen utama bagi bekerjanya sebuah
hubungan inheren antara struktur dan agensi, sistem sosial. Lebih lanjut lagi, Fukuyama
termasuk hubungan agensi dengan kekuasaan. menjelaskan arti penting kepercayaan dalam sistem
Oleh karena itu, terdapat anggapan bahwa disatu sosial, yaitu sebagai kapabilitas yang muncul dari
pihak pilihan seseorang itu terikat atau terkekang kepercayaan abadi ditengah-tengah masyarakat
oleh sumber daya, sehingga koneksi menentukan atau pada bagian tertentu dari masyarakat tersebut
keberhasilan seseorang. Meskipun demikian, (Fukuyama, 1995:122). Pada bagian lain Fukuyama
dipihak lain, seseorang akan menggunakan juga menjelaskan, bahwa kepercayaan adalah dasar
jaringannya untuk dapat membebaskan diri dari dari tatanan sosial, komunitas itu tergantung pada
hambatan-hambatan, dan menggunakan modal kepercayaan timbal balik dan tidak akan muncul
sosialnya untuk mengakses sumber daya yang secara spontan tanpanya (Fukuyama, 1995:25).
sama. Keyakinan atas kualitas jaringan dan Arti kepercayaan dapat dilihat dari keterpercayaan
hubungannya dengan nilai bersama mendominasi anggota masyarakat yang dapat dipandang sebagai
pemikiran sosiologi --terutama sosiologi klasik2, “pelumas” yang memperlancar berbagai transaksi
sosial dan ekonomi menjadi murah, tidak birokratis,

2
Kualitas hubungan antar manusia atau jaringan telah lama
menjadi perhatian para teoritisi sosial. Penulis Perancis dan tidak memakan banyak waktu. Kepercayaan
Alexis de Tocqueville (1832), interaksi dalam asosiasi memainkan peranan penting dalam memeroleh
sukarela memberikan perekat sosial yang membantu akses manfaat jaringan sosial. Oleh karena itu,
menyatukan individu-idividu amerika yang bertolak jaringan dengan kepercayaan tinggi akan berfungsi
belakang dengan ikatan formal staus dan kewajiban yang lebih baik dan lebih mudah, jika dibandingkan
menyatukan hubungan yang lebih tradisonal dan lebih
hirarkhis yang lazim ditemukan di Eropa. Keyakinan
dengan jaringan dengan kepercayaan rendah.
sebagai sumber makna dan tatanan diteruskan oleh Emilie
Durkheim (1933) yang dalam refleksinya atas transisi Relasi Individu dan Struktur
jangka panjang seperti yang digambarkannya dengan Relasi individu dan struktur sosial bekerja
solidaritas mekanik dunia feodal menuju solidaritas dalam suatu interaksi sosial yang dapat diartikan
organik kapitalisme abad ke-19. Bagi Durkheim solidaritas
sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
pertama bersifat mekanik karena tanpa dipikirkan dan
merupakan kebiasaan, yang dirasakan atas struktur dan Dalam interaksi juga terdapat simbol yang
kewajiban yang bersifat tetap, kerena setiap orang tahu
tempat mereka, dan bagaimana orang lain ditempatkan. digagas oleh Karl Marx. Marx meletakkan agensi manusia
Sebaliknya, di masyarakat kapitalis, urban dan industri, pada hubungan ang terasing dan abstrak dengan kelas-
orang hidup di dunia orang asing, namun mengatur urusan kelas sosial utama dengan tidk memberikan perhatian
mereka tanpa ada pembagian kerja yang diatur secara ketat terhadap ikatan antara yang mengikat seorang individu
sebagaimana feodalisme. Namun mereka masuk kedalam dengan individu yang lain. Marx melihat tatanan kapitalis
berbagai hubungan yang diasarkan atas berbagai iteraksi, sebagai persoalan, sehingga ia memberikan perhatian
yang masing-masing dimasuki karena dapat digunakan pada solidaritas. Jika solidaritas antar pemilik sarana
untuk mencapai tujuan. Perhatian terhadap kualitas dan produksi dapat diyakini sebagai suatu takdir untuk
makna hubungan sosial dalam cakupan yang lebih luas mempertahankan dominasi diantara mereka, maka teori
disampaikan dalam perspektif materialisme historis yang marxis sejumlah upaya untuk menjelaskan kekuatan atau
kelemahan solidaritas anat kaum tertindas.

Ujianto Singgih, Pancasila dan Perubahan Sosial | 111


biasanya diartikan sebagai sesuatu yang nilai Menyadari dikotomi tersebut, studi-studi
atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka sosiologi yang lebih kemudian menganalisis adanya
yang menggunakannya. Proses interaksi sosial penyatuan, terutama antara pandangan yang
menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia menekankan pentingnya individu dan pandangan
bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang yang lebih mementingkan pengaruh struktur.
dimiliki manusia, yang berasal dari interaksi antara Wacana penyatuan dua ekstrem teoritik ini sudah
seseorang dengan sesamanya. Makna tidak bersifat mulai dilakukan, terutama pada tahun 1980-an,
tetap namun dapat diubah. Perubahan terhadap sebagian besar dalam sosiologi Amerika, menuju
makna dapat terjadi melalui proses penafsiran konsensus luas kearah sintesis atau pertalian,
yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu teori agen-struktur dan atau tingkat analisis sosial
sebaagai interpretative process. Interaksi sosial (Ritzer, 1996:474). Meskipun demikian, terdapat
yang sehat dan bermakna bagi setiap individu yang dua arus utama dalam upaya penyatuan ini, yaitu
terlibat, membutuhkan nilai dan norma yang diakui yang memusatkan perhatian pada pengintegrasian
bersama yang dijadikan dasar bagi hubungan teori mikro dan makro, dan yang lain lebih
antarindividu, individu dengan kelompok, ataupun memusatkan pada hubungan antara tingkat mikro
antarkelompok. Dalam terminologi sosiologi dan makro dari analisis sosial.
modern, makna hubungan sosial tergantung Upaya sintesis atau pertalian mikro-makro
pada ketersediaan modal sosial yang ada dalam dalam paradigma sosiologi telah dilakukan oleh
masyarakat.3 Ritzer (1979,1981) dalam sosiologi berparadigma
Utilitarianisme sebagai paradigma ganda. Pandangan integratif menyatakan bahwa,
individualisme radikal, memandang individu struktur mikro atau makro tak dapat dianalisis
sebagai aktor yang berusaha untuk memaksimalkan secara tersendiri, keduanya berinteraksi sepanjang
utilitasnya, yang secara rasional memilih sarana waktu, meski ada yang hanya menekankan pada
yang terbaik untuk melayani tujuan-tujuannya salah satu tingkat analisis saja.Coleman (1990,
sendiri. Inti pandangannya adalah bahwa individu 1994) meskipun mengembangkan teori pilihan
yang berdiri sendiri adalah unit yang mengambil rasional, sebenarnya juga mengembangkan
keputusan, yaitu yang memberikan keputusannya integrasi mikro ke makro, meskipun ia kurang
sendiri. Asumsinya adalah bahwa orang berusaha memberikan penjelasan yang cukup atas hubungan
untuk memaksimalkan utilitasnya (apakah berupa makro ke mikro. Demikian pula dengan Granovetter
kesenangan, kebahagiaan, konsumsi, atau sekedar (1985:481-510). Ia memperluas konsep kemelekatan
pendapat formal tentang tujuan bersama), orang sebagai landasan tengah antara pandangan tentang
mengejar sekurang-kurangnya dua “utilitas” tindakan ekonomi sebagai yang ditetapkan oleh
yang tidak dapat direduksi dan mempunyai dua norma-norma budaya dan analisis pilihan rasional
sumber penilaian, yaitu kesenangan dan moralitas perilaku ekonomi. Granovetter memfokuskan diri
(Etzioni,1986). Sementara, strukturalisme pada saling penetrasi dari keduanya dalam struktur
berargumentasi bahwa moralitas merupakan hubungan sosial.
suatu sistem kaidah dan nilai yang diberikan oleh Coleman berusaha mengarahkan penjelasannya
masyarakat, tertanam dalam budayanya, sebagai untuk mengurangi kelemahan pendekatan pilihan
bagian dari internalisasi budaya. Berkumpulnya rasional dengan menguraikan bagaimana bentuk
individu-individu di dalam komunitas yang struktur yang menghambat tindakan rasional, dan
kompetitif, yang sama sekali tidak mengakibatkan bagaimana struktur dimanfatkan oleh individu
konflik yang menyeluruh, dikatakan menciptakan untuk memaksimalkan kepentingan diri mereka
efisiensi dan kesejahteraan maksimum. sendiri.4Ide dasar orientasi pilihan rasional Coleman
(1990) sangat jelas, “persons act purposively

3
Sesungguhnya tidak ada modal yang bekerja sendiri
toward a goal, with the goal (and thus the action)
dalam realitas sosial yang sedang berlangsung. Di dalam shaped by values or preferences.” Selanjutnya,
realitas sosial terdapat beragam modal, Bourdieu (1986), Coleman mengatakan bahwa untuk tujuan atau
misalnya menyebut adanya modal ekonomi (economic
capital), modal budaya (cultural capital), modal simbolis
4
Teori pilihan rasional ini dikembangkan oleh Coleman
(symbolic capital), dan modal sosial (social capital). (1989), yang pertama kali dikemukakannya dalam Jurnal
Sementara Coleman (1988,1990), disamping modal Rationality and Society (Ritzer, 1996:289). Jurnal ini
sosial juga menambahkannya dengan modal manusia adalah jurnal interdisiplin, karena teori pilihan rasional,
(human capital), Burt (1995) menambahkannya dengan yang oleh Coleman disebut dengan paradigma aksi
modal keuangan (financial capital), dan Nugroho (1997), rasional, “the paradigm of rational action” (1989:5) is the
disamping modal sosial dan modal manusia ada lagi only theory with the possibility of producing paradigmatic
modal alam (natural capital) dan man-made capital. integration (Ritzer 1996:289)..

112 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


kebutuhan teoritik, diperlukan “a more precise “habitus,” untuk menanggulangi pertentangan
conceptualization of the rational actor derived from antara objektivisme dan subjektivisme. Habermas
economics, one that sees the actor choosing those (1989) menyebutnya sebagai “kolonisasi kehidupan
action that will maximize utility, or the satisfaction dunia,” yang mengintegrasikan dua paradigma
of their needs and wants”, Terdapat dua elemen melalui gagasan yang berasal dari teori tindakan
penting dalam teori pilihan rasional ini, yang oleh yang disebutnya sebagai “integrasi sosial” dan teori
Coleman disebut dengan “actors and resources”. sistem yang disebutnya sebagai “integrasi sistem.”
Dalam kaitan ini Coleman (1990:29) menjelaskan: Di samping itu, ada pula yang menyebutnya sebagai
“A minimal basis for a social system of action is two “diskursus” dan beberapa konsep yang berdasarkan
actors, each having control over resources of interest pada etnometodologi.
to the other. It is each one’s interest in resourches Oleh karena itu, dalam kaitan ini struktur
under the other’s control that leads the two, as sosial dan individu dalam kapasitas perubahan
purposive actors, to engage in actions that involve
sosial ditandai oleh kapasitas Pancasila sebagai
each other … a system of action … It is this structure,
visi masyarakat baru. Kekuatan Pancasila yang
together with the fact that the actors are purposive,
each having the goal of maximizing the realization diharapkan hadir dari struktur sosial untuk
of his interest, that gives the interdependence, or menstimulasi perubahan sosial agar berperan
systemic character to their action.” aktif sebagai agensi penggerak pembaruan
yang seringkali mengalami kekosongan secara
Peningkatan perhatian atas pengintegrasian signifikan, karena relasi individu dan struktur
mikro-makro, ternyata sejajar dengan peningkatan sosial justru menetralisir inisiatif dari individu
perhatian di kalangan teoritisi Eropa atas masalah yang seharusnya tampil sebagai agen perubahan.
hubungan antara agen dan struktur (Ritzer dan Terminologi “struktur” dalam hal ini, tidak saja
Goodman, 2004:505). Tampaknya, antara integrasi menunjuk kepada pengertian “pola hubungan
mikro-makro dan agen-struktur seolah mirip dan yang terpola ketika individu-individu berinteraksi
sering dibahas seakan-akan masalah itu serupa satu dalam struktur yang dibentuknya”, namun struktur
sama lain, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan juga telah dipahami sebagai “orientasi-tindakan-
substansial. Konsep agen (agency), pada umumnya dan-pemikiran” yang sedemikian tertanam dalam
memang merujuk pada tingkat mikro atau aktor Pancasila sebagai sistem sosial yang menjadi
manusia individual. Tetapi, konsep inipun merujuk platform dan kekuatan-pengatur (social-force).
kepada kolektivitas (makro), Burns (1987:9), Dalam perspektif strukturasi tersebut (Giddens,
misalnya, memandang pengertian agen sebagai, 1984:16-213), Pancasila diandaikan, sebagai
“individu maupun kelompok terorganisir, organisasi berikut: (1) merupakan medium interaksi sekaligus
dan bangsa.”Demikian pula dengan struktur yang sebagai instrumen bagi para aktor, sehingga struktur
biasanya mengacu pada konsep berskala besar, tidak hanya mengekang agar bertindak sesuai
konsep inipun dapat mengacu pada struktur mikro dengan norma Pancasila, tetapi juga membuka ruang
seperti yang terlibat dalam interaksi individual. yang luas dengan memfasilitasi kemungkinan-
Oleh karena itu, baik agen maupun struktur dapat kemungkinan penafsiran sesuai dengan dinamika
mengacu kepada fenomena tingkat mikro atau perkembangan masyarakat; (2) adanya otonomi
makro, atau pada keduanya. para aktor memungkinkan munculnya kemampuan
Upaya paling terkenal yang mengintegrasikan mawas diri, yaitu aktor yang dianggap kuat
agen-struktur adalah teori strukturasi dari Giddens memiliki kapasitas kekuasaan yang kuat untuk
(1995:252) yang mendasarkan pada praktik sosial mengubah dan atau mempertahankan Pancasila;
yang berulang yang diatur melintasi ruang dan dan (3) Interaksi yang terjadi secara berulang yang
waktu. Tujuan fundamental dari teori strukturasi didasarkan pada kepentingan praksis akan dapat
adalah untuk menjelaskan hubungan dialektika membentuk, mengubah dan menafsirkan norma-
dan saling memengaruhi antara agen dan struktur. norma Pancasila.
Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan
seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Agen Menempatkan Pancasila sebagai Arah Perubahan
dan struktur saling memengaruhi tanpa terpisahkan Sosial
dalam praktik atau aktivitas manusia. Jika upaya Pancasila merupakan identitas bangsa Indonesia
Giddens untuk mengintegrasikan agen-struktur sebagai sistem nilai yang dapat membedakannya
disebut dengan strukturasi, maka Archer menyebut dengan bangsa-bangsa yang lain. Sebagai Identitas,
upayanya sebagai pendekatan “morphogenetik,” Pancasila merupakan suatu perangkat konsep dan
sedangkan Bourdieu (1977, lihat juga Bourdieu nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia
and Wacquant, 1992) menyebutnya sebagai dan Tuhan, antar-sesama manusia, serta antara

Ujianto Singgih, Pancasila dan Perubahan Sosial | 113


manusia dan alam semesta, yang terwujud dalam nilai ini mampu mengangkat dan menunjukkan akan
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keanekaragaman bangsa kita. Bangsa yang
dan keadilan sosial. Hubungan ini, bersifat dinamis multikultural dan beragam, akan tetapi bersatu
dan terbuka terutama pada upaya pembentukan dalam kesatuan yang kokoh. Selain itu, secara
karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa implisit “Bhineka Tunggal Ika” juga mampu
ini membutuhkan kerja keras yang persisten dan memberikan semacam dorongan moral dan spiritual
konsisten agar dapat mengatasi semua persoalan kepada bangsa Indonesia. Terutama pada masa-
yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, masa pasca kemerdekaan, agar senantiasa bersatu
berbangsa dan bernegara. Sinergi segenap komponen melawan ketidakadilan para penjajah, meskipun
bangsa dalam melanjutkan pembangunan karakter berasal dari suku, agama dan bahasa yang berbeda.
bangsa diperlukan untuk mewujudkan bangsa yang Melihat Indonesia dari segi geografis,
berkarakter, maju, berdaya saing, dan mewujudkan demografis, dan ekonomi, kita akan menemukan
bangsa Indonesia yang bangga terhadap identitas Indonesia tampak seperti sebuah perahu besar
nasional yang dimiliki, seperti nilai budaya dan yang ”penumpangnya” begitu padat dan beragam.
bahasa. Indonesia terdiri dari sekitar 13 ribu gugusan
Revitalisasi dan reaktualisasi Pancasila pulau besar dan kecil yang di diami penduduk
sebagai aras perubahan sosial dan pranata lebih dari 240 juta jiwa dengan sekitar 200 etnis
sosial kemasyarakatan merupakan upaya yang yang berbeda, membuat Indonesia menjadi negara
perlu dilakukan melalui upaya mendefinisikan keempat terbanyak penduduknya di dunia setelah
Pancasila secara sosiologis untuk mempertinggi China, India, dan Amerika Serikat, memiliki sikap
derajat kemanusiaan bangsa. Hal ini dapat hidup yang penuh harapan akan kehidupan di masa
dilakukan, antara lain melalui: (1) aktualisasi depan yang cemerlang. Pendeknya, visi bersama
nilai-nilai dan penguatan ketahanan Pancasila itu mengarahkan tekad untuk memelihara apa-apa
dalam menghadapi derasnya arus budaya global; yang baik dari masa lalu Indonesia, dan mengambil
(2) peningkatan kemampuan masyarakat dalam serta menemukan yang baru yang lebih baik di
mengapresiasi pesan moral yang terkandung masa kini dan akan datang.
pada setiap sila Pancasila sebagai kekayaan dan Sebuah bangsa memang akan selalu mengalami
nilai-nilai luhur; serta (3) mendorong kerjasama tahapan dalam sejarah kebangsaannya. Braudel
yang sinergis antarpemangku kepentingan dalam (1969), menyatakan bahwa rentang panjang sejarah
mengimplementasikan Pancasila sebagai visi tertentu berperan dalam membentuk karakter
bersama mewujudkan Indonesia baru. Bangunan manusia dan secara mendasar akan memperlihatkan
Indonesia Baru dari hasil reformasi yang diharapkan sifat-sifat dasar dan kecenderungan ideologis dan
adalah sebuah ‘masyarakat multikultural politis dalam merespon kondisi alam dan sosial
Indonesia’, yang bercorak ‘masyarakat majemuk’ budaya sekelilingnya. Proses mengimplementasikan
(plural society). Corak masyarakat Indonesia yang Pancasila sebagai visi bersama dengan rentang yang
‘Bhineka Tunggal Ika’ bukan lagi keanekaragaman panjang ini terjadi dalam jaringan sosial. Jaringan
sukubangsa dan kebudayaannya, melainkan (Fukuyama, 2000:327) merupakan hubungan moral
keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam kepercayaan, yaitu sekelompok agen individual
masyarakat Indonesia. Dalam upaya ini, harus yang berbagi norma-norma atau nilai-nilai informal
dipikirkan adanya ruang-ruang fisik dan budaya melampaui nilai-nilai atau norma-norma yang
bagi keanekaragaman kebudayaan yang ada penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
setempat pada tingkat lokal, atau pada tingkat demikian, kehidupan bermasyarakat memberikan
nasional serta berbagai corak dinamikanya. Upaya pengakuan kepada kelompok etnik dan agama
ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman agar dapat memposisikan dirinya ke dalam sebuah
etika dan pembakuannya sebagai acuan bertindak. kehidupan bersama yang memiliki kesanggupan
Sesuai dengan adab dan moral dalam berbagai untuk memelihara identitas kelompoknya. Di
interaksi yang terserap dalam hak dan kewajiban samping itu, juga mampu berinteraksi dalam
pelakunya dalam berbagai struktur kegiatan ruang bersama yang ditandai oleh kesediaan untuk
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. menerima kelompok-kelompok lain yang berbeda
Hal ini disadari betul oleh para founding basis identitasnya untuk menemukan kebutuhan
father kita, sehingga mereka merumuskan konsep bersama bagi sebuah integrasi.
multikulturalisme ini dengan semboyan “Bhineka Menempatkan Pancasila sebagai visi
Tunggal Ika.” Sebuah konsep yang mengandung membangun masa depan Indonesia, dihadapkan
makna yang luar biasa. Baik makna secara eksplisit pada dua hal yang sangat fundamental, yaitu grand
maupun implisit. Secara eksplisit, semboyan solidarity, rasa kebersamaan untuk membangun

114 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


bangsa, dan grand reality, sebuah realitas agung the fittest, natural selection, dan progress dalam
sebagai sebuah bangsa yang demikian besar masyarakat. Perubahan sosial yang berlandaskan
dan kaya. Makna grand reality dalam konteks Pancasila jelas menolak Darwinisme sosial yang
masa kini berarti usaha menyejahterakan rakyat, akan menyebabkan involusi bagi sebagian besar
mempertinggi tingkat kecerdasan anak bangsa, kelompok masyarakat, mengingat manusia adalah
menjaga martabat bangsa, menciptakan rasa aman, satu-satunya makhluk yang mampu berencana,
dan memberikan hak-hak rakyat berdasarkan rasa sehingga untuk maju tidak harus “membunuh”
keadilan. Oleh karena itu, persoalan Pancasila yang lain.
sebagai aras perubahan sosial merupakan persoalan Dalam sebuah komunitas heterogen dan
kehidupan masyarakat, yang memiliki relasi atau pluralistik seperti Indonesia diperlukan perekat
hubungan tertentu dalam struktur sosial. interaksi sosial yang dipatuhi bersama, terutama
Hubungan Pancasila dan perubahan sosial ketergantungannya terhadap pertukaran
dengan struktur, masih dapat diperdebatkan, (reciprocitas). Sebagaimana pendapat Fukuyama
apakah Pancasila bagian dari struktur, entitas yang (1995:222), bahwa “kepercayaan memiliki nilai
terpisah, atau bahkan justru sebagai pembentuk pragmatis yang sangat penting. Kepercayaan adalah
struktur sosial. Seiring tersubordinasinya Pancasila pelumas yang penting bagi bekerjanya sebuah
ke dalam struktur, menyebabkannya dipakai sistem sosial”. Kepercayaan merupakan variabel
sebagai alat untuk menunjang struktur sosial yang penting dalam membentuk masyarakat
yang telah ditetapkan oleh suatu grand design yang fungsional, karena di dalamnya terkandung
politik tertentu. Akibatnya, Pancasila tidak harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran
saja kehilangan otonominya, melainkan juga dan perilaku kooperatif yang muncul dari sebuah
dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga menjadi komunitas yang menganut norma-norma yang
sekadar alat legitimasi politik. Transformasi sama.
struktural ataupun transformasi Pancasila sebagai Dalam arti demikian, maka Pancasila
visi perubahan sosial dapat menjadi tema pokok, merupakan seperangkat nilai yang dapat dipercaya
yang mengarahkan masyarakat masuk ke dalam sebagai perekat komunitas, yang ditentukan secara
suatu keadaan, sehingga memungkinkan terjadinya kultural, sehingga komunitas baru akan muncul
keadilan sosial atau perdamaian manusia. dalam berbagai tingkatan berbeda dalam budaya
Kompleksitas Pancasila dan perubahan sosial yang berbeda pula. Meminjam bahasa Fukuyama,
dalam struktur sosial yang multikultural tidak hanya kepercayaan atau trust adalah efek samping
terlihat dari lingkupnya yang membesar menuju yang penting dari norma-norma Pancasila yang
pada aras global,5 tetapi juga makin banyaknya kooperatif yang mewujudkan perubahan sosial.
satuan-satuan kecil yang tumbuh. Oleh karena itu, Jika suatu anggota masyarakat dapat menjaga
di samping perlu menyelidiki hubungan-hubungan komitmen, menghormati norma-norma saling
dengan aras global, desain besar perubahan sosial, tolong-menolong, dan menghindari prilaku yang
juga perlu memberikan peluang, mengamati atau oportunistik, maka berbagai anggota masyarakat
mengenali dan bersikap arif terhadap pertumbuhan lain akan terbentuk dengan cepat, dan akan mampu
satuan-satuan kecil. Menelantarkan interaksi mencapai tujuan bersamanya secara lebih efisien.
antarsatuan-satuan kecil berarti membiarkan Secara konstitusional negara Indonesia
berlakunya hukum struggle for live, survival of dibangun untuk mewujudkan dan mengembangkan
bangsa yang religius, humanis, bersatu dalam

5
Karakteristik globalisasi adalah (1) membawa arus
kebhinekaan. Konsekuensinya ialah keharusan
budaya global yang dikendalikan iklim kapitalisme dan
neoliberalisme yang membawa kultur yang kekuatan melanjutkan proses membentuk kehidupan sosial
dasarnya adalah kekuatan ekonomi dengan ‘ekonomi yang maju dan kreatif, memiliki sikap budaya
uang’ yang menggeser ‘ekonomi produksi’. Hidup kosmopolitan dan pluralistik, tatanan sosial politik
bersama yang dalam komunitas awal didasarkan yang demokratis dan struktur sosial ekonomi
atas kreasi olah alam menjadi produk dan hasil kerja masyarakat yang adil dan bersifat kerakyatan.
budaya, bergeser dengan ‘ekonomi uang’ atau moneter
yang melintasi batas kendali teritorial negara; (2)
Secara garis besar, Pancasila ditempatkan sebagai
akibat mengglobalnya modal lintas batas negara, juga pedoman nilai dan norma, yang diimplementasikan
merupakan akibat perkembangan pesat pengetahuan dan dalam aturan yang mengatur tindakan anggota
informasi dengan teknologi informasinya. Teknologi masyarakat. Oleh karena itu, perubahan sosial
informasi ini dicirikan oleh (a) pengetahuan dan informasi perlu menyerap prinsip moral dan nilai Pancasila
diproduksi bila dinilai efisien dan efektif, yang diukur
yang mendukung dan menjamin terwujudnya
dari kegunaan (Lyotard, 1984, 1979,); (b) informasi dan
pengetahuan semakin diperlakukan sebagai komoditas masyarakat Indonesia yang bermartabat, adil,
yang ditentukan pasar. makmur, aman, dan sejahtera.

Ujianto Singgih, Pancasila dan Perubahan Sosial | 115


Pancasila ditempatkan sebagai arah Perwakilan” termanifestasi dalam kehidupan
perubahan sosial, yaitu karena Pancasila (a) bangsa yang demokratis, saling bergotong-
mampu mengakomodasi seluruh kepentingan royong, serta menjunjung tinggi hukum dan
kelompok sosial yang multikultural, multietnis, hak asasi manusia sebagai wujud nyata dari
dan agama; (b) terbuka dan (c) memberikan ruang karakter warga Indonesia yang pokok dalam
terhadap berkembangnya ideologi sosial politik mendukung pembangunan nasional.
yang pluralistik. Disamping itu, Pancasila adalah 5. Perubahan sosial yang sesuai dengan nilai
ideologi terbuka dan tidak mereduksi pluralitas “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
ideologi sosial-politik, etnis dan budaya. Melalui terwujud dalam kehidupan berbangsa yang
Pancasila seharusnya dapat ditemukan suatu sintesis mengedepankan keadilan dan kesejahteraan
harmonis antara pluralitas agama, multikultural, rakyat. Karakter berkeadilan sosial seseorang
kemajemukan etnis budaya, serta ideologi sosial tecermin antara lain dalam perbuatan yang
politik, agar terhindar dari segala bentuk konflik. mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
Perubahan sosial diarahkan pada pengembangan dan kegotongroyongan; sikap adil; menjaga
jati diri dan harga diri bangsa, masyarakat yang keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat
multikultural, pelestarian berbagai warisan budaya, terhadap hak-hak orang lain; suka menolong
dan pengembangan infrastruktur pendukung orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap
pembangunan nasional. Adapun nilai Pancasila orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup
yang dapat memberikan arah perubahan sosial, mewah; suka bekerja keras; menghargai karya
yaitu: orang lain.
1. Karakter “Ketuhanan Yang Maha Esa”
terwujud dalam sikap hormat dan bekerja Penutup
sama antarpemeluk agama dan penganut Perspektif sosiologi menempatkan Pancasila
kepercayaan, saling menghormati kebebasan sebagai dualitas yang memandang relasi individu
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan dan struktur secara timbal balik. Hubungan
kepercayaannya itu, dan tidak memaksakan timbal-balik antara “individu dan struktur” ini
agama dan kepercayaannya kepada orang lain. sangat memengaruhi kualitas perubahan sosial
2. Perubahan sosial berlandaskan nilai yang dirasakan masyarakat. Dalam kaitan ini,
“Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” terwujud setiap manusia atau pelaku dalam bertindak
dalam perilaku hormat-menghormati antarwarga selalu memproduksi pola-kelakuan tertentu yang
negara sebagai karakteristik pribadi bangsa sesuai bagi sesamanya sedemikian rupa, sehingga
Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang selanjutnya pola tersebut terinternalisasi menjadi
tecermin antara lain dalam pengakuan atas nilai dan norma Pancasila yang membatasi
persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling kelakuan yang akan direproduksi selanjutnya. Visi
mencintai; tenggang rasa; tidak semena- Pancasila dalam perubahan sosial sesungguhnya
mena terhadap orang lain; gemar melakukan merepresentasikan proses interaksi pola formed-
kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai and-reformed of action secara bolak-balik yang
kemanusiaan; berani membela kebenaran dan “tak berkesudahan” antara dua entitas yang saling
keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari tidak terpisahkan yaitu ”tindakan manusia” dan
seluruh umat manusia serta mengembangkan “nilai moral Pancasila.” Relasi dinamik inilah
sikap hormat-menghormati. yang mendorong perubahan sosial yang sangat
3. Perubahan sosial berlandaskan nilai “Persatuan dipengaruhi oleh kualitas manusia yang membentuk
Indonesia” mewujud dalam kehidupan berbangsa dan memeliharanya dan begitu pula sebaliknya,
yang mengedepankan persatuan dan kesatuan perubahan sosial akan mempengaruhi kualitas
bangsa di atas kepentingan pribadi, kelompok, tindakan manusianya dan sebaliknya.
dan golongan. Di samping itu, nilai persatuan Menempatkan Pancasila sebagai arah perubahan
merupakan perekat, yang mendamaikan sosial mengakomodasi hak humanitas menjadi
kelompok masyarakat yang memiliki berbagai bagian dari nilai dan moral Pancasila dibidang
nilai kelompok yang ada di Indonesia, yaitu: sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang menjadi
budaya lokal (tempatan), budaya sukubangsa, standar perilaku manusia yang diharapkan berlaku
budaya global, budaya bangsa, serta budaya secara universal. Wujud nilai dan moral Pancasila
agama dan sistem kepercayaan. pada aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi
4. Perubahan sosial berlandaskan nilai ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1)
“Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat nilai dan moral Pancasila yang mendasari perilaku
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ pada tataran individual. Nilai ini terimplementasi

116 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


pada pengakuan akan kebebasan dan persamaan Giddens, Anthony. 1995. The Constitution of Society:
sebagai hak individual yang menjamin perdamaian Otline of the Theory of Structuration, Berkeley:
dan kesejahteraan kolektif. (2) Nilai dan moral University of California Press.
Pancasila yang mendasari perilaku pada tataran Giddens, Anthony. 1995. The Constitution of Society:
kolektif, yang terwujud sebagai hak atas pekerjaan, Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, a.b., Adi
keadilan, beragama, dan kesejahteraan yang tetap Loka Sujono. Pasuruan: Pedati
menjamin kebebasan dan persamaan hak individu. Granovetter, Mark S. 1985, “Economic Action, Social
Structure and Embeddedness.”American Journal of
Sociology 91:481-510.
Habermas, Jurgen. 1989. The Condition of Postmodernity.
DAFTAR PUSTAKA
Cambridge MA: Basil Blackwell.
Herry-Priyono. 2003. Anthony Giddens, Suatu Pengantar.
cet-. Jakarta: 2KPG.
Ancok, Djamaludin. 2003. Modal Sosial dan Kualitas Horton, Paul B Dan Chester L. Hunt. 1984. Sociology.
Masyarakat, Pidato Pengukuhan Jabatan guru Jakarta: Penerbit Erlangga.
Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 3 Mei
2003. Prayitno, Ujianto Singgih. 2013. Kontekstualisasi
Kearifan Lokal dalam Pemberdayaan Masyarakat.
Bourdieu, Pierre, and Loic Wacquant. 1992. An Invitation Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.
to Reflexive Sociology. Chicago: The University of
Chicago Press. Prayitno, Ujianto Singgih. 2014. Perubahan Sosial
Dinamika Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Teknologi dalam Kehidupan Masyarakat. Jakarta:
Cambridge: Cambridge University Press. P3DI Setjen DPR RI dan Publica Press.
Burns. Tom R. (et.all). 1987. Man, Decisions, Society. Ritzer and Goodman.2004. Teori Sosiologi Modern, a.b.
Swiss: Gordon and Breach Science Publisher. Alimandan. Jakarta:Prenada Media.
Coleman, James S. 1990. Foundations of Social Theory. Ritzer, George. 1996. Sociological Theory.New York:
Cambridge, MA and London: Harvard University The McGraw-Hill Companies, Inc.
Press.
Suparlan, Parsudi. 2008. Dari Masyarakat Majemuk
Coleman, James S. 1994, “Social Capital, Human menuju masyarakat Multikultural, Jakarta: Yayasan
Capital, and Investment in Youth”, in Anne C. Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
Peterson and Jeylan T. Mortimer, eds. Youth
Unemployment and Society. New York: Cambridge Veeger, KJ. 1985. Realitas Sosial, Refleksi Filsafat
University Press. Sosial atas Hubungan Individu–Masyarakat dalam
CakrawalaSejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia
Etzioni, Amitai. 1986. Organisasi-Organisasi Modern. Pustaka Utama.
Jakarta: Press Universitas Indonesia.
Wallace, R.A and Wolf, A. 1999. Contemporary
Fukuyama, F. 1995. Trust: The Social Values and the Sociological Theory: Expanding the Classical
Creation of Prosperity. New York: Free Press. Tradition. Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Fukuyama, F., L. Omer and N. Hirst. 1997.Social Wirutomo, Paulus (et.all). 2012.Sistem Sosial Indonesia.
Capital: The Great Disruptio.,The 1997 Tanner Jakarta: UI-Press.
Lectures.Oxford: Brasenose College.

Ujianto Singgih, Pancasila dan Perubahan Sosial | 117

Anda mungkin juga menyukai