Anda di halaman 1dari 15

Tinjauan Pustaka

Gangguan Mental Organik


Gangguan mental organic adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau
gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri. Gangguan mental organic
termasuk gangguanmetal simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat
sekunder dari penyakit atau gangguan sistemik di luar otak (ekstraserebral).
Berbagai kondisi kondisi yang diduga mempengaruhi area sistim limbic di otak
mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku. Salah satunya yaitu epilepsy, terutama
epilepsy lobus temporalis yang pusat kejangnya berada di bagian medial lobus limbic.

EPILEPSI

Definisi

Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam
gangguan patologis paroksismal sementara dalam fungsi cerebral yang disebabkan oleh pelepasan
neuron yang spontan dan luas Pasien dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan
kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren.

Klasifikasi
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum (generalized). Kejang parsial melibatkan
aktivitas epileptiformis di daerah otak setempat; kejang umum melibatkan keseluruhan otak. Suatu
sistem klasifikasi untuk kejang.

Kejang umum
Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran, gerakan tonik klonik
umum pada tungkai, menggigit lidah, dan inkotinensia. Walaupun diagnosis peristiwa kilat dari kejang
adalah relatif langsung, keadaan pascaiktal yang ditandai oleh pemulihan kesadaran dan kognisi
yang lambat dan bertahap kadang-kadang memberikan suatu dilema diagnostik bagi dokter psiktatrik
di ruang gawat darurat. Periode pemulihan dan kejang tonik klonik umum terentang dari beberapa
menit sampai berjam-jam. Gambaran klinis adalah delirium yang menghilang secara bertahap.
Masalah psikiatrik yang paling sering berhubungan dengan kejang umum adalah membantu pasien
menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dan obat
antiepileptik.

Absences (Petit Mal)


Suatu tipe kejang umum yang sulit didiagnosis bagi dokter psikiatrik adalah absence atau kejang
petitmal. Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui, karena manifestasi motorik
atau sensorik karakteristik dari epilepsi tidak ada atau sangat ringan sehingga tidak membangkitkan
kecurigaan dokter. Epilepsi petit mal biasanya mulai pada masa anak-anak antara usia 5 dan 7 tahun
dan menghilang pada pubertas. Kehilangan kesadaran singkat, selama mana pasien tiba-tiba
kehilangan kontak dengan hngkungan, adalah karakteristik untuk epilepsi petit mal; tetapi, pasien
tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya selama episode.
Elektroensefalogerafi ( EEG) menghasilkan pola karakteristik aktivitas paku dan gelombang (spike
and wave) tiga kali perdetik Pada keadaan yang jarang, epilepsi petitmal dengan onset dewasa dapat
ditandai oleh episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren yang tampak dan menghilane
secara tiba-tiba Gejala dapat disertai dengan riwayat terjatuh atau pingsan.
Kejang parsial liziane parsial diklasitikasikan sebagai sederhana (tanpa perubahan kesadaran)
atau kompleks (dengan perubahan kesadaran) Sedikit lebih banyak dari setengah semua pasien
dengan kelane parsial mengalami kejang parsial kompleks; istilah lain yang digunakan untuk kejang
parsial kompleks adalah epilepsi lobus temporalis, kejang psikomotor, dan epilepsi limbik tetapi istilah
tersebut bukan merupakan penjelasan situasi klinis yang akurat. Epilepsi parsial kompleks adalah
bentuk epilepsi pada orang dewasa yang paling senngcang mengenai 3 dan 1.000 orang.

Gejala praiktal
Peristiwa praiktal (aura) pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk sensasi otonomik
(sebagai contohnya rasa penuh di perut, kemerahan, dan perubahan pada pernafasan), sensasi
kognitif(sebagai contohnya, deja vu, jamais vu, pikiran dipaksakan, dan keadaan seperti mimpi).
keadaan afektif (sebagai contohnya, rasa takut, panik, depresi, dan elasi) dan secara klasik.
automatisme (sebagai contohnya, mengecapkan bibir, menggosok, dan mengayah)

Gejala Iktal
Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi, dan singkat menandai serangan iktal. Walaupun
beberapa pengacara pembela mungkin mengklaim yang sebaliknya, jarang sesorang menunjukkan
perilaku kekerasan yang terarah dan tersusun selama episode epileptik Gejala kognitif adalah
termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu periode delirium yang menghilang setelah
kejang. Pada pasien dengan epilepsi parsial kompleks, suatu fokus kejang dapat ditemukan pada
pemeriksaan EEG pada 25 sampai 50 % dari semua pasien. Penggunaan elektroda sfenoid atau
temporalis anterior dan EEG pada saat tidak tidur dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya
kelainan EEG. EEG normal multipel seringkali ditemukan dart seorang pasien dengan epilepsi
parsial kompleks; dengan demikian EEG normal tidak dapat digunakan untuk mneyingkirkan
diagnosis epilepsi parsial. kompleks- Penggunaan perekaman EEG jangka panjang (24 sampai 72
jam) dapat membantu klinisi mendeteksi suatu fokus kejang pada beberapa pasien. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lead nasofaring tidak menambah banyak kepekaan pada
EEG, dan yang jelas menambahkan ketidaknyamanan prosedur bagi pasien.

Gejala Interiktal
Gangguan kepribadian Kelainan psikiatrik yang paling sering dilaporkan pada pasien epileptik
adalah gangguan kepribadian, dan biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi
dengan asal lobus temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksual, suatu
kualitas yang biasanya disebut viskositas kepribadian, religiositas, dan pengalaman emosi yang
melambung. Sindroma dalam bentuk komplitnya relatif jarang, bahkan pada mereka dengan kejang
parsial kompleks dengan asal lobus temporalis. Banyak pasien tidak mengalami perubahan
kepribadian, yang lainnya mengalami berbagai gangguan yang jelas berbeda dari sindroma klasik.
Perubahan pada perilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas;
penyimpangan dalam minat seksual, seperti fetihisme dan transfetihisme; dan yang paling sering,
hiposeksualitas Hiposeksualitas ditandai oleh hilangnya minat dalam masalah seksual dan dengan
menolak rangsangan seksual Beberapa pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks sebelum
pubertas mungkin tidak dapat mencapai tingkat minat seksual yang normal setelah pubertas,
walaupun karakteristik tersebut mungkin tidak mengganggu pasien. Untuk pasien dengan onset
epilepsi parsial kompleks setelah pubertas. perubahan dalam minat seksual mungkin mengganggu
dan mengkhawatirkan.
Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien, yang
kemungkinan adalah lambat serius, berat dan lamban, suka menonjolkan keilmuan, penuh dengan
rincian-rincian yang tidak penting, dan seringkali berputar-putar. Pendengar mungkin menjadi bosan
tetapi tidak mampu menemukan cara yang sopan dan berhasil untuk melepaskan diri dari
percakapan. Kecenderungan pembicaraan seringkali dicerminkan dalam tulisan pasien, yang
menyebabkan suatu gejala yang dikenal sebagai hipergrafia yang dianggap oleh beberapa klinisi
sebagai patognomonik untuk epilepsi parsial komplaks.
Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatny peran
serta pada aktivitas yang sangat religius tetapi juga oleh permasalahan moral dan etik yang tidak
umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada perlahamasalahan global
dan filosofi Ciri hiperreligius kadang-kadang dapat tampak seperti gejala prodromal skizofrenia dan
dapat menyebabkan mnasalah diagnositik pada seorang remaja atau dewasa muda.

Gejala psikotik
Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode interpsikotik yang mirip
skizofrenia dapat terjadi pada pasien dengan epilepsi, khususnya yang berasal dan lobus temporalis
Diperkirakan 10 sampal 30 persen dari semua pasien dengan apilepsi partial kompleks mempunyai
gejala psikotik Faktor risiko untuk gejala tersebut adalah jenis kelamin wanita kidal onset kejang
selama pubertas, dan lesi di sisi kiri.
Onset gelala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya, gejala psikotik tarnpak pada
pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka waktu yang lama, dan onset gejala psikotik di
dahului oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik
gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi dan waham paranoid. Biasanya. pasien
tetap hangat dan sesuai pada afeknya, berbeda dengan kelainan yang sering ditemukan pada pasien
skizofrenik Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi psikotik paling sering merupakan gejala
yang melibatkan konseptualisasi dan sirkumstansialitas, ketimbang gejala skizofrenik klasik berupa
penghambatan (blocking) dan kekenduran (looseness), kekerasan. kekerasan episodik merupakan
masalah pada beberapa pasien dengan epilepsi khususnya epilepsi lobus temporalis dan frontalis.
Apakah kekerasan merupakan manifestasi dan kejang itu sendiri atau merupakan psikopatologi
interiktal adalah tidak pasti. Sampai sekarang ini, sebagian besar data menunjukkan sangat
jarangnya kekerasan sebagai suatu fenomena iktal. Hanya pada kasus yang jarang suatu kekerasan
pasien epileptik dapat disebabkan oleh kejang itu sendiri.

Gejala Gangguan perasaan.


Gejala gangguan perasaan, seperti depresi dan mania, terlihat lebih jarang pada epilepsi
dibandingkan gejala mirip skizofrenia. Gejala gangguan mood yang terjadi cenderung bersifat
episodik dan terjadi paling sering jika fokus epileptik mengenai lobus temporalis dan hemisfer serebral
non dominan. Kepentingan gejala gangguan perasaan pada epilepsi mungkin diperlihatkan oleh
meningkatnya insidensi usaha bunuh diri pada orang dengan epilepsi.

Diagnosis
Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari epilepsi
merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang bemakna pada
kesadaran dan kemampuan kognitif Dengan demikian, dokter psikiatrik harus menjaga tingkat
kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan harus mempertimbangkan
kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala klasik. Diagnosis banding
lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure), dimana pasien mempunyai suatu
kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala psikiatrik
yang baru harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya gejala
epileptiknya. timbulnya gejala psikotik, gejala gangguan mood, perubahan kepribadian, atau gejala
kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus menyebabkan klinisi menilai pengendalian
epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya gangguan mental yang tersendiri.
Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai kepatuhan pasien terhadap regimen obat antiepileptik
dan harus mempertimbangkan apakah gejala psikotik merupakan efek toksik dari obat antipileptik itu
sendiri. Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi yang telah
didiagnosis atau dipertimbangkan sebagai diagnosis di masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu
atau lebih pemeriksaan EEG.
Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi. empat
karakteristik hams menyebabkan klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis yang tiba-
tiba pada seseorang yang sebelumnya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-
tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan onset yang mendadak dan
pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak dapat dijelaskan.

Pengobatan
Karbamazepin ( tegretol) dan Asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam
mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena mereka adalah obat antipsikotik
tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi kelompok mungkin berguna dalam menjawab
masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping itu, klinisi haru; menyadari
bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif derajat ringan sampai sedang
dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus dipertimbangkan jika gejala gangguan
kognitif merupakan suatu masalah pada pasien tertentu.

IV. Daftar Pustaka


Elvira SD, Hadisukanto G, 2010. Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI, Jakarta.
Maslim R, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, FK Unika
Atma Jaya, Jakarta.
Sadock BJ, Sadock VA, 2010, Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed.2, EGC, Jakarta.
3. GANGGUAN AMNESIK
Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat
yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis
dibuat apabila pasien mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif. Gangguan amnestik
ini dibedakandari gangguan dissosiatif. 1
Epidemiologi
Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestik ini, bebrapa penelitian melaporkan
adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan pada penggunaan alkohol dan cedera
kepala. 1
Etiologi
Struktur anatomi yang terlibat dalam daya ingat dan perkembangan gangguann
amnestik adalah terutama struktur diensefalik, dan struktur lobus midtemporalis.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hemisfer kiri lebih kritikal dibanding
hemisfer kanan dalam perkembangan gangguan daya ingat. Gangguan amnestik
memiliki banyak penyebab. Berikut tabel penyebab gangguan amnestik 1

Penyebab utama gangguan amnestik


a. Kondisi medis sistemik
Defisiensi tiamin, hipoglikemia
b. Kondisi otak primer
Kejang, trauma kepala, tumor serebral, penyakit serbrovaskular, prosedur bedah pada
otak, ensefalitis, hipoksia, amnesia global transien, trapi elektrokonvulsif, sclerosis
multipel.
c. Penyebab berhubungan dengan zat
Gangguan penggunaan alkohol, neurotoksin, benzodiazepine,

Dignostik
Berikut tabel diagnosis berdasarkan DSM-IV
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum
a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan
kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fingsi sosial atau
pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
atau suatu demensia
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum termasuk
trauma fisik

Gambaran Klinis dan Subtipe


Pusat gejala dari gangguan daya ingat yang diandai oleh gangguan pada kemampuan
untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograde) dan ketidakmampuan untuk
mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograde) gejala harus
menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi sosial dan pekerjaanya. Daya
ingat jangka pendek dan daya ingat baru saja biasanya terganggu. Daya ingat jauh
untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam adalah baik. Tetapi daya ingat
untuk peristiwa yang kurang lama adalah terganggu. 1
Onset gejala dapat mendadak seperti pada trauma, serangan serebrovaskuler dan
gangguan akibat zat kimia neurotoksik atau bertahap. Amnesia dapat terjadi singkat
atau lama. Berbagai gejala lain dapat menyertai gangguan amnestik. Tetapi jika psien
mempunyai gangguan kognitif lainnya, diagnosis demensia atau delirium adalah lebih
tepat dibandingkan diagnosis gangguan amnestik. Pasein dengan gangguan amnestik
mungkin apatik, tidak memiliki inisiatif, mengalami episode agitasi tanda provokasi, atau
tampak sangat bersahabat dan mudah setuju. Pasien dengan gangguan amnestik
mungkin juga tampak kebingugan dan berusaha menutupi konfusinya dengan jawaban
konfabulasi terhadap pertanyaan. 1
1. Penyakit Serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi hipokampus mengenai artrei serebralis
posterior dan basilaris beserta cabang-cabangnya. Infark adalah jarang terbatas pada
hipokampus. Infark sering kali mengenai lobus oksipitalis dan parietalis. Jadi gejala
penyerta yang sering dari penyakit serebrovaskuler di daerah tersebut adalah tanda
neurologis fokal yang mengenai modalitas penglihatan atau sensorik. Penyakati
serebrovaskular yang mengenai thalamus medial secara bilateral, khususnya pada
bagian anterior, sering disertai gejala gangguan amnestik. 1
2. Sklerosis Multipel
Proses patologis dari sclerosis multipel adalah pembentukan plak yang tampaknya
terjadi secara acak di dalam parenkim otak. Jika plak terjadi di lobus temporalis dan
daerah diensefalik, gejala gangguan daya ingat dapat terjadi. 1
3. Sindrom Korsakof
Sindrom Korsakof adalah sindrom amnestik yang disebabkan oleh defisiensi tiamin, yang
paling sering berhubungan dengan kebiasaan nutrisional yang buruk dari seseorang
dengan penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab lain nutrisi yang buruk, karsinoma
lambung, hemodiaiysis, hiperemesis gravidarum, hiperalimentasi intravena
berkepanjangan dan pelipatan lambung juga dapat mengakibatkan defisiensi tiamin.
Penyakit ini sering disertai denga ensefalopati Wernick yang merupakan sindrom
penyerta berupa konfusi, ataksia, dan oftalmoplegia. Temuan neurofisologi pada
penyakit ini menggambarkan adanya perubahan samar pada akson neuronal. Walaupun
delirium menghilang dalam dalam sebulan atau lebih, sindrom amnestik menyertai atau
mengikuti ensefalopati Wernick. 1
4. Blackout Alkoholic
Pada beberapa orang yang menyalahgunakan alkohol, keadaan ini dapat terjadi dimana
pasien akan terbangun dipagi hari dan tidak mampu mengingat kejadian pada malam
sebelumnya saat terintoksikasi. 1
5. Tetapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif (ECT) biasanya disertai dengan amnesia retrogard selama
beberapa menit sebelum pengobatan dan suatu amnesia anterogard setelah
pengobatan. Defisit daya ingat ini menetap selama satu sampai dua bulan setelah siklus
pengobatan. 1
6. Cedera Kepala
Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai gejala neuropsikiatrik termasuk demensia,
depresi, perubahan kepribadian, dan gangguan amnestik. Gangguan amnestik yang
disebabkan oleh cedera kepala seringkali berhubungan dengan suatu periode amnesia
retrogard sebelum kecelakaan traumatis dan amnesia terhadap kecelakaan traumatis
sendiri. Beratnya cedera otak agak berhubungan dengan lamanya danberatnya sindrom
amnestik, tetapi yang berhubungan paling baik dengan perbaikan akhir adalah derajat
perbaikan klinis amnesia selama minngu pertama setelah pasien mencapai kesadraran. 1

Diagnosis Banding
1. Demensia dan Delirium
Gangguan daya ingat sering ditemukan pada pasien demensia tetapi disertai denga
defisit kognitif lainnya. Gangguan daya ingat juga sering ditemukan pada delirium tetapi
tejadi pada keadaan gangguan atensi dan kesadaran. 1
2. Penuaan normal
Beberapa gangguan ringan pada daya ingat dapat menyetai penuaan nomal. DSM-IV
mengharuskan bahwa gangguan bermakna pada fungsi sosial dan pekerjaan harus
menyingkian pasien yang mengalami penuaan nomal dai diagnosis. 1
3. Gangguan Disosiatif
Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dai gangguan amnestik. Tetapi
pasien dengan gangguan disosiatif adalah lebih mungkin mengalami kehilangan orientasi
pada dirinya sendiri dan mungkin menderita defisit daya ingat yang lebih selektif
dibandingkan pasien dengan gangguan manestik. Gangguan disosiatif juga sering
disertai dengan peristiwa kehidupan yang secera emosional menyebabkan stress yang
elibatkan uang, sistem hukum, atau hubungan yang terganggu. 1
4. Gangguan buatan
Pasien dengan gangguan buatan yang menyerupai suatu gangguan amnestik sering kali
mempunyai hasil tes daya ingat yang tidak konsisten dan tidak mempunyai bukti-bukti
suatu penyebabyang dapapt diidentifikasi. 1

Perjalanan dan Prognosis


Penyebab spesifik gangguan amnestikmenentukan perjalanan dan prognosisnya bagi
psien. Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap;
dan hasil akhir dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap.
Gangguan amnestik sementara dengan pemulihan lengkap adalah sering pada epilepsi
lobus temporalis, ECT, penggunaan obat tertentu seperti benzodiazepine dan barbiturate
dan resusitasi dari henti jantung. Sindrom amnestik permanen dapat mengikuti suatu
cdedera kepala, keracunan monoksida, infarks serebral, perdarahan subarachnoid, dan
ensefalitis herpes simpleks. 1
Pengobatan
Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari ganggau amnestik. Setelah
resolusi episode amnestik, suat jenis psikoterapi dapat membantu pasien menerima
pengalaman ke dalam kehidupannya. 1
1. Faktor psikodinamiksa
Intervensi psikodinamika mungkin mempunyai nilai yang baik bagi pasien yang
menderita gangguan amnestik yang disebabkan oleh kerusakan pada otak.
Fase pemulihan pertama dimana pasien tidak mampu memproses apa yagn terjadi
karenapertahanan ego yang sangat besar, membuat klinisi melayani sebagai ego
penolong yang membantu menjelaskan kepada pasien tentang apa yang terjadi
danmemberikan fungsi ego yang hilang. Pada pemulihan fase kedua, saat realisasi
tentang kejdian cedera timbul, pasienmungkin menjadi marah. Pemulihan fase ketiga
adalah fase integrative. Kesedihan terhadap kecakapan yang hilang merupakan ciri
penting fase ini.
Sebagian besar pasien yang amnestik akibat cedera otak terlibat dalam penyangkalan.
Untuk itu diperlukan empati dan pendekatan yagn sensitive kepada pasien. Selain itu
diperlukanjuga suatu pemeriksaan gangguan kepribadian sebelumnya, dimana ciri
kepribadian tersebut dapat menjadi bagian penting dari psikoterapi psikodinamika. 1
4. GANGGUAN MENTAL KARENA KONDISI MEDIS UMUM
1. Gangguan Degeneratif
Gangguan degenarif yang sering mengenai ganglia basalis sering disertai dengan tidak
saja gangguan pergerakan tetapi juga depresi, demensia, dan psikosis.
Beberapa contoh dari gangguan degneratif adalah Penyakit Parkinson melibatkan suatu
degenerasi terutama pada substansia nigra, dan biasanya tidak mempunyai sebab yang
diketahui. Penyakti Huntington, melibatkan suatu degenerasi terutama di nucleus
kaudatus, dan merupakan penyakit autosomal dominan.
2. Epilepsi
Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum. Msalah utama adalah
pertimbangan suatu Diagnostik epilepsi pada passion psikiatrik, pembedaan psikososial
dari suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan efek psikologis dan efek kognitif
dari obat antiepilepsi yang sering digunakan. Gejala perilaku yang paling umum dari
epilepsi adalah perubahan kepribadian; psikosis, kekersan, dan depresi adalah gejala
yang lebih jarang dari gangguan epilepsi.
Definisi
Kejang adalah suatu gangguan patofisiologis paroksismal sementara dalam fungsi
serebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontatn dan luas. Pasien
dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan yang kronis yang ditandai
oleh kejang rekuren.

Klasifikasi
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum. Kejang parsial meliabtkan
aktivitas epileptiformis didaerah oatk setempat. Kejang umum melibatkan keseluruhan
otak.
1. Kejang umum
Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran, gerakan tonik,
klonik umum pada tungkai menggigit lidah da peristiwa inkontinensia. Masalah psikiatrik
yang peling sering berhubungan denga dengan kejang umum adalah membantu pasien
menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dari
obat antiepileptik. 1
Absence (Petit Mal)
Sifat epilepsi dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui karena manifestasi motorik
atau sensorik sangat ringan. Epilepsi ini bisa dimulai pasa masa anak antara usia 5
sampai 7 tahun dan menghilang pada masa pubertas. Kehilangan kesadaran singkat
selama psien tiba-tiba kehilangan kontak denan lingkungan, adalh karakteristik dari
epilepsi petit mal tetapi pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan
kejang yang sesungguhnya epilepsi ini dapat terjadi pada masa dewasa namun jarang,
onsetnya ditandai dengan episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren dan
disertai pingsan. 1
2. Kejang parsial diklasifikasikan sebagai kejang sederhana atau kompleks
Gejala
Gejala praiktal
Peristiwa praiktal pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk sensaiotonomik,
sensasi kognitif, keadaan afektif dan secara klasik automatisme.
Gejala iktal.
Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi dan singkat menandai serangan iktal.
Gejala kognitif termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu periode delirium
yang menghilang setelah kejang. Pasien dengan epilepsi parsial kompleks, suatu fokus
kejang dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG.
Gejala interiktal
Kelainan psikiatrik yang seling dilaporkan adalah gangguan kepribadian dan biasanya
kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi yang berasal dari lobus temporalis. Ciri
yang paling sering adalah perubahan perilaku seksua, viskositas kepribadian, religiositas
dan pengalaman emosi yang melambung. Perubahan prilaku seksual dapat
dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas, penyimpangan minat seksual.
Hiposeksualitas. Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada
percakapan pasien yangmungkin lambat, serius, berat dan suka menonjolkan keilmuan,
penuhdenga rincian yang tidak penting dan seringkali berputar-putar. Religiositas
mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatnya peran
serta pada aktivitas yang sangat religious tetapi juga oleh permasalah moral dan etik
yan gtidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada
permasalahan global dan filosofi. Ciri hiperreligius kadang dapat tampak seperti gejala
prodromal skizifrenia.
Gejala psikotik. Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode
interpsikotik interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat terjadi pasa pasien dengan
epilepsi khususnya yang berasal dari lobus temporalis. Onset gejala psikotik pada
epilepsi adalah bervariasi. Biasanya gejala psikotik tampak apda pasien yang telah
menderita epilepsi untuk jangka wwaktu yang lama, dan onset gejala psikotik didahului
oleh perkembangan perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan
aktivitas otak epilepsi. Gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi, dan
waham paranoid. Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi psikotik paling mering
merupakan gejala yang melibatkan konseptualisasi dan sirkumstansialitas. Pada pasien
ini juga muncul gejala kekerasan dan gejala gangguan mood.

Diagnosis
Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari
epilepsi merupakan maifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang
bermakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif. Diagnosis banding lain yang
dipertimbangkan adalah kejang semu, dimana psien mempunyai suatu kontrol
kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala
psikiatrik harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi dalam gejala
epileptiknya. Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai
epilepsi yagn telah didiagnosis atau dipertimbangkan sebagai diagnosis masa lalu, klinisi
harus mendapatkan satu atau lebih pemeriksaan EEG. Pada pasienyang sebelumnya
pernah mendapatkan diagnosis epilepsi. Empat karakteristik harus menyebabkan
seorang klinisi mencurigai kemungkinan tersebut, yaitu onset psikosis yan gtiba-tiba
pada orang yang sebelumhya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang
tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa denga onset yagn
mendadak dan pemulihan spontant, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang
tidak dapat dijelaskan. 1
Pengobatan
Digunakan obat anti kejang, diantaranya phenobarbital, phenytoin, dll. Carbamazepine
dan asam valproat mungkin dapat membantu dalam mengendalikan gejala iritabilitas
dan meledaknya agresi, karena dua obat tersebut adalah obat antipsikotik tipikal. 1

3. Tumor Otak
Gambaran Klinis, Perjalanan Penyakit, dan Prognosis
Kira-kira 50% pasien dengan tumor otak mengalami gejala mental, kira-kira 80% pasien
tumor otak degna gejala mental mempunyai tumor di daerah otak frontalis atau limbik.
Meningioma kemungkinan dapat menyebabkan gejala fokal karena lesi menekan daerah
korteks yang terbatas, sedangkan glioma kemungkinan menyebabkan gejala yang difus.
Delirium merupakan suatu komponen yang paling sering dari tumor yang tumbuh
dengan cepat, besar atau metastatic. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan
intoktinensia kandung kemih atau usus, suatu tumor lobus frontalis harus dicurigai. Jika
riwayat penyakit danpemeriksaan menemukan kelainan pada daya ingat dan
pembicaraan, suatu tumor lobus temporalis harus dicurigai.

1. Kognisi
Gangguan fungsi intelektual sering menyertai adanya tumor otak, dan tidak tergantung
pada jenis dan lokasinya
2. Keterampilan berbahasa
Gangguan fungsi berbahasa dapat berat, terlebih jika pertumbuhan tumor dapat cepat.
3. Daya ingat
Hilangnya daya ingat merupakan gejala yang paling sering dari tumor otak. Peristiwa
yang belum lama, bahkan peristiwa yang menyakitkan dapat hilang, tetapi ingatan yang
lama dapat dipertahankan, dan psien tidak menyadari kehilangan ingatannya trhdap
peristiwa yang beru saja terjadi.
4. Persepsi
Defek persepsi yang ebrat sering berhubungan dengan gangguan perilaku, khususnya
jika pasien perlu mengintegrasi persepsi taktil, auditoris, dan visual.
5. Kesiagaan
Perubahan kesadaran merupakan gajalayang lambat dan sering dari peningkatan
tekanan intracranial yang disebabkan oleh suatu tumor otak. Psien tidak dapat bergerak
dan menjadi bisu, wlaupun psien itu sadar.
Kista koloid
Walaupun bukan tumor otak, dalam pembicaraan yang jelas, kista koloid yang berlokasi
di ventrikel ketiga dapat menimbulkan tekanan fisik pada struktur diendsefalon, yang
menyebabkan gejala mental tertentu seperti depresi, labilitas emosi, gejala psikotik, dan
perubahan kepribadian.

4. Trauma Kepala
Trauma kepala dapat menyebabkan berbagai gejala mental. Trauma kepala dapat
mengarahkan ke diagnosis demensia oleh trauma kepala atau gangguan mental karena
kondisi medis umum yang tidak ditentukan. Sindrom pascagegar tetap kontroversial,
karena menyebabkan berbagai gejala psikiatrik. 1
Patofifsiologi
Trauma kepala merupaka situasi klinis yang umum. Trauma kepala paling sering terjadi
pada usia 15 sampai 25 tahun, dan mempunyai perbandingan laki-laki dan perempuan
sebanyak 3 : 1. Trauma kepala secerakasar dibedakkanmenjadi trauma kepala tembus,
dan trauma tumpul. Juga dapat terjadi suatu kontusi fokal. Peregangan parenkim otak
menyebabkan kerusakan aksonal difus. Proses yang timbul kemudian, seperti edema,
dan perdarahan, dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut. 1
Gejala
Dua petunjuk gejala utam yang berhubungan dengan trauma kepala adalah gejala dari
gangguan kognitif dan gejala dari sekuele prilaku. Setelah suatu periode amnesia pasca
traumatis, biasanya terjadi periode pemulihan selama 6 sam[ai 12 bulan. Masalah
kognitif yang paling sering adalah menurunnya kecepatan pemrosesan informasi,
penurunan perhatian, meningkatnya distraktibilitas, defisit dalam pemecahan masalah
dan kemampuan terus berusaha, dan masalah dengan daya ingat dan mempelajari
informasi baru. Pada perilaku, gejala yang utama adalah perubahan kepribadian,
depresi, meningkatnya impulsivitas, dan meningkatnya agresi. 1
Pengobatan
Pengobatan gangguan kognitif dan perilaku pada pasien trauma kepala pada dasarnya
adalah sama dengan pendekatan pengobatan yang digunakan pada pasien lain dengna
gejala tersebut. Pasien trauma kepala mungkinrentan terhadp efek samping yang
berhubungan dengan obatnpsikotropik, sehingga obat harus diberikan dalam dosis
rendah. Antidepresan standar dapat digunakan untuk mengobati depresi, baik
antikonvulsan maupun antipsikotik dapat digunakan untuk mengobati agresi dan
impulsivitas.
5. Gangguan Demielinisasi
Gangguan demielinisasi yang utama adalah skelrosis multipel, gangguan lainnya adalah
skelrosis lateral amiotropik.
Skelrosis multipel
Skelrosis multipel ditandai dengan episode gejala yang multipel. Secara patofisiologi
berhubungan dengan lesi multifocal di subsansia alba di sistim saraf pusat. Gejala
neuropsikiatrik dibagi atas gejala kognitif dan gejala perilaku. Pasien dengan sclerosis
multipel menunjukkan adanya penurunan kecerdasa, dan daya ingat. Gejala prilaku
yang timbul adalah euphoria, depresi, dan perubahan kepribadian. Psikosis adalah
komplikasi yang jarang pada pasien dengan sclerosis multipel. Namun, depresi sering
terjadi. Factor risiko untuk bunuh diri adalah pasda pasien jenis kelamin laki-laki,
dengan onset sclerosis multipel sebelum usia 30 tahun. 1

6. Penyakit Infeksi
Ensefalitis Herpes Simpleks
Ensefalitis herpes simpleks adalahjenis ensefalitis fokal yang paling sering terjadi,
penyakit ini paling sering mengenai lobus fronalis dan temporalis. Gejala sering berupa
anosmia, halusinasi olfaktoris, dan gustatoris, perubahan kepribadian dan dan juga
prilaku yang aneh.
Ensefalitis Rabies
Pada pasien denga penyakit ini, dpat muncull gejala kegelisahan, overaktivitas, dan
agitasi. Hidrofobia dapat terjadi akibat spasme laryngeal da diafgramatik yang dialami
pasien.
Neurosifilis
Penyakit ini bisanya mengenai lobus frontalis, sehingga menyebabkan perubahan
kepribadian, perkembangan gangguan pertimbangan, irirtabilitas, dan penurunan
perawatan untuk diri sendiri. Dapat terjadi waham kebesaran, demensia dan tremor.

Meningitis Kronis
Meningitis kronis juga sering ditemukan. Gejala yan gbaisanya timbul adalah nyeri
kepala, gangguan daya ingat, konfusi dan demam.

7. Gangguan Kekebalan
Gangguan kekeblan utama yang mengenai masyarakat pada umumnya adalah Lupus
Eritematosus Sistemik (LES)
Lupus eritematosus sistemik adalah suat penyakti autoimun yang melibatkan peradanan
pada berbagai system organ. Gejala neuropsikiatrik utama adalah depresi, insomnia,
labilitas emosional, kegelisahan, dan konfusi.

8. Gangguan Endokrin
Gangguan Tiroid
Hipertioridisme ditandai oleh konfuusi, kecemasan, dan sindrom depresif teragitas.
Pasien juga mengeluh mudah lelah, insomnia, penurunan berat badan, gemetan,
palpitasi. Gejalapsikiatrik yang serius adalah munculnya gangguan daya ingat, orientasi,
dan pertimbangan, kegembiraan manik, waham dan halusinasi. 1
Gangguan Paratiroid
Disfungsi kelenjar paratiroid menhasilkan regulasi abnormal pada metabolism kalsium,
sekresi hormone paratiroid yang berlebihan menyebabkan hiperkalsemia, yang
emnyebabkan delirium,, perubahan kepribadian, dan apati. Eksitabilitas neuromuscular
yang tergantung pada konsentrasi ion kalsium yang tepat adalah menurun dan dapat
terjadi kelemahan otot. Hipokalsemia dapat menyebabkan gejala neuropsikiatrik berupa
delirium dan perubahan kepribadian. 1
Gangguan Adrenal
Gangguan adrenal dpat menyebabkan perubahan sekresi normal hormone-hormon dari
korteks adrenal dan menyebabkan perubahan neurologis dan psikologis yang bermakna.
Pasien dengan insufisiensi adrenokortikal kronis sering menunjukkan gejala mental
ringan, seoerti apati, mudah lelah, iritabilitas, dan depresi. Jumlah kortisol yang
berlebihan yang diproduksi secera endogen oleh suatu tumor menyebabkan ganggau
mood sekunder, sindromdepresi teragitasi dan kadang bunuh diri. Penurunan
konsentrasi dan dan defisit daya ingat juga mungkin ditemukan. Pemberian
kortikosteroid eksogen dosis tinggi biasanya menyebabkan ganggaun mood sekunder
yang mirip dengan mania. Jika terapi steroid dihentikan dapat muncul depresi berat. 1

9. Gangguan Metabolisme
Ensefalopati metabolic adalah penyebab disfungsi organic yang sering dapat
menyebabkan perubahan proses menal, perilaku, dan fungsi neurologis. Diagnosis harus
dipertimbangkan bila terjadi perubahan perilaku, pikiran dan kesadaran yang baru saja
dan cepat. Tanda yang paling awal kemungkinan adalah gangguan daya ingat, dan
gangguan orientasi. 1
Ensefalopati Hepatik
Gagal hati berat dapat menyebabkan ensefalopati hepatic, yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, asteriksis, hiperventilasi dan kelainan EEG. Perubahan kesdaran
dapat terntang dari apati sampai mengantuk hingga koma. Gejala psikiatrik yang
berhubungan adalah perubahan daya ingat, keterampilan intelektual umum dan pada
kepribadian. 1
Ensefalopati Uremik
Gagal ginjal sering disertai dengn perubahan daya ingat, orientasi dan kesadran. Gejala
neuropsikiatrik cenrung reversibel.
Ensefalopati hipoglikemik
Ensefalopati hipoglikemik dapat disebabkan oleh produksi insulin endogen yang
berlebihan maupun pemberian insulin eksogen yang berlebihan. Dengan perkembangan
gangguan, disorientasi, konfusi dan halusinsi dapat terjadi juga gejala neurologis
lainnya.
Ketoasidosis Metabolik
Pasien ini mempunyai peningktan kemungkinna terjadinya demensia kronis dengan
arteriosclerosis menyeluruh.
10. Gangguan Nutrisional
Defisiensi Niasin
Gejala neuropsikiatrik yang mungkin timbul adalah apati, iritabilitas, insomnia, depresi,
dan delirium.
Defisiensi Tiamin
Gejala neuropsikiatrik yang timbul berupa apati, depresi, iritabilitas, kegelisahan, dan
konsentrasi yang buruk.
Defisiensi kobalamin
Perubahan mental yang dapat muncul berupa apati, depresi, iritablitas dan kemurungan
sering ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri Klinis,
Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.
2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam,
cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995. hal 28-42.
3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2008. hal 189-192.
4. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi Maslim.
Jakarta 2003. hal 3-43.
5. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga University
Press, Surabaya 1992. hal 179-211.

Psikosis (dikenal psikiater sebagai gangguan psikotik) adalah


gangguan mental yang berat di mana orang tersebut kehilangan kontak
dengan realitas. Prevalensi (jumlah penderita) jenis gangguan jiwa
pada orang dengan epilepsi belum diketahui, tetapi persentase cukup
kecil. Beberapa bentuk psikosis terkait erat dengan terjadinya kejang
(epilepsi) dan berbeda dengan gangguan psikotik yang menyerang
orang lain. Secara umum, episode psikotik pada orang dengan epilepsi
cenderung kurang parah dan merespon lebih baik terhadap terapi.

Kehilangan kontak dengan realitas terasa menakutkan. Jika Anda


memiliki perasaan ini, jangan malu untuk membicarakannya dengan
dokter Anda. Sangat penting untuk melaporkannya karena dokter
mungkin dapat mengarahkan Anda untuk bantuan tambahan. Jika hal
itu terjadi kepada anggota keluarga, pastikan bahwa dokter saraf dan
dokter jiwa memahami hal tersebut.

Psikosis pada orang dengan epilepsi yang paling sering diklasifikasikan


menurut waktu ketika peristiwa serangan kejang terjadi, yaitu:
 Psikosis Postictal telah diperkirakan mempengaruhi antara 6% dan
10% orang dengan epilepsi. Ini melibatkan gejala kejiwaan yang terjadi
dalam waktu 7 hari (biasanya dalam waktu 1 sampai 3 hari) setelah
kejang atau cluster kejang pada diri seseorang yang tidak memiliki
gejala-gejala ini pada waktu lain (atau setidaknya memiliki gejala dalam
bentuk yang jauh lebih ringan). Gejala-gejala ini mungkin termasuk
delusi (waham), depresi atau psikosis manik, atau pikiran atau perilaku
yang aneh. Gejala tersebut umumnya menghilang segera apabila
diobati dengan obat dosis rendah. Gejala tersebut lebih sering terjadi
setelah serangan kejang tonik-klonik umum yang menyeluruh,
terutama pada orang yang pernah mengalami kejang selama beberapa
tahun. Insomnia biasanya merupakan tanda pertama psikosis postictal,
sehingga gejala psikotik sering dapat dicegah jika obat seperti
risperidone (Risperdal) diberikan segera saat insomnia yang terjadi
dalam situasi postictal. Beberapa orang dengan psikosis epilepsi
pengalaman postictal setelah kejang cluster besar, sehingga sangat
beralasan untuk memberikan orang-orang ini obat tanpa menunggu
untuk insomnia terjadi. Beberapa studi telah menemukan bahwa
psikosis postictal jauh lebih umum pada orang dengan fokus kejang
independen pada kedua sisi otak mereka.
 Psikosis iktal biasanya melibatkan jenis status epileptikus
nonconvulsive. Penggunaan EEG penting dalam membuat diagnosis,
seperti psikosis iktal sering melibatkan unresponsiveness dan gerakan
otomatis yang juga dapat terjadi pada gangguan psikotik yang tidak
berhubungan dengan kejang.
 Psikosis interiktal dapat terjadi kapan saja, tanpa hubungan dengan
waktu kejang. Hal ini biasanya terlihat pada orang dengan epilepsi
parsial dan kadang-kadang menunjukkan adanya tumor kecil di otak.
Jika fokus kejang terlokalisir pada satu daerah tunggal, operasi epilepsi
yang efektif dapat dibuat. Beberapa orang lain dengan psikosis interiktal
memiliki kelainan otak luas.
 Suatu jenis yang agak tidak biasa psikosis pada orang dengan epilepsi
terjadi ketika kejang dengan baik dikontrol oleh obat kejang. Gejala-
gejala psikotik yang berbanding terbalik dengan terjadinya kejang,
umumnya pada orang yang memiliki epilepsi untuk waktu yang lama.
Penyebab fenomena ini, yang disebut psikosis
alternatif atau normalisasi paksa (forced normalization), tidak
diketahui secara pasti. Jika obat kejang dikurangi sampai kejang
berulang, gejala-gejala psikosis akan berhenti. Suatu bentuk ringan dari
situasi ini dapat dilihat dalam kemurungan atau depresi bahwa orang
dengan epilepsi sering mengalami pada hari-hari sebelum
kejang.Terkadang akan sulit untuk membedakan antara psikosis
alternatif dan psikosis yang kadang-kadang terjadi sebagai efek
samping dari obat kejang yang paling. Obat kemungkinan menjadi
penyebab psikosis jika orang tersebut masih mengalami kejang atau
juga menunjukkan gejala seperti tremor atau gangguan gerak lainnya.
Kadang psikosis terjadi pada pasien yang dioperasi otaknya (Lobektomi
temporal) diikuti. Risiko ini telah ditemukan lebih besar dalam situasi
berikut:

 Usia di atas 30 tahun


 Riwayat keluarga psikosis
 Bedah melibatkan lobus temporal kanan
 Adanya ” jaringan asing” (tumor atau displasia) di lobus yang
dioperasi.
Tidak semua temuan tersebut belum bisa dijelaskan.

Tentu saja, beberapa orang dengan epilepsi juga memiliki gangguan


psikotik (seperti skizofrenia) yang tidak terkait langsung dengan
epilepsi mereka. Mereka diperlakukan dengan cara yang sama sebagai
orang lain dengan gangguan yang sama, kecuali bahwa kedua ahli saraf
dan psikiater perlu mempertimbangkan interaksi antara obat kejang
dan obat yang digunakan untuk psikosis tersebut. Kebanyakan obat
digunakan untuk mengobati gangguan psikotik membuat kejang lebih
mungkin, dan interaksi obat mungkin memerlukan baik dokter untuk
meresepkan dosis yang berbeda dari apa yang mereka biasanya
memberikan kepada pasien lain.

Sebagian besar informasi dalam artikel ini didasarkan pada Kanner AM:
Psikosis epilepsi: Sebuah perspektif ahli saraf. Epilepsi prilaku 2000; 1
(4) :219-227.

Anda mungkin juga menyukai