PENDAHULUAN
1
berpatisipasi aktif, di tingkat desa berperan dan bertanggung jawab dalam
membentuk tim fasilitator desa atau kader pemicuSTBM untuk memfasilitasi
gerakan masyarakat dan pada tingkat kecamatanpemerintah kecamatan berperan
dan ber tanggung jawab berkoordinasi dengan Badan Pemerintah yang lain dan
memberi dukungan bagi kader pemicu STBM.
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan strategi
dengan melibatkan lintas sektor dengan leading sektor Kementerian Kesehatan
dan aksi terpadu untuk menurunkan angka kejadian penyakit menular berbasis
lingkungan serta menigkatkan perilaku hygiene dan kualitas kehidupan
masyarakat Indonesia.
STBM diselenggarakan dengan berpedoman pada lima pilar yaitu : 1)Stop
Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS), 2) Cuci Tangan Pakai
Sabun(CTPS), 3) Mengelola Air Minum dan Makanan yang Aman, 4) Mengelola
Sampah dengan Benar, 5) Mengelola Limbah Cair Rumah Tangga dengan Aman.
Pelaksanaan program STBM dimulai dari pilar pertama yaitu Stop BABS
yang merupakan pintu masuk sanitasi total dan merupakan upaya memutuskan
rantai kontaminasi kotoran manusia terhadap air baku minum, makan dan lainnya.
STBM menggunakan pendekatan yang mengubah perilaku hygiene dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Dengan metode
pemicuan, STBM diharapkan dapat merubah perilaku kelompok masyarakat
dalam upaya memperbaiki keadaan sanitasi lingkungan mereka, sehingga tercapai
kondisi Open Defecation
Free (ODF), pada suatu komunitas atau desa.Suatu desa dikatakan ODF
jika 100% penduduk desa tersebut mempunyai akses BAB di jamban sehat. Hal
inilah yang mendasari penulis untuk menulis makalah “Sanitasi total berbasis
Lingkungan”
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,maka dapat
dirumuskan permasalahan adalah “Sanitasi Total berbasis lingkungan (STBM)"
1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui Sejarah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
2.Definisi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
3.Apa Tujuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
4.Lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
5.Prinsip Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
6.Perilaku Buang Air Besar
7. Mengapa harus STOP BABS.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman nasional. Ciri utama
daripendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur
(jambankeluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun
oleh masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini adalah “pemberdayaan” dan
“tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan
“guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali (Kepmenkes RI
No.852/MENKES/ SK/IX/2008).
5
Untuk mencapai outcome tersebut, STBM memiliki 6 (enam) strategi
nasional yang pada bulan September 2008 telah dikukuhkan melalui Kepmenkes
No.852 / Menkes/ SK /IX /2008. Dengan demikian, strategi ini menjadi acuan
bagi petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait dengan sanitasi total berbasis
masyarakat. Pada tahun 2014, naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat
dengan dikeluarkannya PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat.
Dengan demikian, secara otomatis Kepmenkes No.852/Menkes/SK/IX/2008
telah tidak berlaku lagi sejak terbitnya Permenkes Nomor 3 tahun 2014
(PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014).
6
b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan
sabun.
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT)
Masyarakat melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah
tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang
akan di gunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene
sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT)
Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga
dengan mengedepankan prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi),
Reuse(memakai ulang), dan Recycle (mendaur ulang)
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)
Masyarakat melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga
yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang
memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan
kesehatan yang mampu memutusan mata rantai penularan penyakit serta
mengurangi pencemaran terhadap lingkungan. ( Kemenkes RI, 2014)
7
5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi (Permenkes
RI No.03 tahun 2014).
8
2.1.7 Metode STBM
Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah
sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri (Permenkes
RI No.03 tahun 2014).
Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa
metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti :
1. Pemetaan
Bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta
sebagai alat monitoring (setelah ada mobilisasi masyarakat).
Alat yang diperlukan :
1. Tanah lapang atau halaman.
2. Bubuk putih untuk membuat batas desa.
3. Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk.
4. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran.
5. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi.
Proses yang dilakukan :
1. Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampung, seperi
batas desa/ dusun/ kampung, jalan, sungai dan lain-lain.
2. Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,
menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya
sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas kertas tersebut.Minta mereka
untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika seseorang BAB di
luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga,
tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning.
3. Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat BABnya.
4. Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada
malam hari, saat hujan atau saat sakit perut.
9
2. Transect Walk
Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan
tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi ditempat
tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB
di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.
Proses yang dilakukan :
1. Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering dijadikan tempat
BAB (didasarkan pada hasil pemetaan).
2. Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut.
3. Menanyakan siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang
BAB di tempat tersebut pada hari itu.
4. Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan keadaan
seperti itu.
10
4. Simulasi Air Yang Telah Terkontaminasi
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air
yang biasa mereka gunakan sehari-hari.
Alat yang diperlukan :
1. Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/ air minum)
2. Polutan air/ tinja
Proses yang dilakukan :
1. Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air
tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan lainnya.
2. Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang
peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember tersebut diberikan
tinja.
3. Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya?
Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang sudah terjadi selama ini.
Apa yang akan dilakukan kemudian hari?
11
2. Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana
saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat,
menanyakan apakah ada anggota keluarga yang meninggal karena diare?
c. FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan
1. Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang relevan
dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan.
d. FGD menyangkut kemiskinan
FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin
berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun
jamban. Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu
dana besar, maka harus diberikan solusi dengan memberikan alternatif dengan
menawarkan bentuk jamban yang paling sederhana.Metode yang dilakukan ini
bertujuan untuk memicu masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi,
dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: merubah
perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di
sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang
digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan perilaku
sanitasi dalam suatu komunitas (Permenkes RI No.03 tahun 2014).
12
Takut sakit
1. FGD
a. Perhitungan jumlah tinja
b. Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data
puskesmas
c. Alur kontaminasi
Aspek agama
Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan
dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri.
13
saat orang tersebut membuang hajat. Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan
atau dinding penghalang erat kaitannya
dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.
Dari lima kegiatan program STBM yang diperkenalkan, kegiatan untuk
penghentian kegiatan BAB di tempat terbuka merupakan pintu masuk pengenalan
konsep sanitasi total kepada masyarakat. Buang air besar sembarangan merupakan
perilaku yang masih sering dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini di
sebabkan tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana
pembuangan kotoran manusia atau tinja (jamban) adalah bagian dari usaha
sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan
penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan
maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari
lingkungan,terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Suparmin, 2002).
14
dll maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya
akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada
seseorang dan bahkan bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang
lebih luas.
Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat
dalam hal-hal sebagai berikut :
Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan
lebih indah
Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air
baku air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi,
cuci, dll
Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat
menyebarluaskan bibit penyakit, sehingga dapat mencegah penyakit
menular
2.3 Jamban
2.3.1. Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban terdiri
atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa
(cemplung) yang di lengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas
pembuangan tinja bagi suatu keluarga (Depkes RI, 2009).
Menurut Kusnoputranto (1997) Jamban keluarga adalah suatu bangunan
yang di gunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran
tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu
penyakit serta tidak mengotori permukaan.
Sementara itu menurut Soemardi (1999) pengertian jamban adalah
pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit
penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.Jamban
keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan
manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit
15
saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak dikelola
dengan baik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2014 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban
sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan
mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian kotoran manusia adalah
Semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus di
keluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini
berbentuk tinja, air seni dan CO2 (Notoatmodjo, 2010).
Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang
tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan
bau.Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan
pembuangan tinja.Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah
sebagai berikut (Kumoro, 1998)
1. Rumah Kakus
Rumah kakus mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari
pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun
estetika. Konstruksinya di sesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah
tangga.
2. Lantai Kakus
Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus
baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga
disesuaikan dengan bentuk rumah kakus.
3. Tempat Duduk Kakus
Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja yang
kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jadi tempat
pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah
diangkat (Simanjuntak P, 1999)
4. Kecukupan Air Bersih
Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah
disiram minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang
16
jamban atau closet.Tujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga
kondisi jamban tetap bersih selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga
sehingga mencegah penyakit menular.
5. Tersedia Alat Pembersih
Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakus didekat jamban. Jenis
alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat
pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air.
Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar
tidak berlumut dan licin.
6. Tempat Penampungan Tinja
Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat
Mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhan beru
lobang tanah saja.
7. Saluran Peresapan
Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk
mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.
17
jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban
semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung,
karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin.
3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan
menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor
auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai
keuntungan, yaitu bau yang di timbulkan sangat berkurang. Akan tetapi
kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan
mengotori air tanah.
4. Angsa trine (Water Seal Latrine)
Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat
yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi
mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak
tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian
yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan
kotoran.
5. Jamban di Atas Balong (Empang)
Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah
cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk
menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum
kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan
maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi
b. Balong tersebut tidak boleh kering
c. Balong hendaknya cukup luas
d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air
e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan
f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter
g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air
18
6. Jamban Septic Tank.
Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobik.
Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses
pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank
dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja
dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat
atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor
di dalam bak tersebut.
19
2.3.3. Standar Dan Persyaratan Kesehatan Bangunan Jamban
Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga
dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau
oleh penghuni rumah. (Permenkes RI No.3 Thn 2014)
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari:
1) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya. Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun
2014
2) Bangunan tengah jamban Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban,
yaitu:
a. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter
dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi
saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus
diberi tutup.
b. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai
saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah
(SPAL).Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014
3) Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja
yangberfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja
melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
a. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian
cairnya akan keluar dari tangki septik dan di resapkan melalui
bidang/sumur resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka
dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.
b. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan
cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan
20
limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah,
sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara
biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya
harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat
dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat
kayu, dan sebagainya. Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014
21
2.3.6. Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara
pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut:
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air
3. Tidak ada sampah berserakanan
4. Rumah jamban dalam keadaan baik
5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
7. Tersedia alat pembersih
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki
9. Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat dilakukan
dengan:
a. Air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember
b. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar
tidak bau dan mengundang lalat.
c. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak
membahayakan pemakai.
d. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban.
e. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas tinja.
22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain :
1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan yang
digunakan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Sanitasi total adalah
kondisi ketika suatu komunitas tidak buang air besar sembarangan (BABS)
atau Open Defecation Free (ODF).Prinsip dari pelaksanaan STBM adalah
meniadakan subsidi untuk fasilitas sanitasi dasar dengan pokok kegiatan
menggali potensi yang ada di masyarakat untuk membangun sarana sanitasi
sendiri dan mengembang kan solidaritas sosial.
2. Ada lima pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi
masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan
keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam
jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya
masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan
3. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat
yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
3.2 Saran
1. Diharapkan Dalam melaksanakan STBM sesuai dengan pedoman dan
petunjuk yang telah ditetapkan
2. Meningkatkan lagi sosialisasi, advokasi dan koordinasi dengan lintas
sektor terkait
dalam pelaksanaan STBM
3. Meningkatkan kemampuan/kompetensi sanitarian/fasilitator dalam
melakukan kegiatan pemicuan pilar pertama STBM.
23
4. Melakukan pendampingan desa binaan STBM
5. Perlunya kerjasama kader, bidan desa, sanitarian puskesmas dalam
memperoleh data, menyebarkan informasi kesehatan khususnya STBM
serta kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam memberikan
penyuluhan kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan/program di desa
6. Melakukan monitoring dan evaluasi serta pembinaan terhadap program
secara berkala dan bekelanjutan
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Notoatmodjo, S. 2007.Perilaku Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta
STBM. 2009. Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dalam
Program Pamsimas. http://www.esp.or.id/stbm.
26