Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan,dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tinggi, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu
permasalahanpembangunan kesehatan di Indonesia adalah masalah kesehatan
lingkungan.
Permasalahan kesehatan lingkungan yang mendominasi adalah masalah
sanitasi. Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah sosial budaya dan
perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar di sembarang tempat, khususnya
kebadan air yang juga di gunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan lainnya.
Pemerintah terus berusaha untuk mengatasi masalah sanitasi, terutama
akses penduduk terhadap jamban sehat. Pada tahun 2008 Kementerian Kesehatan
RI mengeluarkan Kepmenkes RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang kemudian diperkuat
dengan Permenkes RI nomor 3 tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan yang
digunakan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan. Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu
komunitas tidak buang air besar sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free
(ODF).Prinsip dari pelaksanaan STBM adalah meniadakan subsidi untuk fasilitas
sanitasi dasar dengan pokok kegiatan menggali potensi yang ada di masyarakat
untuk membangun sarana sanitasi sendiri dan mengembang kan solidaritas sosial.
Dalam Kemenkes RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) disebutkan peran dan
tanggung jawab pemangku kepentingan seperti di tingkat RT/Dusun/Kampung
memiliki peran dan tanggung jawab mem persiapkan masyarakat untuk

1
berpatisipasi aktif, di tingkat desa berperan dan bertanggung jawab dalam
membentuk tim fasilitator desa atau kader pemicuSTBM untuk memfasilitasi
gerakan masyarakat dan pada tingkat kecamatanpemerintah kecamatan berperan
dan ber tanggung jawab berkoordinasi dengan Badan Pemerintah yang lain dan
memberi dukungan bagi kader pemicu STBM.
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan strategi
dengan melibatkan lintas sektor dengan leading sektor Kementerian Kesehatan
dan aksi terpadu untuk menurunkan angka kejadian penyakit menular berbasis
lingkungan serta menigkatkan perilaku hygiene dan kualitas kehidupan
masyarakat Indonesia.
STBM diselenggarakan dengan berpedoman pada lima pilar yaitu : 1)Stop
Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS), 2) Cuci Tangan Pakai
Sabun(CTPS), 3) Mengelola Air Minum dan Makanan yang Aman, 4) Mengelola
Sampah dengan Benar, 5) Mengelola Limbah Cair Rumah Tangga dengan Aman.
Pelaksanaan program STBM dimulai dari pilar pertama yaitu Stop BABS
yang merupakan pintu masuk sanitasi total dan merupakan upaya memutuskan
rantai kontaminasi kotoran manusia terhadap air baku minum, makan dan lainnya.
STBM menggunakan pendekatan yang mengubah perilaku hygiene dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Dengan metode
pemicuan, STBM diharapkan dapat merubah perilaku kelompok masyarakat
dalam upaya memperbaiki keadaan sanitasi lingkungan mereka, sehingga tercapai
kondisi Open Defecation
Free (ODF), pada suatu komunitas atau desa.Suatu desa dikatakan ODF
jika 100% penduduk desa tersebut mempunyai akses BAB di jamban sehat. Hal
inilah yang mendasari penulis untuk menulis makalah “Sanitasi total berbasis
Lingkungan”

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,maka dapat
dirumuskan permasalahan adalah “Sanitasi Total berbasis lingkungan (STBM)"

1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui Sejarah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
2.Definisi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
3.Apa Tujuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
4.Lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
5.Prinsip Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
6.Perilaku Buang Air Besar
7. Mengapa harus STOP BABS.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Dengan adanya tugas ini mahasiswa dapat menambah dapat menambah
pengalaman dan wawasan tentang pelaksanaan program Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) dan dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama mengikuti perkuliahan di FKM Muhammadyah
dimasyarakat.

1.4.2 Manfaat bagi Akademik


1. Bermanfaat dalam pengembangan keilmuan Kesehatan Masyarakat
dan sebagai bahan masukan baru.
2. Penilaian tentang kesuksesan dalam penyelenggaraan pendidikan
selama di kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


2.1.1 Sejarah STBM
STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total
dengan menerapkan model CLTS (Community Led Total Sanitation). Pendekatan
CLTS sendiri diperkenalkan oleh Kamal Kar dari India pada tahun 2004. Di tahun
yang sama, Pemerintah Indonesia melakukan studi banding ke India dan
Bangladesh. Penerapannya dimulai pertengahan tahun 2005, ketika pemerintah
meluncurkan penggunaan metode ini di 6 desa yang terletak di 6 provinsi.
Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan
CLTS sebagai strategi nasional untuk program Sanitasi (Percik, 2008). Pada
September 2006, program WSLIC ( Water and Sanitation for Low Income
Communities) memutuskan untuk menerapkan pendekatan CLTS sebagai
pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi program (36 kabupaten).
Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan ini. Mulai
Januari sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia
merancang proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini mengadopsi
pendekatan CLTS dalam rancangannya (Percik, 2008). Bulan Juli 2007 menjadi
periode yang sangat penting bagi perkembangan CLTS di Indonesia, karena
pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia mulai mengimplementasikan sebuah
proyek yang mengadopsi pendekatan sanitasi total bernama Total Sanitation and
Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total
dan pemasaran sanitasi (SToPS), dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi
total berbasis masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional (Kepmenkes RI No.
852/MENKES /SK/ IX /2008).
STBM yang tertuang dalam kepmenkes tersebut menekankan pada
perubahan prilaku masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan
melalui upaya sanitasi meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai
sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan

4
benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman nasional. Ciri utama
daripendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur
(jambankeluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun
oleh masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini adalah “pemberdayaan” dan
“tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan
“guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali (Kepmenkes RI
No.852/MENKES/ SK/IX/2008).

2.1.2 Definisi STBM


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM
adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui
pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. (Permenkes RI No. 03 Tahun
2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Program STBM memiliki
indikator outcome dan indikator output.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan
penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan
perilaku.Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut :
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi
dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air
disembarang tempat (Open Defecation Free).
b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan
makanan yang aman di rumah tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal)
tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga
semua orang mencuci tangan dengan benar.
d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

5
Untuk mencapai outcome tersebut, STBM memiliki 6 (enam) strategi
nasional yang pada bulan September 2008 telah dikukuhkan melalui Kepmenkes
No.852 / Menkes/ SK /IX /2008. Dengan demikian, strategi ini menjadi acuan
bagi petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait dengan sanitasi total berbasis
masyarakat. Pada tahun 2014, naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat
dengan dikeluarkannya PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat.
Dengan demikian, secara otomatis Kepmenkes No.852/Menkes/SK/IX/2008
telah tidak berlaku lagi sejak terbitnya Permenkes Nomor 3 tahun 2014
(PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014).

2.1.3 Tujuan STBM


Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku
masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Permenkes RI No.03
tahun 2014).

2.1.4 Lima Pilar STBM


Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima
pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang
lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup
bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik,
dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan
(Permenkes RI No.03 tahun 2014).
Pilar STBM terdiri atas perilaku:
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBAS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi
melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi
menyebarkan penyakit dengan dapat mengakses jamban.

6
b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan
sabun.
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT)
Masyarakat melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah
tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang
akan di gunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene
sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT)
Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga
dengan mengedepankan prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi),
Reuse(memakai ulang), dan Recycle (mendaur ulang)
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)
Masyarakat melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga
yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang
memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan
kesehatan yang mampu memutusan mata rantai penularan penyakit serta
mengurangi pencemaran terhadap lingkungan. ( Kemenkes RI, 2014)

2.1.5 Prinsip - Prinsip STBM


Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dalam pelaksanaanya program
ini mempunyai beberapa prinsip utama, yaitu :
1. Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali
untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.
2. Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan masyarakat sasaran.
3. Menciptakan prilaku masyarakat yang higienis dan saniter untuk mendukung
terciptanya sanitasi total.
4. Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam analisa
permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan
pemeliharaan.

7
5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi (Permenkes
RI No.03 tahun 2014).

2.1.6 Tingkat Partisipasi Masyarakat


Masyarakat sasaran dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak
dipaksa untuk menerapkan kegiatan program tersebut, akan tetapi program ini
berupaya meningkatkan dimulai tingkat partisipasi yang terendah sampai
tertinggi :

1. Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya


sampai diberi informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana
informasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu).
2. Masyarakat mulai diajak untuk berunding. Pada level ini sudah ada
komunikasi 2 arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau
berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu
perundingan, pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu.
3. Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar,
pada tahap ini masyarakat telah diajak untuk membuat keputusan secara
bersama-sama untuk kegiatan yang dilaksanakan.
4. Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan
keputusan, pada tahap ini masyarakat tidak hanya membuat keputusan, akan
tetapi telah ikut dalam kegiatan kontrol pelaksanaan program.
Dari keempat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah tingkat partisipasi tertinggi dimana
masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak hanya diajak berunding tetapi
sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah mendapatkan
wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat itu sendiri serta terhadap
keputusan yang mereka buat. Dalam prinsip Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
telah disebutkan bahwa keputusan bersama dan action bersama dari masyarakat
itu sendiri merupakan kunci utama.

8
2.1.7 Metode STBM
Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah
sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri (Permenkes
RI No.03 tahun 2014).
Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa
metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti :
1. Pemetaan
Bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta
sebagai alat monitoring (setelah ada mobilisasi masyarakat).
Alat yang diperlukan :
1. Tanah lapang atau halaman.
2. Bubuk putih untuk membuat batas desa.
3. Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk.
4. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran.
5. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi.
Proses yang dilakukan :
1. Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampung, seperi
batas desa/ dusun/ kampung, jalan, sungai dan lain-lain.
2. Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,
menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya
sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas kertas tersebut.Minta mereka
untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika seseorang BAB di
luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga,
tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning.
3. Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat BABnya.
4. Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada
malam hari, saat hujan atau saat sakit perut.

9
2. Transect Walk
Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan
tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi ditempat
tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB
di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.
Proses yang dilakukan :
1. Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering dijadikan tempat
BAB (didasarkan pada hasil pemetaan).
2. Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut.
3. Menanyakan siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang
BAB di tempat tersebut pada hari itu.
4. Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan keadaan
seperti itu.

3. Alur Kontaminasi (Oral Fecal)


Bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran
manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
Alat yang diperlukan :
1. Gambar tinja dan gambar mulut
2. Potongan-potongan kertas
3. Spidol
Proses yang dilakukan :
1. Menanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk
kedalam mulut?
2. Menanyakan bagaimana tinja bisa ”dimakan oleh manusia?” Melalui apa saja?
Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang
menjadi perantara tinja sampai ke mulut.

10
4. Simulasi Air Yang Telah Terkontaminasi
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air
yang biasa mereka gunakan sehari-hari.
Alat yang diperlukan :
1. Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/ air minum)
2. Polutan air/ tinja
Proses yang dilakukan :
1. Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air
tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan lainnya.
2. Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang
peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember tersebut diberikan
tinja.
3. Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya?
Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang sudah terjadi selama ini.
Apa yang akan dilakukan kemudian hari?

5. Diskusi Kelompok (Focus Group Discussion)


Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan
menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat
merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan.
Pembahasannya meliputi:
a. FGD untuk memicu rasa malu dan hal-hal yang bersifat pribadi
1. Menanyakan berapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di
tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya.
2. Menanyakan bagaimana perasaan mereka jika BAB di tempat terbuka dapat
dilihat oleh orang lain.
3. Tanyakan bagaimana perasaan para laki-laki, ketika istri, anaknya atau
ibunya BAB di tempat terbuka dan dilihat oleh orang lain.
b. FGD untuk memicu rasa jijik dan takut sakit
1. Mengajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja
dikampungnya dan kemana perginya tinja tersebut.

11
2. Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana
saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat,
menanyakan apakah ada anggota keluarga yang meninggal karena diare?
c. FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan
1. Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang relevan
dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan.
d. FGD menyangkut kemiskinan
FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin
berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun
jamban. Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu
dana besar, maka harus diberikan solusi dengan memberikan alternatif dengan
menawarkan bentuk jamban yang paling sederhana.Metode yang dilakukan ini
bertujuan untuk memicu masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi,
dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: merubah
perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di
sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang
digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan perilaku
sanitasi dalam suatu komunitas (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

2.1.8 Faktor-Faktor Yang Harus Dipicu dan Metode Yang Digunakan


Dalam Kegiatan STBM
Hal – hal yang harus dipicu Alat yang digunakan
Rasa jijik
1. Transect walk
2. Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-
kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan / beras, wudlu,
dll
Rasa malu
1. Transect walk (meng-explore pelaku open defecation)
2. FGD (terutama untuk perempuan)

12
Takut sakit
1. FGD
a. Perhitungan jumlah tinja
b. Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data
puskesmas
c. Alur kontaminasi
Aspek agama
Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan
dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri.

2.1.9 Tangga Sanitasi (Sanitation Ladder)


Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak meminta atau menyuruh
masyarakat untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku
sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau
merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak
terpisahkan dari kegiatan sehari-hari.Sanitation Ladder atau tangga sanitasi
merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari
sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak di lihat
dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.
Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah
bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk
membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat kemauan masyarakat
untuk membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga
kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya
tetap berlanjut.Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga
kelompok berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya.
Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat
pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja
dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan
tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan

13
saat orang tersebut membuang hajat. Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan
atau dinding penghalang erat kaitannya
dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.
Dari lima kegiatan program STBM yang diperkenalkan, kegiatan untuk
penghentian kegiatan BAB di tempat terbuka merupakan pintu masuk pengenalan
konsep sanitasi total kepada masyarakat. Buang air besar sembarangan merupakan
perilaku yang masih sering dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini di
sebabkan tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana
pembuangan kotoran manusia atau tinja (jamban) adalah bagian dari usaha
sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan
penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan
maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari
lingkungan,terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Suparmin, 2002).

2.2 Perilaku Buang Air Besar


2.2.1. Perilaku Buang Air Besar Sembarang
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar
sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang
saniter berupa jamban sehat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Saniter
merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan
kesehatan yaitu:
a. Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia;
b. Dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya. Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

2.2.2. Mengapa Harus Stop BABS


Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan
berinduknya bibit penyakit menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing).
Apabila tinja tersebut dibuang di sembarang tempat, misal kebun, kolam, sungai,

14
dll maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya
akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada
seseorang dan bahkan bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang
lebih luas.
Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat
dalam hal-hal sebagai berikut :
 Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan
lebih indah
 Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air
baku air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi,
cuci, dll
 Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat
menyebarluaskan bibit penyakit, sehingga dapat mencegah penyakit
menular

2.3 Jamban
2.3.1. Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban terdiri
atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa
(cemplung) yang di lengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas
pembuangan tinja bagi suatu keluarga (Depkes RI, 2009).
Menurut Kusnoputranto (1997) Jamban keluarga adalah suatu bangunan
yang di gunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran
tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu
penyakit serta tidak mengotori permukaan.
Sementara itu menurut Soemardi (1999) pengertian jamban adalah
pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit
penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.Jamban
keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan
manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit

15
saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak dikelola
dengan baik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2014 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban
sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan
mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian kotoran manusia adalah
Semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus di
keluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini
berbentuk tinja, air seni dan CO2 (Notoatmodjo, 2010).
Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang
tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan
bau.Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan
pembuangan tinja.Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah
sebagai berikut (Kumoro, 1998)
1. Rumah Kakus
Rumah kakus mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari
pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun
estetika. Konstruksinya di sesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah
tangga.
2. Lantai Kakus
Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus
baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga
disesuaikan dengan bentuk rumah kakus.
3. Tempat Duduk Kakus
Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja yang
kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jadi tempat
pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah
diangkat (Simanjuntak P, 1999)
4. Kecukupan Air Bersih
Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah
disiram minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang

16
jamban atau closet.Tujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga
kondisi jamban tetap bersih selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga
sehingga mencegah penyakit menular.
5. Tersedia Alat Pembersih
Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakus didekat jamban. Jenis
alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat
pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air.
Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar
tidak berlumut dan licin.
6. Tempat Penampungan Tinja
Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat
Mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhan beru
lobang tanah saja.
7. Saluran Peresapan
Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk
mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.

2.3.2. Jenis Jamban Keluarga


Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan
yang terbaik ialah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan
air yang tercukupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat dibedakan
atas beberapa macam ( Chayatin ,2009) :
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya
terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok.
Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat
dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan
karena baunya.
2. Jamban Plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh
suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari

17
jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban
semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung,
karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin.
3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan
menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor
auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai
keuntungan, yaitu bau yang di timbulkan sangat berkurang. Akan tetapi
kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan
mengotori air tanah.
4. Angsa trine (Water Seal Latrine)
Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat
yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi
mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak
tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian
yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan
kotoran.
5. Jamban di Atas Balong (Empang)
Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah
cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk
menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum
kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan
maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi
b. Balong tersebut tidak boleh kering
c. Balong hendaknya cukup luas
d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air
e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan
f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter
g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

18
6. Jamban Septic Tank.
Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobik.
Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses
pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank
dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja
dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat
atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor
di dalam bak tersebut.

Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran,


pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:
a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat
b. Lapisan cair
c. Lapisan endap
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di
Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Jamban tanpa leher angsa.
Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu:
a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah
b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang
2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya
yaitu:
a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di
atas galian penampungan kotoran
b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak
berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun
terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang
galian penampungan kotoran (Warsito, 1996).

19
2.3.3. Standar Dan Persyaratan Kesehatan Bangunan Jamban
Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga
dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau
oleh penghuni rumah. (Permenkes RI No.3 Thn 2014)
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari:
1) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya. Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun
2014
2) Bangunan tengah jamban Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban,
yaitu:
a. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter
dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi
saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus
diberi tutup.
b. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai
saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah
(SPAL).Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014
3) Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja
yangberfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja
melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
a. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian
cairnya akan keluar dari tangki septik dan di resapkan melalui
bidang/sumur resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka
dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.
b. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan
cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan

20
limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah,
sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara
biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya
harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat
dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat
kayu, dan sebagainya. Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

2.3.4. Syarat Jamban Sehat


Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut : (Depkes RI, 2004).
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15
meter dari sumber air minum.
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah di sekitarnya.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.
6. Cukup penerangan
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih

2.3.5. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga


Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang
baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :
1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan saran yang aman
3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan
(Azwar,2000)

21
2.3.6. Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara
pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut:
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air
3. Tidak ada sampah berserakanan
4. Rumah jamban dalam keadaan baik
5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
7. Tersedia alat pembersih
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki
9. Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat dilakukan
dengan:
a. Air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember
b. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar
tidak bau dan mengundang lalat.
c. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak
membahayakan pemakai.
d. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban.
e. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas tinja.

2.3.7. Siapa Yang Harus Menggunakan Jamban


Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang
tinja, baik anak-anak (termasuk bayi dan anak balita) dan lebih-lebih orang
dewasa. Dengan pemikiran tertentu, sering kali tinja bayi dan anak-anak dibuang
sembarangan oleh orang tuanya, misal kehalaman rumah, kebon, dll. Hal ini perlu
diluruskan, bahwa tinja bayi dan anak-anak juga harus dibuang ke jamban, karena
tinja bayi dan anak-anak tersebut sama bahayanya dengan tinja orang
dewasa. Perilaku seperti tersebut jelas sangat merugikan kondisi kesehatan
masyarakat, karena tinja dikenal sebagai media tempat hidupnya bakteri E-coli
yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare.

22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain :
1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan yang
digunakan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Sanitasi total adalah
kondisi ketika suatu komunitas tidak buang air besar sembarangan (BABS)
atau Open Defecation Free (ODF).Prinsip dari pelaksanaan STBM adalah
meniadakan subsidi untuk fasilitas sanitasi dasar dengan pokok kegiatan
menggali potensi yang ada di masyarakat untuk membangun sarana sanitasi
sendiri dan mengembang kan solidaritas sosial.
2. Ada lima pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi
masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan
keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam
jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya
masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan
3. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat
yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

3.2 Saran
1. Diharapkan Dalam melaksanakan STBM sesuai dengan pedoman dan
petunjuk yang telah ditetapkan
2. Meningkatkan lagi sosialisasi, advokasi dan koordinasi dengan lintas
sektor terkait
dalam pelaksanaan STBM
3. Meningkatkan kemampuan/kompetensi sanitarian/fasilitator dalam
melakukan kegiatan pemicuan pilar pertama STBM.

23
4. Melakukan pendampingan desa binaan STBM
5. Perlunya kerjasama kader, bidan desa, sanitarian puskesmas dalam
memperoleh data, menyebarkan informasi kesehatan khususnya STBM
serta kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam memberikan
penyuluhan kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan/program di desa
6. Melakukan monitoring dan evaluasi serta pembinaan terhadap program
secara berkala dan bekelanjutan

24
DAFTAR PUSTAKA

 Priyoto. Teori Perubahan Perilaku Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika; 2014.
 Kemenkes RI. Road Map Percepatan Program STBM 2013-
2015:Kementerian Kesehatan RI; 2013.
 Sidjabat E. Partisipasi Masyarakat Desa Dalam Implementasi Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Grobongan
[Tesis]. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Administrasi Program Studi
Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Kekhususan Administrasi dan Kebijakan
Publik; 2012.
 Dr.Basrowi MPDS, M.Si. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.
Rineka Cipta; 2008.
 Midia Juniar. Studi Tentang Implementasi Program Sanitasi Total dan
Pemasaran Sanitasi (StoPs) dalam Prespektif Diliberatif di Desa Ngapungan
Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang [Jurnal]. Surabaya. Program Strudi
Ilmu Administrasi Negara,FISIP, Universitas Airlangga; 2013.
 Moh. Fajar Nugraha. Dampak Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) Pilar Pertama di Desa Gucialit Kecamatan Gucialit Kabupaten
Lumajang [Jurnal]. Surabaya. Program Ilmu Administrasi Negara, FISIP,
Universitas Airlangga; 2015.
 Teguh Priatno. Faktor-faktor Yang Berhubungan Terhadap Keberhasilan
Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Di Kota Tasi kmalaya
[Jurnal]. Jurnal Kesehatan Indonesia Vol. 10 No. 2 September 2014; 2014
 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2013 Jakarta : Depkes.
 Notoatmodjo S. 2003.Pengembangan Sumber Daya Manusia. Edisi
Revisi,Cetakan Ketiga, Jakarta : Penerbit PT. Rineka Cipta.
 Notoatmodjo,S. 2005.Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta

25
 Notoatmodjo, S. 2007.Perilaku Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta
 STBM. 2009. Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dalam
Program Pamsimas. http://www.esp.or.id/stbm.

26

Anda mungkin juga menyukai